Anda di halaman 1dari 6

Materi e-learning pengganti pertemuan ke-5

PSIKOLOGI KLINIS

PENGGUNAAN HASIL ASESMEN

Sebelumnya kita telah belajar mengenai asesmen klinis dan pada materi ini
akan membahas tentang penggunaan hasil asesmen. Perlu kita ketahui bahwa
tujuan asesmen dapat berubah dan berkembang pada saat asesmen itu sendiri
berlangsung, selama diagnosis dibuat, atau bahkan saat rencana intervensi
dirancang. Oleh karena itu, dalam penggunaan hasil asesmen juga perlu
mempertimbangkan tujuan asesmen tersebut. Hasil asesmen berupa informasi atau
data mentah perlu diproses terlebih dahulu (diurutkan / dikelompokkan /
diorganisasikan), kemudian diinterpretasi, dan dikomunikasikan pada klien atau
agen lain yang membuat rujukan untuk klien. Pemrosesan informasi bersifat
objektif dan subjektif sekaligus, (1) objektif : menggunakan alat-alat bantu
mekanis dan statistik; (2) subjektif : judgement yang esensial dan fundamental
dari klinisi.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan hasil asesmen:
1) Setting : tempat dimana asesmen berlangsung
Contoh: biro psikologi, organisasi, klinik, instansi militer, masyarakat
pedesaan, masyarakat perkotaan, dll.
2) Keadaan Kontekstual
Misi organisasi klinis dimana asesmen berlangsung juga menentukan
banyaknya tanggung jawab yang diemban asesor untuk menangani klien,
untuk menuliskan laporan, dan menggunakan laporan tersebut.
3) Interpretasi (pemaknaan) dan pengkomunikasian :
Dipengaruhi orientasi teoritis (behavioral, kognitif, humanistik,
psikodinamik, transpersonal) dan kemampuan praktis klinisi
4) Bahasa yang digunakan
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah “siapa yg akan membaca dan
menggunakan laporannya” Pada setting instansi kesehatan klinisi perlu
menguasai bahasa yang diterima oleh sistem diagnostik psikiatrik.

1
Winda Kartika Ningrum, M.Psi., Psikolog
Orientasi Umum dalam Asesmen Klinis:
1) Asesmen Informal
2) Asesmen untuk Patologi
3) Asesmen Belajar
4) Asesmen untuk Perkembangan Personal
5) Asesmen yang terkait dengan Ekologi

A. Interpretasi Klinis
Data asesmen yg diperoleh dimaknai dan diintegrasikan sehingga
didapatkan gambaran kerja (working-image) yg menyeluruh. Gambaran kerja
tersebut menjadi dasar dalam menentukan apa yg selanjutnya akan dilakukan.
Berikut adalah contoh setting dalam asesmen klinis:
1. Pada setting medis : klinisi biasanya menetapkan suatu diagnosis,
prognosis, rencana intervensi
2. Pada setting hukum : bersiap untuk mendukung atau tidak mendukung
mengenai kesimpulan tertentu mengenai suatu kasus, juga
berargumentasi dengan pihak lain pada persidangan atau pertemuan
lainnya.
3. Pada setting praktik privat / swasta : biasanya klinisi melakukan asesmen
singkat dan langsung masuk pada tahap konseling atau psikoterapi.
Berikut merupakan tiga kategori informasi (hasil asesmen) yang diproses,
diinterpretasi, dan diintegrasikan:
1. Informasi Personal
• masalah perilaku dan kompetensi yang dilaporkan
• konsep diri
• rencana dan minat
• fisik dan fisiologis
• hasil tes psikologi
2. Hubungan dengan Lingkungan
• data mengenai keluarga
• persepsi klien terhadap orang lain dan sebaliknya

2
Winda Kartika Ningrum, M.Psi., Psikolog
• Situasi pekerjaan, sekolah, dll
• Lingkungan fisik
3. Informasi dari Profesional yang Relevan
• impresi rekan sejawat mengenai klien
• laporan pemeriksaan dari profesional lain (dokter, perawat, pekerja
sosial, dll)
Dalam mengolah informasi perlu mempertimbangkan beberapa hal agar
dapat sesuai dengan tujan dan bermanfaat. Berikut merupakan hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mengolah informasi:
1. Mengumpulkan informasi yang relevan dengan maksud asesmen dan
formulasi kasus.
2. Mempertimbangkan adanya penyimpangan norma secara statistik, baik
yang bersifat positif dan negatif.
3. Menangkap prominensi atau salience (kemenonjolan). Beberapa aspek
misalnya pada fungsi psikologis / kepribadian / riwayat personal / yang
lainnya seringkali tampak menonjol. (misal diibaratkan suatu
pemandangan alam yang didominasi oleh bukit atau danau)
4. Melakukan konfirmasi multi sumber. Tidak hanya fokus pada informasi
yang menonjol tapi juga perlu memperhatikan bila ada pola informasi
yang bertentangan, sehingga perlu konfirmasi.

B. Alat Bantu Interpretasi


Penggunaan pendekatan statistik dan klinis dalam memahami dan
memprediksi perilaku manusia merupakan hal yang penting bagi klinisi, dan
tidak dibenarkan untuk bersikukuh dengan salah satu di antara keduanya.
Dalam melakukan interpretasi hasil asesmen, klinisi melalui prosedur tertentu
yang didasari oleh pemahaman teoritis yang terkait. Pada pembahasan kali ini
alat bantu interpretasi dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu sumber-
sumber informasi kuantitatif untuk interpretasi dan interpretasi tes berbasis
komputer. Berikut penjelasan mengenai kedua hal tersebut:

3
Winda Kartika Ningrum, M.Psi., Psikolog
1. Sumber-Sumber Informasi Kuantitatif untuk Interpretasi
Beberapa bentuk sumber kuantitatif yang dimaksud yaitu sebagai berikut:
a. Catatan kemunculan perilaku tertentu. Biasanya digunakan pada
klinisi yang berorientasi behavioral dalam menangani suatu
permasalahan perilaku. Contoh perilaku yang bermasalah:
menggigiti kuku, merokok, temper tantrum, mengompol, dll.
b. Prevalensi suatu karakteristik dalam populasi tertentu. Klinisi perlu
mengetahui angka basal suatu kasus klinis pada populasi terkait
sebagai pertimbangan dalam mengambil kesimpulan dan merancang
intervensi.
c. Tabel norma. Alat bantu statistik sederhana berupa daftar skor yang
ditabulasikan yang menunujukkan kedudukan klien dalam
hubungannya dengan kelompok pembanding yang relevan. Dapat
dibuat rinci berdasarkan jenis kelamin dan umur. Contohnya pada tes
kepribadian dan tes kemampuan objektif.
d. Istilah-istilah yang berhubungan dengan skor atau profil. Istilah-
istilah tersebut dimaksudkan untuk membantu klinisi
mendeskripsikan klien yang menjalani proses asesmen. Misal orang
yang memiliki skor tinggi pada skala Sosialisasi pada tes CPI
(California Psychological Inventory) dideskripsikan sebagai orang
yang “organized” dan “reasonable”
e. Pengodean dan perbandingan profil. Berbagai rumus statistik dan
cara membandingkan profil berdasarkan skor hasil tes psikologi
telah banyak dikembangkan, contohnya pada tes inteligensi
Wechsler dan inventori kepribadian MMPI
2. Interpretasi Tes Berbasis Komputer
Komputer dapat sangat menunjang pengolahan data hasil asesmen. Skor-
skor yang didapatkan dari tes psikologi dapat dimasukkan dalam
software yang dapat menginterpretasikannya. Bahkan beberapa tes
psikologi dapat diadministrasikan oleh komputer, yang kemudian dapat
diskor dan menghasilkan sebuah laporan interpretatif. Meskipun cara ini

4
Winda Kartika Ningrum, M.Psi., Psikolog
terbilang efisien, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
meminimalkan risiko, yaitu:
a. Adanya bantuan program komputer untuk melakukan interpretasi
tidak membebaskan klinisi dari kewajiban untuk mendapatkan
pendidikan, latihan, dan pengalaman yang relevan dengan berbagai
tes, sehingga risiko penyalahgunaan dan misinterpretasi yang dapat
merugikan klien dapat dihindari
b. Klinisi perlu benar-benar mengetahui reliabilitas, validitas, dan
properti-properti lain yang relevan dari program interpretasi tes
terkomputerisasi yang sedang digunakan.
c. Skor tes dan interpretasi yang dihasilkan program komputer tidak
boleh dianggap sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri, perlu
melihat konteks semua informasi yang tersedia dan relevan secara
klinis.

C. Formulasi Klinis
Formulasi klinis menjelaskan tentang masa lalu, masa sekarang, dan
memberikan gambaran tentang cara yg bisa dilakukan untuk mengintervensi
di kemudian. Informasi tentang klien digunakan untuk membuat generalisasi
mengenai kecenderungannya untuk berperilaku dalam situasi-situasi yang
mirip. Klinisi baik sebagai asesor atau terapis dalam penarikan kesimpulan
yang berdasarkan pola (atau ketiadaan pola) yang ditemukan dari data yg
terkumpul, harus berdasarkan pengetahuan teoritis (literatur ilmiah).
Formulasi klinis biasanya diperlukan untuk asesmen dalam rangka
psikoterapi. Klinisi perlu memahami kegunaan, kekuatan, dan keterbatasan
dari aspek teori yang digunakan agar formulasi klinis yang dibuat dapat tepat-
guna.
Formulasi klinis dapat disajikan dalam bentuk diagram yang dapat
menjelaskan dinamika suatu kasus. Formulasi kasus klinis pada masing-
masing paradigma (behavioral, kognitif, humanistik, psikodinamik,

5
Winda Kartika Ningrum, M.Psi., Psikolog
transpersonal) memiliki bentuk diagram yang berbeda karena disesuaikan
dengan prinsip dalam teori pada masing-masing paradigma tersebut.

D. Pengkomunikasian Hasil Asesmen


Setelah menginterpretasi hasil asesmen, langkah selanjutnya yaitu
menyampaikan impresi dan rekomendasi pada orang lain secara verbal
maupun tertulis. Dalam penulisan laporan tertulis perlu disesuaikan dengan
pihak yang akan menggunakan informasi dalam laporan tersebut. Laporan
hasil pemeriksaan psikologis harus memenuhi kriteria kejelasan, relevansi,
dan kegunaan.
Hindari penggunaan istilah psikologis dalam penulisan laporan hasil
pemeriksaan psikologis. Penggunaan istilah (jargon) psikologis yang
berlebihan pada suatu laporan dapat menyebabkan penerima laporan tidak
dapat memahami dengan jelas sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan /
kebutuhan klien maupun agen yang membuat rujukan untuk klien. Istilah
psikologis biasa digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
komunikasi dan bahan diskusi dengan rekan sejawat, sedangkan untuk orang
umum gunakan bahasa yang umum yang mampu mendeskripsikan istilah
psikologis yang dimaksud.

Referensi yang disarankan:

Fithriyah, L. & Jauhar, M. (2014). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Prestasi


Pustakaraya

Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi klinis: Pengantar terapan mikro & makro.


Jakarta: Erlangga.

Sundberg, N. D., Winebarger, A. A., & Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis. Edisi
keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wiramihardja, S. A. (2009). Pengantar psikologi klinis. Bandung: Refika Aditama

6
Winda Kartika Ningrum, M.Psi., Psikolog

Anda mungkin juga menyukai