Anda di halaman 1dari 7

Pengaruh Hormon Paratiroid terhadap Kadar Kalsium dalam

Darah terkait Ginjal, Tulang, dan Usus

1
Ayu Lilyana Nuridah dan 2Yudha Nurdian

1
Student, Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
2
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia

Email korespodensi: Ayu Lilyana Nuridah


ayulilyana1@gmail.com, 182010101063, @students.unej.ac.id

Abstrak
Kalsium adalah salah satu unsur mineral penting yang dibutuhkan oleh
manusia. Kalsium memegang peranan sangat penting dalam pola diet sehat dan
kandungan mineral dalam tubuh sebagai nutrisi. Kalsium memiliki fungsi dalam
pembentukan tulang, kontraksi otot, pelepasan hormon dan neurotransmitter dan
sebagai komponen yang mempengaruhi kadar elektrolit serta asam basa dalam
darah. Kalsium terdapat dalam tulang rangka kurang lebih sebanyak 99% dalam
bentuk kristal. Jumlah kalsium yang diserap oleh usus tergantung dari asupan,
hormon, umur, vitamin D, kebutuhan tubuh akan kalsium, diet tinggi protein dan
karbohidrat serta derajat keasaman yang tinggi.
Absorpsi kalsium bervariasi, antara 10-60%. Metabolisme dan penyerapan
kalsium dalam tubuh diregulasi oleh hormon. Hormon adalah sebuah zat kimia
yang dihasilkan oleh organ-organ tubuh dari kelenjar endokrin yang berfungsi
untuk memacu fungsi dari berbagai organ. Salah satu hormon yang berperan
dalam proses metabolisme kalsium adalah hormon paratiroid. Regulasi dari
berbagai organ, seperti ginjal, usus, dan tulang juga berpengaruh terhadap
keseimbangan kadar kalsium dalam darah.
Kata Kunci : kalsium, hormon paratiroid

Pendahuluan
Kalsium adalah salah satu unsur mineral penting yang dibutuhkan oleh
manusia. Kalsium memegang peranan sangat penting dalam pola diet sehat dan
kandungan mineral dalam tubuh sebagai nutrisi. Zat makanan dalam tubuh seperti
vitamin D3, asam amino, protein, dan laktat dapat membantu dalam peningkatan
absorbsi kalsium. Peran kalsium umumnya dibagi menjadi dua, yaitu membantu
pembentukan tulang dan gigi, dan mengatur proses metabolisme dalam tubuh.
Kalsium memegang peranan penting saat masa pertumbuhan seseorang, namun
dengan demikian, kalsium juga tetap dibutuhkan hingga usia dewasa. Pada
pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk maka tulang yang tua dihancurkan
secara simultan (Padmasuri, 2015).
Kalsium memiliki fungsi dalam pembentukan tulang, kontraksi otot,
pelepasan hormon dan neurotransmitter serta sebagai komponen yang
mempengaruhi kadar elektrolit serta asam basa dalam darah. Kalsium dalam
tulang akan diambil jika kadar kalsium dalam darah rendah. Di mana tulang
merupakan tempat cadangan kalsium dalam tubuh. Kadar normal kalsium dalam
darah berkisar antara 8,8-10,4 mg/dL. Apabila kadar kalsium dalam darah lebih
kecil, maka akan terjadi hipokalsemia. Jika lebih besar dari batas normal, maka
akan terjadi hiperkalsemia. Metabolisme dan penyerapan kalsium dalam tubuh
diregulasi oleh hormon. Hormon adalah sebuah zat kimia yang dihasilkan oleh
organ-organ tubuh dari kelenjar endokrin yang berfungsi untuk memacu fungsi
dari berbagai organ. Hormon ini meregulasi tubuh agar kadar kalsium dalam
darah tetap stabil. Salah satu hormon yang berperan dalam proses metabolisme
kalsium adalah hormon paratiroid (Scanes 2014).

Metode
Karya tulis ini dibuat dengan metode tinjauan pustaka berdasarkan literatur
yang relevan dengan menggunakan kata kunci sebagai berikut : Hypocalcaemia,
Calcium Metabolism and hypoparatiroidism. Kriteria inklusi yang digunakan
sebagai sumber penulisan karya tulis yaitu literatur yang dipublikasi dari tahun
2008 sampai tahun 2017. Sumber jurnal yang digunakan bersumber dari Google
Scholar.

Pembahasan
Kalsium terdapat dalam tulang rangka kurang lebih sebanyak 99% dalam
bentuk kristal. Sedangkan sisanya, terdapat dalam bentuk ion baik di cairan
intraseluler maupun di caian ekstraseluler. Untuk mempertahankan keseimbangan
kalsium, dibutuhkan peran hormon, salah satunya yakni hormon paratiroid.
Regulasi dari berbagai organ, seperti ginjal, usus, dan tulang juga berpengaruh
terhadap keseimbangan kadar kalsium dalam darah. Sebagai contoh, ginjal harus
mengeksresikan kalsium dalam jumlah yang sama dengan kalsium yang
diabsorpsi oleh usus halus. Sistem gastrointestinal menjaga homeostasis kalsium
dengan mengatur absorpsi kalsium melalui sel-sel gastrointestinal (Yusmiati,
2017).

Jumlah kalsium yang diserap oleh usus bergantung pada asupan, hormon,
umur, vitamin D, kebutuhan tubuh akan kalsium, diet tinggi protein dan
karbohidrat serta derajat keasaman yang tinggi (pH rendah). Absorpsi kalsium
bervariasi, antara 10-60%. Jumlah ini menurun seiring dengan peningkatan umur
dan meningkatnya kebutuhan akan kalsium yang tidak diimbangi oleh intake
(asupan). Absorpsi yang terjadi dalam usus halus melalui mekanisme yang
dikontrol oleh calcitropic hormon (1.25- dihydroxycolecalciferol vitamin D3
(1.25(OH)2D3 dan Parathyroid hormon (PTH).

Gambar 1. Skema keseimbangan kalsium, yang melibatkan kelenjar paratiroid, ginjal, tulang dan
usus halus (Sumber: Harjanto dkk, 2008).

Hormon paratiroid disintesis dalam chief sel dari kelenjar paratiroid


sebagai prohormon Prohormon ini disintesis dalam Retikulum Endoplasma dan
bergerak ke Aparatus Golgi dan berubah menjadi hormon paratiroid yang
disimpan dalam granula. Hormon akan disekresikan setelah mengalami proses
pematangan, dan sintesis hormon paratiroid dikendalikan oleh kadar kalsium
plasma yang tinggi. Maka, jika kadar kalsium plasma tinggi, sintesis hormon
paratiroid akan dihambat dan sebaliknya, apabila kadar kalsium plasma rendah
maka sintesis hormon paratiroid akan dirangsang. Efek keseluruhan hormon
paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi kalsium dalam plasma, melalui
efeknya pada ginjal, tulang, dan usus (Standford 2004).
Hormon paratiroid berperan dalam penyerapan kembali kalsium dan
merangsang pengeluaran fosfat oleh ginjal. Kaitannya dengan hormon paratiroid,
ginjal bertugas untuk mereabsorpsi lebih banyak kalsium yang difiltrasi, sehingga
sedikit kalsium yang keluar melalui urin. Efek ini meningkatkan kadar kalsium
plasma dan menurunkan pengeluaran kalsium melalui urin. Hormon Paratiroid
juga meningkatkan ekskresi fosfat urin melalui penurunan reabsorpsi fosfat.
Akibatnya, hormon paratiroid menurunkan kadar fosfat plasma bersamaan dengan
saat hormon tersebut meningkatkan konsentrasi kalsium (Saraswati, 2017).
Hormon paratiroid juga berperan dalam pengaktifan osteoklas dengan
mengubah osteoklas non-aktit menjadi osteoklas aktif sehingga menimbulkan
beberapa perubahan pada tulang seperti, merangsang mobilisasi kalsium dan
fosfat. Tak hanya itu, hormon paratiroid juga memiliki banyak fungsi lainnya
seperti meningkatkan produksi asam-asam organik dan enzim yang diperlukan
untuk penguraian tulang seperti asam sitrat, enzim lisosom,kolagenase dan asam
hialuronat, merangsang arus kalsium dari lakuna (lacunae) menuju cairan tulang
(bone fluid) dan akhirnya tiba di cairan ekstraselular, memperbesar arus kalsium
ke dalam osteoblas dengan cara menambah permeabilitas membran sel
osteoblas.Pada kasus hipokalsemia, kadar kalsium dalam tulang akan dikeluarkan
untuk menyeimbangkan regulasi kadar kalsium dalam darah yang rendah
(Saraswati, 2017).
Cara kerja lain hormon paratiroid adalah untuk meningkatkan kadar
kalsium melalui usus. Dibawah kehadiran hormon paratiroid pada lapisan usus
menjadi lebih efisien dalam menyerap kalsium. Hormon paratiroid meningkatkan
absorbsi kalsium pada usus halus. Sebagian besar efek hormon paratiroid pada
organ sasarannya diperantarai oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP) yang
bekerja sebagai mekanisme second messenger. Dalam waktu beberapa menit
setelah pemberian hormon paratiroid, konsentrasi cAMP di dalam osteosit,
osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya meningkat. Selanjutnya, cAMP mungkin
bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi osteoklas seperti sekresi enzim dan
asam-asam sehingga terjadi reabsorpsi tulang, pembentukan 1,25-
dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal dan sebagainya (Saraswati, 2017).
Nukleus paraventrikular di hipotalamus mengeluarkan corticotrophin
releasing hormone (CRH) yang menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk
mensekresi adrenocorticotropine hormone (ACTH) ke dalam sirkulasi. Pada
kelenjar adrenal, ACTH menstimulasi sintesis dan pelepasan glukokortikoid.
Pelepasan glukokortikoid berpengaruh pada metabolisme kalsium plasma dengan
menghambat sintesis protein di osteoblas, menghambat pembentukan dan
aktivitas osteoklas, menghambat absorpsi kalsium di usus, dan meningkatkan
sekresi kalsium melalui ginjal sehingga terjadi hipokalsemia (Yusmiati dan
Wulandai, 2017).
Konsentrasi normal kalsium dalam serum berkisar antara 2.10-2.60 mmol /
l, sedangkan kadar normal kalsium dalam darah berkisar antara 8,8-10,4 mg/dL
yang diatur oleh hormon paratiroid dan vitamin D pada ginjal, tulang, dan saluran
pencernaan. Hormon paratiroid merangsang resorpsi kalsium di ginjal dan
pelepasan kalsium dari tulang. Disisi lain juga merangsang ginjal untuk
memproduksi 1,25-dihydroxyvitamin D (calcitriol) dari 25-hydroxyvitamin D.
1,25-Dihydroxyvitamin adalah bentuk vitamin D yang paling aktif dan bekerja
pada vitamin D saluran pencernaan untuk meningkatkan penyerapan kalsium
(Cooper dan Gittoes, 2008).
Kadar kalsium dalam darah yang berada di bawah normal disebut
hipokalsemia. Hipokalsemia sering terjadi pada pasien dengan hipoparatiroidisme,
biasanya terjadi post-tiroidektomi atau setelah operasi pengangkatan kelejar tiroid,
yang berakibat hilangnya hormon paratiroid. Jika hormon paratiroid rendah, maka
ginjal akan mengeksresikan kalsium lebih banyak dan tulang akan mengeluarkan
kalsiumnya untuk menyeimbangkan kadar kalsium dalam darah. Maka dari itu,
tak jarang, pada penderita hipokalsemia sering dijumpai kram otot, kelelahan,
perubahan nafsu makan dan perubahan irama jantung (Harjanto dkk., 2008).
Konsentrasi kalsium extraseluler sangat penting untuk keberlangsungan
fungsi otot dan saraf. Gejala klasik hipokalsemia adalah terjadinya rangsangan
neuromuskuler yang ditandai dengan berkedutnya otot, kram, kejang, kesemutan
dan mati rasa (Ganong, 2003). Salah satu tes yang diperlukan adalah chvostek
signs, tes ini ditandai dengan berkontraksinya otot-otot wjah ipsilateral setelah
dilakukan perkusi di atas saraf wajah dan dianggap sebagai indikator klinis dari
hipokalsemia (Israel Hujoel, 2016). Tak hanya Chvostek Sign, Trousseau Signs
juga menjadi salah satu tes yang dilakukan untuk mengetahui keadaan
hipokalsemia. Tes ini dilakukan dengan menggunakan menset tekanan yang
akhirnya dapat memicu kejang carpopedal. Trousseau signs relatif lebih spesifik
untuk digunakan dalam tes hipokalsemia (Cooper dan Gittoes, 2008).

Kesimpulan
Untuk mempertahankan kadar kalsium dalam keadaan normal, diperlukan
interaksi beberapa proses antara lain : Absorpsi kalsium pada saluran pencernaan,
pengeluaran melalui ekskresi urin dan feses, keseimbangan formasi dan resorpsi
kalsium pada tulang. Untuk menjamin keseimbangan proses-proses diatas dengan
baik diperlukan pengaturan secara hormonal oleh hormon paratiroid. Selain
dibantu oleh hormon paratiroid dalam pengaturan kadar kalsium dalam darah,
terdapat vitamin yang membantu proses pengaturan yakni 1,25-Dihydroxyvitamin
(Vitamin D aktif).

DAFTAR PUSTAKA
Harjanto, D. D., M. R. Saraswati, dan K. Suastika. (2008). Laporan Kasus
Seorang Penderita Hipokalsemia Berat. J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2
, 134-143.
Hermawan, T. Yuniati, dan A. Primadi. (2015). Hubungan antara Hipokalsemia
dan Prognosis. Sari Pediatri, 421-426.
Hujoel, I. A. (2016). The association between serum calcium levels and Chvostek
sign: A population-based. Neurology Clinical Practice, 321-328.
Cooper, M. S. dan N. J. Gittoes. (2008). Diagnosis and management
Hypocalcaemia. Department of Endocrinolog Queen Elizabeth Hospital,
1298-1302.
Hidayat, M., K. R. P. Wardani, B. M. Purba, dan R. T. Apreza. (2017). Blood
Calcium Level and Its Correlation with Calcium Daily Intake, . Journal of
Medicine and Health , 583-594.
Saraswati, T. R. (2017). Absorpsi dan Metabolisme Kalsium pada Puyuh
(Coturnix-coturnix Japonica). Buletin Anatomi dan Fisiologi , 178-186.
Yusmiati. S. N. H. dan R. E. Wulandari. (2017). Pemeriksaan Kadar Kalsium
Pada Masyarakat. Jurnal SainHealth Vol. 1 No. 1, 44-49.

Anda mungkin juga menyukai