Anda di halaman 1dari 21

Book Reading

Forensic Psychiatry
Fundamentals and Clinical Practice
Oleh:
Ayu Lilyana Nuridah
212011101079

Pembiming:
dr. Inke Kusumastuti, M. Biomed, Sp. KJ

LAB/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2022
Contents
Part 4. Assessment in Forensic
Psychiatry

• 83. Clinical Assessment


• 84. Psychological Testing

Part 10. Ethical Issues

• 137. Consent
• 138. Confidentiality
83. Assessment in Forensic Psychiatry: Clinical Assessment
● Psikiater forensik memiliki peran untuk melakukan penilaian dan persiapan laporan
psikiatri yang digunakan dalam pengadilan. Selain itu, psikiater forensik akan
memberikan nasihat tentang pengelolaan agresif pada pasien dengan gangguan
perilaku yang parah dan belum secara resmi didakwa dengan pelanggaran atau
sampai ke pengadilan.
● Psikiater forensik juga akan dimintai pendapat apabila diperlukan untuk
memberikan saran dalam penilaian klinis forensik (Tabel 83.1).
Tabel 83.1 Psychiatric expert evidence
Tabel 83.1 (Keterangan Ahli Psikiatri)
Kemampuan untuk membela/mengaku
Tanggung jawab mental  tidak bersalah
dengan alasan kegilaan, tanggung jawab
yang diremehkan
Penyakit mental  gangguan jiwa,
gangguan kepribadian
Apakah pasien dapat diobati?
Adanya regulasi terkait perawatan 
komunitas rehabilitasi, perawatan pada
pasien rawat jalan ataupun rawat inap.
Apakah pasien berbahaya?
Pertimbangan terkait managemen non-
psikiatri  rumah/asrama perawatan
kesehatan mental
Clinical or Practical Risk Assessment
● Penilaian resiko klinis memerlukan :
1. Pengumpulan informasi  Riwayat
lengkap subjek dan laporan masa lalu. ● Psikiater forensik harus berhati-hati dalam
Tabel 83.2 merinci elemen utama dari kasus di mana pengobatan pasien ditolak,
penilaian klinis psikiatri forensik. dikurangi atau ditahan.
● Penilaian klinis lebih efektif dalam
● Minimal, penilaian risiko klinis dan rencana memunculkan bukti penyakit mental dan
manajemen risiko harus mencakup : risiko terkait.
1. Sejarah kekerasan
2. Ringkasan perawatan pasien rawat inap
3. Laporan psikiatri sebelumnya
4. Dokumentasikan data-data tersebut
5. Membuat rencana untuk mengelola risiko
Tabel 83.2 Forensic Psychiatric Assessment

Elemen utama yang harus ada dalam


penilaian klinis psikiatri forensik.
Tabel 83.3
Forensic Clinical Risk
Assessment
Tabel 83.3 mencantumkan faktor-
faktor yang akan dinilai dan
dipertimbangkan dalam penilaian
risiko klinis psikiater forensik. Dalam
tabel tersebut dijelaskan bahwa
informasi yang diambil melibatkan
banyak pihak, tidak hanya dari
pelaku, tetapi juga informan, saksi
bahkan rekaman kepolisian.
Wawancara juga tidak hanya
dilakukan 1x saja. Seorang psikiater
forensik tidak boleh hanya
mengandalkan pernyataan pelaku
saja.
Table 83.3 (Cont.)

Poin-poin yang diperiksa meliputi keadaan


atau lingkungan (both victims or offender),
jenis pelanggaran atau perilaku, perilaku
setelah melakukan pelanggaran, progress
di penjara atau RS. Dilakukan juga
penilaian terhadap kepribadian  apakah
pelaku impulsif, antisosial, paranoid dan
lain sebagainya.
Conclusion (Chapter 83)
 Penilaian risiko klinis ditujukan untuk mengidentifikasi keseriusan risiko  berdampak
jangka panjang atau tidak, bersifat umum atau tidak, dan lain sebagainya.
 Dari penilaian tersebut, seorang psikiater forensik tahu siapa saja yang beresiko  bisa
membuat rencana managemen resiko  memodifikasi faktor risiko atau mengetahui
pemicunya.
 Rencana tersebut dapat berupa:
1. Kebutuhan untuk dikunjungi oleh dokter  frekuensi kunjungan meningkat/tidak
2. Kebutuhan rawat inap atau tidak
3. Penahanan dibawah UU Kesehatan Mental  perlukah atau tidak?
4. Observasi pengobatan pasien
84. Assessment in Forensic Psychiatry: Psychological Testing
● Penilaian psikologi memiliki tujuan utama dalam membantu pengambilan keputusan
tentang hal-hal seperti penyelesaian komunitas vs institusional dan kesehatan mental vs
penyelesaian peradilan pidana.
● Penilaian psikologis forensik harus:
1. Komprehensif  mengumpulkan semua aspek pelaku/pasien.
2. Multimodal  memanfaatkan berbagai metode pengumpulan data untuk memvalidasi
silang aspek penilaian.
Case Formulation
• Perumusan kasus menjadi penting dalam mendorong adanya perencanaan pengobatan/terapi
pada pasien.
• Perumusan kasus juga diperlukan untuk membuat managemen risiko.
• Saat membuat perumusan kasus, penilai/psikiater harus menyatukan semua aspek (masa lalu,
masa sekarang, masa depan) sehingga dapat membuat penjelasan masuk akal tentang
penyebab kejadian & memberi kepastian terhadap pengambil keputusan  data terstruktur dan
terintegrasi.
• Elemen penting lain  analisis fungsional melalui tes psikologis yang disesuaikan dengan
keadaan pasien  tes neuropsikologis (pada pasien gangguan otak) dan tes psikofisiologis 
PPG (pasien pelanggar seks).
PSYCHOMETRIC TEST
• Dalam konteks forensik, Tes Psikometri bertujuan untuk merumuskan hubungan antara
karakteristik seseorang dengan risiko atau kriminogeniknya.
• Jenis tes yang paling umum digunakan adalah:
1. Tes Proyektif  Memungkinkan untuk menafsirkan pikiran dan perasaan bawah sadar.
2. Tes Laporan Diri  Berguna untuk melengkapi penilaian klinis terstruktur. Contoh kuisioner
yang digunakan adalah MCMI-III (disfungsi kepribadian), STAXI-2 (menilai pengalaman
tentang rasa marah dan cara mengeskpresikannya).
3. Tes Empati Hanson  untuk anak-anak (menilai perasaaan anak-anak dalam setiap situasi)
4. Tes Fungsi Kognitif  WAIS-IV (verbal dan non-verbal)  mengetahui kemampuan pasien
untuk memahami informasi.
137. Ethical Issues : Consent
● Pasien memiliki hak untuk mengetahui dan memutuskan keputusan didasarkan pada
konsep otonomi dan kehendak bebas pasien.
● Hak fundamental setiap pasien  mendapat perawatan medis dengan adanya
persetujuan terlebih dahulu. Persetujuan tersebut dapat berupa verbal, non-verbal dan
tertulis.
● Persetujuan dianggap SAH, jika :
1. Pasien kompeten  MCA, 2005
2. Pasien harus tahu dan mendapatkan semua informasi  membuat keputusan/pilihan
3. Pasien harus bebas dalam memberikan persetujuannya
BOLAM TEST
● The Bolam test so that the emphasis is much less on what “a responsible doctor” would
do and more on what “a responsible patient” would expect.
● Pasien dan dokter harus membuat keputusan bersama (collabs) terkait pilihan
pengobatan yang diperlukan pasien  dokter wajib mempertimbangkan keinginan
pasien (MCA, 2005  mencakup 12 poin).
● Dokter juga harus mengecek apakah pasien sudah memahami semua informasi, mulai
dari pengetahuan yang cukup terkait penyelidikan, pengobatan yang diusulkan untuknya,
risiko yang akan mengikuti, efek samping obat beserta komplikasi yang mungkin terjadi
nantinya.
● Seorang psikiater harus melindungi hak-hak pasiennya secara tepat waktu dan tepat.
● Memastikan kepatuhan terhadap UU kesehatan mental yang berkaitan dengan
persetujuan untuk pengobatan.
● Psikiater harus memberikan laporan tertulis sesuai kebutuhan. Ketika masalah kompleks,
tidak jelas, atau di luar kompetensi psikiater, ia harus mencari nasihat hukum atau
pendapat kedua.
MCA, 2005
138. Ethical Issues : Confidentiality
● Prinsip bahwa informasi diteruskan dari pasien ke dokter harus bersifat rahasia dan suci 
diperlukan sebuah garis pembatas antara menghormati hak pasien demi menjaga
kerahasiaan dan mengungkap informasi guna memastikan kepastian hukum, etika dan
profesionalitas kerja.
● UU Perlindungan Data  protect informasi pribadi pasien.
● DoH’s the protection & Use of Patient Information (2004)  apabila terdapat informasi yang
butuh untuk diungkapkan  anonimisasi  digunakan atas dasar tujuan dan mendapat
persetujuan dari pasien.
● Trust issue pasien ke dokter dapat dihindari  kepercayaan akan dihormati kecuali dalam
keadaan-keadaan tertentu.
138. Ethical Issues : Confidentiality
● Dalam sub-bab legitimate disclosure, dijelaskan juga Mental Health Profesionals  harus
bijaksana  memastikan with whom they work with.
● Dokter/psikiater forensik  boleh mengungkap informasi jika ada risiko kematian atau
bahaya serius bagi orang lain.
● Pasal 33(1) dan (2) DPA  pengungkapan data pribadi untuk tujuan penelitian dapat
dilakukan tanpa persetujuan  penggunaan RM yang tepat.
● Pasien membutuhkan keterbukaan dari tim medis terkait kondisinya  dokter harus
membuat catatan yang masuk akal, rinci dan tepat.
● Kebutuhan untuk berbagi informasi pribadi dalam regulasi perawatan kesehatan modern
harus diakui, tetapi perlu dipastikan bahwa ini harus dibatasi secara ketat jika untuk
memastikan kepercayaan publik terhadap hubungan profesionalitas kerja.
Bukti Zoom
Presensi
Ilmiah
Notulensi
1. Te r d a p a t p e r b e d a a n a n t a r a t u g a s d a r i p s i k i a t e r f o r e n s i k a s s e s s o r
dan treating. Psikiater forensik assessor akan lebih banyak
membutuhkan alat bantuan ‘assessment’ untuk membantunya dalam
penyelidikan.
2. P s i k i a t e r f o r e n s i k h a r u s m e m b e r i k a n i n f o r m a s i d a n d a t a s e p e r l u n y a
k e p a d a p o l i s i . Ti d a k b o l e h l e b i h . S e s u a i p e r m i n t a a n p e n y i d i k .
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai