Anda di halaman 1dari 29

Tugas kelompok

DISASTER & EMERGENCY NURSING II


ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

DOSEN PEMBIMBING : AHMAD MUDATSIR S.Kep., Ns.,M.H.P.E

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
Q2 KEPERAWATAN

RIFON (P201601088)
DW. RAY YUNITA SARI (P201601084)
SRI RAHAYU (P201601081)
ASRIANI KASIM (P201601080)
SITTI SUARNI (P201601083)
SAFIRA (P201601079)
SUSI SUSANSI (P201601091)
RISNI (P201601085)
NUE AENI (P201601086)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat serta hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Trauma Kepala ”untuk memenuhi tugas mata kuliah Disaster and
Emergency Nursing II.
Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis buat tidak akan bisa
tersusun dengan baik tanpa dorongan dan bantuan dari berbagai pihak dan pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ahmad Mudatsir
S.Kep., Ns.,M.H.P.E selaku dosen pembimbing mata kuliah Disaster and
Emergency Nursing II.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas ini dan tugas selanjutnya.

Kendari, November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ...............
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................
BAB II KONSEP DASAR........................................................................................
A. Definisi..................................................................................................................
B. Klasifikasi............................................................................................................
C.Etiologi...............................................................................................................
D. Patofisiologi..........................................................................................................
E. Manifestasi Klinis................................................................................................
F. Komplikasi......................................................................................................
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN........................................
TRAUMA KEPALA....................................................................................................
A. Pengkajian.....................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................
C. Rencana Keperawatan................................................................................

BAB IV PENUTUP.................................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala umumnya digolongkan sebagai trauma tertutup dan terbuka.
Trauma tertutup atau trauma tumpul seperti yang sering disebut orang, merupakan
kejadian yang lebih sering ditemukan. Secara khas trauma tumpul terjadi ketika
kepala membentur benda keras atau ketika ada benda keras yang bergerak dengan
cepat dan membentur kepala. Pada keadaan ini, durameter masih utuh dan tidak ada
jaringan otak yang terbuka terhadap lingkungan luar. Sebagaimana disebutkan
namanya, trauma terbuka menunjukan adanya lubang pada kulit kepala, meningen,
atau jaringan otak termasuk dura meter, sehingga isi tengkorak terbuka terhadap
lingkungan luar. Pada trauma terbuka, risiko infeksi sangat tinggi (Kowalak, 2011).
Mortalitas akibat trauma kepala telah banyak berkurang seiring kemajuan
dibidang preventif, seperti penggunaan sabuk pengaman serta kantung udara. Respon
layanan kesehatan yang lebih cepat terhadap kejadian kecelakaan serta waktu untuk
membawa pasien yang lebih pendek dan penanganan pasien yang lebih baik.
Termasuk pengembangan pusat-pusat trauma disejumlah kawasan. Kemajuan dalam
teknologi penanganan trauma kepala juga telah meningkatkan keefektifan layanan
rehabilitasi bahkan pada pasien cedera kepala berat (Kowalak, 2011).
Akibat dari trauma kepala akan menimbulkan beberapa masalah, salah satunya
perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara
adekuat pasien cedera kepala dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun
peran perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali
dan merawat cedera otak juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun
makalah tentang konsep trauma kepala untuk mengetahui lebih dalam tentang
karakteristik trauma serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat.
Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut
seperti angka kesakitan dan angka kematian akibat trauma ini dapat dikurangi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep dasar dari trauma kepala ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien trauma kepala ?
C. Tujuan
Diharapkan Mahasiswa mampu :
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari trauma kepala.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada klien trauma kepala.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. ( Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (Mansjoer, 2007).

B. Klasifikasi
1. Rosjidi (2007) trauma kepala diklasifikasikan menjadi beberapa derajat
berdasarkan Nilai Glasgow ComeScale (GCS):
a. Ringan
1. GCS 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

2. Klasifikasi berdasarkan morfologinya menurut mufti (Mufti, 2009), terdiri


dari :
a. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam
jaringan otak dan melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat
tanda dan gejala dari fraktur basis trauma kepala terbuka yaitu :
1. Battle sign (warna biru dibelakang telinga di atas os mastoid)

2. Hemotimpanum (perdahan didaerah gendang telinga).

3. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung).

4. Rinhorrhoe (liquor keluar dari hidung).

5. Othorrhoe (liquor keluar dari telinga).

b. Trauma kepala tertutup


1. Komosio

a. Cedera kepala ringan.

b. Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.

c. Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit.

d. Tanpa kerusakan otak permanen.

e. Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.

f. Disorientasi sementara.

g. Tidak ada gejala sisa

2. Konkusio.

a. Ada memar otak.

b. Perdarahan kecil lokal/difusi.

c. Gangguan kesadaran lebih lama.


d. Kelainan neurologis positif, reflek patologik positif, lumpuh,
konvulsiv.

e. Gejala TIK meningkat.

f. Amnesia lebih nyata

3. Hematoma epidural

a. Pedarahan antara tulang-tulang tengkorak dan durameter.

b. Lokasi tersering temporal dan frontale.

c. Pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus

d. Adanya desak ruang.

e. Penurunan kesadaran ringan saat kejadian.

f. Penurunan kesadaran hebat.

g. Koma.

h. Nyeri kepala hebat.

i. Reflek patologik positif

4. Hematoma subdural

a. Perdarahan antara durameter dan arachnoid.

b. Biasanya pecah vena, akut, subakut, dan kronis.

c. Akut = gejala 24-48 jam, sering berhubungan dengan cedera otak


dan medula oblongata, tekanan intrakranial meningkat, sakit
kepala, mengantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil
lambat.

d. Subakut = berkembang 7-10 hari, konkusio agak lambat, adanya


gejala TIK meningkat, kesadaran menurun.

e. Kronis = perdarahan kecil terkumpul dan meluas, sakit kepala,


lethargi, kacau mental, kejang, disfagia

5. Hematoma intrakranial.
a. Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.

b. Selalu diikuti oleh konkusio

C. Etiologi
1. Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu :
a. Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil.
b. Jatuh.
c. Kecelakaan saat olahraga.
d. Cedera akibat kekerasan.
2. Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala
terdiri dari :
a. Benda tajam.
b. Benda tumpul.

c. Peluru.

d. Kecelakaan lalu lintas

D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek
yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua
kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-
tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi
alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.Tidak banyak yang
bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan
hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera
primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo,
2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan
dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009)
Pathway

Cedera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder Terjadi benturan benda asing

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak  Teradapat Gangguan


luka di Rasa Nyaman
kepala

Gangguan autoregulasi Rangsangan simpatis


Rusaknya bagian
kulit dan
Aliran darah keotak  Tahanan jaringannya
vaskulerSistemik &
TD 
Kerusakan integritas
O2  Gangguan
jaringan kulit
metabolisme Tek.
Pemb.darahPulmonal
Kekurangan
Volume Asam laktat 
Cairan Penurunan curah
jantung
Tek. Hidrostatik
Oedemaotak
Kelemahan
dan kelelahan
Kebocoran cairan
Ketidakefektifanp kapiler
Intoleransi erfusi jaringan
aktivitas cerebral Oedema paru

Difusi O2 terhambat

Penumpukan Ketidakefektifan
cairan/secret pola napas
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

F. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi
dari cedera kepala adalah;
a. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan
yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat
tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang,
tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan
tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada
proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
b. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan
darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang
merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan
dan gagal jantung serta kematian.
c. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten
dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi
kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak
digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap
efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi
dan irama pernafasan.
d. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau
telinga.

G. Penatalaksanaan
Adapun terapi dari dari cedera kepala berat adalah sebagai berikut :

1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
7. Pembedahan. (Smelzer, 2001)
H. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjag dari cedera kepala berat adalah :
1. Scan CT (tanpa/denga kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
2. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
3. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.
4. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7. PET (Positron Emission Tomography)
Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
8. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
9. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
10. Kimia /elektrolit darah
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan
TIK/perubahan mental.
11. Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran.
12. Kadar antikonvulsan darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup fektif untuk
mengatasi kejang. (Doenges, 1999)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
TRAUMA KEPALA

A. Pengkajian
I. Identittas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15
hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan
diagnosa medis.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka
dikepala
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi,
adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis,
takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.

III. Pemeriksaan Primer


1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada
pasien tidak sadar).
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada
pasien tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding
dada (simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi
apeks/JVP/bunyi jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi
urin.

IV. Pemeriksaan Sekunder


1. Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya
36,5-37,5°C)
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80
mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan
TIK meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-
22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a) Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b) Nervus II :Pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan karena edema pupil.
c) Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.
d) Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi
daerah dahi.
e) Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah.
f) Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g) Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h) Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan
disartia.

5. Pemeriksaan Head to Toe


a. Pemeriksaan Kepala
 Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran
kepala) Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
 Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
skuama, ada kemerahan)
 Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri,
keadaan simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
 Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe,
ada uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
 Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera
putih, pupil anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak
sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
 Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal
keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi
septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
 Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada
otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna
biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid),
dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane timpani telinga))
Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
 Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran
mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi
tidak bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring
tidak ada pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-
muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)
 Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran
jvp, tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal,
tidak ditemukan kaku kuduk)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
 Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas
dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi
nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
 Jantung :
Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun

c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites,
tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot,
adanya sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering

6. Pemeriksaan Penunjang
a) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72
jam setelah injuri.
b) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
c) Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang).
d) Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e) Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
f) X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
g) BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
h) PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
i) CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
j) ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
k) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial.
l) Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma kepala).
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah ke otak (
iskemia)
3) Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
4) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.
5) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
6) Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
7) Kerusakan integritas jaringan kulit b.d adanya luka di kepala
8) Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
C. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan
Diagnose
No Tujuan dan kriteria
keperawatan Intervensi
hasil
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas b.d Tujuan: Manajemen jalan napas
gangguan Setelah dilakukan  O: Observasi TTV
neurologis (mis., tindakan keperawatan  O : Monitar aliran oksigen
trauma kepala) diharapkan pola napas  M : Buka jalan napas dengan
kembali efektif tekhnik chin lift atau jaw thrust
Dengan KH:  M : Posisikan pasien untuk
 Kedalaman memaksimalkan ventilasi
inspirasi dalam  M : Masukkan alat
kisaran normal (RR nasoparyngeal airway atau
: 16-24 x/menit) oropharyngeal airway
 Kepatenan jalan  E : Informasikan pada pasien
napas dalam dan keluarga tentang teknik
kisaran normal, relaksasi untuk memperbaiki
klien tidak merasa pola nafas
tercekik, tidak ada  C : Kolaborasi dengan dokter
suara nafas dalam pemberian terapi obat
abnormal dan pemberian oksigen
 Frekuensi dan
irama pernapasan
dalam keadaan
normal

2 Ketidakefektifan Tujuan :  O : Monitor tingkat


perfusi jaringan Setelah dilakukan kesadaran
cerebral b.d tindakan keperawatan  O : Monitor kecenderungan
gangguan aliran diharapkan perfusi skala, glasgow
darah ke otak jaringan perfier efektif  O : Monitor tanda-tanda
Dengan KH : viral
 Aliran darah melalui  O : Monitor status
pembuluh darah pernapasan
serebral berada  O : Pantau ukuran pupil,
dalam kisaran bentuk, kesimetrisan dan
normal kreativitas
 Aliran darah melalui  M : Beri jarak kegiatan
pembuluh darah keperawatan yang di
pada tingkat sel dan perlukan yang bisa
organ-organ vital meningatkan tingkat
berada pada kisaran intrakranial
normal  M : Tingkatkan frekuensi
pemantaukan neurologis
yang sesuai
 E : Ajarkan pasien untuk
menghindari kegiatan yang
bisa meningkatkan tekanan
intrakranial
 C : Konsultasikan dengan
rekan kerja untuk
mengkonfirmasi data
 C : Beritahu dokter
mengenai perubahan kondisi
pasien
3. Kekurangan volume Tujuan: Manajemen cairan
cairan b.d gangguan Setelah dilakukan  O: Obsersavi TTV
mekanisme regulasi tindakan keperawatan  O : Monitor status hidrasi
diharapkan kekurangan (mis., membrane mukosa
volume cairan teratasi. lembab denyut nadi
Dengan KH: adekuat, dan tekanan darah
 Mempertahankan ortostatik)
urine output sesuai  M : Berikan cairan IV
dengan usia dan BB  M : Pertahankan catatan
 Tidak ada tanda-tanda intake dan output yang
dehidrasi, elastisitas akurat
turgor kulit baik,  E : Dorong pasien dan
membran mukosa keluarga untuk menambah
lembab, tidak rasa intake oral misalnya
haus yang berlebihan minum
 TTV dalam batas  C : Kolaborasi pemberian
normal cairan IV
4. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung b.d tindakan keperawatan  O: Monitor EKG, adakah
perubahan frekuensi selama 3x24 jam perubahan segmen ST
jantung diharapkan penurunan  O : Monitor TTV
curah jantung teratasi  M : Atur periode latihan
Dengan KH: dan istirahat untuk
 Tekanan darah sistol menghindari kelelahan
dan diastol dalam  M : Evaluasi adanya nyeri
kisaran normal dada
(110/70-120/80  E : Anjurkan untuk
mmHg) menurunkan stress
 Denyut nadi perifer  C : Kolaborasi untuk
dalam kisaran normal menyediakan terapi
(60-100 x/menit) antiaritmia sesuai
 Denyut jantung kebijakan unit (mis., obat
apikal dalam kisaran antiaritmia, kardioversi,
normal (16-24 atau defibrilasi)
x/menit)
 Tidak ada penurunan
kesadaran
5 Gangguan rasa Setelah dilakukan Manajemen nyeri
nyaman nyeri b.d tindakan keperawatan  O: Lakukan pengkajian
gejala terkait selama 3x24 jam nyeri secara komprehensif
Diharapkan rasa nyaman  M : Tingkatkan istirahat
teratasi  M : Kontrol lingkungan
Dengan KH: yang dapat mempengaruhi
 Mengontrol nyeri nyeri seperti suhu ruangan,
(mengetahui pencahayaan, dan
penyebab nyeri, kebisingan
mengetahui cara  E : Ajarkan tentang teknik
mengurangi nyeri) non farmakologi
 Rasa nyaman tidak  C : Kolaborasi dengan
terganggu dokter pemberian analgetik
Mengontrol gejala nyeri
6 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Irigasi kandung kemih
urine b.d penyebab tindakan keperawatan  O: Lakukan penilaian kemih
multipel selama 3 x 24 jam yang komprehensif
diharapkan gangguan  M : Siapkan peralatan
eliminasi urine teratasi irigasi yang steril, dan
Dengan KH: pertahankan tekhnik steril
 Jumlah urin tidak setiap kali tindakan
terganggu  M : Bersihkan sambungan
 Warna urin tidak kateter atau ujung Y dengan
terganggu kapas alcohol
 Tidak ada darah dalam  M : Catat jumlah cairan
urin yang digunakan,
 Intake cairan dalam karakteristik cairan, jumlah
rentang normal cairan yang keluar
 E : Ajarkan pasien atau
keluarga untuk mencatat
urin
 C : Kolaborasi dengan
dokter dengan penberian
obat
7 Kerusakan Tujuan : Observasi :
integritas jaringan Setelah dilakukan  Monitor kulit adanya
kulit b.d adanya luka tindakan keperawatan kemerahan
di kepala pasien diharapkan :  Monitor status nutrisi pasien
 Perfusi jaringan  Monitor tanda dan gejala
kulit baik infeksi
Dengan KH :  Monitor proses kesembuhan
 Tidak ada lesi pada area insisi
kulit Mandiri :
 Integritas kulit  Oleskan
membaik dan proses lotion/minyak/baby oil
perbaikan kulit baik pada darah yang tertekan
 Membersihkan,memantau
proses penyembuhan pada
luka yang ditutup dengan
jahitan,klip atau straples
 Bersihkan area sekitar
jahitan
 Ganti balutan pada
interval waktu yang sesuai
 Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
Edukasi :
 Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
 Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan tim dokter
dan farmasi untuk pemberian
obat

8 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Terapi aktivitas


b.d tindakan keperawatan  O: Monitor respon fisik,
ketidakseimbangan selama 3x24 jam emosi, social dan spiritual
antara suplai dan diharapkan intoleransi  M : Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen aktivitas teratasi mengidentifikasi aktivitas
Dengan KH: yang mampu dilakukan
 Berpartisipasi dalam  E : Bantu pasien dan
aktivitas fisik tanpa keluarga untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi
ttv kekurangan dalam
 Hemoglobin, beraktivitas
hematocrit, glukosa  C : Kolaborasi dengan
darah, serum Tenaga Rehabilitasi Medik
elektrolit darah tidak dalam merencanakan
terganggu program terapi yang tepat
Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mendiri
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan
perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan)
yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma. Penyebab dari trauma kepala yaitu
Kecelakaan kendaraan atau transportasi, Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan
yang berkaitan dengan olahraga, dan Kejahatan dan tindak kekerasan.
Manifestasi klinis dari trauma kepala yang umum yaitu terjadi penurunan
kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi
diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang,
Infeksi (trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan Herniasi
otak.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan
pembedahan, dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan
yaitu memantau ttv, adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta
mencegah infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala
mulai dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian
primer, pengkajian sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu
ditentukan diagnosa keperawatan dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.

B. Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan
makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama
litelatur yang berhubungan dengan penatalaksaan yang lebih efektif
mengenai trauma kepala karena di dalam makalah ini penatalaksaannya
masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Baughman, Diane C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Brunner and Suddarth.
Jakarta. EGC
Brain Injury Association of America (2009). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org/pages/typeofbraininjury.html (Accessed 13
september 2013)
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta.
Instalasi Patologi Klinik RSUD dr.Soetomo, 2002. Buku Panduan tetap pemeriksaan
hematologi. Surabaya.
Keliat, Budi Anna dkk. 2015. NANDA Internasional Inc. Nursing Diagnosis:
Definitions & Classification 2015-2017.Jakarta: EGC
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (1999), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Moorhead, Sue. Ddk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapura :
Elsevier
Bulechek, Gloria M. Dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NOC).
Singapura : Elsevier
Pierce A.G, Neil R.B., 2009. At A Glance Ilmu Bedah Ed 3. Surabaya. Airlangga
university Press.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai