Anda di halaman 1dari 62

AKUNTANSI PEMERINTAHAN

“Anggaran Sektor Publik”

Dosen Pengampu: PROF. DR. RIA NELLY SARI, SE, MBA, AK, CA

Disusun oleh Kelompok :

Reny Arinda 1810246360

Risa Putri Anggraini 1810246361

Mirza Walad 1810246423

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahma serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang “Anggaran Sektor Publik” diharapkan makalah

ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pekanbaru, 20 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1. Konsep Anggaran Sektor Publik .................................................................... 3

2.2. Pengertian Anggaran Sektor Publik ............................................................... 4

2.3. Pentingya Anggaran Sektor Publik ................................................................ 5

2.4. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik ................................................. 7

2.5. Fungsi Anggaran Sektor Publik ..................................................................... 8

2.6. Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik ............................................................... 13

2.7. Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik ........................................................ 14

2.8. Siklus Anggaran Sektor Publik ...................................................................... 15

2.9. Pendekatan Penyusunan Anggaran ................................................................ 20

2.10. Teknik Penganggaran Sektor Publik ............................................................ 31

2.11. Sistem E-Budgeting .................................................................................... 41

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 56

3.1. Kesimpulan..................................................................................................... 56

3.2. Saran .............................................................................................................. 57

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam proses manajemen organisasi, anggaran mempunyai posisi yang

sangat penting karena mengungkapkan “apa yang akan dilakukan dimasa

mendatang”. Pemikiran strategis disetiap organisasi merupakan proses dimana

manajemen berfikir tentang pengintegrasian aktifitas kearah tujuan organisasi.

Semakin bergejolak lingkungan pasar, teknologi dan ekonomi eksternal, semakin

tergolong manajemen untuk menyusun strategi. Pemikiran strategi manajemen

didokumentasikan dalam berbagai dokumen perencanaan. Keseluruhan proses

akan diintegrasikan dalam prosedur penganggaran organisasi.

Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi

instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan organisasi. Hal tersebut tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran

secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang

diharapkan. Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen

sektor publik yang cukup signifikan dari sistem manajemen tradisional yang

terkesan kaku, birokratis, dan hierarki menjadi model manajemen sektor publik

yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar.

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik juga telah

mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik

berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan tuntutan yang

muncul di masyarakat. Anggaran sektor publik di buat untuk menentukan tingkat

kebutuhan masyarakat, seperti air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan

1
sebagainya agar terjamin secara layak. Anggaran juga merupakan alat bagi

pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin

kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran

diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab

terhadap rakyat. dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan

akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.

Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu karena

anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan sosial-ekonomi,

menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,

anggaran juga diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya

sedangkan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, dan

anggaran juga diperlukan untuk menyakinkan bahwa pemerintah telah

bertanggung jawab terhadap rakyat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Anggaran Sektor Publik

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,

sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu

anggaran. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang

cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor

publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda

dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politisnya.

Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang

tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus

diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan.

Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana

publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi

dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses

penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan

perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi dari

hasil perumusan strategi dan perencanaan strategik yang telah dibuat. Tahap

penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan

tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah

disusun. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi

tercapainya tujuan organisasi.

3
Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi:

1. Aspek perencanaan;

Anggaran digunakan oleh pemerintah dalam kegiatan pembangunan jangka

panjang dalam bentuk anggaran tahunan untuk mensejahterakan

masyarakat.

2. Aspek pengendalian;

Sebagai alat pengendali dalam organisasi ketika terjaadinya pelaksanaan

kegiatan.

3. Aspek akuntabilitas publik.

Setiap pelaksanaan kegiatan dapat diukur dan dievaluasi apakah telah sesuai

dengan rencana, tidak ada penyimangan sesuai hukum, dilaksanakan secara

efektif dan efisien sesuai dengan pembanding sejenis.

Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika diawasi

oleh lembaga pengawas khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses

perencanaan dan pengendalian anggaran.

2.2. Pengertian Anggaran Sektor Publik

Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam

bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam

bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang

menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi

mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai

apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan

4
informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang

akan datang.

Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu

renea finansial yang menyatakan:

1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja); dan

2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai

rencana tersebut (pendapatan).

2.3. Pentingnya Anggaran Sektor Publik

Tidak semua aspek kehidupan masyarakat tercakup oleh anggaran sektor

publik. Terdapat beberapa aspek kehidupan yang tidak tersentuh oleh anggaran

sektor publik, baik skala nasional maupun lokal. Anggaran sektor publik dibuat

untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air

bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan sebagainya agar terjamin secara layak.

Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh

pemerintah melalui anggaran yang mereka buat.

Dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat,

uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat dan anggaran menunjukan

rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut. Anggaran

merupakan blue print keberadaan sebuah negara dan merupakan arahan di masa

yang akan datang.

2.3.1. Anggaran dan Kebijakan Fiskal Pemerintah

Kebijakan fiskal adalah usaha yang dilakukan pemerintah untuk

mempengaruhi keadaan ekonomi melalui sistem pengeluaran atau sistem

perpajakan untuk mencapai tujuan tertentu.

5
Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Anggaran merupakan alat

ekonomi terpenting yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan

sosial dan ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup

masyarakat. Anggaran sektor publik harus dapat memenuhi kriteria berikut:

1. Merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat.

2. Menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen

pemerintah, pemerintah propinsi atau pemerintah daerah.

Aliran uang yang terkait dengan aktivitas pemerintahan akan mempengaruhi

harga, lapangan kerja, distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan beban

pajak yang harus dibayar atas pelayanan yang diberikan pemerintah. Keputusan

anggaran yang dibuat pemerintah daerah dan propinsi seharusnya dapat

merefleksikan prioritas pemerintah daerah atau propinsi dengan baik.

Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu:

a. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan

sosial- ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup

masyarakat.

b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang

tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas.

Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya

(scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.

c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung

jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen

pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.

6
2.4. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/A PBD) yang

dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada

DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan

pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana

program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran

tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran

mempunyai empat tujuan, yaitu:

1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi

antarbagian dalam lingkungan pemerintah.

2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan

jasa publik melalui proses pemrioritasan.

3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.

4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada

DPR/DPRD dan masyarakat luas.

2.4.1. Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah:

1. Tujuan dan target yang hendak dicapai

2. Ketersediaan sumber daya (faktor -faktor produksi yang dimiliki

pemerintah)

3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target

4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti: munculnya

peraturan pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan

politik, bencana alam, dan sebagainya.

7
Pengelolaan keuangan publik melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek

penganggaran, aspek akuntansi, aspek pengendalian, dan aspek auditing. Aspek

penganggaran mengantisipasi pendapatan dan belanja (revenues and

expenditures), sedangkan aspek akuntansi terkait dengan proses mencatat,

mengolah, dan melaporkan segala aktivitas penerimaan dan pengeluaran (receipts

and disbursments) atas dana pada saat anggaran dilaksanakan. Kedua aspek

tersebut dianggap penting dalam manajemen keuangan publik. Namun, di antara

kedua aspek tersebut aspek penganggaran dianggap sebagai isu sentral bila

dipandang dari sisi waktu. Kalau aspek akuntansi lebih bersifat "retrospective"

(pencatatan masa lalu), maka aspek penganggaran lebih bersifat "prospective"

atau "anticipatory" (perencanaan masa yang akan datang). Karena aspek

penganggaran dianggap sebagai isu sentral, maka para manajer publik perlu

mengetahui prinsip-prinsip pokok yang ada pada siklus anggaran.

2.5. Fungsi Anggaran Sektor Publik

Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu :

1. Sebagai alat perencanaan,

2. alat pengendalian,

3. alat kebijakan fiskal,

4. alat politik,

5. alat koordinasi dan komunikasi,

6. alat penilaian kinerja,

7. alat motivasi, dan

8. alat menciptakan ruang publik.

8
2.5.1. Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)

Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan

organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang

akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil

yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Anggaran sebagai alat perncanaan digunakan untuk:

a) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi

vano ditetapkan,

b) merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan

organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya,

c) mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah

disusun, dan

d) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.

2.5.2. Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)

Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas

pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat

dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran, pemerintah tidak dapat

mengendalikan pemborosan-pemborosan pengeluaran. Bahkan tidak berlebihan

jika dikatakan bahwa presiden, menteri, gubernur, bupati, dan manajer publik

lainnya dapat dikendalikan melalui anggaran. Anggaran sektor publik dapat

digunakan untuk mengenda!likan (membatasi kekuasaan) eksekutif.

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari

adanya over-spending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam

pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.

9
Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan

operasional program atau kegiatan pemerintah,

Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik digunakan

untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang cukup untuk

memenuhi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk memberi

informasi dan meyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekerja secara efesien,

tanpa ada korupsi dan pemborosan.

Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:

a. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan,

b. Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable variances);

c. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat

dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians;

d. Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.

2.5.3. Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk

menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran

publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat

dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan

untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi

masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

2.5.4. Anggaran Sebagai Alat Politik (Political Tool)

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan

keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan

dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif

10
atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar

masalah teknis akan tetapi Iebih merupakan alat politik (political tool). Oleh

karena itu, pembuatan anggaran publik membutuhkan political skiil, coalition

building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen

keuangan publik oleh para manajer publik. Manajer publik harus sadar

sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui

dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas

pemerintah.

2.5.5. Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination

and Communication Tool)

Setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran.

Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan.

Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya

inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu,

anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam

lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian

organisasi untuk dilaksanakan.

2.5.6. Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement

Tool)

Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif)

kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan

pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer

publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan

11
anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk

pengendalian dan penilaian kinerja.

2.5.7. Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan

stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target

dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai,

anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but

achieveable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi

sehingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu

mudah untuk dicapai.

2.5.8. Anggaran Sebagai alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Public

Sphere)

Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, dan

DPR/DPRD. Masyarakat LSM, Perguruan Tinggi, dan berbagai organisasi

kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok

masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran pemerintah

untuk kepertingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang

terorganisasi akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik yang ada.

Pengangguran, tuna wisma dan kelompok lain yang tak terorganisasi akan dengan

mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan pemerintah. Jika tidak ada alat untuk

menyampaikan suara mereka, maka mereka akan mengambil tindakan dengan

jalan lain seperti dengan tindakan massa, melakukan boikot, vandalisme, dan

sebagainya.

12
2.6. Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik

Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Anggaran Operasional, dan

2. Anggaran Modal.

2.6.1. Anggaran Operasional (operation/recurrent budget)

Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-

hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat

dikategorikan dalam anggaran operasional adalah "Belanja Rutin". Belanja Rutin

(recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu

tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah.

Disebut "rutin" karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun.

Secara umum, pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional

antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan.

2.6.2. Anggaran Modal/Investasi (capital/investment budget)

Angggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan

atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya.

Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan

pinjaman. Belanja Investasi/Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya

cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan

pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya

operasional dan pemeliharaannya.

Pada dasarnya, pemerintah tidak mempunyai uang yang dimiliki sendiri,

sebab seluruhnya adalah milik publik. Dalam sebuah masyarakat demokratis,

rakyat memberi mandat kepada pemerintah melalui proses pemilihan umum.

13
Politisi menstranslas ikan mandat tersebut dalam bentuk kebijakan publik dan

program yang memberi manfaat bagi pemilih yang direfleksikan dalam anggaran.

Adanya keterbatasan sumber daya, menyebabkan anggaran mempunyai trade-offs,

sebagian uang tidak dapat dialokasikan untuk suatu bidang tanpa mengurangi

jumlah alokasi pada bidang yang lain, atau adanya penambahan jumlah pajak

yang dibayar publik. Pemerintah tidak mungkin memenuhi permintaan seluruh

stakeholder-nya secara simultan. Pemerintah memutuskan bidang mana yang akan

didahulukan atau diprioritaskan. Anggaran berfungsi sebagai alat politis yang

digunakan untuk memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor

tersebut.

2.7. Prinsip-Prinsip Anggaran Sektor Publik

Prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi:

a. Otorisasi oleh legislatif

Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih

dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

b. Komprehensif

Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran

pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya

menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

c. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana

umum (general fund).

d. Nondiscretionary Appropriation

14
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara

ekonomis, efisien dan efektif.

e. Periodik

Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tainunan

maupun multitahunan.

f. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang

tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-

kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat

mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate

pengeluaran.

g. Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak

membingungkan.

h. Diketahui publik

Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

2.8. Siklus Anggaran Sektor Publik

Richard Musgrave seperti dikutip dalam Coe (1989) mengidentifikasi tiga

pertimbangan ekonomis mengapa pemerintah perlu terlibat dalam bisnis

pengadaan barang dan jasa bagi masyarakat. Ketiga pertimbangan tersebut

meliputi stabilisasi ekonomi, redistribusi pendapatan, dan alokasi sumber daya.

Pertimbangan pertama dan kedua umumnya hanya dapat dilakukan oleh

pemerintah pusat, sedangkan pertimbangan ketiga dapat dilakukan oleh

pemerintah daerah. Atas ketiga pertimbangan tersebut, anggaran diperlukan untuk

15
perencanaan dan pengendalian atas penerimaan dan pengeluaran dana dalam

rangka pencapaian tujuan akhir pemerintah.

Selama ini kapabilitas dan efektivitas pemerintah dalam perencanaan dan

pengendalian keuangan dirasakan masih terlalu lemah. Lemahnya perencanaan

anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang

akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran.

Prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan

baik oleh penyelengara pemerintahan. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan

mekanisme penganggaran relatif tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor

publik. Siklus anggaran meliputi empat tahap, yaitu :

2.8.1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)

Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar

taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu

diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih

dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus

disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan

diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran

pengeluaran.

Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah

terdapatnya faktor "uncertainty" (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh

sebab itu, manajer keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan

besarnya suatu mata anggaran. Besarnya suatu mata anggaran sangat tergantung

pada sistem angggaran yang digunakan. Besarnya mata anggaran pada suatu

16
anggaran yang menggunakan line-item budgeting, akan berbeda pada input-output

budgeting, program budgeting, atau zero based budgeting.

Di Indonesia, proses perencanaan APBD dengan paradigma baru

menekankan pada pendekatan bottom-up planning dengan tetap mengacu pada

arah kebijakan pembangunan pemerintah pusat. Arahan kebijakan pembangunan

pemerintah pusat tertuang dalam dokumen perencanaan berupa GBHN, Program

Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana Strategis (RENSTRA), dan

Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA).

Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah

pusat dengan perencanaan pembangunan daerah secara spesifik diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 105 dan 108 Tahun 2000. Pada pemerintah pusat,

perencanaan pembangunan dimulai dari penyusunan PROPENAS yang

merupakan operasionalisasi GBHN. PROPENAS tersebut kemudian dijabarkan

dalam bentuk RENSTRA. Berdasarkan PROPENAS dan RENSTRA serta analisis

fiskal dan makro ekonomi, kemudian dibuat persiapan APBN dan REPETA.

Sementara itu, di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan

ketentuan Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 pemerintah daerah

disyaratkan untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas

PROPEDA (RENSTRADA). Dokumen perencanaan daerah tersebut diupayakan

tidak menyimpang dari PROPENAS dan RENSTRA yang dibuat pemerintah

pusat. Dalam PROPEDA dimungkinkan adanya penekanan prioritas program

pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain sesuai

dengan kebutuhan masing-masing daerah. PROPEDA (RENSTRADA) dibuat

oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD dalam kerangka waktu lima

17
(5) tahun yang kemudian dijabarkan pelaksanaannya dalam kerangka tahunan.

Rincian RENSTRADA untuk setiap tahunnya akan digunakan sebagai masukan

dalam penyusunan REPETADA dan APBD.

Berdasarkan RENSTRADA yang telah dibuat serta analisis fiskal dan

ekonomi daerah, menurut ketentuan PP No. 105 Tahun 2000 pemerintah daerah

bersama-sama dengan DPRD menetapkan Arah dan Kebijakan Umum APBD,

setelah itu pemerintah daerah menetapkan Strategi dan Prioritas APBD,

REPETADA memuat program pembangunan daerah secara menyeluruh dalam

satu tahun. REPETADA juga memuat indikator kinerja yang terukur untuk jangka

waktu satu tahun. Pendekatan ini diharapkan akan lebih mem perjelas program

kerja tahunan pemerintah daerah, termasuk sasaran yang ingin dicapai dan keh

jakan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.

Penjabaran rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut

dilengkapi dengan:

1. Pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari hasil evaluasi kinerja

pemerintah daerah pada periode sebelumnya.

2. Masukan-masukan dan aspirasi masyarakat.

3. Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi, sehingga bisa diketahui kekuatan,

kelemahan peluang dan tantangan yang scdang dan akan dihadapi.

Proses perencanaan arah dan kebijakan pembangunan daerah tahunan

(REPETADA) dan rencana anggaran tahunan (APBD) pada hakekatnya

merupakan perencanaan instrumen kebijakan publik sebagai upaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. APBD me- nunjukkan implikasi anggaran dari

18
REPETADA yang telah dibuat. Dengan demikian, REPETADA merupakan

kerangka kebijakan (policy framework) bagi penyediaan dana dalam APBD.

2.8.2. Tahap Ratifikasi Anggaran

Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap

yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan

eksekutif dituntut tidak hanya memiliki "managerial skil" namun juga harus

mempunyai political skill, salesmanship, dan coalition building yang memadai.

Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam

tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus

mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang

rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak

legislatif.

2.8.3. Tahap Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementation)

Setelah anggaran disetujui oleh legislatif, tahap berikutnya adalah

pelaksanaan anggaran. Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang

harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem

(informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan

publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang

memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah

disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran

periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya sistem

pengendalian intern yang memadai.

19
2.8.4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran

Pada tahap ini dilakukan evaluasi dan pelaporan realisasi anggaran yang

telah dilaksanakan. Tahap ini menekankan pada aspek akuntabilitas. Jika dalam

pelaksanaan anggaran telah dilakukan dengan sistem akuntansi dan sistem

pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan pada tahap pelaporan dan

ealuasi tidak menemui banyak kendala.

2.9. Pendekatan Penyusunan Anggaran

Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi

instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya

anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan

masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik

yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat

pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawas an dapat berjalan dengan

baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran

harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah

mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik

berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen

sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Pada

dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan

anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang

memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah:

a. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional; dan

20
b. Pendekatan New Public Management

2.9.1. Anggaran Tradisional

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di

berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalan pendekatan ini, yaitu:

a. cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism

b. struktur dan susunan

c. anggaran yang bersifat line-item.

d. Bersifat spesifikasi

e. Tahunan

f. Menggunakan prinsip anggaran bruto.

Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu

mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan

bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang

besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi

tersebut, maka satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk tujuan

pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.

• Incrementalism

Penekanan dan tujuan vtama pendekatan tradisional adalah pada

pengawasan dan pertanggung jawaban yang terpusat. Anggaran tradisional

bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah

rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan

menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan

besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang

mendalam. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya

21
kebutulhan riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus

berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah pengeluaran

periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran

tahun ini telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.

Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya

perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan

efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan

anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep volue for

money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran

yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang

sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini

semata-mata dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal

tersebut tidak dilakukan akan berdampak pada alokasi anggaran tahun

berikutnya. Hal ini disebabkan karena pada pendekatan tradisional, kinerja

dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan dan bukan

berdasarkan pada pertimbangn output yang dihasilkan dari aktivitas yang

dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).

• Line-item

Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang

didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-

item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item- item penerimaan

atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya

secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode

sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak

22
memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-

satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam

menggunakan dana yang diusulkan.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan

adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol

pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar

sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah

atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk

belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai

dengan pengeluaran yang dilakukan.

• Kelemahan Anggaran Tradisional

Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional

memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan

rencana pembangunsn jangka panjang.

2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak

pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.

3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan

anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat

kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja. Kinerja

dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan

apakah tujuan tercapai.

23
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara

keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan

konflik, overlapping, kesenjangan dan persaingan antar departemen.

5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran

modal/investasi.

6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut

sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut

dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan

kolusi).

7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak

memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai

akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack

8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan

mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya

dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.

9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang

menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah

dan tindakan.

2.9.2. New Publick Management

Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen

sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan

kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang

fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar

perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran

24
pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.

Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah

pendekatan New Public Management.

New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang

berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma

New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi

pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan

biaya (cost cutting), dan kom petisi tender.

Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah

model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang

tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep "reinventing

government". Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut

adalah:

1. Pemerintahan katalis: Fokus padą pemberian pengarahan bukan produksi

pelayanan publik.

Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus

terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya

pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi

pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga

(lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit lain- nya). Produksi pelayanan

publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan

keharusan: pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum

dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini, banyak pelayanan

publik yang dapat diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM).

25
Bahkan, pada beberapa negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola

oleh pihak non-pemerintah.

2. Pemerintah milik masyarakat: Memberdayakan masyarakat daripada

melayani.

Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga

mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-

help community). Sebagai misal, masalah keselamatan umum adalah juga

merupakan tanggungjawab masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya,

kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk menanggapi

peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk emecahkan masalah

yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain untuk dapat lebih

mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi

pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

3. Pemerintah yang kompetitif: Menyuntikkan semangat kompetisi dalam

pemberian pelayanan publik.

Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus

meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik

yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya

pada pelayanan pos negara, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan

titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya

di masa lalu.

4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: Mengubah organisasi yang

digerakkan oleh. peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.

26
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam

mandatova Namun tujuan pemerintah bukanlah nmandatnya tetapi misinya.

5. Pemerintah yang berorientasi hasil: Memembiayai hasil bukan masukan.

Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja

ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks

masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan.

Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit

kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya. Justru, mereka

memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapat dipecahkan,

semakin banyak dana yang dapat diperoleh.

Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif

itu, yatu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha

akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik

suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi

tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya semakin banyak pula dana yang

akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh

unit kerja tersebut.

6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: Memenuhi kebutuhan pelanggan,

bukan birokrasi.

Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan

pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha,

tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya,

pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/ DPRD dan semua pejabat

yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila DPR/DPRD

27
dan para pejabat eksckutif tidak menomorsatukan kepentingan kelompoknya,

maka hal ini tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka

menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang

sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi

seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan

keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi

arogan.

Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. la akan mengidentifikasikan

pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa

pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya,

ia menciptakan sistem pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada

legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan

arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan

masyarakat.

7. Pemerintahan wirausaha: Mampu menciptakan pendapatan dan tidak

sekedar membelanjakan.

Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk

menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa

dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan

publik. Pemerintah daerah wirausaha dapat menge:nbangkan beberapa pusat

pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi

tentang dacrahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian

hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat;

penyertaan modal; dan lain-lain.

28
8. Pemerintah antisipatif: Berupaya mencegah daripada mengobati.

Pemerintah tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi

pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis

cenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila

tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintah

wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. la tidak hanya mencoba untuk

mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa

depan. la menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.

9. Pemerintah desentralisasi: Dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.

Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis

sangat diper lukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat,

mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling

berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut

sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi

antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif

belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa

yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubalh,

perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat

dan bisnis sudah semakin kompleks dan staf pemerintah sudah banyak yang

berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke

tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya

masyarakat.

29
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: Mengadakan perubahan

dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme

administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).

Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme

administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik

dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan

mekanisme administratif, sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan

mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional

menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi

baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai

dengan prosedur tersebut) Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha

tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan

menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan

yang merugikan masyarakat.

Munculnya konsep New Public Munagement berpengaruh langsung

terhadap Kos anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya

perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran

yang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis anggaran

dengan pendekatan New Public Management.

30
Tabel 2.1
Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis
Pendekatan NPM

Anggaran Tradisional New Public Management


Sentralistis Desentalisasi & Devolved Management
Berorientasi pada input, output, dan
berorientasi pada input
outcome (value for moey)
tidak terkait dengan perencanaan jangka Utuh dan komprehensif dengan
panjang perecanaan jangka panjang
Line-item dan inrementalism Berdasarkan Sasaran Kinerja
Batasan departemen yang kaku (rigid
Lintas departemen (cross departement)
departemen)
Menggunakan aturan klasik : Vote Zero-base Budgeting, Planning
Accounting Programming Budgeting System
Prinsip anggaran bruto Sistematik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik

2.10. Teknik Penganggaran Sektor Public

2.10.1. Angggaran Kinerja

Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang

terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh

tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam

pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik. Anggaran dengan pendekatan

kinerja sangat menckankan pada konsep value for money dan pengawasan atas

kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan

pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam

proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut

anggaran kinerja di lengkapi dengan tecknik penganggaran analitis.

31
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena

itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja

didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran.

Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang

menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan

menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over spending).

Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi

dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan

audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah

dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong

untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk

mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai

tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolok ukur sebagai standar

kinerja.

Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup

kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk

mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam

penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan

struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan

tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung iawab atas

pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai

tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

32
2.10.2. Zero Based Budgeting (Zbb)

Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan

yang ada pada sistem anggara tradisional. Penyusunan anggaran dengan

menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan

incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero-

base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya

realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu

dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak

berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun

penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah

proses anggaran dimulai dari hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang

sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat

hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item baru.

• Proses Implementasi ZBB

Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Identifikasi unit-unit keputusan

Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat

pertanggungjawaban (responsibility center). Setiap pusat

pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit)

yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based

Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat

pertanggungjavaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian

anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan

level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan

33
suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-

dinas; dinas-dinas dipecah lagi nienjadi subdinas-subdinas; subdinas

dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian,

suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.

Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap

berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan

dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).

2. Penentuan paket-paket keputusan

Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari

aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual.

Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus

menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan

dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis,

paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai

alternatif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk

menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua

jenis paket keputusan, yaitu:

a. Paket Keputusan mutually-exclusive

Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket

keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu

paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak

semua alternatif yang lain.

34
b. Paket keputusan incremental

Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda

(dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu.

Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu

kegiatan, dan paket lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang

akan berpengaruh terhadap kenaikan level aktivitas dan juga akan

berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat

yang dapat di tabulasikan dengan jelas.

3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan

Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking

semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini

merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara

berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru

sama sekali.

• Keunggulan ZBB

1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi

sumber daya secara lebih efisien.

2. ZBB berfokus pada value for money.

3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan

ketidakefektivan biaya.

4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer

5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan

anggaran.

35
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan

mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola

perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.

• Kelemahan ZBB

1. Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan

tidak praktis, mei butuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas

kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.

2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek.

3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju

4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan

mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan

pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat

mempengaruhi keputusan.

5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang

memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi

bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket

keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif

atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.

6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket

keputusan harus masuk dalam anggaran.

7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.

36
2.10.3. Planning, Programming, And Budgeting System (PPBS)

PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem

yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah

alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak

mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi,

namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai

tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk

membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber

daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki

pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas

jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan

alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian

tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat

pilihan tersebut.

• Proses Implementasi PPBS

Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:

1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan

jelas.

2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit

dari masing-masing program.

4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.

5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.

37
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk

mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa

program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan

tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi

struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan

rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumber daya yang dimiliki

dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi

struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain sistem

PPBS. Analisis program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat

dari masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung

hal tersebut PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat

memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan

anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program bukan sekedar

jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.

• Karakteristik PPBS

1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.

2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan

datang karena PPBS berorientasi pada masa depan.

3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi.

4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang

meliputi: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternatif

program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing

alternatif program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh

dari masing-masing alternatif program.

38
• Kelebihan PPBS

1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak

ke manajemen menengah.

2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja.

3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-

consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program.

4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi,

dan kerja sama antar departemen.

5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan

pencapaian tujuan organisasi.

6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi

sumber daya secara optimal.

• Kelemahan PPBS

1. PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data,

adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi.

2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS

membutuhkan teknologi yang canggih.

3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan.

4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan

manusia yang kompleks.

5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan

statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program.

Statististik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.

39
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan

sifat progam atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan

dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat

berdasarkan departemen bukan program.

• Masalah utama pengguna ZBB dan PPBS

1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganal isis semua alternatif

untuk melakukan aktivitas.

2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk

mengukur output.

3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan,

perubahan politik, dan ekonomi.

4. Pelaksanaan teknik tersebutmenimbulkan beban pekerjaan yang sangat

berat.

5. Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama

ketika terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest).

6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program

secara cepat dan tepat.

7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk

berubah (resistence to change).

8. Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan

keputusan politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih

“technocratic” yang hal tersebut bisa mempengaruhi proses anggaran.

40
2.11. Sistem E-Budgeting

2.11.1. Pengertian E-Budgeting

Konsep E-budgeting sesungguhnya sama dengan konsep budgeting secara

tradisional. Untuk level perusahaan, jauh lebih flexible daripada di institusi

pemerintah sehingga bisa diterapkan Flexible budgeting yaitu, budget yang akan

berubah secara otomtis jika suatu asumsi berubah. Misalnya, asumsi penerimaan

meleset dibawah atau diatas target, maka asumsi pengeluaran secara otomatis

akan berubah tanpa perlu lagi persetujuan dari pemegang saham.

Budget bukan merupakan alat kontrol pengeluaran dan tidak menjamin

adanya kecurangan karena budget dibuat berdasarkan asumsi. Ini yang perlu di

catat. Seorang auditor, akan terbantu dengan adanya budget yang sudah di setujui.

Paling tidak, mengetahui sesuatu pengeluaran telah di setujui. Di dalam

melaksanakan audit, selain terbantu oleh angka-angka yang tertera di budget,

realisasi budget (di dalam pemerintahan: pengguna anggaran) justru jauh lebih

sulit, untuk membuktikan ada tidaknya Keuntungan yang diperoleh dari pelaksana

anggaran. Jika seorang auditor di pemerintahan (BPK, KPK) hanya berpedoman

pada budget, maka selalu ada celah untuk memperkaya diri sendiri, yaitu:

1. Mulai dari penetapan rekanan pemerintah/Perusahaan.

2. Permainan discount volume. (Harga eceran dengan harga partai tentu beda)

3. Saat pembelian/penjualan. Mulai dari permainan SPEC teknis, harga, term

of payment, garansi/Jaminan purna jual, dan sebagainya.

4. Jaminan/Komitmen kepada rekanan untuk memperoleh order, itupun

merupakan celah adanya korupsi.

41
5. Pemberian pemberian rekanan kepada pejabat, baik cash maupun barang dan

jasa yang diberikan sebelum dan sesudah transaksi.

6. Khusus terhadap pembelian Jasa/Services, akan jauh lebih sulit melihat

kewajaran suatu transaksi.

E-budgeting merupakan sebuah sistem keuangan yang disimpan

secara online dengan tujuan transparansi bagi setiap pihak. Sistem ini diterapkan

sebagai dokumentasi penyusunan anggaran di sebuah daerah. Setiap orang

bisa mengakses data-data anggaran yang disusun oleh sebuah pemerintah daerah

sehingga diharapkan bisa mencegah upaya penggelapan dana atau kecurangan dari

birokrasi setempat.

E-Budgeting adalah sistem penyusunan anggaran secara elektronik,

melalui penggunaan E-budgeting dalam sektor pemerintahan diharapakan mampu

memproteksi pelaksanaan penganggaran di Indonesia. Sistem ini pertama kali

diterapkan dan sekaligus menunjukkan kesukesan atas penerapannya oleh

Pemerintah Kota Surabaya yang dipimpin oleh Tri Rismaharini (Risma).

Penerapan sistem juga sesuai dengan semangat Peraturan

Pemerintah nomor 58 tahun 2005 yang menyatakan bahwa keuangan daerah harus

dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang - undangan, efisien,

ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan

keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.Pengertian Transparansi

dalam PP 58/2005 ini diartikan sebagai prinsip keterbukaan yang memungkinkan

masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas - luasnya

tentang kuangan daerah dan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006.

42
2.11.2. Tujuan dan Manfaat dari E-budgeting

E-budgeting diterapkan untuk mendukung proses penyusunan anggaran.

Seperti diketahui dalam proses pembuatan Rencana Anggaran Belanja Daerah

yang dilakukan tiap tahun mempunyai proses yang cukup lama. Proses–proses

yang ada antara lain mempersiapkan data standar harga satuan, pembagian bagian

anggaran, merancang usulan-usulan kegiatan beserta rincian anggarannya oleh

masing-masing unit satuan kerja, pembahasan internal maupun dengan DPRD,

setelah melalui satu kali atau lebih revisi terbentuklah suatu rencana anggaran

yang bisa diterima oleh semua pihak dan dapat menunjukkan arah pembangunan.

Proses tersebut dapat dikatakan lambat dan berbelit–belit, menghabiskan

waktu yang tidak sebentar. Selain itu terdapat isu lainnya selain proses yang

cenderung lama, proses penyusunan anggaran yang sudah berjalan selama ini juga

menggunakan kertas yang berlebih dan tidak efisien. Anggaran untuk penyusunan

anggaran pun terbilang tinggi.

Pengawasan yang lemah dalam penyusunan anggaran, proteksi anggaran

itu sendiri dan penggunaan anggaran juga telah menjadi isu utama, seperti adanya

“Anggaran Siluman”, maupun praktik– raktik korupsi lainnya yang dilakukan

pemerintah daerah. Tidak adanya transparansi terhadap masyarakat luas juga

menjadi masalah karena pengawasan terbaik sebenarnya adalah dari rakyat

sendiri.

Untuk mewujudkan satu sistim E-budgeting maka perlu memperhatikan 3

(tiga) faktor penting, yaitu:

43
1. People

Pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang terdiri dari; operator komputer,

analisis Data/DSS, Administrator, dan lain-lain.

2. Process

Proses ini merupakan sistim informasi berupa; ebudgeting yang terintegrasi

dengan sitim lainnya eprocurement, esourcing, edelivery, eperformance, eproject

planning, aset, dan lain-lain.

3. Technology

Teknologi terkait dengan infrastruktur berupa; koneksi jaringan, situasi

ruangan yang memadai, data center, komputer, dan lain-lain.

• Berdasarkan isu–isu tersebut maka tujuan diterapkannya E-

budgeting dapat dirumuskan, antara lain:

1. Memberikan proses yang lebih cepat dalam penyusunan anggaran.

2. Menghemat penggunaan kertas sehingga akan mengurangi biaya dalam

penyusunan anggaran.

3. Meningkatkan proteksi anggaran serta pengawasan atas anggaran

tersebut baik penggunaan maupun pada saat penyusunan.

4. Mengatasi tindak korupsi melalui penyelewengan anggaran.

• Manfaat dari E-Budgeting adalah :

1. Kontrol akan lebih mudah dilakukan

Hanya mereka yang berhak yang dapat mengakses dan mengubah

anggaran. Karenanya, pelacakan siapa mengisi apa seharusnya juga dapat

dilakukan dengan mudah (jika fitur ini dikembangkan). Namun demikian,

44
manfaat ini mewujud hanya jika asumsi orang yang berhak tersebut adalah

orang-orang terpercaya.

2. Kontrol dapat dilakukan sejak tahap perencanaan

Pada kasus DKI Jakarta, E-Budgeting didesain untuk dapat menolak

usulan yang dianggap tidak relevan. Usulan anggaran yang “mengada-

ada” dapat diminimalkan. Ahok mengklaim, fitur ini dalam sistem

eBudgeting di DKI Jakarta telah menolak usulan anggaran yang tidak

relevan sebesar Rp 5,3 triliun.

3. Tranparansi anggaran dapat ditingkatkan

Saat ini, publik dapat melihat RAPBD detil dua versi secara online, meski

tidak pada situs web resmi. Rasa penasaran publik terobati. Ke depan,

RAPBD versi final, termasuk realisasinya secara detil seharusnya juga

dapat diakses oleh publik. Sampai hari ini, sangat sulit mencari laporan

realisasi APBD detil yang dapat diakses oleh publik. Masih banyak pihak

yang risih dengan berbagai alasan. Supaya tidak hanya menjadi mimpi

tanpa ujung, diperlukan keberanian khusus dari pada pemimpin

pemerintahan semua tingkat. “Kalau bersih kenapa harus risih”, bunyi

slogan sebuah iklan.

4. Kontrol realisasi anggaran akan menjadi lebih mudah dilakukan

Capaian pelaksanaan program dan keterserapan anggaran bahkan dapat

diketahui secara langsung ketika sudah dilaporkan ke sistem. Dengan

catatan, sistem eBudgeting memuat fitur ini. Dengan demikian, pemerintah

menjadi lebih akuntabel, karena setiap rupiah pengeluaran dapat dilacak

dengan mudah.

45
2.11.3. Keunggulan Sistem E-budgeting

Sistem E-budgeting ini pun mulai membuktikan sejumlah keunggulannya

dibandingkan dengan penerapan dokumentasi keuangan secara konvensional.

Beberapa keunggulannya seperti:

1. Mencegah tindakan korupsi

Praktik korupsi di sejumlah daerah terkadang bisa disamarkan dengan proses

manipulasi data keuangan. Dalam kurun waktu tertentu, pencatatan dana bisa

diakali dengan lebih mudah karena masih menggunakan sistem konvensional

seperti aplikasi Excel. Jadi, lumrah semisal ada penggelapan atau

penggelembungan dana yang tiba-tiba terjadi dalam sebuah data keuangan

pemerintah daerah. Dengan menerapkan sistem E-budgeting, upaya-upaya

tersebut bisa dicegah karena data yang telah diimput sudah tak bisa diutak-atik

lagi dan telah tersebar ke publik.

2. Prinsip Transparansi Publik

Pemantauan data keuangan sekaligus pengendaliannya oleh publik merupakan

praktik dari demokratisasi keuangan di sebuah pemerintah daerah. Warga bisa

langsung melayangkan keluhan jika mencurigai data yang tidak semestinya.

Mereka juga bisa memastikan apakah dana pajak yang telah dibayarkan sudah

digunakan sebagaimana mestinya. Transparansi publik merupakan kewajiban dari

setiap pemerintah daerah untuk mencegah dan mengantisipasi segala tindakan

kecurangan dalam pengelolaan APBD.

Prinsip keterbukaan data informasi keuangan kepada masyarakat juga sudah

diatur dalam aturan perundangan yaitu: Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13

46
tahun 2006. Peraturan inilah yang menjadi pedoman penerapan sistem E-

budgeting untuk setiap instansi pemerintahan daerah di Indoensia.

3. Efisiensi Pendataan Keuangan

Sistem pendataan keuangan pun bisa berlangsung secara efisien dan efektif.

Dengan menggunakan sistem dan jaringan terpadu, maka pemerintah daerah bisa

langsung mengendalikan dan mengevaluasi secara langsung. Di saat bersamaan,

warga juga bisa berperan aktif dalam mengawal data yang telah tersimpan secara

online tersebut.

Meski sering dipuji sebagai sebuah terobosan kebijakan keuangan yang

berpihak pada masyarakat, tetap saja ada sebuah kelemahan yang sangat

mengkhawatirkan. Kelemahan itu terkait pada rentannya sistem pemerintah yang

cenderung mudah dibobol oleh hacker atau terkena pengaruh virus online yang

bisa merusak data. Tapi kemungkinan-kemungkinan tersebut pastinya sudah

diantasipasi melalui sistem keamanan yang diterapkan dalam E-budgeting. Sejauh

ini, lebih banyak keunggulan yang menonjol dari sistem E-budgeting, namun

harus tetap mengedepankan optimalisasi dari segi teknis dan kemampuan

pengelolaan yang tepat dari SDM yang bertanggungjawab.

2.11.4. Pihak yang berperan dalam E-budgeting

Pihak yang berperan dalam E-budgeting serta tugas dan peran masing-

masing pihak dalam E-Bugdgeting antara lain adalah sebagai berikut:

1. SKDP. Setiap satuan dinas mempunyai login untuk mengisi usulan kegiatan

dan harga yang disesuaikan dengan anggaran yang diberikan.

47
2. Tim Peneliti. Merupakan kelompok yang ditunjuk untuk memonitoring

anggaran dan usulan dari SKDP. Tim Peneliti berhak membuat perubahan

komponen yang diajukan SKDP.

3. Tim Data. Kelompok ini bertugas memeriksa komponen yang diusulkan

SKDP kena pajak atau tidak kena pajak. Selain itu Tim Data dapat merubah

komponen harga, menghapus komponen dan mengunci komponen.

4. Badan Perencanaan Kota (Bappeko). Bertugas menentukan program dan

anggaran SKDP.

5. Legislatif. Anggota Dewan dapat melihat usulan perencanaan setiap satuan

kerja.

6. Administrator. Dapat mengakses semua akses user dan mengunci kegiatan

yang sudah diusulkan satuan kerja.

2.11.5. Kelebihan dan Kekurangan E-Budgeting

1. Kelebihan E-budgeting

a. Fleksibilitas

E-budgeting menyediakan fleksibilitas dari kinerja organisasi. Setiap

perubahan dapat ditampung dengan mudah dan langsung tanpa melalui

latihan dalam memasukkan data.

b. Menghilangkan tugas akuntansi rumit:

Membuat angka dari file yang berbeda, cut dan paste, masuk dan

meng-upload data dan rekonsiliasi terus melakukan adalah tugas yang

banyak. Manajer keuangan tidak memiliki waktu untuk tugas-tugas

yang berulang-ulang tersebut. Oleh karena itu, solusi berbasis web

48
memungkinkan departemen keuangan untuk menyalurkan energi

mereka pada perumusan strategi bukan pada kertas kerja.

c. Aksesibilitas

E-budgeting menyediakan akses anggaran dimana saja, kapan saja, dan

memperluas ketersediaan pengguna anggaran kepada masyarakat.

Manajer perusahaan dan karyawan dengan tanggung jawab

penganggaran dapat memperoleh akses ke anggaran melalui Internet.

Selain itu, mereka dapat membuat perubahan dalam anggaran jika

diperlukan, dan komponen lainnya akan secara otomatis diperbarui.

d. Keamanan

E-budgeting menggabungkan "check-out atau check-in" otomatis pada

proses yang menyediakan banyak fleksibilitas bagi distribusi

pengguna, dan menjaga keamanan ketat untuk informasi sensitif.

Semua kegiatan dicatat untuk menyediakan jejak audit lengkap untuk

mempertahankan kontrol.

e. Keanekaragaman

Karyawan di luar departemen keuangan tanpa memiliki pengetahuan

keuangan juga dapat secara aktif berpartisipasi dalam proses

penganggaran. Sebagai contoh, seorang manajer layanan pelanggan

dengan tanggung jawab perencanaan tenaga kerja membutuhkan

aplikasi untuk melakukan studi rinci individu karyawan dan bukan

hanya kenaikan gaji, bonus, lembur, dll. E-budgeting dapat membantu

melakukan hal ini dan masih banyak lagi contoh lainnya.

49
f. Strategic Planning Tool

Sistem E-budgeting membantu membangun beragam jenis anggaran

seperti modal, biaya, sumber daya manusia dan pendapatan dengan

mudah dan fleksibilitas. Misalnya membantu menentukan periode

akuisisi aset dan juga menghitung depresiasi pada aset.

g. Perencanaan Contingency:

E-budgeting memfasilitasi "what-if" dalam kemampuan modeling.

Misalnya controller akan mengusulkan "apa yang akan terjadi jika kita

meningkatkan pendapatan sebesar 15% atau memotong R & D sebesar

2%". Aplikasi menunjukkan model hasilnya.

Hal ini mampu mendukung pembaruan massa dan perubahan melalui

top-down dan bottom-up revisi, sehingga individu dapat dengan cepat

memperkirakan implikasi dari keputusan mereka.

2. Kekurangan E-budgeting

a. Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki

staf anggaran atau akuntansi yang memiliki kemampuan yang memadai

untuk mengidentifikasi unit pengukuran dan melaksanakan analisis

biaya.

b. Banyak jasa dan aktivitas pemerintah tidak dapat langsung terukur

dalam satuan unit output atau biaya per unit yang dapat dimengerti

dengan mudah.

c. Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan

dasar anggaran yang dikeluarkan (cash basis). Hal ini membuat

50
pengumpulan data untuk keperluan pengukuran kinerja sangat sulit,

bahkan kadang kala tidak memungkinkan.

d. Kadang kala, aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan

dilakukan pengukuran secara detail lainnya tanpa adanya pertimbanga

nmemadai yang diberikan pada perlu atau tidaknya aktivitas itu sendiri.

Dengan kata lain, tidak ada pertimbangan untuk menentukan apakah

aktivitas tersebut merupakan alat terbaik untuk mencapai tujuan

organisasi.

e. Cenderung menurunkan peran badan legislatif dalam proses perumusan

kebijaksanaan dan penentuan anggaran.

f. Tidak terdapat kejelasan tentang penanggung jawab dan siapa yang

menanggung dampak dari setiap keputusan.

g. Tidak semua kegiatan dapat distandarkan dan diukur secara kuantitatif.

h. Permainan discount volume (harga eceran dengan harga partai tentu

beda).

i. Saat pembelian/penjualan. Mulai dari permainan spesifikasi teknis,

harga, garansi atau jaminan purna jual, dan sebagainya.

j. Jaminan atau komitmen kepada rekanan untuk memperoleh order,

itupun merupakan celah adanya korupsi.

51
2.11.6. Kecurangan yang bisa terjadi dan solusinya dalam E-Budgeting

Nama Permasalahan yang bisa terjadi Solusi

Pekerjaan

SKDP Satuan dinas sengaja melebih- Melakukan pengecekan

lebihkan anggaran yang akan dengan teliti anggaran biaya

diajukan untuk kepentingan apakah sesuai dengan apa

sendiri yang direncanakan

Tim Peneliti Melakukan perubahan anggaran Memberikan hukuman yang

biaya yang telah diusulkan oleh tegas atas perubahan yang

SKDP untuk kepentingan tim telah dilakukan

peneliti

Tim Data Mengubah harga dan Pemberian sangsi yang

menghapus data yang penting tegas dalam tindak

sehingga sistem menjadi kacau kecurangan pada saat

penghapusan data

Badan Menentukan program yang Mengecek kembali apakah

Perencanaan tidak sesuai untuk SKDP program sudah sesuai

Kota dengan tugas yang diberikan

(Bappeko)

Administrator Mengakses akun user untuk Pengawasan personel dan

melakukan kejahatan atau pemberian hukuman atas

mengganti data data dari user tindakan kejahatan

52
2.11.7. Hambatan dalam Penerapan E-Budgeting

Meski telah diterapkan di DKI Jakarta dari awal 2014 hingga saat ini,

namun E-budgeting belum menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Terbukti

bahwa masih banyaknya ditemukan “Anggaran Siluman” di tahun 2014, dan

kasus korupsi di beberapa dinas antara lain yakni Dinas Pekerjaan Umum, Dinas

Kebersihan, dan sebagainya.

E-budgeting memang memiliki kelebihan proses yang cepat, transparansi

dan efisiensi namun dalam penerapannya terdapat beberapa hambatan.

Berdasarkan isu–isu dan pemeberitaan yang beredar dapat dianalisis bahwa

beberapa hambatan yang dihadapi oleh Pemprov DKI Jakarta dalam penerapan E-

budgeting , antara lain:

1. Sumber daya manusia yang tidak memiliki keahlian memadai dalam

mengoperasikan E-budgeting . Pada dasarnya pemerintah telah melakukan

pelatihan penggunaan E-budgeting tersebut, namun memang dari SDM yang

ada di pemerintahan beberapa ada yang memang sudah lama berkerja dan

sudah terbiasa dengan sistem penganggaran yang lama, dan memang sudah

berusia sehingga cenderung tidak adaptif terhadap teknologi.

2. Masih terdapat beberapa dinas SKPD yang menolak untuk menggunakan E-

budgeting .

3. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di DKI Jakarta yang kurang dapat

mengalokasikan anggaran untuk pengadaan barang secara satuan karena

terbiasa dengan cara penganggaran terdahulu yakni sistem borongan

atau “glondongan”.

53
4. Teknologi E-budgeting DKI Jakarta sendiri yang masih sering

mengalami crash dan tingkat kematangan website yang belum

memadai. Penulis sendiri saat mencoba mengakses E-budgeting Pemprov

DKI Jakarta sempat tidak dapat mengakses dikarenakan adanya crash dari

website tersebut, fitur yang ditampilkan pun tidak selengkap Pemerintah Kota

Surabaya.

Penerapan E-budgeting masih belom optimal, dibutuhkan perbaikan dalam

3 hal utama sebagai berikut:

1. Technology To Support E-budgeting

Masih kurang matangnya teknologi E-budgeting ketika diluncurkan juga

menjadi hambatan. Hal ini menyebabkan penggunaannya tidak dapat berjalan

dengan baik. Terjadinya crash dan masalah–masalah lain dalam sistem akan

menghambat pengerjaan anggaran itu sendiri. Website yang cenderung masih

kurang lengkap jika dibandingkan dengan Pemkot Surabaya juga menjadi hal

yang perlu menjadi perhatian. Website yang user friendly dan memenuhi

kebutuhan masyarakat akan tentunya menambah dukungan masyarakat akan

penerapan E-budgeting tersebut. Website yang cepat dan dapat diakses setiap saat

tanpa perlu terjadi error dan sebagainya tentu akan semakin mendukung kinerja

pemerintah daerah.

2. Skill To Use E-budgeting

Keahlian/skill yang tidak memadai dari dinas SKPD adalah salah satu

hambatan yang ada, oleh karena itu untuk mengatasinya

Pemprov perlu meningkatkan kembali pelatihan kepada setiap unit satuan kerja

atas pengoperasian dari E-budgeting tersebut. Mungkin memang telah dilakukan

54
sebelumnya, tapi ternyata masih terdapat kebingungan dan ketidakmampuan,

maka sebaiknya Pemprov mengintensifkan pelatihannya lagi dan tentu saja

mengevaluasi apakah SKPD tersebut telah mampu menggunakan E-

budgeting dengan baik.

3. Willingness To Use E-budgeting

Masalah SKPD yang tidak mau menggunakan E-budgeting maka diperlukan

pendekatan lebih dari pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk mensosialisasikan

pentingnya penerapan E-budgeting ke tingkat–tingkat SKPD dengan lebih

intensif, Diperlukan sedikit kesan memaksa bahwa setiap SKPD harus seluruhnya

menggunakan E-budgeting. Selain itu mungkin dapat dipertimbangkan untuk

memberikan reward atau insentif bagi SKPD yang dapat berhasil menggunakan E-

budgeting dengan baik sehingga berujung

55
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam

satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi

pengendalian dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran

serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat

dan sistematis.

Dan anggaran merupakan instrumen penting dalam melaksanakan rencana-

rencana suatu organisasi untuk melayani masyarakat dan juga anggaran menjadi

suatu tolak ukur dalam melihat kondisi keuangan baik biaya (pengeluaran)

ataupun pendapatan (penerimaan).

Penerapan E-budgeting adalah keputusan yang patut didukung karena

dengan sistem ini diharapkan pengawasan dan proteksi akan anggaran dapat

ditingkatkan sehingga kasus tindak korupsi semakin cepat dapat dideteksi dan

diberantas. Selain itu, melalui E-budgeting anggaran daerah akan lebih

transparansi terhadap masyarakatnya. Tidak saja dalam hal tindak korupsi,

melalui E-budgeting pemerintah daerah dapat melakukan penghematan biaya

penyusunan anggaran yakni biaya kertas dan sebagainya. Waktu yang dibutuhkan

pun mejadi lebih cepat, mulai dari penyusunan hingga evaluasi anggaran karena

data yang terintegrasi dan tersedia dengan baik.

E-budgeting hanya merupakan alat bantu untuk mengontrol pengeluaran dan

penerimaan yang sudah disetujui. E-budgeting dibuat berdasarkan asumsi-asumsi.

Salah di dalam membuat suatu asumsi, akan merugikan institusi, sehingga

56
timbul over and under budget, yang akan mengacaukan budget lainnya. Sebagus

dan sesempurna apapun sistem yang dipakai, semua akan tetap kembali kepada

orang yang menjalankannya.

3.2 Saran

Dalam penyusunannya, anggaran harus transparansi baik dalam bentuk

penerimaan maupun pengeluaran dan anggaran dapat dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya demi mencapai mencapai tujuan organisasi yaitu mensejahterakan

masyarakat.

Penerapan E-budgeting adalah bagian dari penerapan E-Government pada

pemerintah (pusat dan daerah) agar terwujudnya pemerintahan yang transparan,

partisipatif, efektif, efisien dan akuntabel. Oleh karena itu, mengingat

penerapan E-budgeting sangat penting dalam mendukung tata kelola

pemerintahan yang baik maka, kiranya pemerintah pusat membuat satu sistim atau

aplikasi yang bisa digunakan secara serentak diseluruh Indonesia. Karena dengan

demikian, pemerintah daerah yang masih belum ada gagasan penerapan E-

budgeting dapat juga tergerak untuk menerapkannya.

Pemerintahan di daerah juga harus aktif untuk mempersiapkan sumber daya

manusia yang mampu dalam bidang teknologi dan informasi serta mempersiapkan

infastruktur yang dibutuhkan untuk itu. Dukungn dari berbagai pihak juga sangat

dibutuhkan terutama para praktisi sistim informatika dan dukungan dari lembaga-

lembaga pendidikan tinggi dan penelitian untuk mendukung usaha-usaha

pemerintah daerah dalam menerapkan E-budgeting.

57
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, I. (2010). Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Cahyaning Satyka, Cahyaning. 2015. Analisis E Budgeting

(Online) https://www.scribd.com/doc/259146258/Analisis-E-Budgeting/ diakses,

16 Juni 2017.

Dzumiroh, Lisniati. 2016. E-Budgeting untuk Melawan Korupsi APBD

(Online) http://www.academia.edu/ diakses, 16 Juni 2017.

Gea, Fikar. 2016. E-Budgeting: Mengawal Aspirasi Masyarakat dari Politik Kepentingan

(Online) http://teropong-bertaring.blogspot.co.id/ diakses, 16 Juni 2017.

Lianto Hidayat, Lianto. 2015. E-BUDGETING

(Online) https://www.linkedin.com/pulse/e-budgeting-lianto-hidayat/ diakses, 16

Juni 2017.

Nuryanto, Hemat Dwi. E-budgeting Minimalkan Siluman (Opini). Koran Jakarta,

5 Maret 2015.

Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.

Pemerintah Kota Surabaya. 2017. E-budgeting

(Online) https://ebudgeting.surabaya.go.id/new_portal/ diakses, 16 Juni 2017.

Suhariyanto, Eko S. 2016. Transparansi Anggaran Melalui E-Budgeting

(Online) https://uangteman.com/blog/indonesia/transparansi-anggaran-melalui-e-

budgeting/ diakses, 16 Juni 2017.

Anda mungkin juga menyukai