Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu bagian yang tidak

terpisahka dari kesehatan dan bagian integral serta merupakan

unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia

yang utuh. WHO menjabarkan kesehatan mental sebagai suatu

keadaan yang baik dimana seseorang menyadari kemampuannya,

daapt menghadapi stres yang normal, dapat bekerja secara

produktif dan menyenangkan, serta dapat berkontribusi dalam

komunitasnya. Kesehatan jiwa bukan hanya tak adanya penyakit

jiwa dan masalah kesehatan jiwa bukan (Sutejo, 2017)

Menurut Stuart (2016), dalam Sutejo (2017) mengatakan

gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh

terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku dan persepsi

(penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan

stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya).


2

Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) prevalensi

gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil, dan

gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6 persen.

Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi

Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang

pernah memasung anggota rumah tangga gangguan jiwa berat 14,3

persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan

(18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks

kepemilikan terbawah (19,5%). Provinsi dengan prevalensi

ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara

Timur (Kemenkes RI, 2013). Jumlah kunjungan gangguan jiwa

tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 121.962. Sebagian

besar kunjungan gangguan jiwa adalah di rumah sakit (67,29%),

sedangkan 32,71% lainnya di Puskesmas dan sarana kesehatan lain

(Dinkes Jateng, 2013). Berdasarkan data yang diterima dari rumah

sakit kelolaan pada bulan September 2016 sampai Januari 2017

pasien yang 4 terdiagnosa resiko perilaku kekrasan ada 9.984 klien,

harga diri rendah 664 klien, isolasi sosial 3016 klien, halusinasi

18.305 klien, dan defisit perawaan diri 2.385 klien. Resiko perilaku

kekerasan berada pada urutan nomor dua terbanyak dari semua

kasus di rawat inap rumah sakit kelolaan (Rekam Medik Rs Jiwa

Surakarta, 2017).
3

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik

kepada diri sendiri maupun orang lain (Afnuhazi, 2015). Menurut

Erwina (2012) perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk

kekerasan dan pemaksaan secara fisik maupun verbal ditunjukkan

kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah

salah satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang

secara fisik maupun psikologi (Keliat et al., 2011).

Gejala perilaku kekerasan secara emosi menurun lebih baik

pada klien yang mendapatkan terapi REBT mencapai 82%.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putri (2010) yang

memberikan terapi REBT kepada 28 klien dengan perilaku

kekerasan didapatkan respon emosi klien menurun secara

bermakna mencapai 43%. Penurunan gejala perilaku kekerasan

secara emosi pada penelitian ini mencapai hasil yang lebih tinggi

daripada penelitian sebelumnya karena dilakukan dengan

memadukan dua terapi yang sebelumnya hanya dilakukan satu

terapi. Penurunan gejala perilaku kekerasan secara emosi setelah

diberikan REBT pada kelompok yang mendapatkan dengan

kelompok yang tidak mendapatkan REBT menunjukkan perbedaan

yang bermakna dimana pada kelompok yang mendapatkan REBT

mengalami penurunan respon emosi lebih tinggi (berada dalam

tingkat yang rendah).


4

Rational Emotive Behavior Therapy adalah membantu

individu menyadari bahwa mereka dapat hidup dengan lebih

rasional dan lebih produktif, mengajarkan individu untuk

mengoreksi kesalahan berfikir untuk mereduksi emosi yang tidak

diharapkan, membantu individu mengubah kebiasaan berfikir dan

tingkah laku yang merusak diri, serta mendukung konseli untuk

menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri, orang lain dan

lingkungannya (Kamalasari, 2011).

Putri (2010) dalam penelitiannya terhadap 28 klien

skizofrenia yang mengalami perilaku kekerasan menyatakan bahwa

terapi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) mampu

meningkatkan kemampuan kognitif sebesar 9,6% dan sosial 47%.

REBT juga mampu menurunkan respon emosi 43%, fisiologis

76%, dan perilaku 47%. REBT yang dilakukan secara bersama-

sama pada klien yang memiliki lebih dari satu gejala menurut

penelitian Lelono (2011) efektif menurunkan perilaku kekerasan

sebesar 61%, menurunkan tanda dan gejala munculnya halusinasi

sebesar 52,1% dan menurunkan gejala harga diri rendah sebesar

66,2%. Juga menunjukan hasil 74,53% untuk meningkatkan

kemampuan kognitif, afektif dan perilaku pada klien perilaku

kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah. Hal ini juga didukung

oleh penelitian dari Sudiatmika (2011) menunjukan hasil efektif

menurunkan perilaku kekerasan hingga 77% dan penurunan gejala

halusinasi mencapai 85%. Untuk ke- mampuan kognitif meningkat


5

74%, afektif 76% dan perilaku 77%. Sedangkan hasil penelitian

Hidayat (2011) menunjukan hasil mampu menurunkan gejala

perilaku kekerasan yang terdiri atas kognitif, emosi, perilaku,

sosial, fisiologi secara bermakna dari kategori sedang menjadi

rendah dimana secara keseluruhan terjadi penurunan sebesar

44,45%.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

untuk meningkatkan kemampuan mengontrol masalah mental baik

emosi, perilaku dan pikiran pada klien perilaku kekerasan perlu

diterapkan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). Sehingga

penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam pembuatan

karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada

Klien Resiko Perilaku Kekerasan dengan Fokus Studi

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) di Puskesmas

Purwokerto selatan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka dapat

disimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Resiko

Perilaku Kekerasan dengan Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) di Puskesmas Purwokerto Selatan?”


6

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada klien yang

mengalami Resiko Perilaku Kekerasan dengan Fokus Studi

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) di

Puskesmas Purwokerto Selatan

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian Keperawatan pada

klien yang mengalami Resiko Perilaku Kekerasan

dengan Fokus Studi Rational Emotive Behaviour

Therapy (REBT) di Puskesmas Purwokerto Selatan

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien

yang mengalami Resiko Perilaku Kekerasan dengan

Fokus Studi Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) di Puskesmas Purwokerto Selatan

c. Mendeskripsikan perencaaan keperawatan pada

klien yang mengalami Resiko Perilaku Kekerasan

dengan Fokus Studi Rational Emotive Behavior

Therapy (REBT) di Puskesmas Purwokerto Selatan

d. Mendeskripsikan tindakan Keperawatan pada klien

yang mengalami Resiko Perilaku Kekerasan dengan

fFokus Studi Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) di Puskesmas Purwokerto Selatan


7

e. Mendeskripsikan evaluasi pada klien yang

mengalami Resiko Perilaku Kekerasan dengan

Fokus Studi Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) di Puskesmas Purwokerto Selatan

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat

memberikan informasi dan pemecahan masalah

keperawatan jiwa tentang asuhan keperawatan pada klien

resiko perilaku kekerasan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Klien dan keluarga

Diharapkan dapat memberikan sarana untuk

menambah ilmu pengetahuan dan dapat mengatasi

masalah dengan gangguan jiwa pada klien yang

mengalami resiko perilaku kekerasan secara mandiri

b. Bagi Penulis

Diharapkan dapat memberikan manfaat pengalaman

dalam penelitian dalam keperawatan yaitu sebagai

panduan dalam mengelola kasus khususnya pada

klien resiko perilaku kekerasan


8

c. Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien resiko

perilaku kekerasan sehingga dapat membantu

meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit

d. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada

institusi pendidikan dalam pembangunan dan

penigkatan mutu pendidikan dalam mengelola kasus

pada klien resiko perilaku kekerasan

Anda mungkin juga menyukai