MAKALAH
MAKALAH
Dosen Pengampu :
Aris Imawan,M.Pd.I
Disusun Oleh :
JURUSAN TARBIYAH
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syari’ah
1. Pengertian Syari’ah
Secara etimologi, syariat berarti peraturan atau ketetapan yang Allah perintahkan
kepada hamba-hamba-Nya, seperti: shaum, shalat, zakat, dan seluruh kebajikan.
1
Allah Swt. berfirman, ”kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu
syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu” (QS Al-Jatsiyah [45]: 18).[13]
Suku kata syariat (syin-ra’-‘ain) dalam bentuk kata kerja dan kata benda
disebutkan sebanyak lima kali dalam al-Qur’an. Allah Swt. berfirman, ”Dia telah
mensyariatkan bagi kamu apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa
yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrohim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian
berselisih tentangnya” (QS Al-Syura [42]: 13). Kata yang menunjukkan arti
syariat dalam ayat tersebut berbentuk kata kerja lampau (syara’a), maksudnya
adalah sesuatu yang berkaitan dengan ushul (pokok-pokok agama) dan aqidah
(sistem kepercayaan). Semua risalah dari zaman Nuh sampai Muhammad
menyepakati hal tersebut.
a. Al-Qur’an
b. Al-Sunnah
1
Suteja, “Teori Dasar Tasawuf”,( Cirebon: Nurjati Press, 2011), 76
3
a.Menjaga kemaslahatan bersama
B. Thariqah
1. Pengertian thariqah
Kata thariqah berasal dari kata bahasa Arab yang berarti “jalan”. setara dengan
kata”way” dalam bahasa Inggris. Thariqah atau tarekat dalam islam berarti jalan
pertaubatan untuk kembali kepada Allah (“taubat berasal dari “taaba” yang
artinya “kembali” ). melalui jalan penyucian jiwa dan penyucian hati. 2
Menurut Banawi Umari, tarekat adalah jalan atau sistem yang ditempuh menuju
keridhoan Allah. Adapun ikhtiar menuju jalan itu disebut suluk, sedangkan
pelakunya bermakna salik. Jadi, tarekat adalah “saluran” dari tasawuf. Dalam
pembahasan ini, tarekat dipahami sebagai “organisasi kaum sufi”.
2. Jam’iyah Tarekat
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan
(Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa aliran
tarekat, diantaranya;
a. Tarekat Qodiriyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhyi al-Din Abu Muhammad ‘Abd. al-Qodir bin
musa bin Abdullah bin Musa (470-561 H. 1077/1166 M). Pengikutnya menyebar
di berbagai pelosok dunia Islam sampai ke Asia Barat dan Mesir. Pada abad XIX
M bercabang sampai ke Maroko hingga Indonesia.
b. Tarekat Rifa’iyah
2
Suteja, “Teori Dasar Tasawuf”,( Cirebon: Nurjati Press, 2011), 79
4
Tarekat Rifa’ifah didirikan oleh Ahmad al-Rifa’i (w. 570 H/1173 M). Tarekat ini
menyebar di Asia Barat dan Irak.
c. Tarekat Suhrowardiyah
C. Sufisme
1. Pengertian sufisme
Menurut objeknya aliran tasawuf terbagi kedalam tiga aliran induk, yaitu pertama
tasawuf akhlaki, kedua tasawuf falsafi, ketiga tasawuf irfani.
b. Tasawuf Falsafi
3
Suteja, “Teori Dasar Tasawuf”,( Cirebon: Nurjati Press, 2011), 82
5
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi
mistis dan rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf
falsafi menggunakan filosofi dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi
tersebut bisa bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para
tokohnya.
c. Tasawuf Irfani
Secara etimologi, kata Irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari lafad
“arafah” yang berarti mengenal atau pengenalan. Adapun secara terminologi
irfan diidentikan dengan ma’rifat sufistik. Sebagai ilmu, irfan memiliki dua
aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian
yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap
dirinya, dunia, dan Tuhan. Sementara itu, ‘irfan teoritis memfokuskan
perhatiannya pada masalah wujud (ontologi), mendiskusikan manusia, Tuhan
serta alam semesta.
D. Islam
Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Alquran yg
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.4 Dimensi Islam mempunyai
lima penyangga (rukun): Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan dan Haji,
Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang Ilmu
Fiqh. Ada dua sisi yang kita dapat gunakan untuk memahami pengertian
agama islam, yatu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi
pengertian tentang islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dari segi kebahasan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima
yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian.
Senada dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari
4
Muhaimin, “Metodologi Study Islam”,( Jakarta: RENAKA, 2000), 104
6
bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat dan sentosa. Dari
asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan
selamat, sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk , patuh, dan taat.
Dari pengertian itu, kata islam dekat dengan arti kata agama yang berarti
mengusai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
Rasulullah saw banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam,
umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), salamat unnas minal lisan wal
yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan,
serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai
Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang
nyata.
Ada indikasi bahwa Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam lingkaran
ajaran Ilahi. Sebuah Ayat Suci melukiskan bagaimana orang-orang Arab
Badui mengakui telah beriman tapi Nabi diperintahkan untuk mengatakan
kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru ber-Islam,
sebab iman belum masuk ke dalam hati mereka (QS. al-Hujarat:14). Jadi,
iman lebih mendalam daripada Islam, sebab dalam konteks firman itu, kaum
Arab Badui tersebut barulah tunduk kepada Nabi secara lahiriah, dan itulah
makna kebahasaan perkataan "Islam", yaitu "tunduk" atau "menyerah."
Tentang hadits yang terkenal yang menggambarkan pengertian masing-
masing Islam, iman dan ihsan, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa agama
memang terdiri dari tiga unsur: Islam, iman dan ihsan, yang dalam ketiga
unsur itu terselip makna kejenjangan: orang mulai dengan Islam,
berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan.
Selanjutnya, penjelasan yang sangat penting tentang makna "al-Islam" ini
juga diberikan oleh Ibn Taimiyah. Ia mengatakanbahwa "al-Islam"
mengandung dua makna adalah: pertama, ialah sikap tunduk dan patuh, jadi
tidak sombong; kedua, ketulusan dalam sikap tunduk kepada satu pemilik
atau penguasa. Jadi orang yang tulus itu tidak musyrik, dan ia adalah seorang
hamba yang berserah diri hanya kepada Allah.5.
Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat,
menegakkan shalat, membayar zakat, puasa ramadlan dan menunaikan haji
5
Muhammad, “Manhaj Aqidah”, (Terj) oleh Nabhani Idris, (Jakarta: PUSTAKA IMAM SYAFI’I,
2002), 58
7
ke Baitullah. Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak.
Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah penghambaannya.
Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu
penyerahan hati, yakni ridla dan taat, dan tidak menggangu orang lain, baik
dengan lisan maupun tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah
imaniyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan
menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan
melarang mengganggu orang lain. Ketaatan seseorang dengan hal tersebut
merupakan gambaran yang nyata tentang Islam. Hal tersebut mustahil dapat
terwujud dengan pembenaran dalam hati (iman). Dan berbagai hal itulah
yang disebut dengan Islam.
E. Iman
8
pengucapan dengan lisan dan aktivitas anggota badan”. Jadi, iman
melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan.
F. Ihsan
Dalam hadits yang disinggung di atas, Nabi menjelaskan, "Ihsan ialah bahwa
engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau
engkau tidak melihat-Nya,7 maka sesungguhnya Dia melihat engkau." Maka
ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam
hidup, melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di
depan hadirat-Nya ketika beribadah. Ihsan adalah pendidikan atau latihan
untuk mencapai dalam arti sesungguhnya. Karena itu, ihsan menjadi puncak
tertinggi keagamaan manusia. Ia tegaskan bahwa makna Ihsan lebih meliputi
daripada iman, dan karena itu, pelakunya adalah lebih khusus daripada
pelaku iman, sebagaimana iman lebih meliputi daripada Islam, sehingga
pelaku iman lebih khusus daripada pelaku Islam. Sebab dalam Ihsan sudah
terkandung iman dan Islam, sebagaimana dalam iman sudah terkandung
Islam. Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara harfiah berarti "berbuat
baik." Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin, sebagai seorang yang ber-
iman disebut mu'min dan yang ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai
bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan
pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Disabdakan oleh
Nabi bahwa yang paling utama di kalangan kaum beriman ialah yang paling
baik ahlaqnya.
Ihsan dalam arti akhlaq mulia atau pendidikan ke arah akhlaq mulia sebagai
puncak keagamaan dan yang dimasukkan ke dalam surga ialah orang yang
bertaqwa kepada Allah dan memiliki keluhuran budi pekerti.
BAB III
PENUTUP
7
Murata Sachiko, “Trilogi Islam (Islam, Iman, dan Ihsan)”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1997), 133
9
KESIMPULAN
4. Islam : islam adalah agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW yang
berpedoman dengan kitab suci Al-Qur’an, yang diturunkan melalui wahyu-
wahyu dari Allah SWT.
6. Ihsan : ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya tuhan
dalam hidup melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berad
di depan kehadiratNya saat beribadah.
DAFTAR PUSTAKA
10
Abdullah, “Fikih Ibadah”, (Terj) oleh Taufik Aulia Rahman, Solo: MEDIA
ZIKIR, 2000
Murata Sachiko, “Trilogi Islam (Islam, Iman, dan Ihsan)”, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1997
11