Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DAN KEPIAWAIAN BISNIS INTERNASIONAL

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional


Dosen Pengampu: Norlela, M.Pd

Oleh:
Kelompok 05

1. Muhammad Subhan 1687203015


2. Nur Aisyah Amini 1687203066
3. Cori Alya Ramanda 1687203070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH SAMPIT
2019
MAKALAH
KEPEMIMPINAN DAN KEPIAWAIAN BISNIS INTERNASIONAL

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional


Dosen Pengampu: Norlela, M.Pd

Oleh:
Kelompok 05

1. Muhammad Subhan 1687203015


2. Nur Aisyah Amini 1687203066
3. Cori Alya Ramanda 1687203070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH SAMPIT
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul Kepemimpinan dan Kepiawaian Bisnis Internasional.
Makalah ini diajukan guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu untuk mata kuliah Ekonomi Internasional. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati
dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Sampit, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Perilaku Individu dalam Bisnis Internasional .................................. 3
B. Motivasi dalam Bisnis Internasional ............................................... 7
C. Kepemimpinan dalam Bisnis Internasional ..................................... 9
D. Pengambilan Keputusan dalam Bisnis Internasional ..................... 11
E. Kelompok dan Tim dalam Bisnis Internasional ............................ 15
BB III PENUTUP ........................................................................................... 18
A. Kesimpulan .................................................................................... 18
B. Saran .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai dampak dari perdagangan bebas adalah terbukanya kegiatan
bisnis di berbagai negara yang berbeda. Tidak adal lagi batas negara dalam
perdagangan internasional, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
telah mendukung terciptanya bisnis internasional secara cepat. Timbulnya
bisnis internasional pada awalnya karena adanya kebutuhan suatu negara
yang tidak bisa dipenuhi oleh negara itu sendiri. Namun seiring dengan
perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup manusia, telah merubah
pola perdagang internasional menjadi bisnis dalam artian mencari
keuntungan diberbagai belahan dunia manapun.
Perdagangan internasional telah membagi kerja dunia, yang mana
negara-negara maju sebagai negara yang memproduksi produk industri
sedangkan negara berkembang berperan sebagai negara pemasok bahan
baku untuk industri negara maju. Globalisasi perdagangan merupakan
peluang dalam mengembangkan usaha dan pemasaran bagi perusahaan
yang mampu bersaing, namun juga akan menjadi tantangan bagi perusahaan
atau negara yang tidak mempunyai daya saing tinggi.
Perkembangan bisnis internasional yang memasuki lintas negara,
tentu tidaklah terjadi segampang yang dilihat, karena banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan untuk memulai bisnis internasional. Hal itu
dikarenakan bisnis internasional akan melibatkan manusia lintas negara
yang tentu akan berbagai macam pula corak perilaku, budaya dan
agamanya. Maka berkaitan dengan hal tersebut penulisan makalah ini akan
membahas mengenai kepemimpinan dan kepiawaian bisnis internasional.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku individu dalam bisnis
internasional?
2. Apa yang dimaksud dengan motivasi dalam bisnis internasional?
3. Jelaskan tentang kepemimpinan dalam bisnis internasional?
4. Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam bisnis internasional?
5. Jelaskan tentang kelompok dan tim dalam bisnis internasional?

C. Tujuan Penullisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
perilaku individu dalam bisnis internasional, motivasi dalam bisnis
internasional, bagaimana kepemimpinan dalam bisnis internasional, cara
pengambilan keputusan dalam bisnis internasion, serta kelompok dan tim
dalam bisnis internasional. Di samping itu makalah ini juga bertujuan untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu untuk mata kuliah
Ekonomi Internasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perilaku Individu dalam Bisnis Internasional


Perilaku dalam bisnis internasional sangat dipengaruhi oleh
berbagai perbedaan individu dimensi khusus atau karekteristik seseorang
yang mempengaruhi orang tersebut.
1. Perbedaan Kepribadian dalam Berbagai Budaya
Personality (kepribadian) adalah atribut psikologis yang relatif
stabil yang membedakan seseorang dengan orang lain. Ada perdebatan
psikolog yang sering ditunjukkan dengan pertanyaan “nature versus
nurture” (sifat keturunan versus pengaruh lingkungan) tentang seberapa
jauh atribut kepribadian itu diturunkan secara biologis (argumen
“nature”) atau dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya tempat orang
itu dibesarkan (argumen “nature”). Dalam dunia nyata, baik faktor
biologis maupun faktor lingkungan memainkan peran penting dalam
membentuk kepribadian seseorang.
Lima besar ciri-ciri kepribadian. Para psikolog telah
mengindentifikasi hampir ribuan dimensi dan ciri kepribadian yang
membedakan seseorang dari orang lain. Namun, dalam beberapa tahun
terakhir ini, para peneliti berfokus pada lima ciri kepribadian
fundamental yang relevan bagi organisasi.
a. Agreeableness (kemampuan bersosialisasi) menunjukkan
kemampuan seseorang untuk bergaul secara baik dengan orang lain.
Agreebleness membuat seseorang dapat bersikap lembut,
kooperatif, memahami, dan bersikap baik dalam berhubungan
dengan orang lain, tetapi ketiadaan ciri ini akan berakibat seseorang
yang menjengkelkan, bertemperamen buruk dan tidak kooperatif
terhadap orang lain.
b. Consientiousness (sifat berhati-hati) menunjukkan keteraturan dan
ketelitian yang dilakukan seseorang dalam melakukan aktivitasnya.

3
Ciri ini mengukur apakah seseorang terorganisir, sistematis,
bertanggung jawab, memiliki disiplin tinggi, atau sebaliknya.
c. Emotional stability (kestabilan emosi) yang membuat seseorang
seimbang, tenang, tabah, dan merasa aman. Seseorang yang
memiliki kstabilan emosi kurang akan mudah gelisah, merasa tidak
aman, reaktif, dan memiliki mood yang sangat berubah-ubah.
d. Extroversion (ekstrovert) tingkat kenyaman seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain, menunjukkan bahwa seseorang
mudah bergaul, banyak bicara, dan tegas.
e. Openness (keterbukaan) menunjukkan kelakuan seseorang terhadap
keyakinan yang dan rentang dan minat dimilikinya ide. Keyakinan
dan sikap mereka sebagai akibat adanya informasi baru, mereka
yang kurang terbuka tidak mudah menerima ide baru dan kurang
ingin mengubah pemikiran mereka.
Selain lima besar tersebut ada juga beberapa ciri kepribadian
yang mempengaruhi perilaku dalam organisasi.
a. Locus of control (tempat pengendalian) adalah seberapa jauh
seseorang yakin perilkunya memiliki dampak nyata terhadap apa
yang terjadi. Beberapa orang percaya jika mereka bekerja keras,
mereka akan sukses. Mereka juga yakin bahwa orang yang gagal
karena kurangnya motivasi. Orang yang percaya bahwa hidup
seseorang dikendalikan oleh dirinya sendiri dikatakan sebagai orang
yang memiliki internal locus of control. Orang yang berpikir bahwa
kekuatan di luar kendalinya mengaturkan apa yang terjadi padanya
dikatakan sebagai orang yang memiliki external locus of control.
b. Self-efficacy (efektivitas pribadi) adalah karekteristik kepribadian
yang berhubungan namun sedikit berbeda. Self-efficacy
menunjukkan keyakinan seseorang tentang kemampuan tugas.
Orang yang dengan sifat self-efficacy yang tinggi yakin bahwa ia
mampu mengerjakan tugas khusus dengan baik, sementara orang
dengan self-efficacy yang rendah cenderung meragukan

4
kemampuannya untuk melaksanakan tugas. Beberapa orang
memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) yang lebih tinggi daripada
orang lain. Keyakinan akan kemampuan mereka untuk mengerjakan
tugas secara efektif berakibat pada keadaan mereka lebih percaya
diri dan lebih mampu memfokuskan perhatiannya pada kinerja.
c. Authoritarianism (otoriterianisme) yang tingkat kepercayaan
seseorang bahwa perbedaan kekuasaan dan status layak terjadi
dalam sistem sosial hierarkis, seperti organisasi bisnis.
d. Self-esteem (harga diri) adalah tingkat kepercayaan seseorang
bahwa ia berharga dan berjasa. Seseorang yang memiliki rasa harga
diri yang tinggi kemungkinan mencari pekerjaan dengan status yang
lebih tinggi, dan memperoleh kepuasaan intristik yang lebih besar
atas pencapaiannya. Sebaliknya, orang yang memiliki rasa harga diri
yang lebih rendah mungkin puas untuk tetap dengan pekerjaan
dengan level yang lebih rendah, kurang percaya diri dengan
kemampuannya, dan berfokus lebih pada penghargaan yang sifatnya
ekstrinsik.
2. Sikap dalam Berbagai Budaya
Dimensi lain dari individu-individu dalam organisasi adalah
sikap mereka. Sikap (attitude) adalah sekumpulan keyakinan dan
perasaan yang dimiliki seseorang tentang ide, situasi, atau orang lain.
Beberapa sikap sangat berakar dan berlangsung lama namun beberapa
sikap juga dapat dibentuk atau diubah dengan cepat. Misalnya sikap
terhadap partai politik atau isu-isu sosial penting seperti pengendalian
polusi atau aborsi, akan berubah dalam dalam jangka waktu yang cukup
lama. Sikap adalah penting karena sikap menunjukkan cara kebanyakan
orang dapat mengekpresikan perasaannya.
a. Kepuasaan Kerja
Sikap ini sangat penting dalam kebanyakan organisasi adalah sikap
yang mencerminkan tingkat kepuasaan kerja. Kepuasaan atau
ketidakpuasaan kerja adalah sikap yang mencerminkan tingkat

5
kepuasaan atau pemenuhan seseorang atas pekerjaannya. Riset
ekstensif tentang kepuasaan kerja menunjukkan bahwa sikap
tentang seseorang terhadap kepuasaan kerja ditentukan oleh faktor-
faktor peronal, seperti kebutuhan dan aspirasi individu dan faktor-
faktor organisasi seperti hubungan dengan rekan kerja dan atasan
dan kondisi kerja, kebijakan kerja dan kompensasi.
Seorang karyawan yang puas cenderung rajin bekerja, membuat
kontribusi yang positif, dan bertahan lama di organisasi tersebut.
Sebaliknya, karyawan yang kurang puas lebih sering tidak masuk
kerja, mengalami stress yang menganggu rekan kerjanya, dan selalu
berusaha mencari pekerjaan lain. Namun, kepuasan kerja yang
tinggi tidak selalu mengarah pada kinerja yang baik.
b. Komitmen Terhadap Organisasi
Sikap penting lain yang berhubungan dengan pekerjaan adalah
komitmen terhadap organisasi (organizational commitment), yang
mencerminkan idenfikasi dan loyalitas seseorang terhadap
organisasi.
3. Persepsi Dalam Berbagai Budaya
Salah satu faktor penting dari sikap adalah persepsi individu
terhadap objek yang membentuk sikap. Persepsi adalah proses dimana
individu menyadari dan mengintreprestasikan infromasi tentang
lingkungan. Persepsi tentu saja berawal ketika kita melihat, mendengar,
menyentuh, mencium, atau mencicipi sesuatu. Namun, setiap orang
menginterprestasikan kesadaran tersebut melalui proses penyaringan
yang unik pada orang tersebut.
Streotipe adalah proses persepsi umum mempengaruhi bisnis
internasional. Streotipe terjadi jika kita membuat kesimpulan tentang
diri seseorang menurut satu atau lebih karakter yang dimiliki orang
tersebut. Contohnya beberapa orang di Amerika Serikat memiliki
stereotipe bahwa manajer Jepang bekerja sepanjang waktu, manajer
Swiss sangat terorganisasi dan manajer Perancis sangat elitis. Meskipun

6
streotipe seperti itu kadang-kadang berguna sebagai generasi budaya,
namun manajer harus sadar bahwa setiap individu adalah unik dan
terkadang tidak sesuai dengan kesan yang di duga sebelumnya. Maka,
jelaslah bahwa manajer internasional harus mempertimbangkan peran
penting persepsi dalam menjalankan bisnis diberbagai negara yang
berbeda.
4. Stres dalam Bebagai Budaya
Elemen perilaku penting lain dalam organisasi adalah stres. Stres
adalah respon individu terhadap stimulus yang kuat. Stimulus ini disebut
stressor. Kita harus memperhatikan bahwa stres tidak selalu buruk. Jika
tidak stres, mungkin kita akan mengalami kebosanan dan stagnasi.
Sebaliknya stres pada tingkat optimal dapat meningkatkan motivasi dan
rasa senang namun, stres yang berlebihan akan menunjukkan dampak
negatif.

B. Motivasi dalam Bisnis Internasional


Semua bisnis internasional menghadapi tantangan dalam
memotivasi karyawannya untuk mengurangi biaya, mengembangkan
produk baru, meningkatkan kualitas produk, dan memperbaiki pelayanan
konsumen. Motivasi adalah seluruh kekuatan yang menyebabkan seseorang
memilih perilaku tertentu bukannya beberapa perilaku lainnya.
1. Kebutuhan dan Nilai dalam Berbagai Budaya
Kebutuhan adalah apa yang harus dimiliki seseorang. Nilai
adalah apa yang dianggap penting oleh seseorang. Tidak mengherankan,
kebanyakan orang memiliki begitu banyak kebutuhan dan nilai-nilai.
Kebutuhan primer meliputi hal-hal yang dibutuhkan oleh seseorang
untuk bertahan hidup, misalnya makanan, air, dan tempat berteduh.
Kebutuhan ini termasuk kebutuhan alamiah dan bersifat fisik.
Kebutuhan sekuder lebih bersifat psikologis dan dipelajari dan
lingkungan dan budaya di mana individu itu hidup. Contoh kebutuhan

7
sekuder meliputi kebutuhan untuk pencapaian, otonomi, kekuasaan,
keteraturan, terlibat dalam suatu kelompok dan pengertian.
2. Proses Motivasi dalam Berbagai Budaya
Kebanyakan pendekatan teoretis modern tentang motivasi dibagi
ke dalam tiga kategori.
a. Model Berbasis Kebutuhan dalam Berbagai Budaya
Pendekatan yang berusaha mengindentifikasi kebutuhan atau
serangkaian kebutuhan tertentu yang menghasilkan perilaku
tertentu. Kebanyakan kebutuhan lazim dimasukkan kedalam
sebagaian besar model motivasi mencakup kebutuhan akan rasa
aman, menjadi bagian dari jaringan sosial, dan memiliki kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang. Dengan menghubungkan kategori
kebutuhan ini dengan empat dimensi Hofstede-orientasi sosial,
orientasi kekuasaan, orientasi ketidakpastian, dan orientasi sasaran-
kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang perbedaan
motivasi dalam berbagai budaya.
Misalnya manajer dan karyawan di Negara yang individualistik akan
sangat termotivasi oleh kebutuhan dan penghargaan yang sifatnya
individual. Kesempatan untuk mendemostrasikan kompetensi
pribadi dan untuk menerima pengakuan dan penghargaan sebagai
sebuah hasil sangat menarik bagi mereka. Sebaliknya, orang dari
budaya kolektif akan sangat termotivasi oleh kebutuhan dan
penghargaan yang sifatnya kelompok.
b. Model Berbasis Proses dalam Berbagai Budaya
Model motivasi berbasis proses lebih berfokus pada proses
pemikiran sadar yang digunakan seorang untuk memilih perilaku
tertentu di antara berbagai perilaku lainnya. Berkebalikan dengan
teori berbasis kebutuhan, teori ekspektasi mengambil sudut pandang
proses motivasi. Teori ini menyatakan bahwa orang termotivasi
untuk berperilaku dengan cara tertentu pada tingkatkan yang

8
menurut mereka perilaku tersebut akan memberikan hasil yang
menurut mereka secara pribadi menarik.
Teori ini mengakui bahwa setiap orang memiliki kebutuhan yang
berbeda-beda, seseorang memerlukan uang sementara yang lain
memerlukan pengakuan, kepuasaan sosial, atau mungkin prestise
lain. Namun, setiap orang berhasrat memperbaiki kinerjanya jika ia
yakin hasilnya itu akan memenuhi kebutuhan yang menurutnya
penting. Teori ekspektansi pada dasarnya adalah model dari
keputusan seseorang tentang pilihan perilaku untuk mencapai hasil
tertentu.
c. Model Reinforcement dalam Berbagai Budaya
Model penguatan (reinforcement model) berkaitan dengan cara
orang menilai konsekuensi perilaku yang dipilihnya dan cara
penilaian itu membentuk pilihan perilakunya di masa depan. Seperti
teori ekspektasi, tidak banyak yang meniliti penguatan
(reinforcement) dalam latar belakang budaya yang berbeda. Model
ini mengatakan bahwa perilaku yang membawa hasil positif
(pemerkuat) akan diulangi dalam keadaan yang sama di masa
datang. Karena model ini tidak mengkhususkan pada apa yang
membuat orang mengalami penguatan atau mendapatkan hukuman,
model ini juga dapat dipakai dalam budaya yang berbeda.

C. Kepemimpinan dalam Bisnis Internasional


Pertimbangan perilaku dan perimbangan interpersonal penting
lainnya dalam bisnis internasional adalah kepemimpinan. Kepemimpinan
adalah penggunaan pengaruh tanpa paksaan untuk membentuk sasaran
kelompok atau organisasi, untuk memotivasi perilaku agar mampu
mencapai sasaran tersebut, dan membantu menentukan budaya kelompok
atau organisasi.

9
Teori-teori kepemimpinan kontemporer menyatakan bahwa
pemimpin tidak dapat meraih sukses jika selalu memakai perilaku yang
sama dalam semua keadaan. Sebaliknya Pemimpin harus menilai dengan
hati-hati situasi yang ada dan kemudian menyesuaikan perilakunya dengan
situasi tersebut. Faktor-faktor situasi umum yang mempengaruhi perilaku
pemimpin yang baik meliputi perbedaan individu pada bawahan;
karakteristik kelompok, organisasi, dan pemimpin; dan keinginan bawahan
untuk berpartisipasi. Sangat jelas bahwa faktor budaya memengaruhi
perilaku pemimpin yang baik dann cara para manajer menghabiskan hari
kerjanya akan bervariasi menurut budaya yang berbeda-beda.
Beberapa implikasi bagi pemimpin pada lingkungan internasional
dapat berasal dari faktor-faktor budaya yang di identifikasi dalam teori
Hofstede. Dalam budaya yang individualistik, pemimpin harus
memfokuskan berlakunya pada individu karyawan, bukan pada kelompok.
Sebaliknya dalam budaya kolektif, perilaku pemimpin perlu berfokus pada
kelompok, bukan pada individu anggota.
Seorang pemimpin akan menghancurkan harmoni kelompok jika ia
memaksa bawahannya untuk menjalankan keputusannya. Akan tetapi, satu
persoalan yang mungkin muncul adalah jika manajer junior berusaha untuk
mengantisipasi apa strategi yang disukai atasannya dan kemudian
menawarkan strategi itu sebagai strategi yang sendiri. Seorang pemimpin,
yang menghadapi kecenderungan terhadap harmoni kelompok begitu kuat,
harus mencari cara untuk mendorong bawahannya agar mencari
penyelesaian yang kreatif atas masalah-masalah baru yang muncul.
Orientasi kekuasaan membawa implikasi langsung pada situasi
kepemimpinan. Dalam budaya menghormati kekuasaan, karyawan
mengharapkan pemimpin yang bertanggung jawab, membuat keputusan,
dan mengarahkan tindakan mereka. Karena itu pemimpin harus
berkonsentrasi pada perilaku berorientasi kinerja (perilaku yang langsung,
terstruktur, dan berorientasi pada tujuan), menghindari perilaku berorientasi
karyawan (perilaku yang memberi perlindungan, perhatian dan berorientasi

10
interpersonal), dan tidak berusaha mendorong partisipasi. Namun jika
toleransi kekuasaan merupakan nilai budaya yang lebih banyak diserap,
seorang pemimpin seharusnya tidak terlalu berfokus pada perilaku
berorientasi kinerja. Tetapi perilaku yang berorientasi karyawan dan
partisipasi karyawan akan menghasilkan tingkat efektivitas yang lebih
tinggi.
Orientasi pada ketidakpastian juga merupakan faktor situasi penting
yang harus dipertimbangkan. Ketika penghindaran terhadap ketidakpastian
menjadi aturan umum, karyawan akan menginginkan struktur dan perintah.
Maka perilaku berorientasi kinerja akan lebih cocok, sementara perilaku
berorientasi karyawan dan usaha melibatkan partisipasi tidak akan berhasil.
Terakhir pperbedaan orientasi ke sasaran akan memengaruhi
perilaku pemimpin. Ingat kembali bahwa orang dalam budaya dengan
perilaku sasaran yang agresif cenderung lebih menghargai uang dan
penghargaan materi lainnya. Jika kepemimpinan berorientasi kinerja atau
partisipasi yang tinggi dipandang oleh para pengikutnya akan menghasilkan
penghargaan yang tinggi, perilaku ini akan lebih dapat diterima. Sebalinya
penghargaan yang meningkatkan kualitas hidup lebih disukai dalam budaya
dengan perilaku sasaran pasif. Jika perilaku pemimpin berorientasi
karyawan dapat membuat bawahanya merasa puas dengan pekerjaan dan
organisasi, maka dalam keadaan tersebut perilaku ini akan efektif.
Faktor budaya termasuk faktor yang paling sulit dan kompleks untuk
dinilai dan dipahami. Faktor ini termasuk salah satu faktor terpenting dalam
menentukan efektivitas pemimpin. Sangat penting bagi pemimpin untuk
menyesuaikan perilaku mereka dengan konteks orang yang mereka pimpin
dan organisasi tempat mereka bekerja.

D. Pengambilan Keputusan dalam Bisnis Internasional


Bidang penting lain dalam bisnis internasional yang mengandung
perbedaan budaya yang luas adalah pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan adalah proses pemilihan suatu alternatif dari serangkaian

11
alternatif untuk meningkatkan tujuan pengambil keputusan. Ada model-
model pengambilan keputusan yaitu sudut pandang yang berbeda tentang
cara manajer membuat keputusan
1. Model Normatif dalam Berbagai Budaya
Model pengambilan keputusan normatif mengatakan bahwa
manajer memakai logika dan rasionalitas dalam mengambil keputusan
yang terbaik. Kita dapat menarik beberapa implikasi yang mungkin
terjadi dari penerapan pemahaman kita tentang model normatif dan
deskriptif dalam pengambilan keputusan. Untuk mengeksplorasi
implikasi itu, kita lebih dulu harus melalui beberapa langkah dalam
model normatif.
a. Pengenalan Masalah
Orang dari budaya yang berbeda akan mengenali dan
mendefinisikan masalah dengan cara yang berbeda. Misalnya,
dalam budaya individualistik, masalah akan dikenali dalam
kaitannya dengan skenario dan konsekuensi individu. Dalam budaya
kolektif, fokus akan lebih menekankan pada isu-isu dan situasi yang
berkaitan dengan kelompok. Dalam budaya menerima
ketidakpastian, manajer bersedia mengambil risiko ketika
menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Dalam budaya
menghindari ketidakpastian, mereka akan lebih waspada dan
berusaha mengurangi ketidakpastian sedapat mungkin sebelum
mengambil keputusan. Hasilnya ketika mengambil tindakan mereka
cenderung berpatokan pada kebijakan dan peraturan perusahaan.
b. Mengidentifikasi Alternatif-Alternatif
Proses mengidentifikasi alternatif juga berbeda dalam berbagai
budaya. Misalnya, dalam budaya yang menghormati kekuasaan,
manajer enggan mempertimbangkan sebuah alternatif yang
mungkin akan mengancam hierarki- misalnya, saran dari bawahan
mungkin valid atau masalah muncul pada level organisasi yang lebih
tinggi. Namun, dalam budaya yang toleran pada kekuasaan, isu-isu

12
hierarki semacam itu kemungkinan dianggap sebagai perbaikan bagi
masalah organisasi.
c. Mengevaluasi Alternatif
Fenomena budaya juga mempengaruhi proses evaluasi alternative.
Misalnya, alternatif yang menghasilkan keuntungan finansial akan
lebih menarik dalam budaya dengan perilaku tujuan agresif daripada
dalam budaya dengan perilaku tujuan pasif yang lebih memilih
alternatif yang menghasilkan perbaikan kualitas hidup. Sikap
menghindari ketidak ketidakpastian juga harus dipertimbangkan;
alternatif dengan tingkat ketidakpastian yang bervariasi akan
dianggap sedikit banyak menarik. Evaluasi alternatif jauh lebih
rumit di negara di mana orang cenderung menghindari tanggung
jawab untuk mengambil keputusan.
d. Menyeleksi Alternatif Terbaik
Faktor budaya dapat mempengaruhi penyeleksian alternatif. Dalam
budaya yang individualistic, misalnya, seorang manajer akan
memilih alternatif yang paling menguntungkan dirinya secara
personal; sementara dalam budaya kolektif, dampak sebuah
alternatif terhadap kelompok akan lebih berat. Tidak mengherankan,
seorang manajer yang dilatih dalam suatu budaya, akan sering
memakai teknik yang sama ketika ia bekerja dalam budaya yang
berbeda, walaupun teknik tersebut mungkin tidak akan efektif.
Perbedaan budaya dalam penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan akan menimbulkan kesulitan terbesar bagi partner dalam
sebuah usaha patungan atau aliansi strategis lainnya karena mereka
harus menghasilkan keputusan yang dapat diterima dan
menguntungkan semua pihak.
e. Implementasi
Dalam budaya menghormati kekuasaan, implementasi diatur oleh
manajer pada level tertinggi dan diterima tanpa ada pertanyaan oleh
semua pihak. Namun dalam budaya toleran terhadap kekuasaan,

13
partisipasi lebih penting agar dapat diterima. Dalam budaya yang
menghindari ketidakpastian, manajer harus merencanakan dengan
hati-hati setiap langkah implementasi sebelum melakukannya
sehingga setiap orang tahu apa yang diharapkan. Akan tetapi, dalam
budaya menerima ketidakpastian, manajer akan memulai
implementasi sebelum semua detail final disusun.
f. Tindak Lanjut dan Evaluasi
Tindak lanjut dan evaluasi juga memiliki implikasi budaya, terutama
dalam masalah orientasi kekuasaan. Dalam budaya menghormati
kekuasaan, seorang manajer enggan mencari kesalahan alternatif
yang diberikan oleh atasannya. Juga, sering terjadi manajer dengan
level lebih tinggi menerima pujian hanya karena posisinya dalam
hierarki perusahaan. Tetapi, dalam budaya yang toleran terhadap
kekuasaan, tanggung jawab, kesalahan, dan pujian diberikan pada
pihak yang memang pantas menerimanya.
2. Model Deskriptif Dalam Berbagai Budaya
Model pengambil keputusan deskriptif berpendapat bahwa
proses perilaku membatasi kemampuan manajer untuk selalu memakai
logika dan rasional. Proses perilaku rasionalitas yang dibatasi dan
satisficing (penyesuaian) lebih sulit dihubungkan dengan perbedaan
budaya. Tidak banyak riset yang dilakukan untuk meneliti fenomena ini
dalam budaya yang berbeda, dan sifat perilaku ini membuat orang sulit
mengambil kesimpulan yang benar. Oleh karena itu, kita perlu
mengadakan lebih banyak riset karena perilaku ini memiliki dampak
terhadap keputusan bisnis yang dibuat dalam budaya yang berbeda
sehingga manajer perlu memahaminya. Terutama, semua manajer harus
memahami keterbatasan dalam menerapkan cara pengambilan
keputusan dengan latar belakang budaya yang berbeda.

14
E. Kelompok dan Tim dalam Bisnis Internasional
Proses perilaku penting lainnya harus dipahami oleh para manajer
internasional adalah perilaku yang berhubungan dengan kelompok/grup dan
tim. Tanpa memandang apakah perusahaan itu adalah perusahaan domestik
yang kecil atau perusahaan multinasional yang besar, sebagian besar
pekerjaan diselesaikan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam tim,
gugus tugas, komite, atau grup operasi.
1. Sifat dinamika kelompok
Perusahaan sering memakai kelompok, karena dalam teori orang
yang bekerja sama dalam kelompok tertentu dapat menyelesaikan lebih
banyak tugasnya dibandingkan jika ia bekerja sendiri. Meskipun
organisasi memakai berbagai jenis kelompok yang berbeda beda, tim
termasuk yang sangat populer saat ini. Malah, banyak manajer yang
menganggap kelompok mereka sebagai tim. Secara teknis, sebagai grup
adalah kumpulan dari orang yang bekerja sama untuk mencapai sebuah
tujuan yang sama, sementara tim adalah jenis grup khusus yang
menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri.
Karena tim saat ini ada di mana-mana dan istilah ini sangat umum
dipakai oleh para manajer, kita akan memakai istilah ini dalam diskusi
kita.
Tim yang matang di perusahaan biasanya memiliki karakteristik
berikut
a. Tim mampu mengembangkan struktur peran yang jelas; setiap
anggota memiliki peran dalam tim, menerima peran itu, dan
memberi kontribusi yang berharga.
b. Tim menyusun norma-norma bagi anggotanya. Norma adalah
standar perilaku, misalnya bagaimana orang harus berpakaian,
kapan pertemuan atau aktivitas tim dimulai, konsekuensi jika tidak
hadir, berapa banyak yang harus diproduksi oleh setiap anggota, dan
sebagainya.

15
c. Tim bersifat kohesif. Artinya anggota tim semakin lama semakin
loyal pada tim, dan setiap anggota menghormati, menghargai, dan
dapat bekerja sama dengan baik dengan anggota yang lain.
d. Beberapa tim memilih seorang pemimpin informal dari anggotanya
yaitu seorang individu yang diberi status khusus oleh tim dan dapat
memimpin dan memberi arahan tanpa memperoleh keuntungan dari
otoritas formal.
Jika struktur peran tim dapat meningkatkan efisiensi, norma
yang dibuat mampu mendorong kinerja yang lebih baik, tim bersifat
kohesif dan pemimpin formal yang mampu mendorong untuk mencapai
tujuan perusahaan, maka tim ini dapat mencapai efektifitas yang
maksimal.
2. Mengelola Tim Lintas Budaya
Komposisi tim tertentu memainkan peran penting dalam
dinamika tim tersebut. Tim yang relatif homogen biasanya tidak terlalu
banyak konflik, komunikasi lebih baik, tidak terlalu kreatif, norma-
norma lebih seragam, lebih kohesif, dan pemimpin informal yang jelas.
Tim yang lebih heterogen sering menghadapi lebih banyak konflik,
komunikasi lebih buruk, lebih kreatif, norma tidak terlalu seragam, tidak
terlalu kohesif, dan pemimpin formal yang tidak terlalu jelas.
Manajer yang bertanggung jawab untuk membuat tim dalam
budaya yang berbeda harus menilai sifat dari tugas yang akan dikerjakan
dan, sedapat mungkin, menyesuaikan komposisi tim dengan jenis tugas
tersebut. Misalnya, jika tugas tersebut relatif rutin dan sederhana,
sebuah tim yang homogen akan lebih efektif. Kesamaan pengetahuan,
latar belakang, nilai nilai, dan keyakinan akan membuat tim lebih lancar
dan efisien. Tetapi, jika tugas bersifat non-rutin, kompleks, dan/ atau
tidak terlalu jelas (ambigu), maka tim yang heterogen akan lebih efektif
karena latar belakang pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai anggota
yang berbeda-beda.

16
Faktor budaya lain juga berperan penting dalam dinamika tim.
Misalnya, dalam budaya individualistik, membuat norma yang sama dan
kohesif agak sulit, sementara dalam budaya kolektif, sikap sifat kohesi
dalam tim akan muncul secara alami. Dalam budaya menghormati
kekuasaan, anggota tim harus berasal dari level yang sama, karena
anggota dari level yang lebih rendah akan terintimidasi atau harus
tunduk kepada orang dari level yang lebih tinggi. Dalam budaya yang
toleran terhadap kekuasaan, variasi dalam level organisasi tidak terlalu
menjadi masalah.
Jika tugas yang diberikan samar-samar, ambigu atau tidak
terstruktur, kelompok yang menghindari ketidakpastian tidak dapat
berfungsi secara efektif, sebaliknya kelompok yang menerima
ketidakpastian sebenarnya akan maju pesat. Yang terakhir, tim dalam
budaya dengan perilaku tujuan yang agresif, dapat bekerja sama dengan
efektif jika tujuannya memiliki dampak finansial; sementara tim dalam
budaya dengan perilaku tujuan yang pasif akan termotivasi untuk
bekerja dengan memberikan hasil kualitas pekerjaan atau sikap yang
baik. Menyelesaikan perilaku bisnis dengan nilai-nilai budaya tenaga
kerja merupakan unsur-unsur penting dalam meningkatkan kinerja
organisasi.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku dalam bisnis internasional sangat dipengaruhi oleh
berbagai perbedaan individu dimensi khusus atau karekteristik seseorang
yang mempengaruhi orang tersebut. Semua bisnis internasional menghadapi
tantangan dalam memotivasi karyawannya untuk mengurangi biaya,
mengembangkan produk baru, meningkatkan kualitas produk, dan
memperbaiki pelayanan konsumen. Pertimbangan perilaku dan
perimbangan interpersonal penting lainnya dalam bisnis internasional
adalah kepemimpinan.
Bidang penting lain dalam bisnis internasional yang mengandung
perbedaan budaya yang luas adalah pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan adalah proses pemilihan suatu alternatif dari serangkaian
alternatif untuk meningkatkan tujuan pengambil keputusan. Proses perilaku
penting lainnya harus dipahami oleh para manajer internasional adalah
perilaku yang berhubungan dengan kelompok/grup dan tim. Tanpa
memandang apakah perusahaan itu adalah perusahaan domestik yang kecil
atau perusahaan multinasional yang besar, sebagian besar pekerjaan
diselesaikan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam tim.

B. Saran
Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil pelajarannya
yang kemudian diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita di
masa yang akan datang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Donald A. Ball, dkk. 2005. Internasional Business. Jakarta: Salemba Empat

19

Anda mungkin juga menyukai