01 - Jurnal tekMIRA - Januari - 2006 PDF
01 - Jurnal tekMIRA - Januari - 2006 PDF
Jurnal
Jurnal
Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun 14, Januari 2006
Daftar Isi
Daftar Isi ........................................................................................................................................................... i
Sekapur Sirih .................................................................................................................................................... ii
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya untuk Refraktori Cor ............................................ 1 - 8
Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah : Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap .............................9 - 17
Parameter Kualitas Tanah (Derajat Keasaman Tanah (pH-H2O), Mn, Fe, P - Total dan P - Tersedia)
Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian Timah Bangka ........................ 18 - 26
Supriyono HS, Rachmat Yusuf, Deden Amiruddin, Wawan Purnawan, Mutaqin
dan Wahyu Agus S.
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil di Kota/Kabupaten Bandung ............................ 41 - 47
Triswan Suseno
Petunjuk Bagi Penulis ...................................................................................................................................... 48
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September dan memuat karya ilmiah yang
berkaitan dengan litbang mineral dan batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, lingkungan, kebijakan,
dan keekonomiannya.
Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.
Biaya langganan : Rp 60.000,-/tahun, termasuk ongkos kirim, harga eceran Rp 20.000,-/eksemplar.
EDITOR IN CHIEF : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
PEMIMPIN REDAKSI : Ka. Bid Program dan Informasi
REDAKTUR PELAKSANA : Ka. Sub Bid Dokumentasi dan Informasi
EDITORIAL BOARD : Binarko Santoso (Ketua), Pramusanto (Anggota), Bukin Daulay (Anggota) dan Siti Rochani
(Anggota)
EDITOR : Tatang Wahyudi, Nining S. Ningrum, Darsa Permana, Retno Damayanti, Sri Handayani,
Maman Surachman, Tendi Rustendi dan Zulfahmi
STAF REDAKSI : Sumartono, Yusi Nuriana dan Bachtiar
PENERBIT : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
ALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211
Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6003373
e-mail : smartono@tekmira.esdm.go.id
i
Sekapur Sirih
Sidang pembaca yang budiman,
Abu terbang (fly ash) merupakan limbah padat yang dikeluarkan oleh PLTU berbahan bakar batu bara. Jumlahnya di
Indonesia melimpah; pada tahun 2006 ini saja diperkirakan akan mencapai 2 juta ton dan akan terus meningkat pada
tahun-tahun mendatang. Limbah ini perlu mendapat perhatian yang serius karena berpotensi besar menjadi masalah
lingkungan, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menetapkannya sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) karena kandungan logam-logam berat yang bersifat toksik. Namun di sisi lain, telah diketahui pula bahwa abu
terbang mengandung komponen-komponen sebagai bahan agregat dan beberapa logam jarang yang mempunyai nilai
tinggi, sehingga abu terbang mempunyai potensi pula untuk dimanfaatkan. Dalam edisi kali ini, terdapat dua buah
tulisan yang berkaitan dengan masalah penanganan dan pemanfaatan abu terbang tersebut. Tulisan utama memaparkan
kemungkinan pemanfaatan abu terbang untuk bahan baku pembuatan refraktori cor, dan tulisan yang lain menjelaskan
kemungkinan menggunakan abu terbang sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa hara
mikro pada tanah ampas (tailing). Upaya-upaya penelitian tersebut dilakukan dengan harapan, bukan saja dapat mengatasi
masalah lingkungan di PLTU berbahan bakar batu bara, tetapi sekaligus dapat memberi nilai tambah terhadap limbah.
Hal itu merupakan bagian penting dari konsep sustainable production.
Sebuah tulisan lain, berjudul “ Penelitian pemisahan dan ekstraksi zirkon-hafnium dari tailing pencucian timah Bangka”
masih terkait erat dengan konsep sustainable production, yaitu mencoba memanfaatkan dan memberi nilai tambah
kepada tailing pencucian timah dengan cara mengambil mineral-mineral dan logam berharga di dalamnya. Konsep
sustainable production adalah konsep industri masa depan yang sangat penting, terutama bagi industri pengolahan
mineral karena selalu menghasilkan berbagai produk samping yang menjadi masalah bagi lingkungan.
Di samping itu, terdapat masalah yang dihadapi oleh kegiatan pertambangan ketika memasuki masa pascatambang, yaitu
banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan atau pindah kerja ke sektor lain. Sebuah tulisan menyajikan hasil observasi dan
studi mengenai pola alih kerja pada pascatambang dengan studi kasus di UPB Bauksit Kijang PT Antam Tbk dan faktor-
faktor yang melatarbelakanginya. Studi ini cukup penting bagi langkah antisipasi yang pasti akan dihadapi oleh setiap
kegiatan pertambangan.
Penggunaan batu bara untuk industri tekstil di Kota/Kabupaten Bandung, didatangkan dari luar Jawa melalui Cirebon.
Namun, untuk mencapai Bandung melalui jalur konvensional, terdapat kendala yang dikhawatirkan dapat menghambat
pasokan batubara, yaitu kepadatan lalulintas dan rawan longsor di beberapa tempat. Oleh karena itu, sebuah tulisan
mencoba memberi hasil kajian alternatif transportasi batu bara ini untuk menjamin kelancaran pasokan batu bara untuk
wilayah Kota dan Kabupaten Bandung.
Selamat membaca.
Salam Redaksi
ii
KARAKTERISASI ABU TERBANG PLTU SURALAYA DAN
EVALUASINYA UNTUK REFRAKTORI COR
SARI
Abu terbang dari PLTU berbahan bakar batu bara dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk, di
antaranya untuk pembuatan refraktori cor. Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang PLTU-Suralaya
menunjukkan abu terbang tersebut secara teknis memiliki prospek untuk dijadikan sebagai salah satu komponen
bahan baku refraktori cor, yang dapat saling melengkapi dengan komponen bahan baku refraktori cor lainnya,
sehingga dapat memenuhi spesifikasi sebagai refraktori cor. Hasil evaluasi melalui rekayasa komposisi yang
dibuat dengan beberapa perbandingan komponen komposit mentah, menghasilkan tipikal komposisi kimia
yang memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69, yang dicapai pada komposisi abu terbang/grog/aloxi/Ca-
aluminat=3/2/3/2. Nilai ini memenuhi salah satu karakteristik refraktori cor komersial tipe CAJ-16 (Al 2O3/
SiO2=1,62). Semakin tinggi nilai Al2O3/SiO2, semakin tinggi sifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhu
tinggi). Komposisi komposit mentah lainnya dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14 (Al 2O3/
SiO2=0,9), yaitu 1,24 dan 1,31, dengan perbandingan komposit mentah 3/3/3/1 dan 4/2/3/1.
ABSTRACT
Characterization and evaluation of fly ash of Suralaya coal-fired power station indicate that the fly ash techni-
cally has good prospect as a component of castable refractory raw material. The mixing of fly ash and other
components would react to form certain specification of castable refractory. A mixing of fly ash/grog/aloxi/Ca-
aluminate with composition of 3/2/3/2 by volume yielded the highest typical grade of Al 2O3/SiO2 = 1.69.
This value could be comparable to the grade of the commercial castable refractory of CAJ-16, in which the
typical grade of Al2O3/SiO2 is 1.62. The higher the value of Al2O3/SiO2, the higher the value of refractoriness.
Other compositions, 3/3/3/1 and 4/2/3/1 by volume yielded the grade of Al2O3/SiO2 of 1.24 and 1.31 respec-
tively, which were comparable to the commercial castable refractory of CAJ-14, with typical grade of Al 2O3/
SiO2 is 0.9.
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 1
Refraktori merupakan bahan tahan api sebagai industri cenderung meningkat namun sampai saat ini
penahan (isolator) panas pada tanur-tanur suhu tinggi masih dipenuhi melalui impor (PT Indoporlen Re-
yang banyak digunakan oleh berbagai industri, seperti fractories Indonesia, 2001). Salah satu bahan baku
industri peleburan logam, kaca, keramik, semen. refraktori, mullite, pada tahun 1996 diimpor
Refraktori cor merupakan bahan tahan api berupa sebanyak 250 ton namun pada tahun 2000 jumlah
bubuk yang jika dicampur dengan air dan dibiarkan impornya meningkat menjadi 700 ton. Bahan baku
beberapa saat akan mengeras (setting). Penggunaannya lainnya meliputi chamotte, andalusite, kyanite, sil-
sebagai isolator panas dilakukan dengan cara limanite, zircon, diimpor sekitar 500 hingga 1000
pengecoran adonan campuran bahan tersebut dengan ton per tahun. Selain bahan baku juga masih diimpor
air pada dinding tanur yang akan diisolasi. bahan pengikat (binder) seperti calcium aluminate.
Bahan - bahan tersebut diimpor dari India, Austra-
Ada 3 tipe refraktori cor berdasarkan kandungan lia dan Cina.
CaO-nya (Kumar et al,2003; Silvonen,2001) yaitu:
Menurut Hwang (1991), komponen mineral utama
- Low cement castables mengandung maksimum abu terbang adalah aluminosilikat, besi oksida, silikat
CaO 2,5 % densitas rendah, dan sisa karbon, serta kemungkinan
- Ultra - low cement castables mengandung CaO adanya mineral mullite.
<1%
- No cement castables mengandung CaO Penelitian dan aplikasi pemanfaatan abu terbang
< 0,2 % sebagai bahan refraktori sudah dilakukan di
beberapa negara seperti India dan Cina. Abu terbang
Menurut data produk perdagangan dari Sharada Ce- PLTU-Suralaya diduga mempunyai potensi sebagai
ramic Ltd, India (2000), refraktori cor yang bersifat salah satu bahan baku refraktori.
asam mengandung Al2O3 65 - 95%, dan SiO2 5 -
32%, tahan terhadap suhu 1750 - 1860°C, bulk den- Dalam rangka pemanfaatan abu terbang PLTU-
sity 2,1 - 2,8 g/ml. Bahan refraktori yang baik harus Suralaya untuk bahan baku pembuatan refraktori,
memiliki kadar Al2O3 lebih tinggi daripada SiO2 khususnya refraktori cor (castable refractory), perlu
dengan perbandingan Al2O3 : SiO2 = 65% : 35% terlebih dahulu dilakukan penelitian bahan baku
atau nilai Al2O3/SiO2=1,85. (raw materials) abu terbang tersebut untuk
mengetahui karakteristiknya melalui serangkaian
Kebutuhan akan refraktori dan bahan bakunya untuk penelitian dan pengujian.
Tabel 1. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di Indonesia
Tabel 2. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU Suralaya
2 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 8
2. METODOLOGI PENGUJIAN/ memanjang adalah karakteristik khas dari
KARAKTERISASI mineral mullite, sedangkan kristal sugary adalah
khas corundum. Adapun kristal yang berbentuk
Sampling contoh-contoh dilakukan dengan teknik sugary tetapi bersudut adalah mineral
basung prapat (coning-quartering). Uji karakterisasi cristobalite. Mineral-mineral mullite,
abu terbang PLTU Suralaya dilakukan melalui analisis cristobalite dan corundum adalah mineral-
kimia, analisis fisik (distribusi ukuran, porositas, mineral yang tahan suhu tinggi.
berat jenis, analisis SEM). Hasil - hasil analisis yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan komposisi/ Komposisi kimia : Komponen/senyawa kimia yang
karakteristik yang dimiliki oleh refraktori cor terdeteksi dari analisis SEM untuk butiran kasar
komersial. Adapun alat/metoda yang digunakan terdiri atas Al 2O 3 =72,7%, SiO 2 =16,6%,
adalah sebagai berikut : CaO=1,18%, ZrO 2 =9,4% dan FeO dan
MoO3 dalam kadar rendah. Adapun partikel
- Analisis kimia dengan AAS halus terdiri atas senyawa Al 2O 3=72,2%,
- Mineralogi dengan XRD SiO2=8,9%, ZrO2=5,71%, Ta2O5=13,2%
- Uji struktur mikro dengan SEM dan CaO, MgO, C kadar rendah. Keberadaan
- Uji distribusi ukuran dengan Fritsch Particle senyawa Zirkonia dan Tantalum menambah
Sizer, dan ayakan mesh Tyler ketahanan refraktori terhadap suhu tinggi.
- Uji porositas berdasarkan SNI 13-3604-1994 Adanya komponen C (karbon) kemungkinan
- Uji densitas berdasarkan SNI 13-3602-1994 berasal dari bahan abu terbang atau waktu
proses sinterisasi menggunakan bahan bakar
batu bara.
3. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis kimia terhadap contoh refraktori cor
3.1 Karakteristik dan Evaluasi Refraktori Cor komersial menunjukkan komposisi kimia seperti
Komersial tercantum pada Tabel 3.2. Tampak bahwa CAJ-14
memiliki nilai Al 2 O 3/SiO 2 = 0,9 dan CAJ-16
Refraktori cor (berupa bubuk) komersial yang dijual memiliki nilai Al2 O 3/SiO 2 = 1,6. Kandungan
di pasaran digunakan sebagai bahan pembanding pengotor Fe2O3, TiO2 dan CaO relatif tinggi.
atau kontrol terhadap hasil-hasil karakterisasi abu
terbang PLTU Suralaya. Bahan pembanding tersebut Data meliputi pH pada 10% padatan= 10,0 dan
adalah refraktori cor komersial tipe CAJ-14 dan tipe bulk density bubuk = 1,74 g/ml. Dari hasil
CAJ-16, masing-masing tahan terhadap suhu 1400oC karakterisasi terlihat bahwa komposisi kimia utama
dan 1600oC. bubuk refraktori cor tipe CAJ-16 adalah Al2O3, SiO2,
Ta2O5 dan ZrO2 dengan nilai Al2O3/SiO2 = 1,6
Komposisi mineral : komposisi mineral untuk mengandung mineral-mineral mullite, cristobalite
kedua tipe refraktori cor komersial tersebut dan corundum. Tekstur dari partikel-partikelnya
adalah sama yaitu Corundum (Al2O3), Mullite adalah sugary dan needle yang saling berikatan.
(Al6Si2O13) dan Cristobalite (SiO2). Adapun tipe CAJ-14 mempunyai nilai perbandingan
Al 2 O 3 /SiO 2 = 0,9. Semakin tinggi nilai
Ukuran butir : distribusi ukuran butir ditunjukkan perbandingan Al2O3/SiO2 maka semakin tinggi sifat
pada Tabel 3.1, terlihat bahwa sekitar 44% kerefraktoriannya.
butiran berukuran +30 mesh (lebih kasar dari
30 mesh). 3.2. Karakterisasi dan Evaluasi Abu Terbang
PLTU-Suralaya
Tekstur : Uji spot EDS menggunakan SEM terhadap
butiran kasar (+30 mesh) dan butiran halus Distribusi ukuran butiran : Hasil analisis distribusi
(-200 mesh) menunjukkan, butiran kasar ukuran menggunakan Fritch particle sizer
bertekstur seperti butiran gula pasir (sugary) yang menunjukkan bahwa rentang ukuran partikel-
berukuran < 3 µm, dan partikel halus (fine) partikel abu terbang berkisar antara 0,31 - 300,74
menunjukkan sugary dan tekstur jarum (needle) mm, dengan distribusi 80% berukuran 0,31 -
yang panjangnya sekitar 3 µm ( Gambar 3.1). 40.99 mm, atau d 50 = 6,22 mm. Ukuran
partikel yang sangat halus ini cocok sebagai
Berdasarkan pengamatan Supomo et al,(1997) dan bahan pengisi (fine grog) dalam sistem refraktori
Soewanto et al,(1997), kristal menjarum atau cor.
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 3
Tabel 3.1 Distribusi ukuran butir refraktori cor komersial CAJ-14 dan CAJ-16
Sample code : CAJ-16, Detected particle : Chunk; Sample code : CAJ-16; Detected particle : fine grain;
magnification, 10.000x magnification : 10.000x
Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI
CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58
CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72
Komposisi mineral CAJ-14 dan CAJ-16 sama yaitu terdiri atas corundum, mullite dan cristobalite
4 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 8
Bentuk partikelnya menunjukkan bentuk-bentuk mina lebih tinggi dengan nilai Al2O3/SiO2 =
membulat (spheres), berukuran <15 µm seperti 0,6. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
terlihat pada Gambar 3.2. Partikel-partikel yang karena komposisi batu bara yang digunakan dulu
membulat tersebut satu sama lain terlepas (tidak dengan saat ini oleh PLTU-Suralaya sudah
berikatan). berubah. Saat ini batu bara yang digunakan
berasal dari PT. Adaro. Selain itu juga terlihat
Bentuk membulat kemungkinan disebabkan karena ada senyawa pengotor seperti Fe2O3, TiO2,
pada saat aluminosilikat mengalami pembakaran CaO, K 2O dan Na 2O yang relatif tinggi,
suhu tinggi dalam boiler PLTU, alkali di permukaan sehingga mungkin akan menurunkan kualitas
partikel meleleh. Terlihat pada Gambar 3.2 bahwa refraktori. Dengan kandungan CaO sekitar 3,2%
permukaan partikel membulat tersebut tidak merata maka abu terbang ini termasuk klasifikasi ASTM
yang menunjukkan kemungkinan proses pelelehannya kelas “C” yang lebih cocok berfungsi sebagai
tidak sempurna. Partikel-partikel yang permukaannya bahan cementing castables refractory yang tahan
meleleh tidak sempurna dan berukuran halus ini suhu relatif rendah. Berdasarkan kandungan
cenderung bergerak/berputar di dalam dapur mineral dan komposisi kimianya seperti terlihat
pembakaran batu bara akibat tekanan udara panas, pada Tabel 3.4, maka abu terbang ini selain
dan terbang melalui cerobong sehingga disebut berfungsi sebagai bahan pengisi berbutir halus
sebagai abu terbang. Bentuk partikel halus yang (fine grog) juga dapat berfungsi sebagai binder
membulat cocok untuk bahan tahan api cor karena dalam sistem refraktori.
memiliki sifat lambat pengendapan dan self
flowing yang lebih baik. Keunggulan dari sifat Data yang ditunjukkan pada Tabel 3.5 adalah
pengendapan yang lambat adalah cenderung komposisi kimia abu PLTU-Suralaya hasil pengujian
membentuk distribusi merata sehingga produk menurut laporan teknik PT PLN, 1977. Data
refraktori cor akan mempunyai struktur fisik yang tersebut memperlihatkan kandungan Al2O3 yang
uniform dengan daya tahan abrasif yang lebih baik. relatif lebih tinggi yaitu 30,8% untuk abu terbang
dan 24% untuk abu dasar. Juga kandungan SiO2 yang
Mullite yang terdeteksi melalui XRD jumlahnya lebih rendah yaitu 54% untuk abu terbang dan
sangat kecil karena tidak nampak adanya tekstur 63,4% untuk abu dasar. Untuk abu terbang, nilai
menjarum/memanjang (tekstur khas mullite) seperti perbandingan Al2O3/SiO2 adalah 0,57. Kandungan
pada tekstur refraktori cor komersial. Selain itu juga CaO relatif tinggi yaitu sekitar 4%. Menurut
tidak nampak adanya tekstur yang berikatan satu klasifikasi ASTM, abu terbang dengan nilai
sama lain yaitu tekstur akibat perlakuan suhu tinggi/ kandungan CaO tersebut termasuk kelas “C”, yang
pelelehan. Oleh karena itu, abu terbang-PLTU lebih cocok berfungsi sebagai bahan cementing
Suralaya belum bersifat refraktori. castables refractory yang tahan suhu relatif rendah.
Untuk mencapai kualitas refraktori yang tahan suhu
Komposisi mineral : Hasil uji terhadap contoh abu tinggi, kandungan CaO maksimum 1%. Kualitas ini
terbang PLTU-Suralaya menunjukkan mineral termasuk low/ultra-low cement castable refractory,
dominan kuarsa dan sedikit mullite. yaitu klasifikasi ASTM kelas “F” (Hwang,1991).
Keberadaan mullite menunjukkan bahwa Oleh karena itu, untuk mencapai komposisi kimia
aluminosilikat pada abu terbang telah refraktori diperlukan penambahan aluminium oksida
mengalami kontak dengan suhu tinggi di dalam atau bahan yang mengandung Al2O3 tinggi ke dalam
tungku pembakaran batu bara PLTU. Mullite abu terbang guna mengurangi kadar SiO2, CaO, K2O,
(3Al2O3.2SiO2) adalah mineral alumina silikat Na2O, Fe2O3 sehingga dapat mendekati komposisi
yang tahan terhadap suhu tinggi hingga sekitar kimia refraktori cor komersial, dan memiliki nilai
1875°C, tetapi karena masih ada mineral kuarsa Al2O3/SiO2 sekitar 1,6 – 1,85.
kemungkinan ketahanan terhadap suhu akan
berkurang. 3.3 Rekayasa dan Hasil Penghitungan
Komposisi
Komposisi kimia : komposisi kimia seperti
tercantum pada Tabel 3.3 menunjukkan nilai Dari hasil karakterisasi abu terbang PLTU-Suralaya
perbandingan Al2O3/SiO2 = 0,16 berarti kadar yang telah dilakukan maka diperlukan penelitian
aluminanya sangat kecil dibandingkan dengan untuk merekayasa dan menghitung komposisi bahan
silikanya. Jika dibandingkan dengan data dalam baku refraktori cor (komposit mentah) yang terdiri
Tabel 3.4 (PT PLN,1997), terlihat kadar alu- dari 4 komponen : abu terbang, grog aluminosilikat
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 5
Tabel 3.3 Komposisi kimia abu terbang PLTU-Suralaya
Tabel 3.4 Komposisi kimia abu pada limbah Komponen lainnya adalah aluminium oksida (Aloxi)
PLTU Suralaya yang berfungsi untuk menambah kandungan Al2O3
sehingga sifat kerefraktorian dari refraktori cor
Abu dasar Abu terbang diharapkan menjadi meningkat. Komposisi kimia
Senyawa
% % salah satu tipikal Aloxi dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Al2O3 24,0 30,8
CaO 2,7 4,0 Kalsium aluminate (Ca-aluminate) berfungsi sebagai
Fe2O3 5,5 4,6 bahan pengikat, terutama saat pembentukan atau
K2O 0,17 0,18 pencetakan untuk mempercepat waktu pengeringan
MgO 1,3 1,9 dan pengerasan (setting time). Salah satu tipikal
Na2O 1,0 1,3 komposisi kimia Ca-aluminate ditunjukkan pada
P2O5 - - Tabel 3.7.
SO3 0,18 0,23
SiO2 63,4 54,0 Salah satu tipikal komposisi yang kemungkinan bisa
TiO2 - - dibangun dan diuji adalah seperti disajikan pada Tabel
Fe+Si+Al 92,9 89,4 3.8.
CaO bebas <0,06 <0,06
Kand. Silika - 53,4 Rekayasa komposisi yang dibuat dengan
LOI 0,68 <0,5 perbandingan komponen komposit mentah seperti
D50 - 15,5 (µm) ditunjukkan pada Tabel 3.9, menghasilkan tipikal
D90 - 67,9 (µm) komposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada Tabel
3.10. Nilai Al 2O 3/SiO 2 tertinggi dicapai pada
komposit mentah kode “A” yaitu 1,69. Nilai ini
dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-
(crushed brick), aluminium oksida, dan calcium 16. Komposit mentah kode “B” dan “D” dapat
aluminate (sebagai pengikat atau binder). Grog adalah memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14.
material granular yang dibuat dari bahan tahan api
hancur (crushed brick) sebagai pengisi bodi berukuran
kasar yang dapat berfungsi mengurangi shrinkage dan 4. KESIMPULAN DAN SARAN
thermal expansion, meningkatkan stabilitas saat
mengalami suhu tinggi. Abu terbang mempunyai 4.1 Kesimpulan
fungsi ganda yaitu sebagai grog, pengisi refraktori
berbutir halus dan sebagai binder karena mengandung - Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang
aluminosilika aktif. Sebagai bahan grog kasar PLTU-Suralaya menunjukkan abu terbang
digunakan aluminosilikat yang telah mengalami tersebut secara teknis memiliki prospek untuk
perlakuan suhu tinggi dan telah dipecah (crushed dijadikan salah satu komponen bahan baku
brick). Salah satu tipikal grog untuk refraktori cor refraktori cor, yang dapat saling melengkapi
biasanya dibuat berukuran ± 30 mesh, mempunyai dengan komponen bahan baku refraktori cor
komposisi mineral: corundum, mullite dan lainnya sehingga dapat memenuhi spesifikasi
cristobalite. Komposisi kimianya tercantum pada sebagai refraktori cor.
Tabel 3.5.
6 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 8
Tabel 3.6 Tipikal komposisi kimia aluminium oksida (Aloxi)
Grog 39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12
Aloxi 0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23
Ca-aluminate 5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52
Tabel 3.9 Tipikal rekayasa komposisi komposit mentah refraktori cor (abu terbang, grog, Aloxi,
Ca-aluminate)
Abu terbang 3 3 4 4
Grog 2 3 3 2
Aloxi 3 3 2 3
Ca-aluminate 2 1 1 1
Tabel 3.10 Tipikal hasil penghitungan komposisi kimia komposit mentah refraktori cor
Al2O3/
Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI
SiO2
CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72 1,62
CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58 0,9
A 30,8 52,0 4,5 1,0 8,5 1,9 0,2 0,6 1,1 1,69
B 34,1 42,2 3,5 1,0 5,1 2,4 0,3 0,7 0,7 1,24
C 41,3 34,4 4,1 1,1 5,4 2,6 0,3 0,8 0,7 0,83
D 37,4 49,0 3,9 0,9 5,2 2,0 0,2 0,7 0,8 1,31
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 7
- Rekayasa komposisi yang dibuat dengan Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R. 2003, “Ef-
perbandingan komponen komposit mentah fect of Syntetic Aggregate on Alumina Castables
menghasilkan tipikal komposisi kimia yang – Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite”,
memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69 yang Bulletin of American Ceramic Society, Abstract
dicapai pada komposit mentah kode “A”. Nilai on http://www.ceramicbulletin.org.28 January.
ini dapat memenuhi salah satu karakteristik 2004.
refraktori cor komersial tipe CAJ-16. Komposit
mentah kode “B” dan “D” dapat memenuhi PT.Indoporlen Refractories Indonesia 2001, (Brosur).
refraktori cor komersial tipe CAJ-14, bahkan
nilainya lebih tinggi, yaitu 1,24 dan 1,31. PT PLN (Persero) dan PT Kema Teknologi
Semakin tinggi nilai Al2O3/SiO2, semakin tinggi Indonesia 1997, “Pengelolaan Abu Terbang dan
sifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhu Abu Dasar Pembangkit Listrik Dengan Bahan
tinggi). Bakar Batu bara di Indonesia”, Laporan Teknik.
8 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 – 8
PENELITIAN ABU BATU BARA SEBAGAI PEMBENAH
TANAH : PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP
PARAMETER KUALITAS TANAH
(DERAJAT KEASAMAN TANAH (pH-H2O), Mn,
Fe, P-TOTAL DAN P-TERSEDIA)
SARI
Abu batu bara merupakan salah satu produk samping dari pembangkit tenaga listrik PLTU batu bara. Pada
penelitian ini abu batu bara digunakan sebagai pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa hara
mikro pada tanah ampas (tailing), karena secara kimia abu batu bara mengandung unsur Fe, Ca, Al, Si, K dan
Mg dengan persentase tinggi, juga mengandung unsur Zn, B, Mn dan Cu dalam jumlah sedang, serta sejumlah
kecil unsur C dan N yang terdapat dalam bentuk silikat, oksida, sulfat dan karbonat. Ampas yang digunakan
berasal dari kegiatan pengolahan tembaga di Timika dan abu batu bara dari PLTU Asam-asam di Kalimantan.
Ampas dan abu batu bara, serta kompos dicampur dengan perbandingan A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2
(225:25:0), A3 (175:0:75) dan A4 (175:75:0). Campuran diinkubasi selama 2, 4 dan 6 minggu. Metode
percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lama masa inkubasi berpengaruh terhadap parameter pH, unsur Mn, Fe, P-
total dan P-tersedia. Perubahan parameter tersebut optimum pada inkubasi 2 minggu. Terjadi penurunan Mn
dan Fe, penurunan Mn rata-rata terbesar 4,14 ppm (99,7%) dan penurunan Fe rata-rata terbesar 323,85 ppm
(99,75%) terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-total dalam tanah berkisar 62,84 –129,89 mg/100g
sedangkan P-tersedia adalah 31,19 –70,12 mg/100g. Penambahan abu batu bara signifikan terhadap perubahan
parameter Fe dan Mn, tetapi peningkatan P-total dan P-tersedia hanya terjadi pada perlakuan penambahan
kompos.
ABSTRACT
Fly ash is a by product of pulverized coal fired thermal power stations. As the fly ash contains high concentra-
tion of Fe, Ca, Al, Si, K and Mg, medium concentration of Zn, B, Mn and Cu and small amounts of C and N,
it is predicted that fly ash can be used as the soil conditioner and as a source of some micro nutrient for tailing
management. Most of those elements present in the forms of silicates, oxides, sulphates and carbonates. The
tailing is from Timika copper processing plant and the fly ash is from Asam-asam Power Plant. Compost must
be added to change the texture of tailing mixture. The composition ratio of tailing, fly ash and compost
mixture were A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2 (225:25:0), A3 (175:0:75) and A4 (175:75:0). The mixtures
then were incubated for 2, 4 and 6 weeks. The experiment used Randomized Block Design (Rancangan Acak
Kelompok) method which repeated 3 times. Result showed that incubation time influenced the soil parameter
such as pH, Mn, Fe and P. The optimum changes occured in the 2 week of incubation. The Fe and Mn
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 9
concentration reduced about 323.85 ppm (99.75%) and 4.14 ppm (99.7%) respectively. Increasing in total P
in soil was in the range of 62.84 – 129.89 mg/100 g and for the available P was 31.19 – 70.12 mg/100 g. It
means that fly ash addition caused the significant reduction in soil Fe and Mn parameters but changes in
phosphor concentration mostly came from compost addition.
10 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 17
Pengujian Kimia Lingkungan, Pusat Penelitian terlihat bahwa di samping oksida-oksida di atas, abu
dan Pengembangan Teknologi Mineral dan batu bara juga mengandung beberapa logam berat
Batu bara (Puslitbang tekMIRA), di Bandung. seperti Pb, Cu dan Zn dan lain-lain dengan konsentrasi
Pengujian terhadap contoh ampas meliputi yang tidak terlalu tinggi (< 500 ppm). Perbandingan
analisis logam-logamnya (Cu, Pb, Zn, Fe, Mn, silika dan alumina dalam contoh asal Asam-asam
As dan Al), pH, C-organik, N total, P2O5, sebesar 3.08 sehingga diperkirakan akan dapat
K2O, perbandingan C dan N, basa yang dapat dihasilkan zeolit sintetis dari jenis faujasit atau NaP.
dipertukarkan (K, Na, Ca, Mg) dan kapasitas
tukar kation/KTK atau cation exchange capac- 3.2 Karakteristik contoh ampas
ity/CEC.
Karakterisasi contoh ampas yang digunakan dalam
c. Percobaan inkubasi ampas sebagai media penelitian ini meliputi analisis logam-logamnya (Cu,
tanam Pb, Zn, Fe, Mn, As dan Al), pH, C-organik, N total,
Pada percobaan ini ampas dan abu batu bara P2O5, K2O, perbandingan C dan N, basa yang dapat
dicampur dengan berbagai perbandingan. dipertukarkan (K, Na, Ca, Mg) dan kapasitas tukar
Metode percobaan yang digunakan kationnya (KTK). Hasil dari analisis tersebut
menggunakan Rancangan Acak Kelompok ditunjukkan pada Tabel 3.
(RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Variasi takaran
abu batu bara dan yang dicoba dapat dilihat Berdasarkan kriteria penilaian kesuburan tanah, dapat
pada Tabel 1. Selanjutnya campuran tersebut dikatakan bahwa ampas yang digunakan pada
ini diinkubasi selama 2, 4 dan 6 minggu dan percobaan ini secara umum kesuburannya rendah
pada masa tersebut kelembaban media diatur dengan kondisi pH cenderung alkali (> 8). Kandungan
dengan cara penyiraman hingga mencapai P2O5 dan K2O potensial (P2O5 dan K2O dalam HCl
kapasitas lapang. 25 %) serta K2O tersedianya (K2O dalam sitrat 2 %)
cukup tinggi tetapi P2O5 tersedia rendah. Kandungan
Analisis tekstur media tanam dilakukan pada P potensial dalam contoh ampas sangat tinggi yaitu
akhir masa inkubasi. Selanjutnya analisis 105 mg/100 g tetapi P tersedia (P2O5 Sitrat 2 %)
kualitas media tanam hasil inkubasi dilakukan tergolong sangat rendah yaitu 3,3 mg/100 g. Kandungan
di laboratorium pengujian kimia lingkungan K potensial (K2O HCl 25 %) dan tersedia (K2O Sitrat
untuk penentuan pH, P2O5 dan analisis 2 %) tergolong tinggi yaitu masing-masing sebesar 247
logam-logamnya (Fe, Mn). mg/100 g dan 22,9 mg/100 g.
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 11
Tabel 1. Takaran pemberian abu batu bara dan pupuk
A0 200 25 25
A1 225 - 25
A2 225 25 -
A3 175 - 75
A4 175 75 -
Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia abu batu bara asal PLTU Asam-asam
1. pH 7,0
2. SiO2 % 59,3
3. Al2O3 % 19,40
4. Fe2O3 % 12,52
5. TiO2 % 0,98
6. CaO % 2,13
7. MgO % 2,50
8. K2O % tt
9. Na2O % 0,16
10. MnO % 0,19
11. SO3 % 0,53
12. P2O5 % 0,104
13. LOI % 1,30
14. Pb ppm 19
15. Cu ppm 298
16. Zn ppm 391
17. Cr ppm 224
18. As ppm 10
19. H2O % 0,033
Keterangan:
Contoh diperiksa dari bahan kering (105 – 110 °C) kecuali
H2O- yang ditentukan dari bahan asal.
tt : tidak terdeteksi
3.3 Karakteristik media tanam Contoh untuk pengujian sifat kimia media tanam
setelah inkubasi ini diperiksa dari bahan kering (105
Dengan berbagai komposisi media tanam, contoh- – 110 °C). Data hasil pengujian sifat kimia media
contoh ampas yang telah dicampur dengan bahan perlakuan adalah sebagai berikut :
organik dan juga abu terbang diuji melalui percobaan
inkubasi. Hasil percobaan inkubasi kemudian 3.3.1 Derajat Keasaman Tanah (pH-H2O)
dibandingkan dengan kriteria kesuburan tanah dan
dievaluasi. Hasil analisis pH-H2O setelah diinkubasi selama 2,
12 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 17
Tabel 3. Hasil analisis ampas dan kompos
Ampas
No. Parameter Satuan
Timika Kriteria
1. pH H2O 8,45 AA
2. pH KCl 8,24 SR
3. C-organik % 0,33 R
4. N total % 0,10 SR
5. Kejenuhan Basa % 4042 ST
6. P2O5 (HCl 25%) mg/100 gr 105 ST
7. P2O5 (Sitrat 2%) mg/100 gr 3,30 SR
8. K2O (HCl 25%) mg/100 gr 247 ST
9. K2O (Sitrat 2%) mg/100 gr 22,99 T
10. C/N - 3,3
11. KTK mg/100 gr 1,15 SR
Kation dapat dipertukarkan
Keterangan:
Data primer tahun 2004
Contoh diperiksa dari bahan kering (105 – 110 °C)
AA: agak alkali SR: sangat rendah S: sedang
T : tinggi ST: sangat tinggi
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 13
Tabel 4. Uji varians taraf nyata α 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%
JK db KT Fhitung F tabel
Fk 2,429.84
Jktot 75.31
Jk kel 0.22 2 0.11
Jk perl 73.20 14 5.23 77.26 2.07
JK g 1.89 28 0.07
A4
A3
Contoh
A2
A1
Ao
Tabel 5. Uji varians taraf nyata α 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%
JK db KT Fhitung F tabel
Fk 2,700.18
Jktot 352.18
Jk kel 1.20 2 0.60
Jk perl 317.59 14 22.68 19.02 2.07
JK g 33.40 28 1.19
Tabel 6. Kadar Mn rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu batu bara dan
kompos dan lama inkubasi yang berbeda
14 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 17
Kadar Mn rata-rata pada inkubasi 2 minggu adalah Kadar Fe dalam tanah ampas (tailing) berdasarkan
4,14 ppm (99,7%) dan pada masa inkubasi 4 minggu hasil analisis adalah 127.800 ppm. Kadar Fe rata-
adalah 9,87 (99,3%) ppm, sedangkan pada inkubasi rata setelah inkubasi 2 minggu adalah 323,85 ppm,
6 minggu 9,23 (99,34%). Ini membuktikan lamanya pada inkubasi 4 minggu, yaitu sebesar 799,8 ppm,
inkubasi berpengaruh terhadap kadar Mn dalam tanah sedangkan Fe rata-rata pada inkubasi 6 minggu
yang secara statistika pengaruhnya signifikan. adalah 591,55 ppm. Persen penurunan Fe dengan
masa inkubasi 2, 4 dan 6 masing-masing sebesar
Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar Mn rata-rata yang 99,75 %, 99,54% dan 99,37%.
terendah terdapat pada A4, yaitu media tanam
dengan komposis ampas dan abu batu bara (175:75), Dari Tabel 8 terlihat bahwa kadar Fe rata-rata yang
sehingga abu batu bara cukup efekktif sebagai terendah terdapat pada A4, yaitu media tanam
pembenah tanah. dengan komposisi ampas dan abu batu bara (175:75),
sehingga abu batu bara cukup efekktif sebagai
3.3.3 Unsur Fe pembenah tanah.
Unsur Fe diserap akar dalam bentuk Fe 2+ atau Fe3+, 3.3.4 P-total dan P-tersedia
umumnya Fe3+direduksi menjadi Fe2+ sebelum
penyerapan. Kelarutan mineral Fe dalam tanah sangat Hasil analisis P-total (P dalam HCl 25%) dan P-
rendah, mineral amorf Fe(OH)3 mengatur kadar Fe tersedia setelah 2, 4 dan 6 minggu diinkubasi
dalam larutan tanah. Pada tanah dengan drainase mengalami perubahan. P-total dalam ampas adalah
baik, kondisinya teroksidasi kadar Fe3+ lebih besar 105 mg/100g, peningkatan P total setelah inkubasi
daripada Fe 2+. Sebaliknya pada tanah jenuh air Fe3+ berkisar 62,84 – 129,89 mg/100g, kenaikan tertinggi
mengalami reduksi menjadi Fe 2+. Kelarutannya juga terjadi pada inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.
berkurang 1000 kali lipat pada tanah dengan pH
tinggi. Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.
Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata. P-tersedia (P dalam sitrat 2%) dalam ampas adalah
Tabel 7. Uji varians taraf nyata α 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%
JK db KT F hitung F tabel
Fk 14,709,715.29
Jktot 2,923,513.46
Jk kel 35,589.21 2 17,794,61
Jk perl 2,325,260.20 14 166,090,01 8.27 2.07
JK g 562,664.05 28 20,095.14
Tabel 8. KadarFe rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu batu bara dan
kompos dan lama inkubasi yang berbeda
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 15
Tabel 9. Uji varians taraf nyata α 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%
JK db KT Fhitung F tabel
Fk 1,833,124.61
Jktot 930,116.74
Jk kel 4,248.06 2 2,124.03
Jk perl 899,422.67 14 64,244.48 68.02 2.07
JK g 26,446.00 28 944.50
Tabel 10. Kadar P-total rata-rata (P dalam HCI 25%) pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu
batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda
Tabel 11. Uji varians taraf nyata α 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%
JK db KT Fhitung F tabel
Fk 139,539.65
Jktot 264,483.90
Jk kel 1,171.00 2 585.80
Jk perl 255,473.70 14 82,248.12 65.18 2.07
JK g 7,839.19 28 279.97
Tabel 12. Kadar P-total rata-rata (P dalam sitrat) pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu
batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda
16 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 – 17
3,3 mg/100g. Peningkatan P-tersedia berkisar antara terjadi pada waktu inkubasi 2 minggu dan
31,19 – 70,12 mg/100g. Dengan nilai tertinggi perlakuan penambahan kompos sebanyak 30%.
terjadi waktu inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.
Ini membuktikan bahwa P-total maupun P-tersedia 3. Penambahan abu batu bara signifikan terhadap
meningkat dengan adanya kompos atau zat organik, perubahan parameter Fe dan Mn, tetapi
karena ketersediaan hara organik dalam tanah ikut peningkatan P-total dan P-tersedia hanya terjadi
menstimulasi aktifnya mikroorganisme dalam tanah. pada perlakuan penambahan kompos.
Hasil uji BNJ taraf nyata α 5 % atau pada tingkat Pada penelitian selanjutnya perlu diukur kadar ion
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata. logam yang terlindi setelah inkubasi, dengan
melakukan analisis ion logam dari abu batu bara
dan ampas.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 17
PENELITIAN PEMISAHAN DAN EKSTRAKSI ZIRKON-
HAFNIUM DARI TAILING PENCUCIAN TIMAH BANGKA
SUPRIYONO HS, RACHMAT YUSUF, DEDEN AMIRUDDIN, WAWAN PURNAWAN, MUTAQIN DAN
WAHYU AGUS S.
SARI
Limbah dari pengolahan bijih timah milik PT. Timah dan PT. Kobatin, Bangka, banyak mengandung beberapa
mineral berharga diantaranya adalah mineral zirkon, ZrSiO4. Logam zirkonium yang berasal dari mineral
zirkon banyak digunakan sebagai bahan anti korosi dan penahan panas (refractory), dan bahan pada industri
keramik halus. Sampel dari limbah pengolah bijih timah, diambil dari PT. Timah dan PT. Kobatin, telah
berhasil ditingkatkan kadar zirkon dari 18,30% (bahan asal) hingga mencapai 94,76%. Hasil ini diperoleh
dengan cara peningkatan kadar dengan pemisah magnetik (magnetic separator) yang dilanjutkan cara kimiawi
melalui proses peleburan dengan Na2O2 dan pelindian dengan HCl pekat. Produk yang dihasilkan merupakan
ZrO2 yang masih bercampur dengan hafnium dengan kadar ZrO2 94,76%.
ABSTRACT
The tin ore processing waste at PT. Kobatin and PT. Timah (Persero), contains valuable minerals, such as
zircon, ZrSiO4. The zirconium metal that can be separated from zircon mineral has many applications, as anti
corrosion, refractories and also used in fine ceramic industry. The sampel in this research was taken from PT.
Timah and PT. Kobatin and the zircon was concentrated from 18,30% to 94,76%. Magnetic separator was
used to separate zircon from the impurities, and followed by fusing the zircon with sodium peroxide and then
leached with concentrated hydrochloric acid. The final separation to obtain hafnium (Hf) from zircon is still
in progress.
Keywords : tin ore processing waste, zircon, hafnium, extraction, separation, waste processing
18 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 26
yang berdekatan, ekstraksi Zr dan Hf hanya dapat uji karakterisasi, peningkatan kadar (beneficiation)
dilakukan melalui cara kimiawi (ekstraksi pelarut). dan percobaan peleburan serta ekstraksi.
Mineral zirkon (umumnya 65-66% ZrO2 + HfO2) Tujuan dari penelitian ini adalah pemisahan dan
terdapat bersama-sama dengan rutil dan ilmenit pada ekstraksi Zr-Hf dari mineral zirkon dengan
pasir pantai, diolah melalui tiga tahap yang meliputi pengamatan kondisi dan peubah yang mempengaruhi
penambangan dengan pengerukan (dredging) atau pelindian mineral zirkon dengan media pelindi HCI.
scraping, konsentrasi basah (wet concentration)
dengan proses gravitasi, kemudian dilakukan Fokusnya adalah meningkatkan kadar zirkon dari
pemisahan kering (dry separation) dengan proses sampel yang ada, kemudian pemisahan zirkon
pemisahan magnetik dan elektrostatik. (Sukmadijaya, terhadap senyawa pengotor termasuk hafnium
2000). sebagai logam ikutan sehingga diperoleh zirkon yang
lebih murni.
Zirkon digunakan dalam bentuk butiran pasir, bentuk
gilingan (-200 mesh atau –300 mesh) dan tepung
(1,5 atau 10 mikron), digunakan terutama pada alat 2. METODE PENELITIAN
refractor, keramik dan paduan logam. Penggunaan
zirkonium pada paduan logam akan memberikan 2.1 Bahan yang digunakan
sifat tahan korosi sehingga banyak digunakan untuk
keperluan pabrik pengolahan kimia dan pesawat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ialah
terbang. Jika unsur hafnium dapat dipisahkan, maka sampel zirkon yang berasal dari PT. Timah dan PT.
zirkonium dapat digunakan pada peralatan reaktor Kobatin. Semua reagen dipakai dalam asam khlorida
nuklir. (Lynd and Lefond, 1975). p.a (pro analyses) untuk pelindian, asam mandelat
untuk penetapan zirkon dan natrium peroksida yang
Guna memperoleh unsur zirkonium (Zr) dan hafnium dipakai sebagai bahan pelebur. Peralatan yang
(Hf) dari mineral zirkon dapat dilakukan dengan cara digunakan adalah pemisah magnetik untuk
pirometalurgi maupun hidrometalurgi. Dalam dunia pemisahan pengotor yang bersifat magnet, XRD untuk
industri, proses Kroll telah dikenal sejak lama. Selain penentuan struktur kristal mineral, SEM dan AAS
itu telah dikenal juga proses ekstraksi mineral zirkon digunakan untuk analisis kimiawi dan alat
melalui cara pelindian dengan asam kuat, HCl. mikroskopi digunakan untuk analisis mineralogi.
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 19
2.2.1 Penetapan ZrO2 Cara Peleburan dengan sedangkan natrium zirkonat dihidrolisis menjadi
Na2O2 zirkon hidrat dengan reaksi sebagai berikut :
Zirkon yang dilebur dengan natrium peroksida pada Beberapa pengotor yang terdekteksi adalah Mg, Ti,
suhu 600 0 C selama 45 menit setelah dingin Mn, Fe, Al, Cr, Be, dan U. Di antara kedelapan unsur
kemudian dilindi dengan air. Setelah penyaringan pengotor tersebut yang paling dominan adalah Be
residu dilakukan pelindian langsung dengan asam (97,02%). Kehadiran unsur-unsur pengotor
klorida pekat dan ditambah sedikit dengan asam sulfat berpengaruh terhadap kuantitas zirkon. Partikel zirkon
1 M untuk menghilangkan pengaruh silika bebas. yang di mapping terdapat unsur Zr hanya 21,14%
Proses ini berlangsung selama 4 hari agar terjadi sedangkan dalam bentuk oksida hanya 28,55%.
kontak pelindian antara sampel dengan asam kuat.
(Mohammad and Daher, 2002). Reaksi yang terjadi 3.4 Hasil Analisis Mineralogi Bahan Baku
adalah sebagai berikut :
Analisis mikroskopi terhadap bahan asal
ZrSiO4 + 4Na2O2 Na2ZrO3 + Na2SO3 memperlihatkan bahwa kuarsa adalah mineral yang
dominan sedangkan kandungan zirkon hanya sekitar
Selama pelindian natrium silikat dapat dipisahkan seperlimanya dengan beberapa pengotor diantaranya
20 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 26
Tailing Pengolahan Bijih Timah,
Bangka
Preparasi
Bijih magnet
Magnetik Separator
(Monasit & Xenotim)
Mineral Zirkon
Peleburan Na2O2
ZrOCl2 NaCl
HfOCl2
Hasil (%)
No Asal sampel
ZrO2 SiO2
Hasil (%)
No Asal sampel
ZrO2 SnO2 Al2O3
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 21
ilmenit, kasiterit, monasit/xenotim, dan pirit. Terhadap sampel K-1 dan T-1 dilakukan analisis
Komposisi mineral-mineral pada sampel bahan asal seperti dilakukan terhadap bahan asal.
dapat dilihat pada fomikrograf, Gambar 2 dan 3
berikut ini. 3.5 Analisis Kimia Hasil Pemisahan Magnetik
Setelah dilakukan peningkatan kadar zirkon dengan Analisis kimia pada bahan yang telah dilakukan
menggunakan pemisah magnetik (magnetic separa- pemisahan magnetik, hasilnya dapat dilihat pada
tor) dengan meningkatkan perbesaran nilai gauss Tabel 4, dalam bentuk presen-berat.
(kekuatan magnet) di atas 10 ribu gauss, diperoleh
dua bagian hasil yang disebut sebagai Magnetik (M- 3.6 Analisis Difraksi Sinar-X (XRD) Hasil
1) dan Non Magnetik (NM-1). Hal ini dilakukan Pemisahan Magnetik
untuk memisahkan bagian yang lebih bersifat mag-
net (diantaranya mineral ilmenit, monasit/xenotim Analisis menggunakan alat XRD terhadap sampel
dan pirit) dan non-magnetik. Adapun bagian yang M-1 dan NM-1 memperlihatkan bahwa telah terjadi
menjadi obyek penelitian ialah zirkon, masuk ke pemisahan yang relatif baik, karena pada sampel M-
dalam katagori non-magnetik dan non-konduktor, 1 (KS) terdapat mineral zirkon, kuarsa dan masih
sehingga proses pemisahan dilanjutkan dengan ada monasit. Pada sampel NM-1 (TL) hanya tinggal
menggunakan alat HTS (High Tension Separator). 2 mineral dominan yaitu kuarsa dan zirkon. Hasil
SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O SnO ZrO2 LOI
66,55 1,86 2,25 2,33 0,17 0,096 0,044 0,14 0,62 18,3 7,64
Kode SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K2O Na2O SnO ZrO2 LOI
M-1 7,55 2,34 3,57 2,10 0,16 0,093 tt 0,11 0,37 2,00 0,72
NM-1 59,5 1,41 0,63 0,66 0,26 0,10 0,04 0,17 0,80 21,2 0,46
22 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 26
selengkapnya dapat dilihat pada difraktogram XRD perbesaran 10.000 x partikel zirkon coklat kemerahan
Gambar 4 dan 5. memperlihatkan topografi yang tidak rata
menampilkan rona abu-abu dan putih. Hasilnya
3.7 Analisis SEM Hasil Pemisahan Magnetik dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.
Analisis terhadap hasil pengkayaan kadar dengan 3.8 Analisis Mineralogi Hasil Pemisahan
pemisah magnetik dan HTS, dilakukan pada sampel Magnetik
yang kandungan zirkonnya lebih besar, yaitu sampel
NM-1. Pada perbesaran 800x untuk zirkon transparan Analisis mikroskopi dilakukan terhadap sampel
menunjukkan sistem kristal tetragonal yang telah magnetik maupun non magnetik yang hasilnya dapat
mengalami perubahan permukaan yang mungkin dilihat pada Tabel 5.
karena pengaruh erosi, transportasi dan sedimentasi
yang berlangsung bertahun-tahun. Hal yang sama Untuk proses peleburan (dengan Na 2O2) perlu
terjadi pada permukaan zirkon coklat kemerahan ditingkatkan hasilnya hingga minimal mencapai
yang dideteksi pada perbesaran 170 x. Pada 60%. Oleh karena itu, sampel NM-1 ditingkatkan
64
36
16
0
0 10 20 30 40 50 [”20] 60
090904AZ
06 - 0266 Zircon ZrSiO 4
05 - 0490 Quartz, low SiO 2
35 - 0731 Monazite - (La), syn LaPO 4
64
36
16
0
0 10 20 30 40 50 [”20] 60
090904A1
05 - 0490 Quartz, low S iO 2
06 - 0266 Zircon ZrS iO 4
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 23
Gambar 6. Jenis zirkon coklat kemerahan Gambar 7. Jenis zirkon transparan (color-
dengan perbesaran 170x less) dengan perbesaran 800x
menggunakan SEM menggunakan SEM
24 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 26
Tabel 6. Hasil analisis mineralogi pemisahan magnetik bertingkat
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 25
DAFTAR PUSTAKA Mohammed, N.A. and A.M. Daher, 2002, Prepara-
tion of High-Purity Zirconia from Egyptian Zir-
Faith, W.L. 1965, Industrial Chemical, 3th edition, con : an Anion-exchange Purification Process,
John Willey and Sons, New York. Hydrometallurgy, Elsevier, hal. 1 - 6.
Lynd, L.E. and Lefond, S.J. 1975, Industrial Mineral Sukmadijaya, R.H.,S, 2000, Optimalisasi Pelindian
and Rock, 4th edition, New York. Ilmenit dari Pasir Besi Cilacap untuk
Mendapatkan TiO2 dengan Media Pelarut
H2SO4, PPTM-FTUI, hal. 25 - 28.
26 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 – 26
TRANSFORMASI PEKERJA SEKTOR PERTAMBANGAN
SECARA SEKTORAL
STUDI KASUS : TENAGA KERJA UNIT BISNIS PERTAMBANGAN (UBP)
BAUKSIT KIJANG (PT. ANTAM Tbk.)
SARI
Proses transformasi pekerja sektoral dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan karakteristik
tenaga kerja sektor tersebut. Kegiatan pertambangan yang memasuki masa pascatambang, akan ditunjukkan
oleh penurunan produksi, lalu tanpa produksi sama sekali. Sementara itu, banyak tenaga kerja yang akan
menganggur, atau mengalami transformasi pekerja ke sektor lainnya. Pola alih kerja dalam kasus pascatambang
UBP Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.) cenderung ke arah bidang wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan)
sebesar 55,1% dan Sektor Industri (30,6%). Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan dipengaruhi
oleh peranan sektor ini yang memiliki kontribusi terbesar di Kabupaten Kepulauan Riau, sedangkan pergeseran
pekerja ke Sektor Industri didasari oleh keterkaitan secara keahlian yang memiliki kesamaan teknologi dengan
Sektor Pertambangan. Latar belakang proses transformasi pekerja tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
ekonomi, sosial spasial, dan persepsi mereka terhadap sektor non-tambang, tetapi dipengaruhi oleh kebutuhan
akan modal, pendidikan, peralatan, dan lainnya untuk alih kerja.
ABSTRACT
The transformation process of sectoral worker is influenced by the growth of economic sectors and
characteristic of the sectoral worker. Mining activity at post-mining period, will be indicated by product
declining, and followed gradually by zero production. Many workers will have no opportunity, or in condition
of being transformed to other sectors. A model of job transfer at post-mining of UBP Bauksit Kijang (PT.
Antam Tbk.) indicates the percentage of enterpreneur activity (Service and Trading Sectors) amounting 55,1%
and Industry Sector 30,6%. Worker transfer to Service and Trading Sectors is affected by the role of those
sectors that have a great contribution in Kepulauan Riau regency, meanwhile the worker transfer to Industry
Sector is caused by an interrelated skill which has similar tecnology with the Mining Sector. The causal factors
of worker transformation to non-mining sectors are not affected by social-economy, social-spatial and their
perception factors, but are affected by the need of financial capital, education, infrastructure and others.
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 27
1. PENDAHULUAN variabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh
langsung maupun tidak langsung (Hair, 1992).
1.1 Latar Belakang Permasalahan Besarnya pengaruh suatu variabel penyebab terhadap
variabel akibat disebut dengan koefisien jalur dan
Transformasi pekerja secara sektoral dipengaruhi oleh diberi simbol pYX .
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan
karakteristik tenaga kerja tiap sektor tersebut, yaitu:
Dalam kajian ini akan dilihat pola alih kerja dan
tingkat pendidikan (keahlian), produktifitas dan
latar belakang proses transformasi tenaga kerja di
kondisi sosial-demografisnya (Sigit, 1989). Sektor-
lingkungan UBP Bauksit Kijang dalam menghadapi
sektor yang tidak membutuhkan keahlian, biasanya
masa penutupan tambang, dengan beberapa variabel
menjadi tempat penampungan penganggur dan
penelitian: SES (Status Sosial Ekonomi), SPA (Kondisi
tenaga kerja tidak terdidik, seperti pertanian,
Sosial Spasial), PER (Persepsi Masyarakat), KEB
perikanan, perkebunan, transportasi, jasa serta
(Kebutuhan Masyarakat) dan AKS (Akseptabilitas
perdagangan. Tetapi, akibat terjadi pergeseran
Transformasi Struktural Pascatambang).
peranan sektoral akan diikuti oleh perubahan
kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja, seperti
Sementara itu rumusan konseptual mengenai kondisi
penurunan sektor agraris ke arah non agraris diikuti
tenaga kerja dalam masa menghadapi pascatambang
oleh membengkaknya pekerja di sektor non-formal
adalah sebagai berikut:
(Rachbini, 1989).
a) Antara SES dengan SPA membentuk suatu
Dalam kajian ini akan dicoba membahas pola alih
hubungan korelatif.
kerja dan proses transformasi tenaga kerja
b) SES dan SPA sama-sama memberikan pengaruh
pertambangan pada saat terjadi penutupan tambang.
terhadap PER dan AKS.
Kajian ini mengambil contoh kasus pergeseran kerja
c) SES, SPA dan PER secara bersama-sama
secara sektoral yang terjadi pada tenaga kerja Unit
mempengaruhi KEB.
Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang pada saat
d) SES dengan SPA, dan PER dan KEB secara
akan memasuki masa penutupan tambang. Sektor
bersama-sama mempengaruhi AKS.
pertambangan merupakan sektor yang membutuhkan
tenaga kerja terdidik dan memiliki keahlian khusus
dalam bidang pertambangan. Bagaimana pola
2. KONDISI WILAYAH
transformasi pekerjanya terjadi dan latar belakang
apa saja yang mendasari pola alih kerja dari sektor
2.1 Lokasi Studi dan Kewilayahan
tambang ke sektor lainnya? Apakah keahlian di sektor
pertambangan dapat dijadikan bekal untuk alih kerja
Secara geografis, wilayah operasional kegiatan UBP
ke sektor non-tambang, ataukah tidak? Sementara
Bauksit Kijang terletak di wilayah Kabupaten
itu, Propinsi Riau merupakan daerah yang penuh
Kepulauan Riau dalam 4 kecamatan, yakni:
dengan hasil tambang (Purnama, dkk., 2000), apakah
Kecamatan Bintan Timur, Teluk Bintan, Tanjung
hal ini akan mempengaruhi pergeseran alih kerja
Pinang Timur dan Tanjung Pinang Barat. Berdasarkan
antar sektor?
Undang-Undang No. 53 Tahun 1999, dan
diperbaharui dengan UU No.13 Tahun 2000,
1.2 Metodologi
keempat kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah
Kabupaten Kepulauan Riau hasil pemekaran menjadi
Obyek dan lokasi penelitian adalah tenaga kerja UBP
3 buah kabupaten, yakni Karimun, Natuna dan
Bauksit Kijang yang berada di Pulau Bintan,
Kepulauan Riau. Luas wilayah daratan Kabupaten
Kabupaten Kepulauan Riau, Propinsi Riau
Kepulauan Riau setelah pemekaran 4.303,3 km2
(Gambar 1). Metode penelitian yang digunakan
dengan 513 buah pulau, 153 pulau di antaranya
dalam kajian ini adalah dengan penelitian survai yang
sudah dihuni dan sisanya belum berpenghuni,
mengoperasionalkan teknik observasi, wawancara,
dimanfaatkan untuk pertanian dan usaha perkebunan.
dan pendataan lapangan dengan kuesioner.
Secara administratif, kabupaten ini terdiri atas 9
Pengolahan dan analisis data menggunakan teknik
kecamatan dan 90 desa/kelurahan, tercatat tahun
analisis jalur dengan didukung teknik deskriptif,
1999 terdapat 83 desa (92,2%) yang memiliki
kompilasi dan tabelisasi. Teknik analisis jalur
status swasembada dan 7 desa masih berstatus
digunakan untuk menentukan pengaruh suatu
swakarya (Tabel 1).
28 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
103°30' BT 104°00' 104°30'
1°30'
LU RENCANA PENUTUPAN UBP BAUKSIT KIJANG
PT ANEKA TAMBANG (PERSERO) Tbk.
PETA ORIENTASI
SINGAPORE
± 1 Jam PULAU BINTAN
(Dengan Ferry)
Kec. Bintan Utara U
0 10 20
KIJANG Batas KP DU 22
PULAU REPANG
Kec. Kundur
PULAU GALANG
MALAYSI A
Prop. Riau
Prop.
Sumatera Barat
Prop. Jambi
Prop Sumatera Selatan
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso
0°30'
SUMBER :
- Peta Dasar Rupa Bumi Skala 1 :250.000
BAKOSURTANAL Datum WGS 84
PULAU SUMATERA - PT Aneka Tambang Kijang (Persero) Tbk
29
Tabel 1. Kecamatan dan luasnya di Dari hasil penelitian sosial ekonomi kerjasama
Kabupaten Dati II Kepulauan Riau Bappeda Riau dan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Universitas Riau, 1999, diketahui bahwa sebagian
Jumlah besar penduduk Kecamatan Bintan Timur bekerja di
Luas
No. Kecamatan Desa/ Sektor Pertanian dalam arti yang luas, mencapai
(km2)
Kelurahan hampir 85%, sisanya bekerja di Sektor Perdagangan,
1 Singkep 892,00 10 Industri dan Jasa. Mata pencaharian penduduk
2 Tambelan 169,42 6 Kecamatan Tanjung Pinang Timur umumnya di
3 Senayang 396,00 7 Sektor Industri dan Bangunan sekitar 16,9%,
4 Bintan Timur* 964,12 11 kemudian Sektor Pertanian 9,7%, Sektor Perdagangan
5 Tanjung Pinang 3,4%, Sektor Transportasi 2,1% dan pegawai
Timur* 169,00 5 pemerintahan 28,7%. Sedangkan sisanya bergerak
6 Lingga 892,72 23 di bidang jasa-jasa lainnya. Sementara itu, penduduk
7 Bintan Utara 627,59 14 Kecamatan Tanjung Pinang Barat yang bekerja di
8 Tanjung Pinang Sektor Pertanian sangatlah sedikit dan dianggap
Barat* 70,50 5 sebagai usaha sambilan masyarakat. Mayoritas
9 Teluk Bintan* 185,00 10 penduduknya bergerak di Sektor Jasa dan Perdagangan.
Sedangkan untuk daerah Kecamatan Teluk Bintan,
Jumlah 4.303,35 90
tidak diperoleh rincian mengenai ketenagakerjaan.
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000
Keterangan : *) Wilayah Pengaruh Kegiatan UBP Bauksit Masalah tenaga kerja yang dihadapi bersumber dari
Kijang (PT. Aneka Tambang Tbk.) adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Penawaran atau penyediaan
tenaga kerja sering kali lebih tinggi daripada
2.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan permintaan, sehingga tenaga kerja yang dapat
disalurkan jauh lebih sedikit. Selain itu, adanya
Dari hasil sensus tahun 2000 yang dilakukan Biro ketidaksesuaian kualifikasi kerja sehingga tidak semua
Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah penduduk lowongan kerja yang ada dapat terisi.
318.566 jiwa. Dari jumlah tersebut diperoleh tingkat
kepadatan penduduk 74 jiwa/km2. Penduduk yang 2.3 Sosial Budaya dan Fasilitasnya
tinggal di daerah perkotaan tercatat 224.273 jiwa
(atau 71,0%), lebih besar dibandingkan yang tinggal Secara umum, kemajuan dan tingkat kesejahteraan
di daerah pedesaan sekitar 91.600 jiwa (Tabel 2). Laju sosial suatu daerah dapat dilihat dari berbagai
pertumbuhan penduduknya pada kurun 1990-2000 indikator penting yang diturunkan dari kondisi
adalah 2,9%. Dari segi perekonomian, hal ini dapat pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya.
dipandang sebagai suatu transformasi dari ekonomi
pedesaan menjadi ekonomi yang bercirikan perkotaan. Dari catatan BPS (2000), kondisi pendidikan di
30 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1999/2000 serta Sektor Industri Pengolahan (24,9%-26%).
meliputi sekolah taman kanak-kanak sebanyak 34 Kedua sektor ini memberikan kontribusi setengah
unit dengan jumlah guru sebanyak 120 orang, untuk dari total pendapatan daerah (Tabel 3).
sekolah dasar (SD) terdapat 285 unit dan 2.099
orang guru. Pendidikan menengah terbagi atas dua Peranan Sektor Pertanian terlihat sangat kecil, hanya
jenjang, yakni menengah pertama dan menengah atas. 6,8% pada tahun 1998 dan 1999, karena
Pada tahun 1999/2000, tercatat ada 41 unit Sekolah penduduknya sebagian besar bermukim di daerah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dengan jumlah guru perkotaan dan kurangnya minat bekerja di sektor ini.
sebanyak 756 orang. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Nilai PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian
Atas (SLTA) terdapat 21 unit yang 13 unit di dalamnya sebagian besar berasal dari kontribusi UBP Bauksit
berstatus sekolah negeri, dan sisanya dikelola oleh Kijang.
swasta. Sarana pendidikan setingkat SLTA belum
tersedia di setiap kecamatan.
3. KONDISI TENAGA KERJA PERUSAHAAN
Selama UBP Bauksit Kijang melakukan kegiatan
penambangan, banyak sarana dan prasarana sosial Jumlah tenaga kerja UBP Bauksit Kijang pada bulan
yang telah dibangun oleh pihak perusahaan. Sarana Maret tahun 2001 adalah 524 orang, terdiri atas
dan prasarana yang yang dibuat tersebut tidak hanya pegawai tetap 208 orang dan pegawai tidak tetap
untuk kepentingan perusahaan dan karyawannya, 314 orang. Pegawai tidak tetap ini terdiri atas :
akan tetapi manfaatnya banyak dirasakan oleh pegawai percobaan 1 orang, Tenaga Harian Tetap
masyarakat sekitar perusahaan/lokasi kegiatan (THT) 19 orang, Honor Full Time (HNR. FT) 7
penambangan maupun oleh Pemerintah Daerah orang, Honor Part Time (HNR. PT) 1 orang, dan
Kabupaten Kepulauan Riau. Sarana dan prasarana Karyawan Penunjang Operasi (KPO) 286 orang.
yang telah dibangun oleh pihak perusahaan tersebut Sementara itu jumlah tenaga kerja yang telah
antara lain jalan di lokasi penambangan dan jalan pensiun sebesar 607 orang (Tabel 4). Dilihat dari
yang menghubungkan lokasi perusahaan dengan tingkat pendidikan, pegawai tetap paling besar
daerah/lokasi lain. Dari sekian banyak sarana dan berpendidikan setingkat SD (85 orang) dan SLTA
prasarana yang telah dibuat oleh perusahaan sudah (60 orang) dari total pegawai sebesar 208 orang.
banyak yang telah diserahkan kepada Pemerintah
Daerah. Dengan adanya prasarana jalan tersebut Pegawai tidak tetap, di luar KPO, umumnya
telah menjadikan UBP Bauksit Kijang sebagai daerah berpendidikan setingkat SD 12 orang. Untuk KPO
pertumbuhan di Pulau Bintan.
Tabel 3. Distribusi PDRB Kabupaten Kepulauan
Selain prasarana jalan, prasarana lain yang telah Riau atas dasar harga konstan 1993
dibangun oleh perusahaan adalah bendungan air menurut lapangan usaha (persen)
untuk menyediakan kebutuhan air bagi karyawan dan
masyarakat sekitar perusahaan. Sekarang, penge- No. Lapangan usaha 1998 1999
lolaannya telah diserahkan kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Kepulauan Riau melalui PDAM. 1. Pertanian, peternakan,
Sedangkan sarana yang dibangun untuk kebutuhan kehutanan dan perikanan 6,8 6,8
karyawan dan masyarakat sekitarnya adalah rumah 2. Pertambangan dan
sakit, sekolah, sarana peribadatan, perumahan penggalian 6,5 6,3
karyawan dan sarana lainnya. Di samping sarana yang 3. Industri pengolahan 24,9 26,0
dibangun oleh perusahaan, tumbuh juga sarana lain 4. Listrik, gas dan air bersih 1,0 1,4
yang dibangun oleh masyarakat sebagai akibat adanya 5. Bangunan/konstruksi 9,1 9,1
kegiatan usaha pertambangan di daerah ini, seperti 6. Perdagangan, hotel dan
Pasar Kijang yang menjadi pemasok kebutuhan bahan restoran 25,5 25,4
pokok bagi karyawan dan keluarganya serta 7. Pengangkutan dan
masyarakat sekitarnya. komunikasi 8,7 8,7
8. Keuangan, persewaan dan
2.4 Perekonomian jasa perusahaan 8,0 7,8
9. Jasa-jasa 9,0 9,0
Kondisi perekonomian Kabupaten Kepulauan Riau Produk Domestik Regional Bruto 100,0 100,0
selama tahun 1998 dan 1999, didominasi oleh Sektor
Perdagangan-Hotel dan Restoran (25,5%-25,4%) Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 31
dan Pensiunan tidak diketahui tingkat pendidikannya. tenaga kerja KPO pada diarahkan untuk ditampung
Secara organisatoris, jumlah tenaga kerja terbanyak oleh perusahaan baru pasca pengakhiran tambang.
ada pada kegiatan pengapalan, penimbunan dan Penyaluran tenaga kerja tersebut dijadwalkan pada
pemuatan sebesar 58 orang, kemudian disusul tenaga tahun 2004, dengan beberapa tahapan sesuai
kerja bidang SDM dan Umum sebesar 24 orang. keinginan dari pegawai-pegawai tersebut.
Tabel 4. Kekuatan tenaga kerja UPB Kijang menurut pendidikan (keadaan Maret 2001)
A. Pegawai tetap:
1. I A 1 1
2. I B
3. II A 1 1 2
4. IIB
5. III A 2 2 4
6. III B 1 1 2
7. IV A 2 5 8 15
8. IV B 3 1 1 5
9. V 3 4 11 3 1 22
10. VI 28 15 10 53
11. VII 8 10 34 52
12. VIII 3 9 38 50
13. IX 2 2
JUMLAH (A) = 13 13 60 37 85 208
B. Pegawai tidak tetap
14. Pegawai percobaan 1 1
15. Tenaga harian tetap 4 5 10 19
16. Tenaga harian lepas
17. Honor FT 2 1 7
18. Honor PT 1 2 2 1
19. Karyawan penunjang operasi 286
20. Tenaga lain
JUMLAH (B) = 2 8 6 12 314
C. Pensiunan 607
JUMLAH (A+B+C) 15 13 68 43 97 921
Sumber : Laporan Kekuatan Pegawai UBP Bauksit Kijang Bulan Maret 2001
32 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
dilihat dari segi usia terdapat 28 orang (28,6%) yang menambah devisa daerah dan nasional (15 orang)
berusia dari 25-35 tahun. Sedangkan untuk usia dan 2 orang menjawab isu lingkungan, yang berarti
antara 36-45 tahun terdapat 26 orang (sekitar 26,5%), dapat membangun kesadaran masyarakat untuk
rentang usia 46-56 tahun ada 44 orang (atau 44,9%). menanggulangi masalah-masalah lingkungan.
Dari segi pendidikan terlihat bahwa mayoritas Tanggapan mengenai masalah yang paling
karyawan yang menjadi responden adalah tamatan mengganggu ternyata 54 orang menjawab ada
SLTA (hampir 55,1%), SLTP kurang lebih 18,4%. masalah dan 34 menyebutkan tidak ada masalah yang
Di atas Akademi/Perguruan Tinggi (S1) masing- berarti, dan 10 orang menjawab kosong. Masalah
masing adalah 16,3%. Dari segi daerah asal, ternyata limbah sisa operasional tambang, polusi, dan debu
karyawan dari putra daerah (Kepulauan Riau) yang merupakan 3 masalah utama menurut responden.
sebesar 54,0% hampir berimbang dengan dari luar Masalah lain yang timbul dalam kegiatan UBP Bauksit
Propinsi Riau (44,9%). Kijang adalah masalah ganti tanam tumbuh dan lahan
penambangan. Berbagai masalah tersebut, menurut
SES responden, dilihat dari segi pendapatan per bulan sebagian besar responden, 95% sudah diselesaikan.
pekerjaan pokoknya, ternyata rata-rata berpendapatan
di atas Rp 1.000.000,- ada sebanyak 42,9%. Dari aspirasi dan KEB ini, hampir 95,0% responden
Sementara mayoritas pengeluaran keluarga mereka mengakui bahwa UBP Kijang sudah membantu
per bulannya adalah Rp 500.000,- – 1.000.000,- pembangunan masyarakat setempat, dengan sekitar
(52,0%). Sebagian besar dari responden tidak 85,0% reponden menyebutkan bahwa bantuan
memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat
pendapatan mereka, karena ada kebijaksanaan setempat. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang
perusahaan. dibutuhkan masyarakat pada dasarnya sudah dapat
dipenuhi/dibantu, dan bantuan tersebut dapat disebut
SPA responden dilihat dari peluang berusaha di daerah efektif, sebab apa yang sudah diberikan perusahaan
Kijang dan sekitarnya terdapat 89,8% yang ini sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
menyatakan tergantung situasi dan kondisi. Dari jajak masyarakat setempat. Bentuk bantuan yang ideal
pendapat ini juga diketahui bahwa bidang industri menurut responden adalah bantuan permodalan
merupakan bidang yang potensial untuk dikembangkan untuk usaha (69 orang menjawab demikian).
lebih lanjut. Sebagian besar responden tidak Mengenai saluran mana yang terbaik untuk
berkeberatan untuk pindah demi alasan pekerjaan menyalurkan bantuan tersebut, 59 orang menyebutkan
yang lebih baik. saluran musyawarah antara pemerintah, perusahaan
dan masyarakat.
Permasalahan yang sering muncul di dalam
masyarakat, sebagian besar responden menyatakan 4.2 Pola Alih Kerja
berupa masalah pengangguran dan kenakalan remaja
menempati 2 peringkat utama. Dari sisi kepemimpinan, Pada bagian ini akan dikemukakan hasil pengamatan
peranan Ketua RT/RW setempat dan tokoh agama atas potensi alih program kerja karyawan sehubungan
ternyata masih cukup kuat. Hal ini ditunjukkan dengan akan adanya penutupan operasional
dengan banyaknya jawaban terhadap kedua tokoh ini, penambangan UBP Bauksit Kijang. Pengamatan ini
dan juga didukung bahwa saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk melihat tanggapan kesiapan tenaga
sering dimanfaatkan adalah semacam rapat desa kerja untuk beralih kerja pada bidang-bidang yang
merupakan pilihan tertinggi, di samping media massa diinginkan. Untuk keperluan tersebut telah dilakukan
dan kumpulan keagamaan. survai terhadap 98 orang tenaga kerja perusahaan. Di
antara jumlah tersebut diketahui bahwa 63 orang adalah
Mengenai kemajuan daerah, responden umumnya pegawai tetap (64,3%) dan 35 orang lagi merupakan
menilai bahwa pembangunan sarana dan prasarana pegawai tidak tetap (35,7%). Dari data yang terkumpul,
pendidikan, tranportasi maupun perekonomian masih diketahui terdapat 8 orang (8,2%) yang ingin terus
kurang mendapat perhatian. Dari jawaban terbuka bekerja pada bidang pertambangan yang terdiri atas 6
mengenai pandangan atas keberadaan UBP Bauksit pekerja tetap atau 6,1% dan 2 orang pegawai tidak
Kijang mayoritas menjawab setuju, dengan alasan tetap atau 2,0% (Tabel 5).
utama mengurangi pengangguran/menyerap tenaga
kerja lokal (48 orang), alasan meningkatkan Untuk para pegawai tetap yang berjumlah 63 orang
perekonomian/kemakmuran daerah (37 orang), ini, terlihat bahwa bidang usaha alih kerja yang
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 33
paling banyak diminati adalah berwiraswasta, yakni pegawai (55,1%), bidang non-tambang (di luar
sebanyak 39 orang, dan bidang non-tambang (bukan wiraswasta) ada 32 orang (32,6%), bidang lainnya
wiraswasta) ada 16 orang. ada 4 orang (4,1%). Sementara yang ingin tetap di
bidang tambang ada 8 pegawai (8,2%). Untuk para
Sementara itu, untuk pegawai tidak tetap yang pegawai yang ingin tetap bekerja pada bidang
berjumlah 35 orang, terlihat bahwa bidang usaha tambang, distribusi bidang tambang yang diinginkan
alih kerjanya antara berwiraswasta dan non-tambang adalah tetap tambang bauksit (6,1%), batu bara
(di luar wiraswasta) sebanding, masing-masing 15 (1,0%), dan minyak (1,0%).
orang dan 16 orang (Tabel 6).
Sementara itu, distribusi bidang kerja baru bagi
Apabila dilihat dari keseluruhan pegawai, ternyata pegawai yang ingin berpindah kerja pada bidang non-
yang memilih untuk berwiraswasta ada sebanyak 54 tambang (di luar wiraswasta), wiraswasta dan lainnya
Pertambangan 2 4 7 0 13
Pertanian 0 2 2 0 4
Perkebunan 0 0 3 0 3
Perikanan 0 0 3 0 3
Kehutanan 0 0 0 0 0
Industri 0 0 0 0 0
Perdagangan 1 1 3 0 5
Keamanan 0 0 2 0 2
Lainnya 1 4 8 2 15
Jumlah 6 16 39 2 63
Sumber: Survai lapangan di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001
Pertambangan 0 1 1 1 3
Pertanian 0 0 0 0 0
Perkebunan 0 0 0 0 0
Perikanan 0 0 0 0 0
Kehutanan 0 0 0 0 0
Industri 0 1 1 0 2
Perdagangan 0 1 0 0 1
Keamanan 1 0 2 0 3
Lainnya 0 2 8 1 11
Jumlah 2 16 15 2 35
Sumber: Survai lapang di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001
34 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
sebagai berikut: industri (30,6%), perdagangan pendidikan 33,7%, sarana dan prasarana 23,7%, dan
21,4%, transportasi 11,2%, pariwisata 8,2%, dekat tempat tinggal 12,3%. Dalam mendorong
perikanan 7,1%, PNS/ABRI 5,1%, perkebunan 3,0%, upaya alih kerja ini ternyata hal yang paling banyak
pertanian 2,0%, lainnya 10,2%, dan kosong (tidak dibutuhkan atau yang paling banyak diminati adalah
memilih) 10,2%. Dari jawaban atas bidang kerja tersedianya modal, khususnya modal yang berbentuk
yang baru ini, 30,6% dari 98 orang menyatakan uang (35,7%) dan keterampilan melalui penyeleng-
bidang industri merupakan bidang yang diminati. garaan pendidikan dan keahlian yang relevan
Hal ini adalah wajar, sebab Sektor Industri di (33,7%). Selain itu, para pegawai juga menyarankan
Kepulauan Riau memiliki pertumbuhan dan apabila terjadi konflik, maka jalur pemecahan yang
kontribusi yang tinggi. Sedangkan bidang berikutnya terbaiknya dapat ditempuh melalui musyawarah
banyak dipilih adalah bidang perdagangan sekitar antara pemerintah-pekerja dan perusahaan (82,6%),
21,4% juga merupakan bidang usaha yang cukup kemudian disusul cukup melalui perusahaan
menjanjikan di Kepulauan Riau ini. (21,43%), melalui pemerintah/intansi terkait saja
(3,1%), dan jalur lainnya (1,0%).
Dari kajian pola alih kerja ini diperoleh informasi,
bahwa pola alih kerja cenderung ke arah bidang 4.3 Pola Transformasi Pekerja Sektor
wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar Pertambangan
55,1% dan Sektor-sektor Industri (30,6%). Pergeseran
pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan menunjukkan 4.3.1 Pengujian
perubahan peranan sektor ini yang memilki kontribusi
terbesar di Kabupaten Kepulauan Riau. Sementara Untuk mengetahui latar belakang pola transformasi
itu, pergeseran pekerja ke Sektor Industri lebih banyak pekerja sektor pertambangan akan diuji dengan
didasari oleh keterkaitan secara keahlian memiliki analisis jalur. Data yang digunakan diperoleh dari
kesamaan dengan Sektor Pertambangan. kuesioner yang disebarkan. Dalam kuesioner ini
terdapat 5 buah variabel penelitian. Nilai untuk
Secara implisit diketahui pula bahwa mental para setiap variabel tersebut, diperoleh melalui cara
pegawai sudah siap dalam menghadapi kemungkinan menjumlahkan jawaban responden dalam tiap butir
alih kerja yang merupakan suatu implikasi dari pada tiap variabel. Setelah diperoleh nilai untuk
penutupan tambang. Hal ini ditunjang juga oleh setiap variabel tersebut, maka selanjutnya dilakukan
pernyataan sikap yang secara mayoritas bernada pengubahan skala dengan menggunakan metode
positif mengenai pandangan akan masa depan suksesif interval. Kelima variabel tersebut diukur
pekerjaan di sana. Sikap optimisme mengenai masa dengan menggunakan instrumen pengukuran berskala
depan pekerjaan di Kepulauan Riau ini, secara men- ordinal, ukuran sampel untuk penelitian ini sebesar
tal, akan sangat membantu para pegawai dalam 98 orang. Oleh karena itu penghitungan koefisien
menghadapi program alih kerja ini. Dari hasil jajak korelasinya menggunakan Rank Spearman.
pendapat, ternyata sikap optimisme dimiliki oleh
tenaga kerja UBP Bauksit Kijang, jumlah pegawai Matrik Korelasi Rank Spearman untuk Lima Variabel
yang menyatakan sikap optimistis ada 55 orang (r)
(sekitar 56,0%) dan ragu-ragu berjumlah 37 orang SES SPA PER KEB AKS
ini (atau sekitar 37,8%). Terlihat juga bahwa pegawai
SES 1 -0.1053 -0.0359 -0.0550 -0.1078
yang merasa pesimistis hanya 6,0%. Hal tersebut
SPA -0.1053 1 0.0682 0.0719 -0.0262
memberi gambaran bahwa dalam alih kerja tidak
PER -0.0359 0.0682 1 0.1906 0.0091
akan timbul potensi konflik yang berarti, namun
KEB -0.0550 0.0719 0.1906 1 0.4249
dalam arti bahwa pihak-pihak yang terkait
AKS -0.1078 -0.0262 0.0091 0.4249 1
(masyarakat, pemerintah dan perusahaan) tidak boleh
berpangku tangan begitu saja, melainkan harus ada
Inverse Matrik Korelasi Rank Spearman untuk Lima
tindak lanjut untuk mendukung program alih kerja
Variabel (CR)
ini melalui penyediaan segala seuatu hal yang
dibutuhkan untuk keperluan program alih kerja ini.
SES SPA PER KEB AKS
SES 1.0247 0.1093 0.0295 -0.0063 0.1157
Dari hasil survai juga didapat suatu umpan balik
SPA 0.1093 1.0235 -0.0492 -0.0912 0.0778
bahwa untuk membantu percepatan dan kelancaran
PER 0.0295 -0.0492 1.0481 -0.2335 0.0916
program alih kerja ini terdapat beberapa hal yang
KEB -0.0063 -0.0912 -0.2335 1.2827 -0.5460
dibutuhkan tenaga kerja UBP Bauksit Kijang menurut
AKS 0.1157 0.0778 0.0916 -0.5460 1.2457
prioritasnya, yakni modal dalam bentuk uang 35,7%,
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 35
Rumusan konseptual dalam Gambar 2 menyatakan Setelah semua koefisien jalur pada substruktur ini
bahwa diagram jalur terdiri atas 3 buah substruktur diketahui, maka langkah berikutnya adalah melihat
dan melalui substruktur ini koefisien jalur dihitung. keberartian secara statistik nilai koefisien-koefisien
Penghitungan koefisien jalur untuk substruktur 1 jalur tersebut melalui uji signifikansi F sebagai
(Gambar 3) adalah: berikut. Berdasarkan kerangka wacana konseptual
sebelumnya, akan dilihat apakah koefisien jalur pada
PPER-SES = (CRSES-SES x rPER-SES)+ (CRSES-SPA x rPER-SPA) substruktur 1 ini benar-benar berarti (secara statistik)
= (1.0247 x -0.0359 )+( 0.1093x atau tidak. Oleh karena itu dipasangkan perumusan
0.0682) hipotesis sebagai berikut:
= 0.0293
PPER-SPA = (CRSPA-SES x rPER-SES)+ (CRSPA-SPA x rPER- H0 : PPER-SES = PPER-SPA = 0 (artinya koefisien jalur
SPA ) = 0.0659 tidak berarti)
H1 : PPER-SES ≠ PPER-SPA ≠ 0
Pengaruh variabel lainnya terhadap PER (di luar SES
dan SPA) dilambangkan dengan PPER-ε1, dihitung Statistik uji yang digunakan adalah :
dengan cara
k
2
( n − k − 1) ∑ P x x r x x
PPER - ε1 = 1-R PER - SES - SPA
0 i
i=1
0 i
F =
k
Di mana : k (1 − ∑ P x 0x i r x 0x i )
i=1
R2 PER - SES - SPA = 0,00635
Sehingga PPER-ε1 = 0,997 ( 98 − 2 − 1) x ( 0 . 00635 )
= = 0,3036
2( 1 − 0 . 00635 )
ε1
Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:
36 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
Pada substruktur 3 (Gambar 5) tersebut akan dihitung
PPERSES
SES PER semua koefisien jalur yang memberikan pengaruh
terhadap variabel AKS. Penghitungan koefisien jalur
PKEB-SES
untuk substruktur 3 ini adalah sebagai berikut:
PKEB-PER PPER-ε1
rSES-SPA ε1 ε2
PAKS-SES = (CRSES-SES x rAKS-SES) + (CRSES-SPA x
PPER-SPA
SPA rAKS-SPA) + (CRSES-PER x rAKS-PER) + (CRSES-
KEB
PKEB-ε2 KEB x rAKS-KEB) = -0.1157
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 37
Statistik uji yang digunakan adalah : H0 : PAKS-SPA = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti)
H1 : PAKS-SPA = ≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)
k
( n − k − 1) ∑ P x 0x i r x 0 x i
( 98 − 4 − 1)( 0 .2020)
F = i =1
= = 11,77 Statistik uji yang digunakan adalah :
k 4 (1 − 0 .2020 )
k (1 − ∑ P x 0xi rx 0x i ) P AKS − SPA
i= 1 t2 =
2
(1 − R AKS − SES − SPA − PER − KEB )(CRSPA − SPA )
Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:
( n − k − 1)
Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1 − 0 . 0778
= = − 0. 7436
Karena F > Fa;k;(n-k-1), maka H0 ditolak, artinya semua ( 1 − 0 . 2020 )( 1. 0235 )
koefisien jalur pada Substruktur 3 ini tidak sama ( 98 − 4 − 1)
dengan nol. Atau dalam kata lain, ada beberapa
variabel dari SES, SPA, PER dan KEB ini memiliki Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabel
pengaruh yang berarti terhadap variabel AKS. t untuk t(1-α);93, yang diperoleh untuk t(1-0.05);93 =
1,989. Dengan aturan keputusan : terima H 0 jika t-
Karena hasil uji keberartian koefisien jalur pada hitung berada dalam interval –1,989 <t-hitung<
substruktur 3 ini menunjukkan hasil yang signifikan, 1,989. Karena t-hitung berada dalam interval –1,989
maka selanjutnya adalah mencari koefisien jalur <t-hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan
mana yang sebenarnya tidak sama dengan nol. kata lain koefisien jalur PAKS-SPA bernilai nol atau
Langkah yang disarankan adalah dengan melakukan tidak berarti.
uji individu terhadap semua koefisien jalur pada
substruktur 3 ini, dengan cara sebagai berikut: Pengujian koefisien jalur PER ke AKS atau PAKS-PER
Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:
Pengujian koefisien jalur SES ke AKS atau PAKS-SES
Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut: H0 : PAKS-PER =0 (artinya koefisien jalur tidak
berarti)
H0 : PAKS-SES = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti) H1 : PAKS-PER =≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)
H1 : PAKS-SES ≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)
Statistik uji yang digunakan adalah :
Statistik uji yang digunakan adalah :
P AKS − PER
t3 =
P AKS − SES 2
t1 = (1 − R AKS − SES − SPA − PER − KEB )( CRPER − PER )
2
(1 − R AKS − SES − SPA − PER − KEB )( CRSES− SES ) ( n − k − 1)
( n − k − 1)
− 0 . 0876
− 0 . 1157 = = − 0. 9236
= = − 1 . 1055 ( 1 − 0. 2020 )( 1 . 0481 )
( 1 − 0 . 2020 )(1. 0247 )
( 98 − 4 − 1)
( 98 − 4 − 1)
Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-α);93,
Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabel maka t-hitung berada dalam interval –1,989 <t-
t untuk t(1-α);93 , yang diperoleh untuk t(1-0.05);93 hitung< 1,989 sehingga H0 diterima. Atau dengan
=1,989. Aturan keputusan : terima H0 jika t-hitung kata lain koefisien jalur PAKS-PER bernilai nol atau tidak
berada dalam interval –1,989 <t-hitung< 1,989. berarti.
Karena t-hitung berada dalam interval –1,989 <t-
hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan kata Pengujian koefisien jalur KEB ke AKS atau PAKS-KEB
lain koefisien jalur PAKS-SES bernilai nol atau tidak Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut :
berarti.
H0 : PAKS-KEB =0 (artinya koefisien jalur tidak
Pengujian koefisien jalur SPA ke AKS atau PAKS-SPA berarti)
Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut: H1 : PAKS-KEB = ≠ 0 (artinya koefisien jalur berarti)
38 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
Statistik uji yang digunakan adalah : oleh SES, SPA dan PER. Kedua hal ini dapat
ditunjukkan dengan adanya pengaruh residu masing-
P AKS − KEB masing yang sangat besar, yakni masing-masing untuk
t4 =
(1 − R
2 PER adalah sebesar 99,4% dan untuk KEB adalah
AKS − SES − SPA − PER − KEB )(CR KEB − KEB )
sebesar 95,6%. Dalam kasus ini, ternyata faktor
( n − k − 1) kewilayahan tidak memiliki pengaruh terhadap
kondisi sosial ekonomi pekerja. Begitu pula, faktor
0 . 4432
= = 3 . 786 kewilayahan, sosial ekonomi, dan persepsi pekerja
(1 − 0 . 2020 )( 1 . 2827) tidak memiliki pengaruh terhadap kebutuhan alih
kerja para pekerja UBP Bauksit Kijang. Dalam proses
( 98 − 4 − 1)
transformasi sektoral, mereka justru hanya
Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-a);93, mengandalkan berbagai macam kebutuhan yang
maka t-hitung berada diluar interval –1,989 <t- diperlukan dalam proses alih kerja tersebut.
hitung< 1,989 sehingga H0 ditolak. Atau dengan
kata lain koefisien jalur PAKS-KEB bernilai tidak nol Dari hasil pengujian, hanya variabel KEB saja yang
atau berarti. memiliki cukup bukti dalam mempengaruhi AKS.
Besar pengaruhnya secara langsung adalah sebesar
4.3.2 Analisis 19,64%. Ini menjelaskan bahwa pergeseran pekerja
UBP Bauksit Kijang ke Sektor Pertambangan lainnya
Wacana konseptual yang diajukan pada penelitian (bukan bauksit) dan sektor non-tambang hanya
ini tidak seluruhnya dapat dibuktikan. Namun dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yang
setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal,
yakni: pendidikan, peralatan dan lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa keahlian di sektor pertambangan
a) Variabel SES dan variabel SPA memiliki masih belum menjadi jaminan para pekerja UBP
hubungan korelasi sebesar –0,1053, namun Bauksit Kijang dalam pola alih kerjanya ke sektor
tidak signifikan. Artinya tidak terdapat bukti non-tambang, atau masih membutuhkan tambahan
yang cukup adanya hubungan korelasional pendidikan keahlian dan peralatan. Sementara itu,
antara keduanya. faktor-faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan
b) SES dan SPA tidak memiliki hubungan pengaruh persepsi mereka tidak memiliki pengaruh sama sekali.
yang signifikan terhadap PER, baik secara Masalah ini muncul karena dilatarbelakangi oleh
sendiri-sendiri maupun bersama-sama. beberapa faktor, antara lain: banyak pekerja yang akan
c) Variabel SES, SPA dan PER tidak memiliki kembali ke daerah asalnya (di luar Pulau Bintan),
pengaruh yang berarti terhadap KEB, baik secara penghasilan sektor non-tambang kurang menjanjikan,
sendiri-sendiri maupun bersama-sama. kecenderungan alih kerja ke Sektor Jasa dan
d) Variabel SES, SPA, dan PER tidak memiliki Perdagangan yang tidak didukung faktor wilayah
pengaruh yang signifikan terhadap AKS baik (spasial) dan lainnya.
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
kecuali variabel KEB sendiri dengan besar
pengaruh yang sebesar 19,6%. 5. KESIMPULAN
Dari hasil analisis pada substruktur 1 dan substruktur Dari hasil kajian diperoleh hasil pola alih kerja dan
2 di atas diketahui tidak ada koefisien jalur yang latar belakang proses transformasi pekerja UBP
signifikan secara statistik. Atau dengan kata umum, Bauksit Kijang pada masa memasuki pascatambang.
dapat dikatakan bahwa pada penelitian pola
transformasi tenaga kerja sektor pertambangan pada 1) Pola alih kerja cenderung ke arah bidang
masa memasuki pascatambang ini tidak terdapat wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar
bukti yang cukup dilatarbelakangi oleh variabel SES, 55,1% dan Sektor Sektor Industri (30,6%).
SPA dan PER, karena tidak ada hubungan pengaruh
yang signifikan dari SES, SPA, dan PER terhadap AKS. 2) Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan
Selain itu, juga tidak terdapat bukti yang memadai menunjukkan perubahan peranan sektor ini yang
(secara statistik) bahwa PER dipengaruhi oleh SES, memiliki kontribusi terbesar di Kabupaten
SPA dan KEB. Sementara itu, KEB tidak dipengaruhi Kepulauan Riau.
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 39
3) Pergeseran pekerja ke Sektor Industri lebih banyak DAFTAR PUSTAKA
didasari oleh keterkaitan secara keahlian
memiliki kesamaan dengan Sektor Pertambangan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau
2000, Kabupaten Kepulauan Riau dalam Angka
4) Latar belakang proses transformasi pekerja UBP 1999, Tanjung Pinang.
Bauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh faktor -
faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan persepsi Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau
terhadap sektor non-tambang. Faktor - faktor yang 2000, Monografi Kecamatan di Kabupaten
berpengaruh adalah : modal kerja, pendidikan, Kepulauan Riau Tahun 2000, Tanjung Pinang.
peralatan dan faktor lain untuk dapat siap kerja
di luar tambang bauksit. Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau dan Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Universitas Riau
Sementara itu, latar belakang proses transformasi 1999, Rencana Pembangunan Lima Tahun
pekerja UBP bauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh 1999/2000-2003/2004 Kabupaten Dati II
faktor-faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan Kepulauan Riau. Tanjung Pinang.
persepsi mereka terhadap sektor non-tambang. Justru,
dalam proses transformasi sektoral tersebut hanya Hair, J.F. 1992, Multivariate Data Analysis. Max-
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yang well Mac Millan.
diperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal,
pendidikan, peralatan dan lainnya. Faktor wilayah PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan PT. Bita Bina
(sumber daya alam), sosial ekonomi dan persepsi Semesta 2000, Studi Persiapan Pemanfaatan
pekerja terhadap sektor non-tambang bagi tenaga Aset-aset PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. di
kerja UBP Bauksit Kijang tidak menjadi penentu Pulau Bintan, Jakarta.
dalam menyelesaikan pola alih kerja dan proses
transformasi pekerja secara sektoral. Tetapi mereka Purnama, D. dkk. 2000, Menanam Harapan di Bumi
masih memerlukan berbagai kebutuhan dalam alih Riau, Badan Koordinasi Penanaman Modal
kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa keahlian di Daerah, Pekanbaru.
sektor pertambangan masih belum menjadi jaminan
bagi para pekerja UBP Bauksit Kijang dalam pola Rachbini, Didik J. 1989, “Dilema Transformasi
alih kerjanya ke sektor non-tambang, masih Ketenagakerjaan”, Prisma No. 5 Tahun XVIII,
membutuhkan pendidikan keahlian dan peralatan. 1989, LP3ES, Jakarta.
Masalah ini muncul karena beberapa faktor, antara
lain: banyak pekerja yang akan kembali ke daerah Sigit, Hananto 1989, “Transformasi Tenaga Kerja di
asalnya (di luar Pulau Bintan), secara sosial ekonomi Indonesia Selama Pelita”, Prisma No. 5 Tahun
mereka termasuk di atas rata-rata penduduk XVIII, 1989, LP3ES, Jakarta.
Kabupaten Kepulauan Riau, sementara itu
penghasilan sektor non-tambang kurang menjanjikan, UBP Bauksit Kijang PT. Aneka Tambang (Persero)
kecenderungan alih kerja ke Sektor Jasa dan Tbk. 2001, Program Penutupan dan
Perdagangan merupakan sektor unggulan yang tidak Pascatambang UBP Bauksit Kijang, Bahan
didukung faktor wilayah (sumber daya alam) dan Presentasi pada DPRD dan Pemerintah
lainnya. Kabupaten Kepulauan Riau. Kijang.
40 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 – 40
ANALISIS JALUR TRANSPORTASI BATU BARA UNTUK
INDUSTRI TEKSTIL DI KOTA/KABUPATEN BANDUNG
TRISWAN SUSENO
SARI
Meningkatnya kepadatan lalu lintas jalur Cirebon-Sumedang-Bandung dan longsor adalah kendala yang dapat
menghambat pengiriman batu bara dari pemasok (Cirebon) ke penggunanya (industri tekstil) di Bandung.
Dalam upaya menjamin kelancaran pemasokan-kebutuhan batu bara dari Cirebon ke Bandung, telah dilakukan
pengkajian terhadap 5 jalur alternatif transportasi batu bara untuk dikaji kelayakannya baik dari segi fisik jalan
maupun biaya pengiriman. Berdasarkan hasil kajian tersebut, ternyata dari 5 jalur alternatif hanya 3 jalur yang
layak digunakan untuk mengirim batu bara ke industri tekstil di Bandung, yaitu jalur Cirebon-Cikampek-
Bandung dengan biaya Rp. 55.000,00 per ton-km, jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong dengan
biaya Rp. 81.000,00 per ton-km dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung dengan biaya Rp. 40.000,00
per ton-km.
ABSTRACT
A lot of textile industries in the Bandung area have been using coal to substitute fuel oil for their burners. The
coal is supplied by suppliers located at Cirebon which transport the coal by the dump trucks from their
stockyards at Cirebon to the textile’s stockyards in Bandung area. Until now, the coal transportation passes the
conventional line of Cirebon-Sumedang-Bandung, but this line is very crowded and threatened with landslides
at two points, Cadas Pangeran and Nyalindung. To maintain sustainable coal supply, a study on five
alternatives of coal transportation lines has been done to decide the most feasible line. Based on this study,
besides the conventional line there are three feasible alternative lines that could be suggested : Cirebon-
Cikampek-Bandung line with cost of Rp 55,000.- per ton-km, Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong-
Bandung line with cost of Rp 81,000.- per ton-km, and Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung line with cost
of Rp 40,000.- per ton-km.
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 41
sebagai bahan bakar pada boiler. Berdasarkan data 3. PEMASOKAN-KEBUTUHAN BATU
yang diperoleh dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia BARA CIREBON-BANDUNG
(API) Bandung, pada tahun 2003 di wilayah Bandung
tercatat ada sebanyak 18 perusahaan yang telah 3.1 Pemasok Batu Bara
menggunakan batu bara dengan kebutuhan sebesar
274.163 ton. Hingga tahun 2004, bertambah Pemasokan batu bara dimulai dari produsen batu
sebanyak 20 perusahaan tekstil yang menggunakan bara yang mengoperasikan tambangnya di lokasi-
batu bara sebagai bahan bakar untuk boilernya. lokasi penambangan di Kalimantan Selatan, seperti
Pemakaian batu bara hingga bulan Juni tahun 2004 PT. Arutmin, PT. Adaro dan Koperasi Unit Desa, di
tercatat sebesar 245.364 ton (Asosiasi Pertekstilan Kalimantan Selatan dengan kualitas yang diterima
Indonesia, 2004). Tercatat 7 perusahaan yang pal- di lokasi pemakai berkisar antara 5400-6600 kkal/kg
ing banyak menggunakan batu bara yaitu PT. (Sudarto, 2004). Melalui kontrak pembelian yang
Kahatex, PT. Panasia Filamen Inti, PT. Ayoe Taihotex, telah disetujui sebelumnya, batu bara hasil
PT. Bintang Agung, PT. Central Georgete Nusantara, penambangan ini dikirim ke lokasi yang telah
Dewasuteratex dan PT. Trisulatex (Dinas Tenaga ditentukan oleh para pembeli. Untuk pembeli yang
Kerja Kota dan Kabupaten Bandung, 2004). berlokasi di Cirebon maka tujuan pengirimannya
adalah pelabuhan Cirebon.
Untuk saat ini, pemasokan batu bara ke beberapa
industri tekstil masih tampak lancar. Akan tetapi, Batu bara yang dihasilkan dari tambang, diangkut
apabila seluruh perusahaan tekstil di Kota/Kabupaten dengan truk ataupun ban berjalan (belt coveyor)
Bandung telah menggunakan batu bara, maka menuju terminal batu bara di pelabuhan. Di termi-
kelancaran pemasokan batu bara harus tetap terjaga nal tersebut batu bara akan ditimbun sementara
ketersediaannya. Selain jaminan pemasokan batu untuk menunggu dikirim ke lokasi pembeli. Pada
bara, sarana transportasi seperti jalan dan kendaraan saat akan dikirim ke lokasi pembeli, batu bara
sangat mempengaruhi kelancaran pengiriman batu tersebut dimuat ke atas tongkang untuk diangkut
bara di masa mendatang sehingga penanggulangan menuju pelabuhan Cirebon. Tongkang yang
sarana transportasi harus dilakukan sejak dini. Oleh digunakan mempunyai kapasitas angkut yang
karena itu, penulis akan mencoba melakukan bervariasi antara 5000 MT - 8000 MT. Setelah
pengkajian/simulasi terhadap berbagai kemungkinan tongkang tersebut bersandar di dermaga pelabuhan
jalur transportasi pengiriman batu bara dari lokasi Cirebon, muatan batu bara dibongkar dan diangkut
pemasokan (Cirebon) ke lokasi pemakai (industri menuju stockyard yang dimiliki oleh para pembeli.
tekstil) di Kota dan Kabupaten Bandung. Model ini Secara keseluruhan jumlah batu bara yang diterima
dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah oleh pelabuhan Cirebon mencapai 150.000 ton per
daerah dalam mengurangi tingkat kepadatan lalu bulan.
lintas akibat bertambahnya kebutuhan batu bara
untuk industri tekstil di daerah ini. Pengiriman dengan tongkang biasanya dilakukan
dengan menggunakan jasa perusahaan angkutan laut
yang dibiayai oleh pembeli. Hal ini dilakukan karena
2. DATA DAN MODEL ANALISIS perusahaan tambang biasanya hanya menyediakan
layanan pemuatan ke atas tongkang saja (Free on
Untuk mengetahui jalur transportasi yang akan Board). Demikian pula pembongkaran muatan batu
menjadi alternatif pengiriman batu bara dari Cirebon bara dari atas tongkang dan pengangkutannya menuju
ke Bandung, penulis menelusuri 5 jalur transportasi stockyard dibiayai oleh pembeli.
yang mungkin dapat dilalui. Data/informasi yang
berkaitan dengan perusahaan pemasok di Cirebon dan Setelah batu bara tersebut berada di stockyard, baru
keberadaan perusahaan tekstil di Bandung diperoleh kemudian didistribusikan ke para konsumen, yaitu
dengan cara melalukan penelitian (survai) ke lokasi industri-industri tekstil di wilayah Jawa Barat dan
tersebut. Data sekunder diperoleh dari Dinas Tenaga wilayah lainnya.
Kerja Kota/Kabupaten Bandung, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan dan Asosiasi Pertekstilan Indone- Untuk industri tekstil di wilayah Jawa Barat, pasokan
sia Propinsi Jawa Barat. Model yang digunakan untuk batu bara dilakukan oleh pembeli yang berlokasi di
menganalisis jalur alternatif adalah Model Jaringan Cirebon. Sebagian pembeli juga bertindak/merangkap
(Gaspersz, 1990). sebagai pemasok (supplier) bagi pabrik-pabrik tekstil
42 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 47
di wilayah Bandung, Cimahi, Purwakarta, dan Secara keseluruhan jumlah stockyard di Cirebon
wilayah Jawa Tengah. Oleh karena itu, pemasok mencapai 14 buah dengan kapasitas setiap stockyard
tersebut membangun lokasi penyimpanan (stockyard) berkisar antara 3000-5000 ton. Kalau kapasitas rata-
yang berlokasi tidak jauh dari pelabuhan, yaitu di ratanya adalah 4000 ton, maka jumlah kapasitas
tepi jalan raya Losari dengan kapasitas yang bervariasi stockyard Cirebon akan mencapai 46.000 ton. Di
antara 3.000–5.000 ton. Di samping itu, lokasi sisi lain, konsumsi batu bara oleh pabrik tekstil rata-
tersebut berdekatan dengan gerbang tol Kanci rata mencapai 1.372 ton per hari atau 41.160 ton
sehingga mempermudah pengiriman batu bara ke per bulan. Angka ini lebih rendah dari konsumsi batu
luar daerah. Di lokasi ini, tercatat 8 buah pemasok bara oleh pabrik tekstil di wilayah Bandung yang
berada di sebelah timur tol Kanci dan 2 buah tercatat di Pelabuhan Cirebon, yaitu 45.000 ton per
pemasok di sebelah baratnya. Di samping itu, bulan. Selisih yang terjadi sebagai akibat dari adanya
terdapat 4 buah pemasok lain yang memilih stock- penimbunan batu bara di beberapa pabrik tekstil
yard yang berlokasi di pelabuhan Cirebon. Nama sebagai cadangan pada musim hujan. Namun
dan lokasi para pemasoknya tertera pada Tabel 1. demikian selain pabrik tekstil juga terdapat konsumen
lain, di antaranya adalah : pabrik semen, pabrik kertas,
Sebagian besar perusahaan tekstil membeli batu bara pabrik ban, dan industri peleburan baja. Besar
secara langsung ke agen-agen penyedia batu bara di konsumsi tiap pabrik tersebut tertera pada Tabel 2.
wilayah Cirebon, harganya berkisar antara
Rp.300.000– Rp.400.000 per ton sampai di tempat Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stockyard
tujuan. batu bara adalah kebisingan dan debu di lokasi
Jumlah 150.000
Sumber : Sudarto, PT. Terminal Batu bara Indah, 2004, Cirebon
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 43
bersangkutan dan sekitarnya. Kebisingan berasal dari Kemungkinan lainnya adalah terjadinya gangguan
deru mesin-mesin alat berat seperti buldoser, loader, pada jalur pengangkutan batu bara dari tambang ke
dan backhoe yang sedang bekerja mengumpulkan dan pembeli di Cirebon, ke pemasok, hingga ke
memuat batu bara. Di samping itu, kebisingan juga konsumen. Gelombang laut yang besar pada musim
berasal dari deru mesin-mesin truk pengangkut batu hujan, merupakan penghambat perjalanan tongkang
bara yang kesemuanya bermesin diesel dengan batu bara menuju Cirebon. Di samping itu, gangguan
kapasitas di atas 20 ton. keamanan yang pernah terjadi di lokasi stockyard
Cirebon sebagai akibat dari konflik/benturan
Debu batu bara berasal dari butiran batu bara kepentingan dengan masyarakat setempat serta
berukuran halus, 60 – 100 mesh. Selain berukuran semakin padatnya jalur lalulintas Cirebon-Bandung
halus, debu ini juga ringan sehingga sangat mudah merupakan faktor tambahan bagi keterlambatan
terbawa angin. Untuk mengurangi debu yang pasokan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi resiko
beterbangan, maka dilakukan penyemprotan air pada gangguan pasokan dapat dilakukan melalui
stockpile maupun halaman stockyard pada periode peningkatan cadangan dan pembangunan stockyard
tertentu. Upaya lain adalah memasang dinding yang di wilayah Bandung dan sekitarnya. Stockyard
tinggi sekitar 3-4 meter di sekeliling stockyard untuk tersebut harus mampu memasok semua konsumennya
mengurangi terpaan angin yang bertiup kencang. di wilayah Bandung dan sekitarnya. Keterlambatan
pasokan dari lokasi tambang ke pelabuhan Cirebon
Penyemprotan air selain bermanfaat bagi pada musim hujan sekitar 2 minggu. Dengan
pengurangan debu yang berterbangan juga berguna demikian, cadangan di stockyard Bandung harus
untuk menurunkan suhu stockpile. Intensitas mampu menopang operasi boiler minimal selama 2
pemanasan yang berlebihan yang bersumber dari terik minggu. Jumlah minimal cadangan batu bara di
sinar matahari dapat berakibat meningkatnya suhu stockyard tersebut adalah 14 x 1372 ton = 19.208
stockpile, sehingga beresiko terjadi swa bakar (self ton.
combustion) pada stockpile tersebut. Swabakar
tersebut adalah reaksi oksidasi yang berlangsung Pada umumnya industri tekstil yang telah
secara alami pada batu bara, biasanya untuk batu memanfaatkan batu bara tidak terlepas dari
bara peringkat rendah, sehingga batu bara tersebut kekhawatiran mengenai pemasokan batu bara dan
menjadi terbakar. masalah lingkungan. Berkaitan dengan masalah
lingkungan adalah abu dasar (bottom ash) dari hasil
3.2 Pemakai Batu bara pembakaran batu bara. Perusahaan mengalami
kesulitan untuk membuang abu batu bara tersebut
Selama ini, pabrik tekstil yang mengoperasikan boiler mengingat tidak tersedianya lokasi-lokasi tempat
di wilayah Bandung memiliki cadangan batu bara pembuangan.
untuk operasi selama 4 – 8 hari, terutama pada
musim hujan. Meskipun boiler tekstil di wilayah Jika di masa mendatang semua industri tekstil di
Bandung dan sekitarnya mengkonsumsi batu bara Bandung menggunakan batu bara, maka bukan tidak
sebesar 41.160 ton per bulan (Dinas Tenaga Kerja mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam
Kota Bandung, 2004), belum ada pemasok yang pemasokan batu bara dan juga transportasinya.
membangun stockyardnya di Bandung. Dengan
demikian, seluruh boiler di wilayah ini sangat
bergantung pada pasokan batu bara dari para pemasok 4. PENGANGKUTAN BATU BARA
di Cirebon. Apabila terjadi gangguan terhadap
pasokan tersebut sehingga pasokannya terhenti Dalam pengangkutan batu bara dari tambang sampai
selama 8 hari atau lebih, maka operasi semua boiler ke konsumen diterapkan moda transportasi yang
batu bara tersebut akan terancam berhenti. beragam, yaitu transportasi darat dan laut. Berikut
adalah moda transportasi yang sedang diterapkan
Pasokan dari tambang sering mengalami untuk memasok batu bara dari tambang di Kalimantan
keterlambatan pada musim hujan antara bulan Selatan sampai di stockyard pabrik tekstil di
Oktober sampai Januari, terutama tambang berskala Bandung.
kecil yang dikelola oleh koperasi setempat. Gangguan
hujan tersebut berpengaruh langsung terhadap tingkat Dalam bagian ini akan dibahas pengangkutan batu
produksi batu bara, baik dalam operasi penggalian bara dari stockyard Cirebon sampai stockyard di
maupun pengangkutannya di daerah tambang. Bandung, sesuai dengan ruang lingkup kajian. Moda
44 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 47
transportasi seperti tertera pada Tabel 3 adalah moda 1) Jalur Cirebon-Sumedang-Jalan Cagak-Bandung
transportasi yang sedang dan telah diterapkan pada
saat ini. Dengan moda tersebut, jalur transportasi Panjang jalur ini 156 km melalui daerah pegunungan
dari Cirebon menuju Bandung dilakukan dengan truk sehingga jalan yang dilalui berkelok-kelok, penuh
melalui jalan raya. Kepadatan lalu lintas sepanjang tanjakan dan turunan. Meskipun demikian, jalur dari
jalan raya menyebabkan truk pengangkut batu bara Cirebon sampai Jalan Cagak dapat dilalui oleh truk
memerlukan waktu sekitar 6 jam untuk menempuh tronton pengangkut batu bara dengan mudah. Masalah
jalur Cirebon-Sumedang-Bandung. terbesar adalah jalur Jalan Cagak sampai Bandung,
karena jalur ini harus melalui tanjakan Emen, yaitu
Jarak tempuh truk adalah 128 km sehingga kecepatan tanjakan terpanjang dan tertinggi yang membentang
rata-ratanya adalah 21,3 km/jam. Dalam transportasi dari Ciater sampai simpang tiga ke arah Tangkuban
ini, gangguan yang sering terjadi adalah terjadinya Perahu. Truk tronton dengan muatan penuh 25 ton
kemacetan lalu lintas dan tanah longsor. Kepadatan batu bara tidak akan mampu melalui tanjakan ini.
lalu lintas pada jalur tersebut cenderung terus Oleh karena itu, jalur alternatif ini tidak dapat dipilih
meningkat seiring meningkatnya kegiatan ekonomi untuk menggantikan jalur yang telah ada.
di wilayah Bandung-Cirebon dan sekitarnya. Oleh
karena itu, kecepatan pengangkutan rata-rata terancam 2) Jalur Cirebon-Indramayu-Pamanukan-Subang-
menurun dari 21,3 km/jam pada tahun-tahun Bandung
mendatang. Jalur Cirebon – Bandung menelusuri
pinggang pebukitan, sehingga jalan yang dibangun Panjang jalur ini 207 km, jauh lebih panjang dari
sempit dan berkelok-kelok. Kondisi morfologis yang jalur alternatif sebelumya. Jalur dari Cirebon–
demikian sangat menyulitkan pemerintah setempat Indramayu–Pamanukan merupakan bagian dari jalur
untuk meningkatkan dan melebarkan jalan raya yang pantura, sehingga jalannya relatif datar dan luas.
ada. Di samping itu, lereng pebukitan yang curam Demikian pula jalur dari Pamanukan–Subang relatif
dan tersusun oleh material lepas sangat rawan datar sehingga tronton dengan mudah melaluinya.
longsor. Daerah Nyalindung (Kecamatan Paseh) dan Namun karena jalur yang tersisa yaitu Subang–
Cadas Pangeran (Kecamatan Rancakalong) di Bandung harus melalui tanjakan Emen, maka tronton
Sumedang merupakan titik-titik rawan longsor, bermuatan penuh batu bara tidak akan mampu
terutama pada musim hujan. Titik tersebut merupakan melewatinya. Dengan demikian, jalur alternatif ini
potensi gangguan terhadap pasokan batu bara ke tidak layak untuk dipilih untuk menggantikan jalur
Bandung dan sekitarnya. Pada saat terjadi longsor di yang telah ada.
titik-titik tersebut, maka jalur transportasi ke dua arah
tertutup sehingga menghambat pasokan sampai jalur 3) Jalur Cirebon-Cikampek-Bandung
normal kembali.
Jalur ini jauh lebih panjang dari jalur yang telah
ada, yaitu 231 km. Pada jalur ini pengangkutan batu
5. ANALISIS JALUR ALTERNATIF bara tidak menggunakan truk tronton, namun
TRANSPORTASI BATU BARA menggunakan kereta api. Alternatif ini dimunculkan,
karena selama ini telah tersedia jaringan rel kereta
Dengan semakin padatnya jalur transportasi Cirebon, api antara Cirebon–Cikampek–Bandung. Bila jalur
Sumedang, Bandung menyebabkan truk pengangkut ini dapat digunakan, maka pengangkutan batu bara
batu bara mengalami kesulitan dalam pengirimannya. akan menjadi lebih mudah. Pengangkutan batu bara
Oleh karena itu, dicari beberapa jalur alternatif untuk dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: batu
menentukan jalur yang paling sesuai untuk dilalui : bara dari tongkang dibongkar ke atas truk, selanjutnya
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 45
truk bergerak menuju stasiun kereta api di pelabuhan. Dari ke lima jalur alternatif tersebut, ternyata hanya
Batu bara dari atas truk dipindahkan ke atas gerbong, ada 3 jalur yang layak sebagai jalur transportasi
selanjutnya diangkut ke Bandung melalui Cikampek. pengiriman batu bara, yaitu Jalur Cirebon-Cikampek-
Stasiun batu bara yang dipilih di Bandung adalah Bandung, jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-
stasiun Gedebage.Biaya pengiriman batu bara dengan Malangbong dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-
menggunakan kereta api melalui Cikampek sebesar Bandung.
Rp. 55.000,00 per ton.
46 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 47
penyebaran industri tekstil berdasarkan luas, 2004, Indonesian Textile and Garment,
lokasi serta memperhatikan masalah-masalah Guiding Book 2002 - 2004, Bandung.
lingkungan.
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, Daftar
- Kualitas batu bara sangat berpengaruh terhadap Perusahaan Tekstil Di Kota Bandung, Bandung.
daya tahan (life time) peralatan (boiler) yang
digunakan. Konsekuensinya adalah kerusakan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004, Daftar
pada boiler dan penurunan kapasitas. Perusahaan Tekstil Di Kabupaten Bandung,
Penanganannya adalah dengan memilih/ Soreang.
membeli batu bara sesuai dengan spesifikasinya.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004,
- Proses pembakaran menjadi penyebab tingkat Statistik Industri Di Kabupaten Bandung,
pencemaran udara (gas, debu dan abu). Soreang.
Konsekuensinya adalah melampaui kadar abu
yang diijinkan (masalah lingkungan). Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, Statistik
Pananganannya dengan melakukan pengawasan Industri Di Kota Bandung, Bandung.
yang ketat terjadap kegiatan industri tekstil oleh
badan yang berwenang. Gaspersz, Vincent, 1990, Analisis Sistem Terapan,
Edisi pertama, Tarsito, Bandung, hal. 326 - 352.
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 47
Petunjuk Bagi Penulis
1. Naskah dan berkas dalam file dikirim ke Pemimpin 7. Nama penulis diketik pada halaman pertama di
Redaksi Jurnal tekMIRA, Jl. Jend. Sudirman No. 623 bawah judul naskah. Nama organisasi, alamat, nomor
Bandung 40211. Naskah dalam file akan sangat telepon dan faksimili, serta alamat e-mail (bila ada).
membantu dalam proses peredaksian.
8. Intisari naskah (abstract) memuat ringkasan yang
2. Naskah harus asli dan belum pernah diterbitkan jelas dari naskah tersebut serta ditulis dalam Bahasa
dalam publikasi lain. Judul naskah harus bersifat Indonesia dan Inggris.
deskriptif dan ringkas.
9. Hanya rumus matematika yang penting yang
3. Redaksi akan melakukan seleksi dan memberitahukan dimuat dalam naskah.
ke penulis, bila naskah sudah diterima atau naskah tidak
sesuai untuk penerbitan ini. 10. Daftar pustaka ditulis secara alfabet dengan huruf
pertama (bila penulis lebih dari seorang). Urutan
4. Naskah diketik dalam dua spasi menggunakan penulisan : nama penulis, judul referensi, penerbit,
kertas ukuran A4 dengan lebar margin kanan dan kota tempat buku diterbitkan dan tahun penerbitan.
atas 3 cm serta kiri dan bawah 2 cm.
11. Hanya artikel-artikel yang dipublikasikan yang
5. Gambar dan tabel harus diberi judul dengan jelas dimasukkan sebagai referensi. Bilamana mengacu
dan dalam kertas terpisah serta ditunjukkan kepada artikel yang tidak dipublikasikan agar
mengenai penempatan gambar dan tabel tersebut dijelaskan cara memperoleh bahan tersebut.
dalam naskah tulisan. Foto harus jelas dan siap
untuk dicetak (tidak dalam bentuk negatif film). 12. Catatan kaki supaya dihindarkan.
Peta maksimum berukuran A4 dan harus memakai
skala. Semua huruf dalam peta harus jelas dan bila 13. Izin untuk memproduksi hak cipta material adalah
ukuran peta harus diperkecil, tinggi huruf dalam tanggung jawab penulis. Pengutipan seminimal
peta tersebut tidak lebih kecil dari 1,5 mm. mungkin. Bila pengutipan melebihi 250 kata penulis
harus memperoleh izin tertulis dari penerbit dan
6. Jumlah halaman naskah tidak ditentukan. Naskah penulis referensi yang bersangkutan.
ditulis secara ringkas sesuai isinya.