Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

HAKIKAT DAN KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN

Disusun Oleh:
1. Putri Lestari (1811250094)
2. Yola Agustina (1811250099)
3. Noni Rahayu (1811250078)
4. Yulia Sumiati (1811250097)

Dosen Pembimbing:
Sarina, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr, wb.


Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Ibu
Dita Lestari, M. Psi. Psikolog yang telah memberikan pembelajaran dan ilmu
pengetahuan kepada kami. Serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua rekan-rekan yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga apa yang telah disampaikan dalam makalah ini dapat
menjadi referensi serta bermanfaat bagi khalayak pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr, wb

Bengkulu, 26 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakekat Kewirausahaan.......................................................................4
B. Konsep Dasar Kewirausahaan..............................................................8
C. Urgensi Pendidikan Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini..................10
D. Kegiatan Kewirausahaan pada PAUD .................................................12
E. Model Pembelajaran Kewirausahaan Anak Usia Dini.........................15
F. Tujuan Dan Perlunya Pengenalan Pendidikan Kewirausahaan
Sejak Dini.............................................................................................17
G. Manfaat Penerapan Pendidikan Kewirausahaan (Enterprenuership)
Pada Anak Usia Dini............................................................................20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan Anak Usia Dini pada hakikatnya adalah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada
pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD
memberi kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kepribadian dan
potensi secara maksimal. Atas dasar ini, lembaga PAUD perlu menyediakan
berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan
seperti kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik, dan motorik (Suyadi, 2014:22).
TK merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peranan penting dalam
membina dan mengasah kemampuan anak mulai dari aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor. Aspek-aspek tersebut dapat berkembang dengan adanya
proses belajar mengajar yang maksimal yang dilakukan pendidik dan anak
didik.
Kewirausahaan (Entrepreneurship) adalah proses mengidentifikasi,
mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa
berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu.
Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk
pada kondisi risiko atau ketidakpastian.
Berwirausaha bukan hanya dunianya orang dewasa, tetapi juga bisa
menjadi bagian dari dunianya anak-anak (Kosn, N. N. A. M., 2016). Bedanya,
berwirausaha pada anak-anak tidak bisa dijalankan sendirian, namun
membutuhkan bimbingan dan dukungan dari orang dewasa, orangtua maupun
guru. Anak-anak yang mengenal dunia wirausaha sejak dini, akan mendapati
manfaat untuk bekal masa depan kelak. Pada tahapan usia dini, anak-anak
yang belajar menumbuhkan pembelajaran wirausaha akan tumbuh menjadi
pribadi yang kreatif. Kreativitas yang terlatih sejak dini (Nurhafizah N.,
2015), termasuk melalui berbagai kegiatan kewirausahaan, menjadi modal
utama produktivitas dan kemandirian anak ketika dewasa.
Jiwa entrepreneurship sebaiknya dimunculkan sejak dini karena jika
entrepreneurship diberikan oleh guru secara continue lambat laun akan
tertanam di mindset anak untuk lebih menghargai dan memanfatkan barang
bekas dan kemudian anak akan mempunyai sikap pantang menyerah dan
tidak takut akan resiko yang akan dihadapinya di kemudian hari.
Mengajarkan mental entrepreneur sejak masih kanak-kanak adalah
hal yang penting. Seperti kita ketahui salah satu pendorong peningkatan
ekonomi satu negara adalah banyak atau sedikitnya jumlah entrepreneur.
Anak-anak perlu diperkenalkan dan dirangsang untuk melihat iklan-iklan
yang membawa  alam pikirnya untuk menjelajahi dunia wirausaha. Mereka
bisa diperkenalkan kepada  peluang-peluang bisnis di dunia yang dipampang
di ruang publik. Mereka juga pelu diajarkan kemandirian, berani mengambil
resiko dan berlatih mengambil keputusan sendiri Ketika masuk masa SMA
keinginan itu bisa dipupuk lebih kuat melalui pembelajaran entrepreneur  di
sekolah.  Dengan begitu ketika memasuki jenjang perguruan tinggi, dosen
tidak perlu  lagi  membentuk mind-set atau  mempersiapkan mental
entrepreneur, karena itu sudah terbentuk di dalam otak mereka sejak  kanak-
kanak.
Enterpreneurship atau kewirausahaan merupakan konsep yang
memiliki wajah majemuk. Satu konsep tetapi maknanya berbeda-beda,
tergantung dari sudut pandang seseorang melihat. Kewirausahaan telah
menjadi penggerak utama dalam perekonomian global. Para penggerak
kebijakan di seluruh dunia menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan terletak ditangan para wirausahawan, mereka tidak hanya
menciptakan kesejahteraan ekonomi tapi banyak diantara mereka yang juga
berjuang keras untuk membuat dunia ini menjadi tempat tinggal yang lebih
baik. Mereka yang memiliki semangat kepemimpinan yang berjiwa
kewirausahaan ini akan terus memimpin masyarakat dimanapun.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Hakekat Kewirausahaan?
2. Sebutkan Konsep Dasar Kewirausahaan?
3. Bagaimana Urgensi Pendidikan Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini?
4. Apa Saja Kegiatan Kewirausahaan pada PAUD ?
5. Sebutkan Model Pembelajaran Kewirausahaan Anak Usia Dini?
6. Apa Tujuan Dan Perlunya Pengenalan Pendidikan Kewirausahaan Sejak
Dini?
7. Sebutkan Manfaat Penerapan Pendidikan Kewirausahaan
(Enterprenuership) Pada Anak Usia Dini?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Hakekat Kewirausahaan.
2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Kewirausahaan.
3. Untuk Urgensi Pendidikan Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini.
4. Untuk Mengetahui Kegiatan Kewirausahaan pada PAUD.
5. Untuk Model Pembelajaran Kewirausahaan Anak Usia Dini.
6. Untuk Mengetahui Tujuan Dan Perlunya Pengenalan Pendidikan
Kewirausahaan Sejak Dini.
7. Untuk Mengetahui Manfaat Penerapan Pendidikan Kewirausahaan
(Enterprenuership) Pada Anak Usia Dini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Kewirausahaan (Enterprenueurship)


Istilah kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship
dalam bahasa Inggris. Kata entrepreneurship sendiri sebenarnya berawal dari
bahasa Prancis yaitu, “ entrependre” yang berarti petualang, pencipta, dan
pengelola usaha.1 Terdapat perbedaan antara kata entrepreneur,
entrepreneurship, dan entrepreneurial. Entrepreneur mengacu pada individu
yang melakukan perubahan. Entrepreneurship mengacu pada proses atau
kemampuan individu untuk mengubah ide ke dalam tindakan melalui
kreativitas dan inovasi. Sedangkan entrepreneurial mengacu kepada sikap,
keterampilan, dan prilaku dalam melakukan perubahan.2
Menurut Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmer dalam
Agus Wibowo mengatakan bahwa, wirausaha (entrepreneur) adalah orang
yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan
bisnis, mengumpulkan berbagai sumber daya yang dibutuhkan, untuk
mengambil keuntungan dan tindakan yang tepat, serta memiliki sifat watak
dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif untuk meraih sukses dan
meningkatkan pendapatan.3
Daryanto dalam buku Suryana menerangkan bahwa entrepreneurship
(kewirausahaan) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari
kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif.4

1
Yuyus Suryana dan Kartib Bayu, Kewirausahaan; Pendekatan Karakteristik Wirausaha
Sukses, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2014), h.24.
2
Barnawi, School Preneurship Membangkitkan Jiwa & Sikap Kewirausahaan Siswa,
(Jakarta: AR-Ruzz Media, 2016), h.25.
3
Agus Wibowo, Pendidikan Kewirausahaan, Konsep dan Strategi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), h.25.
4
Suryana, Kewirausahaan Kiat Proses dan Proses Menuju Sukses, (Jakarta: Salemba
Empat, 2017), h. 1.
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang
yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia
nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksud dengan seorang
wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan
menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat,
mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk
mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam
rangka meraih sukses atau meningkatkan pendapatan.
Ada 6 hakekat penting kewirausahaan sebagai berikut,:5
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku
yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat,
kiat, proses, dan hasil bisnis (Acmad Sanusi, 1994).
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda (ability to create the new and different)
(Drucker, 1959).
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi
dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan (Zimmerer. 1996).
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu
usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth)
(Soeharto Prawiro, 1997).
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat
memberi nilai lebih.
Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar
melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan

5
Suryana, Kewirausahan: Pedoman Praktis, Kiat Dan Proses Menuju Sukses (Edisi Revisi),
(Jakarta: Salemba Empat, 2003), h.13.
berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer, nilai tambah tersebut dapat
diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:6
1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)
3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing
products or services)
4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa
yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding
different ways of providing more goods and services with fewer
resources)
Menurut Zimmerer, Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan
cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru,
menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang
lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan
cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.7
Secara epismologis, sebenarnya kewirausahaan hakekatnya adalah
suatu kemampuan dalam berfikir kreatif dan berperilaku inovatif yang
dijadikan dasar, sumber daya, tenaga pengerak, tujuan, siasat dan kiat dalam
menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat
berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat merealisasikan rencana-rencana
dalam pikirannya kedalam suatu tindakan yang berorentasi pada sukses.
Maka dibutuhkan kreatifitas, pola pikir tentang sesuatu yang baru serta
inovasi, yaitu tindakan dalam sesuatu yang baru.
Dari uraian di atas ciri-ciri kepribadian seorang wirausaha adalah
sebagai berikut:
1. Memiliki cita-cita dan kemudian berusaha mewujudkan cita-cita tersebut.
2. Berani menanggung resiko.
3. Mau dan suka bekerja keras.
4. Memiliki semangat yang tinggi dan tidak mudah putus asa.
6
Zimmerer W Thomas dan Norman M. Scarborough, Entrepreneurship he New Venture
Formation, (New Jersey: Prentice Hall International Inc, 1996), h.51.
7
Heru Kristanto, Kewirausahaan Entrepreneurship, (Yogyakarta : Graha ilmu, 2009), h.12.
5. Memiliki rasa percaya diri yang kuat.
6. Memiliki keterampilan untuk memimpin orang lain.
7. Memiliki daya kreativitas yang tinggi.
Menurut Sukanto Tanoto, yang berkaitan dengan pandangan bisnis
dan penggunaan sumber daya manusia, ada empat tipe wirausaha, yaitu:8
1. Kelompok wirausaha yang tidak memiliki bayangan dan cita-cita untuk
menjadi besar. Bagi kelompok ini, sudah merasa cukup bila hasil
bisnisnya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
2. Kelompok wirausaha yang gagal dalam bisnisnya.
3. Kelompok usaha yang sukses semasa pemilik modal atau bisnis masih
hidup.
4. Kelompok wirausaha yang menyadari bahwa usahanya tidak dapat
berkembang lebih jauh lagi, kalau tidak mengembangkan sumber daya
manusianya.
Kesimpulan lain dari kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu
yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang
diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang
menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta
yang sejak awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta.
Persepsi tentang wirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan
entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada kemandirian
(swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha. Istilah
wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karena memang
penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan
yang dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang lapangan
kerja, maka pendidikan wiraswasta mengarah untuk survival dan kemandirian
seharusnya lebih ditonjolkan.

8
Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka cipta, 2000), h.41- 42.
B. Konsep Dasar Kewirausahaan
Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang
berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai
kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan
berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam
kondisi tidak pasti.9
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber
acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda,
diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan
kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai
peluang (Kirzner, 1973), dan menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921).
Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Richard Cantillon (1775)
Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-
employment). Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga
tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak
menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang
menghadapi resiko atau ketidakpastian.
2. Jean Baptista Say (1816)
Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai
alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya.
3. Frank Knight (1921)
Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi
perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan
dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang
worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial
mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.

9
Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2002), h.18.
4. Joseph Schumpeter (1934)
Wirausahawan adalah seorang inovator yang
mengimplementasikan perubahanperubahan di dalam pasar melalui
kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk
memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru,
memperkenalkan metode produksi baru, membuka pasar yang baru (new
market), Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen
baru, atau menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter
mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam
konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
5. Penrose (1963)
Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-
peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial
berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
6. Harvey Leibenstein (1968, 1979)
Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan
untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar
belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen
fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpilkan bahwa
kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-
peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar
berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif.
Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang
yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan
innovatif. Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya,
tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada
sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara
baru.10

10
Direktorat Pembinaan Khusus. Bahan Pelatihan untuk Calon Wirausaha: Konsep Dasar
Kewirausahaan, (Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), h.2.
C. Urgensi Pendidikan Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini
Hidup di zaman sekarang ini harus memiliki kesiapan mental yang
cukup. Sebab, hidup lebih dinamis dan mengalami perubahan dalam segala
hal. Arus globalisasi dan perkembangan teknologi sudah sedemikian cepat,
sehingga mengharuskan banyak orang beradaptasi dengan cepat.11
Jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja sungguh tidak
berimbang. Jumlah kerja bertambah sangat lambat, bahkan sama sekali tidak
bertumbuh. Sementara, jumlah pencari kerja terus bertambah. Melihat kondisi
ini, satu lowongan kerja sudah tentu diperebutkan puluhan hingga ratusan
lulusan sarjana. Begitu tingginya persaingan kerja, sehingga banyak diantara
para sarjana ini menganggur setiap tahunnya. Tidak sedikit pula yang
melamar kerja puluhan kali, tetapi belum berhasil diterima, sampai surat
lamaran dan CV-nya menumpuk. Bukan hanya sebulan dua bulan, tetapi
tahunan.
Disinilah pentingnya memupuk anak dengan nilai-nilai entrepreneur
sejak dini agar nantinya tumbuh mandiri dan menjadi seorang wirausahawan
sukses. Jangan lagi berharap anak menjadi seorang pegawai formal sukses
dengan karier yang melejit, karena itu lebih susah dicapai mengingat
persaingan kerja yang semakin kompetitif.12
Berkaitan dengan beberapa persoalan mengenai pembentukan jiwa
kewirausahaan menurut Muhammad Jufri bahwa pembentukan jiwa
kewirausahaan itu tidak terjadi dalam kurun waktu yang singkat, tetapi
memerlukan waktu seiring proses perkembangan. Internalisasi suatu
“bentukan mental” tidak ditempuh hanya dalam kurun waktu yang singkat,
tetapi perlu direncanakan seiring proses perkembangan anak. Anak-anak
dapat diarahkan membentuk jiwa kewirausahaan.13 Karena pada masa usia
dini berada pada masa keemasan, sehingga segala sesuatu yang ditanamkan

11
August N. Chatton, Strategi Membentuk Mental Entrepreneur Pada Anak
(Mempersiapkan Wirausahawan Sukses Sejak Dini), (Jakarta: Laksana, 2017), h.11.
12
Ibid, h.17.
13
Muhammad Jufri dan Hillman Wirawan, Internalisasi Jiwa Kewirausahaan Pada Anak,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h.10.
pada diri mereka dapat mempengaruhi perkembangan hidup anak di masa
depannya.14
Dalam pelaksanaan pendidikan kewirausahaan anak usia dini,
pendidik tidak bisa lagi mendidik di zaman sekarang dengan cara yang sama
seperti zaman dahulu, yakni cenderung ke arah pendidikan otoriter.
Pendidikan harus kreatif dan inovatif dalam mendidik anak-anak di zaman
sekarang. Anak-anak harus dikenalkan nilai-nilai entrepreneurship sejak dini.
Agar kelak mereka tidak lagi hanya mengharapkan lowongan pekerjaan dari
orang lain. Hal ini penting dilakukan mengingat anak-anak dalam usia emas
memiliki potensi luar biasa, terutama kerja otaknya.15
Menanamkan jiwa kewirausahaan kepada anak sejak dini, akan
membentuk individu yang memiliki beberapa keterampilan, antara lain :16
1. Managerial skill  (ketrampilan manajerial)
2. Conceptual skill (merumuskan tujuan)
3. Human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan
berelasi)
4. Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan
mengambil keputusan)
5.  Time managerial skill (keterampilan mengatur dan menggunakan
waktu).
Stimulus orangtua sangat penting untuk membangkitkan potensi
optimal anak-anak. Mungkin timbul keragu-raguan karena sebagian besar
orangtua menginginkan anaknya menjadi dokter atau insinyur. Mindset
mendidik anak-anak dengan mental untuk menjadi pegawai harus diubah,
apapun cita-cita anak haruslah didukung, dan mereka tetap harus memiliki
jiwa entrepreneur. Tidak kalah penting adalah support dari orangtua. Support

14
Syifauzakia, Penanaman Nilai-nilai Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini Melalui Metode
Proyek, Jurnal Tunas Siliwangi, Vol.2,No. 1. Tahun 2016, h.92-113.
15
Tejo Nurseto, “ Pendidikan Berbasis Entrepreneur”, Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia, Vol. VIII, No. 2, Th. 2010, h.7.
16
Ibid, h.141.
orangtua kepada anaknya bisa berupa memberikan modal kepada anak untuk
menciptakan hasil karya yang bernilai jual.17
Pendidikan pertama yang didapat anak berlangsung dalam
lingkungan keluarga, karena lingkungan yang pertama kali dilihat oleh anak
adalah lingkungan keluarga. Oleh karena itu, sudah sewajarnya orangtua
menjadikan lingkungan keluarga sebagai lingkungan belajar yang kondusif
bagi anak-anak, sejak usia dini sampai mereka mulai belajar di sekolah.
Selain orang tua, guru juga berperan penting dalam mendidik atau
menanamkan mindset anak untuk menjadi seorang entrepreneuship. Hal ini
dikarenakan sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah dan anak
sangat percaya dengan apapun yang diajarkan oleh gurunya. Guru hendaknya
membina dan menumbuh kembangkan jiwa entrepreneurship ke anak, guru
harus memberikan fasilitas dan kreatif dalam memberikan pengajaran dan
pendidikan pada anak. Guru dalam mengajarkan harus bisa mengaitkan apa
yang diajarkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan entreprenurship.
Entrepreneurship sangat dibutuhkan oleh anak karena jika ini diberikan oleh
guru secara kontinyu, maka lambat laun akan tertanam mindset anak tentang
entrepreneurship. Kelak ketika dewasa anak akan terbiasa dengan
entrepreneurship dan yang terpenting lagi anak tidak akan takut dengan resiko
yang dihadapi.
D. Kegiatan Kewirausahaan pada PAUD
Dalam menerapkan pembelajaran mengenai kewirausahaan pada anak,
maka ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan baik oleh orangtua maupun
guru, diantaranya yaitu:
1. Kelas Memasak (cooking class)
Kegiatan cooking class atau kelas memasak adalah kegiatan yang
sangat menarik minat anak, sangat jarang sekali anak yang tidak
menyukai kegiatan ini. Melalui kegiatan ini anak dapat memperoleh
berbagai pengetahuan dan pengalaman secara langsung bagai mana
proses pembuatan suatu makanan sebelum disajikan. Kegiatan cooking

17
Ibid, h.2.
class ini pun sesuai dengan Karakteristik Kurikulum 2013 Pendidikan
Anak Usia Dini seperti yang tercantum dalam Permendikbud. No 146
Tahun 2014 yaitu: Mengoptimalkan perkembangan anak yang meliputi:
aspek nilai kegiatan yang tercermin dalam kopetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan.
Sujono dan Nurani mengatakan bahwa permainan memasak
merupakan kegiatan untuk mengembangkan keterampilan memasak dan
cara pembuatannya dengan menggunakan bahan-bahan yang
sesungguhnyandan hasilnya dapat dinikmati langsung oleh anak, seperti:
Menyeduh susu atau sirup, membuat es, memasak nasi, memasak sayur,
memasak kue, memasak pop corn, membuat juice, menngoreng krupuk,
menggoreng telur ceplok dan seterusnya.18
2. Outing Class
Outing Class adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan
memberikan keterampilan dan keahlian dasar tertentu sebagai sarana
menumbuhkan keseimbangan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan
tuntutan hidup di masyarakat.
Adapun tujuan umum dari program Outing Class adalah:
a. Memberikan ketrampilan dan pengetahuan baru yang tidak masuk
dalam kurikulum
b. Siswa lebih bergairah dalam mengikuti seluruh aktivitas di sekolah
c. Siswa mampu bersosialiasai di dalam kehidupan bermasyarakat
d. Siswa memiliki ketrampilan di alam bebas.
Kegiatan Outing class merupakan media yang efektif dan efsien
dalam menyampaikan ilmu pengetahuan. Pembelajaran bukan dari teori
saja tetapi juga kebenaran dan bukti nyata di lapangan. Tujuan diadakan
Outing Class adalah mendekatkan siswa dengan lingkungan,
mempermudah pemahaman materi dengan melihat realita sesungguhnya.
Outing Class merupakan satu di antara proses pembelajaran yang

18
Bambang Sujono dan Yuliani Nurani Sujiono, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan
Jamak, (Jakarta : PT. Indeks, 2010), h.91.
inovatif, nyata, dan relevan dengan tuntutan zaman. Pembelajaran yang
diawali dengan kajian teoritis hingga pada akhirnya disajikan pada
kenyataan.
Salah satu contoh kegiatan outing class yaitu peserta didik
mengunjungi pengerajin gerabah. Guru bekerja sama dengan pihak
pengrajin gerabah menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan
anak untuk membuat gerabah. Tujuan dari pembelajaran ini yakni agar
anak memiliki mental mandiri untuk mengahasilkan karya yang berharga
dan melatih anak memiliki daya kreatifitas. Kegiatan ini sesuai dengan
yang disampaikan oleh Jamal Ma’mur, bahwa salah satu pola yang
efektif dalam upaya penanaman karakter yakni melalui program
kerjasama dengan instansi-instansi terkait, seperti salah satunya pabrik.
Hal ini guna menunjang pengembangan diri peserta didik memiliki
keterampilan.19
3. Market Day
Kegiatan market day adalah kegiatan yang menarik dan
menyenangkan bagi anak usia dini yang akan belajar untuk
menumbuhkan kemampuan entrepreneurship sejak dini. Realitas yang
terjadi dalam kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak banyak guru yang
masih menggunakan kegiatan yang monoton dalam menumbuhkan
kemampuan entrepreneurship. Kegiatan yang digunakan tidak mengajak
untuk anak ikut peran aktif dalam setiap kegiatan yang diberikan guru,
anak hanya duduk dan mengikuti perintah dari gurunya saja tanpa anak
diberi kebebasan untuk melakukan sesuatu.
Program market day merupakan salah satu inovasi sekolah dalam
membangun keterampilan berwirausaha siswa yang dilatih dan
ditanamkan sejak dini. Menurut Saroni, mengungkapkan bahwa
keterampilan kewirausahaan merupakan sebuah kemampuan yang
dimiliki seseorang, dalam hal ini siswa sebagai bentuk penguasaan

19
Jamal Ma'mur Asmani, Buku  Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di. Sekolah,
(Yogyakarta: Diva Press, 2013), h.176.
pengetahuan dan menerapkannya pada kegiatan nyata dalam
kehidupannya.20 Semakin bagus kemampuan siswa dalam
mempertahankan hidup dan kehidupannya dengan menerapkan bekal
keterampilan dari proses pendidikan, maka semakin banyak kreativitas
hidup yang dapat dilakukan oleh siswa.
Adapun tujuan dari program market day sebagai berikut:
mendorong kemampuan keuangan siswa (Encouraging students finance
capability) artinya mencakup keterampilan matematika atau berhitung
siswa tanggungjawab dan keputusan-keputusan sendiri tentang uang
dalam hal ini berhubunagan dengan bagaimana cara siswa untuk
mengelola keuangan sejak dini Mendorong kewirausahaan siswa
(Encouraging strudent entrepreneurship). Untuk dapat berwirausaha
siswa diharapkan mampu dalam hal komunikasi, kepercayaan,
manajemen risiko, belajar dari kesalahan dan menjadi inovatif
Meningkatkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Improving
education for sustainable development).
E. Model Pembelajaran Kewirausahaan Anak Usia Dini
Model pembelajaran adalah rangkaian dari pendekatan, strategi,
metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Bisa dikatakan model itu adalah bungkus dari
penerapan suatu pendekatan, metode, strategi dan teknik pembelajaran.21
Sedangkan menurut joyce dan weil model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran atau jangka panjang), merancang bahan-bahan
pembelajaran. Dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih

20
Muhammad Saroni, Mendidik dan Melatih Entrepreneur Muda, (Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2012), h.161.
21
Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di Tingkat
Pendidikan Dasar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h.37.
model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.
Model pembelajaran berorientasi kewirausahaan tidak semata
mengajarkan anak untuk berdagang atau mencari uang sejak dini, melainkan
menumbuhkan dan mengembangkan sifat atau karakter yang telah ada pada
diri anak. Esensinya membangun atmosfer entrepreneurship agar peserta
didik menyukai tantangan, kreatif, inovatif, dan memiliki keberanian dalam
mengambil atau mengelola risiko (karakter).22
Model pembelajaran berorientasi kewirausahaan diarahkan kepada
pencapaian tiga kompetensi, yaitu penanaman karakter entrepreneur,
pemahaman konsep, dan skill. Pencapaian kompetensi karakter entrepreneur
dan skill lebih besar bobotnya daripada kompetensi pemahaman konsep.
Pembelajaran entrepreneurship diharapkan mampu membentuk karakter
entrepreneur yang mantap dalam diri anak. Selain itu, pembelajaran
entrepreneurship juga diharapkan dapat membentuk anak yang terampil
dalam mengimplementasikan ide-ide kreatif yang keluar dari karakter
entreprenur. Oleh karena itu, model pembelajaran entrepreneurship
hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dalam
menginternalisasikan nilai-nilai entrepreneur melalui pelaksanaan tugas-tugas
mandiri.23
Kemudian penanaman nilai-nilai kewirausahaan terlaksana dalam
serangkaian alur yang dimulai dari proses perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan.
Perencanaan pembelajaran menjadi hal yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Karena hakikatnya dengan perencanaan pembelajaran, tujuan
dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan berhasil.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran merupakan serangkaian proses
pembelajaran di dalam kelas yang dimulai dari proses kegiatan pembuka,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan
22
Barnawi dan Mohammad Arifin, Schoolpreneurship: membangkitkan jiwa dan
kewirausahaan siswa, (Yogyakarta: AR-Ruzzmedia, 2012), h.58.
23
Ibid, h.133.
kegiatan yang telah direncanakan didalam RKH. Proses evaluasi tidak dapat
terlepas dari proses penilaian dan pengukuran. Berkaitan dengan
pembelajaran berorientasi kewirausahaan, proses penilaian perkembangan
kemampuan anak dalam hal nilai-nilai kewirausahaan tertuang dalam daily
report.24
Pada kegiatan menanamkan jiwa entrepreneurship yang dapat terlihat
secara langsung pada kegiatan sosiodrama atau bermain peran yang bertema
jual beli, anak berusaha menjadi penjual meyakinkan pembeli untuk melihat
barang dagangannya, anak percaya diri ketika menawarkan barang
dagangannya, anak melakukan proses pembayaran, anak mengetahui
komponen-komponen apa saja yang harus ada ketika akan melakukan
kegiatan jual beli. Pada permainan ini, anak belajar konsep pasar, dimana
selalu ada penjual, pembeli, dan sirkulasi uang. Melalui kegiatan tersebut
anak juga dapat diperkenalkan kepada konsep ide bisnis, dengan menanyakan
kepada anak ide apa yang digunakan ketika berjualan.
Kegiatan kedua berupa market day, yaitu diakhir kegiatan setelah
mengahsilkan karya seni hasil proyek, maka anak lain atau orang tua membeli
hasil kreativitas anak yang sudah dipamerkan seperti; bingkai foto, gantungan
kunci dan lain-lain. Kegiatan di atas adalah salah satu contoh model
pembelajaran kewirausahaan yang bermacam-macam, ada produksi,
distribusi, segmentasi pasar, dan lain-lain yang dilakukan sesuai minat anak.25
F. Tujuan Dan Perlunya Pengenalan Pendidikan Kewirausahaan Sejak
Dini
Karakter seorang anak dibangun melalui apa yang didengarkan, apa
yang dilihat dan apa yang dirasakan. Pendengaran dan penglihatan adalah
pintu masuk pelajaran sebelum masuk menempa hati nuraninya. Melalui
seluruh indera yang manusia miliki inilah, akan muncul pembelajaran yang
kuat terkait dengan apa-apa yang diterima oleh indera. Bila anak terbiasa

24
Sofino, “Pembelajaran Kewirausahaan pada PAUD”, Jurnal Seminar Nasional
Pendidikan Nonformal FKIP , Vol 1, No. 1, Juli 2017, h.61-69.
25
Ibid, h.70.
dengan dunia wirausaha sejak kecil, maka karakter inilah yang akan muncul
kelak ketika anak dewasa.
Pembelajaran kewirausahaan (entrepreneurship) lebih mengarah pada
perubahan mental.  Mien Uno berpendapat bahwa untuk menjadi
wirausahawan handal dibutuhkan karakter unggul yang meliputi ; pengenalan
terhadap diri  sendiri, kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan
permasalahan, dapat berkomunikasi, mampu  membawa diri di berbagai
lingkungan, menghargai waktu, mampu berbagi dengan orang lain, mampu
mengatasi stres, bisa mengendalikan emosi dan mampu membuat keputusan.
Berwirausaha bukan hanya dunianya orang dewasa, tetapi juga bisa
menjadi bagian dari dunianya anak-anak. Bedanya, berwirausaha pada anak-
anak tidak bisa dijalankan sendirian, namun membutuhkan bimbingan dan
dukungan dari orang  dewasa, orangtua maupun guru. Anak-anak yang
mengenal dunia wirausaha sejak dini, akan mendapatkan manfaat yang besar
untuk bekal masa depan kelak. Pada tahapan usia dini, anak-anak yang belajar
menumbuhkan pembelajaran wirausaha akan tumbuh menjadi pribadi yang
kreatif. Kreativitas yang terlatih sejak dini, termasuk melalui berbagai
kegiatan kewirausahaan menjadi modal utama produktivitas dan kemandirian
anak ketika dewasa nanti. Jiwa wirausaha (entrepreneurship) harus
ditanamkan oleh para orang tua dan sekolah ketika anak-anak mereka dalam
usia dini. Mengingat bahwa kewirausahaan ternyata lebih kepada
menggerakkan perubahan mental. Jadi tak perlu dipertentangkan apakah
kemampuan wirausaha itu berkat adanya bakat atau hasil dari proses
pendidikan.
Pembelajaran kewirausahaan pada diri anak tidak serta merta ada,
akan tetapi memerlukan latihan secara bertahap. Bisa dimulai dari hal-hal
kecil dalam aktivitas keseharian anak. Misalnya, membereskan  mainan
selesai bermain, rajin sikat gigi sebelum tidur dan membereskan tempat tidur.
Ini merupakan latihan berdisiplin, bertanggung jawab dan awal pengajaran
tentang kepemilikan.  Latihan selanjutnya, mengajarkan anak untuk mampu
mengelola uang dengan baik. Latihan yang perlu diajarkan bukan hanya cara
membelanjakan, tapi juga menabung, sedekah dan mencari uang.
Menanamkan jiwa kewirausahaan kepada anak sejak dini, akan
membentuk individu yang memiliki beberapa keterampilan, antara lain :26
1. Managerial skill  (ketrampilan manajerial)
2. Conceptual skill (merumuskan tujuan)
3. Human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan
berelasi)
4. Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan
mengambil keputusan)
5.  Time managerial skill (keterampilan mengatur dan menggunakan
waktu).
Jika anak sejak usia dini sudah diajarkan tentang kewirausahaan, anak
akan memiliki keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga hal ini akan
membuat anak menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi
kehidupannya di masa depan.
Dalam INPRES No. 1 dan 6 Tahun 2010 terdapat 17 nilai
kewirausahaan, yang juga dijadikan sebagai landasan dasar sekaligus tujuan
dalam mengenalkan dan menanamkan jiwa wirausaha pada anak usia dini,
yaitu:27
1. Mandiri
2. Kreatif
3. Berani mengambil resiko
4. Berorientasi pada tindakan
5. Kepemimpinan
6. Kerja keras
7. Jujur
8. Disiplin
9. Inovatif

26
Ibid, h.141.
27
Instruksi Presiden No. 1 dan 6 Tahun 2010
10. Tanggung jawab
11. Kerjasama
12. Pantang menyerah (ulet)
13. Komitmen
14. Realistis
15. Rasa ingin tahu
16. Komunikatif
17. Motivasi kuat untuk sukses
G. Manfaat Penerapan Pendidikan Kewirausahaan (Enterprenuership)
Pada Anak Usia Dini
1. Pendidikan Kewirausahaan Dalam Membangun Minat Anak
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu
hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya
adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,
maka semakin besar minatnya.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa
untuk berwirausaha, diantaranya :28
a. Kemauan
Kemauan adalah suatu kegiatan yang menyebabkan
seseorang mampu untuk melakukan tindakan dalam mencapai
tujuan tertentu. Dengan adanya kemauan seseorang untuk mencoba
berwirausaha, ini merupakan suatu hal yang baik.
b. Ketertarikan
Ketertarikan adalah perasaan senang, terpikat, menaruh
minat kepada sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri
seseorang, maka ada daya juang untuk meraih yang ingin dicapai.
Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk mau berwirausaha, maka
siswa tersebut mempunyai minat untuk berwirausaha.

28
Mohammad Saroni, Mendidik & Melatih Entrepreneur Muda: Membuka Kesadaran
Atas Pentingnya Kewirausahaan bagi Anak Didik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.158-160.
c. Lingkungan Keluarga
Berkaitan dengan lingkungan keluarga, maka peran
keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat anak. Orang
tua merupakan pendidik pertama dan sebagai tumpuan dalam
bimbingan kasih sayang yang utama. Maka orang tualah yang
banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian terhadap
seorang anak. Dengan demikian mengingat pentingnya pendidikan
di lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga
terhadap anak dapat mempengaruhi apa yang diminati oleh anak.
d. Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Jadi
pada dasarnya yang berpengaruh terhadap perkembangan siswa
yaitu proses pendidikan di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan
dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam
proses pendidikan juga dapat memberikan motivasi dan dorongan
kepada siswa dalam menumbuhkan minatnya. Sebagai pendidik
dalam lembaga pendidikan formal, maka guru berperan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang
pada dasarnya adalah ke arah pengembangan kualitas SDM yang
berguna.
2. Pendidikan Kewirausahaan Dalam Membangun Motivasi Anak
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan
memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Motivasi merupakan hal yang
melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan
berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dalam berwirausaha, peran motivasi terutama motivasi untuk
berhasil menjadi sangat penting. Sebab di dalam motivasi terdapat
sejumlah motif yang akan menjadi pendorong (drive atau stimulus)
tercapainya keberhasilan. Apalagi di dalam motivasi berwirausaha
diperlukan daya juang untuk sukses, mau belajar melihat keberhasilan
orang lain, memiliki dorongan kuat untuk mengatasi semua kendala
dalam berwirausaha.
Anak yang memiliki motivasi berwirausaha tinggi, berarti
mempunyai kemauan untuk berhasil dalam berwirausaha. Dengan
pertimbangan anak-anak belum terjun secara aktif dalam kegiatan
wirausaha sehingga tidaklah mungkin mengukur perilakunya dalam
berwirausaha dan dengan asumsi bahwa sikap berwirausaha sangat
dekat dengan perilaku dalam bidang berwirausaha, maka berdasarkan
teori dan hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa motivasi berwirausaha mempengaruhi sikap
berwirausaha.
3. Kewirausahaan Menumbuhkan Kecerdasan Finansial
Kecerdasan finansial adalah kecerdasan untuk mengelola uang.
Menambah penghasilan dengan usaha seperti itu, bukanlah hal yang
negatif. Justru hal itu sangatlah disarankan untuk dikenalkan kepada
anak sejak dini. Mengajarkan anak soal menabung dan menambah
penghasilan merupakan suatu cara yang efektif untuk menumbuhkan
jiwa enterpreneurship pada si kecil.
Kecerdasan finansial dan jiwa wirausaha bisa dikenalkan orang
tua kepada anaknya sejak dini. Yang perlu ditekankan adalah cara
mendidik anak dengan suasana yang menyenangkan, dan tidak
memaksa kehendak kepada anak. Ada beberapa cara untuk
menumbuhkan kecerdasan finansial pada anak, yaitu :29
a. Memahamkan anak tentang berbagai kebutuhan sehari-hari sesuai
fase perkembangannya
Kebutuhan masing-masing keluarga tentu berbeda-beda.
Sebelum memberikan pemahaman, orang tua perlu memahami
terlebih dahulu fase perkembangan anak. Sehingga dapat
memberikan penjelasan yang tepat sesuai usia anak.

29
Abdillah Mundir, Penerapan Pendidikan Financial Pada Anak Usia Sekolah, Jurnal Al-
Mudarris Vol. 1 No. 2 Oktober 2018, h.109-110.
b. Memahamkan anak mengenai perbedaan keinginan dan kebutuhan
Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi, ada atau
tidak ada uang, misalnya, kebutuhan makan. Sedangkan keinginan
adalah sesuatu yang pemenuhannya bisa ditunda dan tidak harus
sekarang. Oleh karena itu, jika anak menangis meminta dibelikan
sesuatu, jelaskanlah terlebih dahulu apakah itu kebutuhan atau
hanya keinginan. Penjelasan ini bisa dilakukan dengan memberikan
pengertian yang baik kepada anak. Utamanya adalah memberikan
contoh dengan memulai dari diri orang tua dan guru sendiri sebagai
teladan. Mengendalikan diri untuk tidak membeli barang
dikarenakan alasan ada diskon, dan mampu berkomitmen hanya
membeli barang yang dibutuhkan ketika belanja bersama anak.
c. Memberi kepercayaan anak untuk mengelola uang saku
Sebaiknya penggunaan istilah uang jajan pada anak diganti
dengan uang saku. Karena ini berpengaruh pada persepsi yang
dimiliki anak. Uang saku adalah uang yang dapat dikelola
penggunaannya, sedangkan uang jajan digunakan untuk membeli
jajan dan bersenang-senang. Latihan pengelolaan keuangan, bisa
dimulai dengan memberikan uang saku pada anak satu minggu
sekali. Nah, untuk menerapkan hal ini orang tua harus dapat
bersikap tega dan konsisten. Karena di awal prosesnya, terkadang
uang saku satu minggu bisa dihabiskan anak hanya beberapa hari
saja. Jika seperti itu, biarkan anak belajar merasakan
konsekuensinya.
d. Mendampingi anak secara bertahap, ajarkan, buat kesepakatan,
contohkan dan konsisten
Pemberian uang saku diikuti dengan penjelasan bagaimana
alokasinya. Sehingga anak memiliki gambaran bagaimana
menggunakan uang sakunya. Bisa untuk membeli jajan, membeli
perlengkapan sekolah yang rusak, dan menabung. Dengan diberi
kepercayaan untuk mengelola uang saku, anak akan berpikir ulang
dalam menggunakan uangnya. Dan jika menginginkan sesuatu anak
akan berpikir bagaimana mendapatkan uang, misalnya berjualan.
Sehingga tidak mudah minta uang pada orang tua. Hal ini perlu
contoh dari orang tua dalam menerapkannya.
e. Memberi kesempatan anak untuk salah
Apabila jatah uang saku anak seminggu namun dihabiskan
dalam tiga hari, maka jangan serta merta memarahi anak. Berikan
senyuman, ajak bicara dan cari tahu bagaimana penggunaan
uangnya. Biarkan anak menceritakan dengan leluasa tanpa adanya
tekanan. Kesalahan yang diperbuat anak bisa jadi memberikan
pelajaran yang berharga.
f. Evaluasi dan lanjutkan proses belajar
Setelah anak melakukan kesalahan, ajak anak
berkomunikasi dengan baik. Kesediaan anak bercerita dengan jujur
pada orang tua jauh lebih penting daripada berfokus pada
kesalahannya. Dengan begitu, evaluasi bersama akan dapat
dilakukan. Biarkan anak menemukan solusi dan apa yang
seharusnya dilakukan agar kesalahan tidak terulang kembali.
g. Anak berhak dan wajib berkontribusi dalam pembiayaan acara
keluarga
Misalnya untuk acara liburan bersama yang sudah
direncanakan jauh hari. Diskusikan bersama akan pergi ke mana,
dana yang dibutuhkan. Ajak anak untuk berkontribusi sesuai
kemampuannya untuk mewujudkan liburan bersama tersebut,
misalnya acara ulang tahun anggota keluarga.
h. Apresiasi keberhasilan anak walaupun kecil
Dengan memberikan apresiasi anak akan termotivasi
memperbaiki untuk menghasilkan keberhasilan yang lebih besar.
i. Ganti kritik dengan evaluasi bersama
Evaluasi bersama akan menstimulasi anak untuk
menemukan solusi dan kesepakatan untuk menjadi lebih baik lagi.
Stimulasi kecerdasan finansial bisa dimulai sejak dini.
Terutama jika anak sudah minta dibelikan sesuatu, artinya anak
sudah mengerti tentang uang. Sehingga mulai dapat distimulasi
kecerdasan finansialnya. Saat anak beranjak di bangku sekolah,
yang terpenting adalah menanamkan jiwa wirausaha. Apabila anak
menginginkan sesuatu tidak harus beli tapi bisa dicoba untuk
membuatnya sendiri bersama orang tua.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
melihat dan menilai kesempatan dan kesempatan bisnis, mengumpulkan
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan
mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses.
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang
yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia
nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksud dengan seorang
wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan
menilai kesempatan - kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya -
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat,
mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk
mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam
rangka meraih sukses atau meningkatkan pendapatan.
Zimmerer, nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara
antara lain pengembangan teknologi baru (developing new technology),
penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge), perbaikan produk
(barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
dan penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa
yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different
ways of providing more goods and services with fewer resources).
Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang
yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai
kesempatan. Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para
ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-
beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988),
menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi
berbagai peluang (Kirzner, 1973), dan menghadapi ketidakpastian (Knight,
1921).
Dalam menerapkan pembelajaran mengenai kewirausahaan pada anak,
maka ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan baik oleh orangtua maupun
guru, diantaranya yaitu kelas memasak (cooking class), outing class, dan
market day.
Model pembelajaran adalah rangkaian dari pendekatan, strategi,
metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran berorientasi
kewirausahaan tidak semata mengajarkan anak untuk berdagang atau mencari
uang sejak dini, melainkan menumbuhkan dan mengembangkan sifat atau
karakter yang telah ada pada diri anak. Model pembelajaran berorientasi
kewirausahaan diarahkan kepada pencapaian tiga kompetensi, yaitu
penanaman karakter entrepreneur, pemahaman konsep, dan skill.
Menanamkan jiwa kewirausahaan kepada anak sejak dini, akan
membentuk individu yang memiliki beberapa keterampilan, antara
lain managerial skill (ketrampilan manajerial), conceptual skill (merumuskan
tujuan), human skill (keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan
berelasi), decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan
mengambil keputusan), dan time managerial skill (keterampilan mengatur
dan menggunakan waktu).
Dalam INPRES No. 1 dan 6 Tahun 2010 terdapat 17 nilai
kewirausahaan, yang juga dijadikan sebagai landasan dasar sekaligus tujuan
dalam mengenalkan dan menanamkan jiwa wirausaha pada anak usia dini,
yaitu mandiri, kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan,
kepemimpinan, kerja keras, jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab,
kerjasama, pantang menyerah (ulet), komitmen, realistis, rasa ingin tahu,
komunikatif, dan motivasi kuat untuk sukses.
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan
akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa untuk berwirausaha,
diantaranya kemauan, ketertarikan, lingkungan keluarga, dan lingkungan
sekolah
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan
memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Motivasi merupakan hal yang
melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan berbagai upaya.
Dalam berwirausaha, peran motivasi terutama motivasi untuk berhasil
menjadi sangat penting. Sebab di dalam motivasi terdapat sejumlah motif
yang akan menjadi pendorong (drive atau stimulus) tercapainya keberhasilan.
Anak yang memiliki motivasi berwirausaha tinggi, berarti mempunyai
kemauan untuk berhasil dalam berwirausaha.
Kecerdasan finansial adalah kecerdasan untuk mengelola uang.
Kecerdasan finansial dan jiwa wirausaha bisa dikenalkan orang tua kepada
anaknya sejak dini. Yang perlu ditekankan adalah cara mendidik anak dengan
suasana yang menyenangkan, dan tidak memaksa kehendak kepada anak. Ada
beberapa cara untuk menumbuhkan kecerdasan finansial pada anak, yaitu
memahamkan anak tentang berbagai kebutuhan sehari-hari sesuai fase
perkembangannya, memahamkan anak mengenai perbedaan keinginan dan
kebutuhan, memberi kepercayaan anak untuk mengelola uang saku,
mendampingi anak secara bertahap, ajarkan, buat kesepakatan, contohkan dan
konsisten, memberi kesempatan anak untuk salah, evaluasi dan lanjutkan
proses belajar, anak berhak dan wajib berkontribusi dalam pembiayaan acara
keluarga, apresiasi keberhasilan anak walaupun kecil, dan ganti kritik dengan
evaluasi bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma'mur. 2013. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter


di. Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
Barnawi dan Arifin, Mohammad. 2012. Schoolpreneurship: membangkitkan jiwa
dan kewirausahaan siswa. Yogyakarta: AR-Ruzzmedia.
Barnawi. 2016. School Preneurship Membangkitkan Jiwa & Sikap
Kewirausahaan Siswa. Jakarta: AR-Ruzz Media.
Chatton, August N. 2017. Strategi Membentuk Mental Entrepreneur Pada Anak
(Mempersiapkan Wirausahawan Sukses Sejak Dini). Jakarta: Laksana.
Direktorat Pembinaan Khusus. 2010. Bahan Pelatihan untuk Calon Wirausaha:
Konsep Dasar Kewirausahaan. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Instruksi Presiden No. 1 dan 6 Tahun 2010.
Jufri, Muhammad dan Wirawan, Hillman. 2014. Internalisasi Jiwa
Kewirausahaan Pada Anak. Jakarta: Prenadamedia Group.
Kasmir. 2002. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Kristanto, Heru. 2009. Kewirausahaan Entrepreneurship. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Mundir, Abdillah. 2018. Penerapan Pendidikan Financial Pada Anak Usia
Sekolah.Jurnal Al-Mudarris 1(2): 108.
Nurseto, Tejo. 2010. Pendidikan Berbasis Entrepreneur. Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia 8(2): 7.
Saroni, Mohammad. 2012. Mendidik & Melatih Entrepreneur Muda: Membuka
Kesadaran Atas Pentingnya Kewirausahaan bagi Anak Didik. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Soesarsono. 2002. Pengantar Kewirausahaan. Bogor: IPB.
Sofino. 2017. Pembelajaran Kewirausahaan pada PAUD. Jurnal Seminar
Nasional Pendidikan Nonformal FKIP 1(1): 61-69.
Sujono, Bambang dan Sujiono, Yuliani Nurani. 2010. Bermain Kreatif Berbasis
Kecerdasan Jamak. Jakarta : PT. Indeks.
Sumantri, Mohamad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di
Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suryana, Yuyus dan Bayu, Kartib. 2014. Kewirausahaan; Pendekatan
Karakteristik Wirausaha Sukses. Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Suryana. 2017. Kewirausahaan Kiat Proses dan Proses Menuju Sukses. Jakarta:
Salemba Empat.
Syifauzakia. 2016. Penanaman Nilai-nilai Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini
Melalui Metode Proyek, Jurnal Tunas Siliwangi 2(1): 92-113.
Suryana. 2003. Kewirausahan: Pedoman Praktis, Kiat Dan Proses Menuju
Sukses (Edisi Revisi). Jakarta: Salemba Empat.
Wibowo, Agus. 2011. Pendidikan Kewirausahaan, Konsep dan Strategi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai