Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdullilah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala


karuniaNya. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada sang pemimpin tauladan
Rasulullah Muhammad SAW, juga kepada keluarga, para Sahabat, dan para
pengikutnya yang meniti jalan perjuangan hingga akhir.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi atau melengkapi syarat kelulusan
dalam menyelesaikan mata kuliah Bahasa Indonesia studi pada program pendidikan
strata satu (S1) jurusan Teknik Mesin di Sekolah Tinggi Teknik Wiworotomo
Purwokerto .
Makalah ini disusun melalui kegiatan pembelajaran, penjelasan dari
pembelajran serta buku-buku referensi. Sehingga akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Penggunaan Majas pada Bahasa
Indonesia“.
Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengucapkan terimakasih atas
bantuan semua pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua saya yang selalu mendukung dan memberikan semangat,
2. Bapak Nugrah Rekto Prabowo, S,T.,M.T.selaku kepala jurusa Teknik
Mesin STT WIWOROTOMO Purwokerto,
3. Ibu Yanwi Mudrika, S,pd.,M,pd selaku dosen pengampuh bahasa indonesia
4. Seluruh teman-teman mahasiswa yang telah banyak membantu.

Purwokerto, 30 desember 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
A. Majas .......................................................................................... 2
B. Klasifikasi Majas ........................................................................ 3
PENUTUP ....................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ................................................................................. 11
B. Saran .......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Majas sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun
sebenarnya majas termasuk dalam gaya bahasa. Sebelum masuk pada pembahasan
tentang majas, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian tentang gaya bahasa.
Gaya bahasa mempunyai cakupan yang sangat luas. Menurut penjelasan Harimurti
Kridalaksana (Kamus Linguistik (1982), gaya bahasa (style) mempunyai tiga
pengertian, yaitu:
1. pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;
2. pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu;
3. keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan fungsi majas?
2. Bagaimana penggunaan majas?
3. Macam macam majas?

C. Tujuan Masalah
1. Mendeskripsikan arti majas
2. Mendeskripsikan penggunaan majas
3. Mendeskripsikan macam macam majas

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Majas
Majas adalah gaya bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan
sebuah pesan secara imajinatif dan kias. Hal ini bertujuan membuat pembaca
mendapat efek tertentu dari gaya bahasa tersebut yang cenderung ke arah
emosional. Biasanya, majas bersifat tidak sebenarnya alias kias ataupun konotasi
Leech dan Short (1981): mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah cara
menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu, untuk tujuan
tertentu. Sebenarnya, apakah fungsi penggunaan gaya bahasa? Pertama-tama, bila
dilihat dari fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi
puitik, yaitu menjadikan pesan lebih berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat
(sesuai dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian
penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya
bahasa akan sia-sia belaka. Misalnya apabila dalam novel remaja masa kini terdapat
banyak gaya bahasa dari masa sebelum kemerdekaan, maka pesan tidak sampai dan
novel remaja itu tidak akan disukai pembacanya. Pemakaian gaya bahasa juga dapat
menghidupkan apa yang dikemukakan dalam teks, karena gaya bahasa dapat
mengemukakan gagasan yang penuh makna dengan singkat.. Seringkali pemakaian
gaya bahasa digunakan untuk penekanan terhadap pesan yang diungkapkan.
Selama ratusan tahun telah dilakukan penelitian tentang hal ini. Berbagai
klasifikasi dikemukakan, tentu bukan tempatnya di sini diajukan pendapat para ahli
yang simpang-siur itu. Ducrot dan Todorov dalam Ditionnaire encyclopédique des
sciences du langage (1972) mengemukakan antara lain klasifikasi menurut tataran
bahasa, yaitu:
a. tataran bunyi dan grafis (misalnya asonansi, aliterasi, dan lain-lain)
b. tataran sintaksis (misalnya inversi, kalimat tak langsung yang bebas, dan
lain-lain)
c. tataran semantik (metafora, ironi, dan lain-lain)

4
Ada jenis gaya bahasa yang dapat muncul dalam ketiga kategori di atas;
misalnya pengulangan, bisa termasuk ke dalam ketiga kategori tersebut
Selanjutnya yang akan dibicarakan lebih lanjut di sini adalah tataran yang
ketiga, yaitu tataran semantik. Gaya bahasa pada tataran ini biasa disebut majas.
Dalam tulisan ini, kata majas dipakai sesuai dengan apa yang dimaksud dengan
trope (Perancis) yaitu kata atau ungkapan yang digunakan dengan makna yang
menyimpang dari makna yang biasa digunakan. Telah banyak pembahasan tentang
hal ini. Berbagai usaha penjelasan telah dilakukan, namun tetap belum memadai.
Masih banyak penjelasan yang perlu dilakukan, baik secara linguistik, maupun dari
aspek komunikasinya. Tulisan ini hanya merupakan suatu upaya pemahaman
beberapa majas melalui proses pembentukannya.
Menurut Kerbrat-Orecchioni (1986: hal. 94), semua jenis makna yang
mengandung implisit dalam konteks tertentu dapat membentuk kehadiran majas.
Menurut pendapatnya, majas hanyalah suatu kasus khusus dari fungsi implisit
(dalam metafora, metonimi, sinekdoke, litotes, ironi, dan lain-lain). Dalam majas,
bentuk yang implisit bersifat denotatif dan bentuk yang menggantikannya bersifat
konotatif.

B. Klasifikasi Majas
Di sini tidak akan dikemukakan keseluruhan majas, karena hal itu akan luas
sekali, melainkan hanya akan ditampilkan beberapa macam majas yang sering
digunakan. Majas dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Beberapa pakar,
antara lain Moeliono dalam bukunya Kembara Bahasa (1979), telah
mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:.
1. Majas perbandingan,
2. Majas pertentangan, dan
3. Majas pertautan.
Masing-masing jenis majas ini, terdiri dari beberapa majas. Dalam tulisan
ini akan dikemukakan ketiga jenis majas ditambah satu jenis lagi, yang ditemukan
dalam penelitian ini. Majas-majas tersebut dapat dijelaskan dari segi makna dan
acuannya. Untuk penjelasan hal ini, kiranya perlu diingat kembali segitiga semantik

5
yang dikemukakan oleh Ogden & Richards (Palmer 1976: hal. 26) berdasarkan teori
penanda dan petanda yang telah dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure.

Petanda
Penanda Acuan

Penanda dan petanda (gagasan F. de Saussure) berada dalam lingkup


bahasa. Penanda adalah imaji akustik (bentuk bahasa) dan petanda adalah
konsepnya. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat semena, berdasarkan
konvensi masyarakat pendukung bahasa. Jasa Ogden & Richards adalah
menambahkan unsur acuan, yang sebenarnya berada di luar ranah bahasa, berasal
dari dunia pengalaman. Menurut pendapatnya tidak ada hubungan langsung antara
penanda dan acuannya (antara bahasa dan dunia), hubungan itu harus melalui
konsep yang berada dalam pikiran manusia. Itulah sebabnya maka garis yang
menghubungkan penanda dengan acuannya merupakan garis terputusputus.
Hubungan makna akan dijadikan dasar pengelompokan majas. Sebenarnya, dari
beberapa teks teori linguistik tentang majas, pembicaraan tentang majas selalu
berkisar antara penanda dan petanda, tidak memasukkan unsur acuan. Meskipun
demikian, Tutescu menyinggung sedikit unsur acuan ini. Di sini saya juga
menyertakan unsur acuan, pertama karena unsur ini telah dimasukkan ke dalam
segitiga semantik, dan kedua karena hal ini dituntut oleh perkembangan teori
wacana. Itulah sebabnya dirasakan perlu untuk melihat kembali teori makna yang
dikemukakan oleh Bloomfield. Menurut Bloomfield (1976: hal. 149) ada dua
macam makna, yaitu:
1. Makna pusat (Central meaning)
Sebuah penanda dapat mempunyai lebih dari satu acuan. Bila yang diacu
adalah acuan utama, dan hal itu dapat dipahami sebagai makna denotatif, maka
penanda itu mengaktifkan makna pusatnya. Contoh: kupu-kupu adalah
serangga, yang dapat terbang, hinggap dari satu bunga ke bunga lain, untuk
menghisap sarinya. Contoh berikut mengemukakan leksem kupu-kupu dengan

6
makna pusatnya “Taman itu begitu indah, penuh bunga-bungaan aneka warna
dan kupu-kupu beterbangan kian-kemari.”
2. Makna sampingan (Marginal meaning)
Di sini, penanda tidak mengacu pada acuan utamanya, melainkan mengacu
pada referen lain. Pemahamannya bersifat konotatif. Contoh: ”Sejak Marni
menjadi kupukupu malam, baru kali itulah ada laki-laki yang tidak
menghinanya.” Dalam kalimat tersebut, leksem kupu-kupu mengaktifkan
makna sampingannya, karena di sini kupukupu malam mengacu pada manusia.
Dalam studi semantik telah dikenal bahwa setiap leksem mempunyai
wilayah makna tertentu yang terdiri dari sejumlah komponen makna, yaitu satuan
makna terkecil. Apabila dua leksem atau lebih disandingkan, maka ada
kemungkinan bahwa tampak sejumlah komponen makna yang sama dalam wilayah
maknanya; dan pasti ada komponen makna yang berbeda. Maka pada dasarnya ada
dua macam komponen makna, yaitu:
a. komponen makna penyama
b. komponen makna pembeda.

C. Macam Majas
Mengenai macam-macamnya, majas dapat dibagi menjadi empat kelompok
besar, yaitu majas perbandingan, pertentangan, sindiran, dan penegasan. Berikut ini
ulasannya.
1. Majas Perbandingan
Jenis majas ini merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menyandingkan
atau membandingkan suatu objek dengan objek lain melalui proses penyamaan,
pelebihan, ataupun penggantian. Dalam majas perbandingan, teman-teman akan
menjumpai beberapa subjenisnya.
a. Personifikasi
Gaya bahasa ini seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat
bersikap layaknya manusia.
Contoh Majas: Daun kelapa tersebut seakan melambai kepadaku dan
mengajakku untuk segera bermain di pantai.

7
b. Metafora
Yaitu meletakkan sebuah objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin
disampaikan dalam bentuk ungkapan.
Contoh: Pegawai tersebut merupakan tangan kanan dari komisaris
perusahaan tersebut. Tangan kanan merupakan ungkapan bagi orang yang
setia dan dipercaya.
c. Asosiasi
Yaitu membandingkan dua objek yang berbeda, namun dianggap sama
dengan pemberian kata sambung bagaikan, bak, ataupun seperti.
Contoh: Kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah dua. Artinya, keduanya
memiliki wajah yang sangat mirip
d. Hiperbola
Yaitu mengungkapkan sesuatu dengan kesan berlebihan, bahkan hampir
tidak masuk akal.
Contoh: Orang tuanya memeras keringat agar anak tersebut dapat terus
bersekolah. Memeras keringat artinya bekerja dengan keras.
e. Eufemisme
Gaya bahasa yang mengganti kata-kata yang dianggap kurang baik dengan
padanan yang lebih halus.
Contoh: Tiap universitas dan perusahaan sekarang diwajibkan menerima
difabel. Difabel menggantikan frasa “orang cacat”
f. Metonimia
Yaitu menyandingkan merek atau istilah sesuatu untuk merujuk pada pada
benda umum.
Contoh: Supaya haus cepat hilang, lebih baik minum Aqua. Aqua di sini
merujuk pada air mineral.
g. Simile
Hampir sama dengan asosiasi yang menggunakan kata hubungan bak,
bagaikan, ataupun seperti; hanya saja simile bukan membandingkan dua
objek yang berbeda, melainkan menyandingkan sebuah kegiatan dengan
ungkapan.

8
Contoh: Kelakuannya bagaikan anak ayam kehilangan induknya
h. Alegori
Yaitu enyandingkan suatu objek dengan kata-kata kiasan.
Contoh: Suami adalah nakhoda dalam mengarungi kehidupan berumah
tangga. Nakhoda yang dimaksud berarti pemimpin keluarga.
i. Sinekdot
Gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian, yaitu sinekdok pars pro toto dan
sinekdok totem pro parte. Sinekdok pars pro toto merupakan gaya bahasa
yang menyebutkan sebagian unsur untuk menampilkan keseluruhan sebuah
benda. Sementara itu, sinekdok totem pro parte adalah kebalikannya, yakni
gaya bahasa yang menampilkan keseluruhan untuk merujuk pada sebagian
benda atau situasi.
Contoh:
Pars pro Toto: Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum juga
kelihatan.
Totem pro Parte: Indonesia berhasil menjuarai All England hingga delapan
kali berturut-turut.
j. Simbolik
Gaya bahasa yang membandingkan manusia dengan sikap makhluk hidup
lainnya dalam ungkapan.
Contoh: Perempuan itu memang jinak-jinak merpati.
2. Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
kias yang bertentangan dengan maksud asli yang penulis curahkan dalam kalimat
tersebut. Jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa subjenis, yakni sebagai berikut.
a. Litotes
Berkebalikan dengan hiperbola yang lebih ke arah perbandingan, litotes
merupakan ungkapan untuk merendahkan diri, meskipun kenyataan yang
sebenarnya adalah yang sebaliknya.
Contoh: Selamat datang ke gubuk kami ini. Gubuk memiliki artian sebagai
rumah.

9
b. Paradok
Yaitu membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang
berkebalikannya.
Contoh: Di tengah ramainya pesta tahun baru, aku merasa kesepian.
c. Antitesis
Yaitu memadukan pasangan kata yang artinya bertentangan.
Contoh: Film tersebut disukai oleh tua-muda.
d. Kontradiksi Intermisi
Gaya bahasa yang menyangkal ujaran yang telah dipaparkan sebelumnya.
Biasanya diikuti dengan konjungsi, seperti kecuali atau hanya saja.
Contoh: Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada
di perbatasan
3. Majas Sindiran
Majas sindiran merupakan kata-kata kias yang memang tujuannya untuk
menyindir seseorang ataupun perilaku dan kondisi. Jenis ini terbagi menjadi tiga
subjenis, yaitu sebagai berikut.
a. Ironi
Yaitu menggunakan kata-kata yang bertentangan dengan fakta yang ada.
Contoh: Rapi sekali kamarmu sampai sulit untuk mencari bagian kasur yang
bisa ditiduri.
b. Sinisme
Yaitu menyampaikan sindiran secara langsung.
Contoh: Suaramu keras sekali sampai telingaku berdenging dan sakit.
c. Sarkasme
Yaitu menyampaikan sindiran secara kasar.
Contoh: Kamu hanya sampah masyarakat tahu!
4. Majas Penegas
Majas penegasan merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan meningkatkan
pengaruh kepada pembacanya agar menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian.
Jenis ini dapat dibagi menjadi tujuh subjenis, yaitu sebagai berikut

10
a. Pleonasme
Yaitu menggunakan kata-kata yang bermakna sama sehingga terkesan tidak
efektif, namun memang sengaja untuk menegaskan suatu hal.
Contoh: Ia masuk ke dalam ruangan tersebut dengan wajah semringah.
b. Repetisi
Gaya bahasa ini mengulang kata-kata dalam sebuah kalimat.
Contoh: Dia pelakunya, dia pencurinya, dia yang mengambil kalungku.
c. Retorika
Yaitu memberikan penegasan dalam bentuk kalimat tanya yang tidak perlu
dijawab.
Contoh: Kapan pernah terjadi harga barang kebutuhan pokok turun pada
saat menjelang hari raya?
d. Klimaks
Yaitu mengurutkan sesuatu dari tingkatan rendah ke tinggi.
Contoh: Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa, hingga orang tua
seharusnya memiliki asuransi kesehatan.
e. Antiklimaks
Berkebalikan dengan klimaks, gaya bahasa untuk antiklimaks menegaskan
sesuatu dengan mengurutkan suatu tingkatan dari tinggi ke rendah.
Contoh: Masyarakat perkotaan, perdesaan, hingga yang tinggi di dusun
seharusnya sadar akan kearifan lokalnya masing-masing.
f. Pararelisme
Gaya bahasa ini biasa terdapat dalam puisi, yakni mengulang-ulang sebuah
kata dalam berbagai definisi yang berbeda. Jika pengulangannya ada di
awal, disebut sebagai anafora. Namun, jika kata yang diulang ada di bagian
akhir kalimat, disebut sebagai epifora.
Contoh majas:
Kasih itu sabar.
Kasih itu lemah lembut
Kasih itu memaafkan.

11
g. Tautologi
Yaitu menggunakan kata-kata bersinonim untuk menegaskan sebuah
kondisi atau ujaran.
Contoh: Hidup akan terasa tenteram, damai, dan bahagia jika semua anggota
keluarga saling menyayangi

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Majas merupan sebuah aturan dalam menggunakan bahsa indonesia dengan
baik dan benar, penggunaan bahasa yang salah akan menjadikan arti yang
berbeda pula sehingga pentinya pengetahuan tentang penggunaan majas dalam
berbahasa indonesia

B. Saran
Adapun saran penulis sebagai beikut
1. Carilah sumber yang terpercaya
2. Baca terlebih dahulu dan pahami
3. Penggunaan majas sangat lah penting dalam berbahasa

13
DAFTAR PUSTAKA

https://bocahkampus.com/cara-membuat-makalah (diakses 29-12-2019)

https://www.studiobelajar.com/majas-pengertian-jenis-contoh/
(diakses 29-12-2019)

Matakuliah Bahasa Indonesia

Gaya bahasa,okz

14

Anda mungkin juga menyukai