Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TIROIDEKTOMI

A. Definisi

Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid adalah tiroidektomi,

meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau

pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkanTiroidektomi total adalah pengangkatan jaringan

seluruh lobus termasuk istmus (Sudoyo, A., dkk., 2009). Tiroidektomi merupakan prosedur

bedah yang relative aman dengan morbiditas kurang dari 5 %. Menurut Lang (2010), terdapat

6 jenis tiroidektomi, yaitu :

1. Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau bawah satu lobus

2. Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus

3. Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu lobus dan istmus

4. Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan sebagian besar lobus

lainnya.

5. Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.

6. Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar dan kelenjar limfatik

servikal.

B. Indikasi Tiroidektomi

Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :

1. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa atau

yang kambuh

2. Tumor jinak dan ganas tiroid

3. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor


4. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang

5. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang

C. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan organ kecil pada anterior leher bagian bawah, di antara muskulus

sternokleidomastoideus, yang terdiri dari dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh

sebuah istmus (Price & Wilson, 2006). Kelenjar tiroid terletak di leher, dibawah kartilago

krikoid dan berbentuk seperti huruf H (Black & Hawks, 2009). Dan menurut Newton,

Hickey, & Marrs, (2009), kelenjar tiroid terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian bawah

laring dan bagian atas trakea. Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 5 cm dengan lebar 3 cm

dan berat sekitar 30 gram (Brunner & Suddarth, 2002). Kelenjar tiroid yang dimiliki wanita

lebih besar dibanding laki-laki (Seeley et al, 2007). Kegiatan metabolik pada kelenjar tiroid

cukup tinggi, ditandai dengan aliran darah yang menuju kelenjar tiroid sekitar 5 kali lebih

besar dari aliran darah ke dalam hati (Skandalakis, 2004).

Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu tiroksin (T4),

triiodotironin (T3) yang keduanya disebut dengan satu nama, hormon tiroid dan kalsitonin.
Triiodotironin (T3) memiliki efek yang cepat dalam jaringan. Dibutuhkan waktu 3 hari untuk

T3 dan 11 hari bagi T4 dalam mencapai titik puncak efek pada jaringan. Sehingga T3

merupakan bentuk aktif dari hormone tiroid (Black & Hawks, 2009). Pelepasan hormon

tiroid T3 dan T4 distimulasi oleh tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormon) yang

disekresi oleh kelenjar hipofisis (Braverman dkk, 2010). Pengeluaran TSH diatur oleh TRH

(Thyrotropin Releasing Hormon) yang disekresikan oleh hipotalamus. Penurunan suhu tubuh

dapat meningkatkan sekresi TRH. Pengeluaran TSH begantung pada kadar T3 dan T4 yang

biasa disebut sebagai pengendalian umpan balik atau feedback control. Kalsitonin merupakan

hormon penting lain yang disekresi kelenjar tiroid yang tidak dikendalikan oleh TSH. Fungsi

kalsitonin adalah menjaga keseimbangan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah

penumpukan kalsium pada tulang dan menurunkan reabsorpsi kalsium pada ginjal, dengan

demikian kadar kalsium plasma tidak menjadi tinggi (Black & Hawks, 2009).

Yodium berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid (Brunner & Suddarth, 2002).

Yodium yang telah terserap dalam darah dari GI track akan diambil oleh kelenjar tiroid dan

akan dipekatkan dalam sel kelenjar tiroid. Molekul yodium yang telah diambil akan bereaksi

dengan tirosin (asam amino) untuk membentuk hormon tiroid. Kelenjar tiroid mengatur

fungsi metabolism tubuh, dimana tubuh menghasilkan energi yang berasal dari nutrisi dan

oksigen yang mempengaruhi fungsi tubuh penting, seperti tingkat kebutuhan energi dan

detak jantung (ATA, 2013). Selain itu kelenjar tiroid juga berfungsi meningkatkan kadar

karbohidrat, meningkatkan ukuran dan kepadatan mitokondria, meningkatkan sintesis protein

dan meningkatkan pertumbuhan pada anak-anak. Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah

hampir semua sel di dalam tubuh. Fungsi hormon tiroid antara lain (Black & Hawks, 2009).:
1. Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme protein,

lemak, dan karbohidrat,

2. Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran,

3. Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga meningkatkan

frekuensi jantung,

4. Meningkatkan responsivitas emosi,

5. Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan

kontraksi otot rangka,

6. Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh

dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan,

D. Komplikasi Tiroidektomi

Setiap pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, termasuk tiroidektomi. Komplikasi

pasca operasi utama yang berhubungan dengan cedera berulang pada saraf laring superior

dan kelenjar paratiroid. Devaskularisasi, trauma, dan eksisi sengaja dari satu atau lebih

kelenjar paratiroid dapat menyebabkan hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang dapat

bersifat sementara atau permanen. Pemeriksaan yang teliti tentang anatomi dan suplai darah

ke kelenjar paratiroid yang adekuat sangat penting untuk menghindari komplikasi ini.

Namun, prosedur ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan dapat dilakukan dengan

cacat minimal. Komplikasi lain yang dapat timbul pasca tiroidektomi adalah perdarahan,

thyrotoxic strom, edema pada laring, pneumothoraks, hipokalsemia, hematoma, kelumpuhan

syaraf laringeus reccurens, dan hipotiroidisme (Grace & Borley, 2007).

Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu suatu keadaan

terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon dalam jumlah adekuat,
keadaan ini ditandai dengan adanya lesu, cepat lelah, kulit kering dan kasar, produksi

keringat berkurang, serta kulit terlihat pucat. Tanda-tanda yang harus diobservasi pasca

tiroidektomi adalah hipokalsemia yang ditandai dengan adanya rasa kebas, kesemutan pada

bibir, jari-jari tangan dan kaki, dan kedutan otot pada area wajah (Urbano, FL, 2000).

Keadaan hipolakalsemia menunjukkan perlunya penggantian kalsium dalam tubuh.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus laringeus reccurens yang

menyebabkan suara serak. Jika dilakukan tiroidektomi total, pasien perlu diberikan informasi

mengenai obat pengganti hormon tiroid, seperti natrium levotiroksin (Synthroid), natrium

liotironin (Cytomel) dan obat-obatan ini harus diminum selamanya.

E. Peran Perawat Dalam Post Tiroidektomi

Pembedahan tiroid dapat menyebabkan komplikasi potensial yang fatal selama fase awal

pasca operasi. Penting bagi perawat untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk

mendeteksi tanda dan gejala awal dari komplikasi potensial yang mungkin terjadi dan

mengambil langkah yang tepat. Deteksi dini dan respon yang cepat merupakan kunci untuk

mempertahankan patient safety dan untuk meminimalkan risiko cedera pada klien. Fase awal

pasca operasi dimulai ketika pasien berada di ruang pemulihan atau recovery room. Asuhan

keperawatan difokuskan pada penilaian dan pemeliharaan status kardiopulmonal dan

neurologi, tingkat kenyamanan dan keadaan metabolic (Roberts and Fenech, 2010). Fase

kedua dimulai ketika pasien dipindahkan ke ruang perawatan. Perawat harus menyadari

komplikasi yang biasa terjadi, termasuk perdarahan, infeksi pada luka, cedera syaraf, dan

hipoparatiroidisme sekunder. Perdarahan pasca pembedahan tiroid terjadi pada 0,1 – 1,5%

pasien, hal ini dapat terjadi karena banyaknya suplai darah ke organ dan sebagai hasil dari

pemisahan jaringan yang luas akibat pengangkatan kelenjar tiroid. Pada sebagian besar
pasien, perdarahan terjadi pada 6 – 12 jam pertama pasca pembedahan. Evaluasi keperawatan

paca operasi meliputi observasi dressing luka yang sering, dimana darah cenderung

menumpuk. Segala bentuk observasi perlu didokumentasikan, seperti volume drainase,

konsistensi, warna dan fungsional drainase. Suction drain umum digunakan untuk

menghindari akumulasi darah dan serum (seroma) setelah pengangkatan tiroid (Morrisey et

al, 2008). Luka tiroidektomi harus dipantau secara ketat untuk kenyamanan pasien. Tandat-

tanda perdarahan seperti hipotensi dan takikardi harus selalu diobservasi oleh perawat.

Tanda-tanda infeksi pada luka tiroidektomi harus diobservasi. Infeksi dapat disebabkan oleh

bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Infeksi pada luka tiroidektomi jarang ditemukan,

hanya sekitar 0,3 – 0,8% (Rosato et al, 2004). Pemantauan suhu dan kadar leukosit harus

dipantau sebagai indikator dini adanya infeksi. Kolaborasi pemberian antibiotik dapat

menjadi salah satu bentuk intervensi kolaborasi yang dapat diberikan kepada pasien. Cedera

syaraf pada laring merupakan komplikasi yang paling serius pasca tiroidektomi. Hal ini

disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, termasuk sayatan, klem, peregangan syaraf,

skeletonisasion (proses dimana serat kecil saraf dibagi dari struktur utama), kompresi lokal

saraf akibat edema atau hematoma. Perawat perlu memonitor kualitas suara pasien, refleks

menelan dan status pernapasan pasca pembedahan (Beldi dkk, 2004). Ada kemungkinan

paresis pada pita suara pada 6 minggu pertama, tetapi jika selama 12 bulan tidak ada

perbaikan maka kerusakan ini akan dianggap permanen. Hipokalsemia pasca tiroidektomi

terjadi pada 1 – 50 % pembedahan (Karamanakos et al, 2010). Penyebab hipokalsemia

multifaktorial. Penyebab yang paling umum adalah kerusakan pada kelenjar paratiroid.

Gejala hipoparatiroidisme timbul pada 24 – 72 jam pasca operasi. Pasien akan menunjukkan

rendahnya kadar kalsium dalam darah atau hipokalsemia dan rasa kesemutan di ekstrimitas.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST TIROIDEKTOMI

A. Pengkajian

Pengkajian pada pasien bedah saat kembali ke unit terdiri atas :

1. Respirasi : Kepatenan jalan napas, Kedalaman, Frekuensi, Bunyi napas

2. Sirkulasi :

a. tanda-tanda vital : T/D, suhu, nadi

b. kondisi kulit : dingin, basah

c. sianotis

3. Neurologi : tingkat respons, neurosensori, fungsi bicara, kualitas dan tonasi

4. Drainase

a. Mengantisipasi perdarahan: Perhatikan cairan drainase yang keluar khususnya 24 jam

pertama pasca operasi.

b. Inspeksi balutan luka

5. Kenyamanan

a. Tipe nyeri dan lokasi

b. Mual dan muntah

c. Perubahan posisi yang dibutuhkan

6. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur; Peralatan diperiksa untuk fungsi yang

baik

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas ditandai

dengan perubahan frekuensi napas dan perubahan irama napas.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (edema pasca operasi) ditandai dengan

indikasi nyeri yang dapat diamati; melaporkan nyeri secara verbal.

3. Risiko infeksi ditandai dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat: kerusakan

integritas kulit (adanya tindakan tiroidektomi).

C. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas ditandai

dengan perubahan frekuensi napas dan perubahan irama napas.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien akan

mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal.

Kriteria Hasil :

Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh pencegahan

aspirasi; status pernapasan; kepatenan jalan napas; dan status pernapasan : ventilasi tidak

terganggu.

Intervensi :

a. Kaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan upaya pernapasan.

Rasional: pernapasan secara normal kadang-kadang cepat, tapi berkembangnya

distres pada pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau

perdarahan.

b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau

ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan.


Rasional: adanya suara napas tambahan seperti ronki merupakan indikasi adanya

obstruksi/spasme laryngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.

c. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk.

Rasional: Langkah ini dilakukan untuk menghindari gerakan yang bisa menyebabkan

luka insisi berdarah.

d. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu.

Rasional: Tindakan kolaborasi dibutuhkan untuk memberikan perawatan yang

maksimal kepada klien.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (edema pasca operasi) ditandai dengan

indikasi nyeri yang dapat diamati; melaporkan nyeri secara verbal.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien akan

mempertahankan tingkat nyeri paada 3 atau kurang (dengan skala 0-10) dan

memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai

keamanan.

Kriteria hasil :

a. Pengendalian Nyeri : Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri.

b. Tingkat Nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan

dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan factor

presipitasinya.
Rasional: bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi

menentukan efektivitas terapi.

b. Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi.

Rasional: posisi nyaman seperti semi fowler dengan sokongan kepala/leher

menggunakan bantal kecil dapat mencegah hiperekstensi leher dan melindungi

integritas garis jahitan

c. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, teknik relaksasi seperti

imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif).

Rasional: membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien

untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.

d. Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (misalnya,

setiap 4 jam selama 36 jam).

Rasional : Analgesik narkotik perlu pada nyeri hebat untuk memblok rasa nyeri

pascabedah.

3. Risiko infeksi ditandai dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat: kerusakan

integritas kulit (adanya tindakan tiroidektomi).

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien dan

keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi.

Kriteria hasil :

a. Penyembuhan Luka: Primer : Tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan

luka secara sengaja.

b. Keparahan Infeksi : Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait.


Intervensi :

a. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, drainase,

penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan

malaise).

Rasional : Tanda & gejala yang muncul dapat memberikan gambaran terjadinya

infeksi.

b. Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Rasional : Data diperlukan untuk menghindari resiko rentan terjadi infeksi.

c. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap

infeksi.

Rasional : Hygiene personal yang baik dapat membantu melindungi dari infeksi.

d. Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan.

Rasional : Terapi antibiotik dapat melawan parasit penyebab infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

American Thyroid Association. (2013). http://thyroid.org/

Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for positive

outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier

Braverman,, L.E., Pearce, E.N., Leung, A. (2010). Role of iodine in thyroid physiology. Expert

Reviews Endocrinol Metabolism. 5(4), 593-602. USA : Boston University Medical Center.

Grace., PA & Borley., N.R. (2007). Surgery at a glance. Edisi 3. Alih bahasa dr. Vidhia Umami.

Jakarta : Erlangga Medical Series.

Lang, BH. (2010). Minimally invasive thyroid and parathyroid operations : surgical techniques

and pearls. Journal of Advances in Surgery. 44,1. 185 – 198

Newton, S., Hickey, M., Marrs, J. (2009). Mosby’s oncology nursing advisor : a comprehensive

guide to clinical practice. Canada : Elsevier.

Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan

praktik (Ed. Ke-4) (Renata, k., dkk, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Seeley, RR., Stephens, TD., &Tate P. (2007). Essentials of anatomy and physiology. 6th Edition.

McGraw-Hill, Dubuque

Sudoyo, dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna

Publishing.

Anda mungkin juga menyukai