IAS 2 INVENTORY
Dosen Pengampu :
Ibu Dr. Reschiwati, S.E., Ak., M.M.
Disusun oleh :
Githa Anggrainy Saputri - 1811070055
Monica Ratu K - 1811070049
Oktaviana Sekar N - 1811070011
Robbi Yassir Amri - 1811070051
Jurnal
25 Jan 19
Dr. Purchase Rp 50.000.000
Cr. Account Payable Rp 50.000.000
30 Jan 19
Dr. Account Payable Rp 10.000.000
Cr. Purchase Return Rp 10.000.000
15 Feb 19
Dr. Account Payable Rp 40.000.000
Cr. Cash Rp 40.000.000
30 Mar 19
Dr. Account Receivable Rp 48.000.000
Cr. Sales Rp 48.000.000
2 Apr 19
Dr. Sales Return Rp 6.000.000
Cr. Account Receivable Rp 6.000.000
Karena sistem perpetual dicatat setiap ada perubahan dalam persediaan, maka
saldo dalam perkiraan yang ada di neraca saldo adalah saldo perkiraan persediaan
akhir, sehingga tidak diperlukan ayat jurnal penyesuaian.
CONTOH
Berikut transaksi PT XYZ pada tahun 2019:
25 Jan 19 Membeli Persediaan Barang Dagang kepada PT C sebesar Rp
50.000.000, 5/10, n/30
30 Jan 19 Dikembalikan barang kepada PT C karena tidak sesuai, senilai
Rp 10.000.000
15 Feb 19 Pembayaran hutang ke PT C atas transaksi tgl 25 Jan 19
30 Mar 19 Dijual Barang dagang dengan HPP persediaan tersebut sebesar
Rp 40.000.000, Mark Up 20%
2 Apr 19 Ada retur penjualan sebesar Rp 6.000.000
Jurnal
25 Jan 19
Dr. Merchandise Inventory Rp 50.000.000
Cr. Account Payable Rp 50.000.000
30 Jan 19
Dr. Account Payable Rp 10.000.000
Cr. Merchandise Inventory Rp 10.000.000
15 Feb 19
Dr. Account Payable Rp. 40.000.000
Cr. Cash Rp. 40.000.000
30 Mar 19
Dr. Account Receivable Rp 48.000.000
Cr. Sales Rp 48.000.000
(Rp 40.000.000 x 120%)
Dr. Cost of Good Sold Rp 40.000.000
Cr. Merchandise Inventory Rp 40.000.000
2 Apr 19
Dr. Sales Return Rp 6.000.000
Cr. Account Receivable Rp 6.000.000
Dr. Merchandise Inventory Rp 5.000.000
Cr. Cost of Good Sold Rp 5.000.000
(Rp 6.000.000 x 100/120)
E. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN
Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:235), ada tiga metode yang dapat
digunakan untuk menilai persediaan, yaitu :
1. First-in, first out (FIFO).
2. Last-in, first out (LIFO)
3. Average cost.
Seperti yang sudah dibahas diawal, bahwa pada tanggal 1 Januari 2005 IAS
2 sudah tidak membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga metode
pengukuran kas yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode Rata-rata
Tertimbang.
a. Metode First-in, First Out (FIFO).
Metode FIFO mengasumsikan persediaan yang dibeli pertama kali akan
dijual terlebih dahulu. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:236)
pengakuan cost of goods sold dengan menggunakan metode FIFO adalah
sebagai berikut : “Under the FIFO method, the costs of the earliest goods
purchased are the first to be recognized as cost of goods sold”. Sedangkan, untuk
perhitungan persediaan akhir (ending inventory) dengan menggunakan metode
FIFO menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:236) adalah sebagai berikut :
“Under FIFO, the cost of ending inventory is found by taking the unit cost of the
most recent purchase and working backward until all units of inventory are
costed”.
Dengan menggunakan metode FIFO, perusahaan akan menghasilkan laba
yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode LIFO maupun
metode rata-rata karena biaya unit yang lebih rendah dari pembelian persediaan
pertama kali. Tetapi, dengan laba yang besar, maka perusahaan juga akan
membayar pajak yang lebih besar sehingga tidak dapat dilakukan penghematan
pajak jika menggunakan metode FIFO. Manajemen perusahaan akan lebih memilih
untuk menggunakan metode FIFO karena dengan nilai laba perusahaan yang besar
akan menunjukkan bahwa kinerja manajemen perusahaan tersebut bagus dan
manajemen akan mendapatkan kompensasi berupa bonus yang cukup besar dari
perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode FIFO pada saat terjadi inflasi
akan menghasilkan laba yang besar sedangkan pada saat terjadi deflasi, perusahaan
yang menggunakan metode FIFO akan menghasilkan laba yang kecil.
Contoh:
Berikut ini adalah data yang diperoleh selama bulan April 2013 :
Tgl 1 April : Persediaan Awal 200 unit @ Rp. 900
Tgl 10 April : Pembelian 300 unit @ Rp. 1.000
Tgl 21 April : Pembelian 400 unit @ Rp. 1.100
Tgl 22 April : Penjualan 700 unit
Tgl 23 April : Pembelian 100 unit @ Rp. 1.200
Pada tanggal 30 April 2013 Persediaan Akhir sebanyak 300 unit
Diminta : Berapa nilai akhir 30 april 2013?
JAWAB
FIFO Periodik
1 April : Persediaan Awal 200 unit @ Rp. 900 = Rp. 180.000
10 April : Pembelian 300 unit @ Rp. 1.000 = Rp. 300.000
21 April : Pembelian 400 unit @ Rp. 1.100 = Rp. 440.000
23 April : Pembelian 100 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 120.000
Total 1.000 unit @ Rp. 1.040 = Rp.1.040.000
Persediaan yang terjual akhir periode = 1.000 unit - 300 unit = 700 unit
Persediaan akhir : 300 unit : 200 unit @ Rp. 1.100 = Rp. 220.000
100 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 120.000
Nilai persediaan akhir Rp. 340.000
HPP = Total Pembelian - Persediaan Akhir = Rp. 1.040.000 - Rp. 340.000
= Rp. 700.000
FIFO Perpetual
Kartu Persediaan Barang
TGL Pembelian Penjualan Persediaan
April Unit HP/unit Total Unit HP/unit Total Unit HP/unit Total
1 200 900 180.000
10 300 1.000 300.000 200 900 180.000
300 1.000 300.000
21 400 1.100 440.000 200 900 180.000
300 1.000 300.000
400 1.100 440.000
22 200 900 180.000 200 1.100 220.000
300 1.000 300.000
200 1.100 220.000
23 100 1.200 120.000 100 1.200 120.000
30 200 1.100 220.000
100 1.200 120.000
Persediaan akhir : 300 unit : 200 unit @ Rp. 1.100 = Rp. 220.000
100 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 120.000
Nilai persediaan akhir Rp. 340.000
b. Metode Rata-Rata Tertimbang - AVERAGE
Metode rata-rata mengasumsikan persediaan yang tersedia untuk dijual
memiliki rata-rata biaya per unitnya sama. Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel
(2005:238) perhitungan unit cost berdasarkan formula rata-rata tertimbang adalah
sebagai berikut : “Under this method, the cost of goods available for sale is
allocated on the basis of the weighted-average unit cost”. Metode rata-rata
mengasumsikan persediaan yang tersedia untuk dijual memiliki rata-rata biaya per
unitnyasama.
Contoh:
Berikut ini adalah data yang diperoleh selama bulan April 2013 :
Tgl 1 April : Persediaan Awal 200 unit @ Rp. 900
Tgl 10 April : Pembelian 300 unit @ Rp. 1.000
Tgl 21 April : Pembelian 500 unit @ Rp. 1.100
Tgl 22 April : Penjualan 700 unit
Tgl 23 April : Pembelian 100 unit @ Rp. 1.200
Pada tanggal 30 April 2013 Persediaan Akhir sebanyak 300 unit
Diminta : Berapa nilai akhir 30 april 2013?
Contoh:
Diketahui : - Persediaan Awal = Rp. 14.000.000
- Harga Eceran = Rp. 21.500.000
- HP. Pembelian = Rp. 61.000.000
- Harga ecerannya = Rp. 78.500.000
- Harga Eceran Penjualan Bersih = Rp. 70.000.000
Diminta: Berapa Taksiran persediaan akhirnya ?
Jawab :
Atas dasar HP Atas Dasar Harga Eceran
Persediaan awal 14.000.000 21.500.000
Pembelian 61.000.000 78.500.000
Total Persediaan 75.000.000 100.000.000
Penjualan Bersih 70.000.000
Persediaan Akhir (berdasarkan harga eceran) 30.000.000
Perbandingan HP terhadap Harga Eceran = (75.000.000 : 100.000.000) x 10 = 75%
Taksiran Persediaan Akhir = 75% x Rp. 30.000.000
= Rp. 22.500.000
G. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN
Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana
yang lebih rendah, Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian,
biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam
kondisi dan lokasi saat ini.
a) Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya
(kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas
pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara
langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa.
Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan
biaya pembelian
b) Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait
dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung. Termasuk
juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam
mengonversi bahan menjadi barang jadi. Overhead produksi tetap adalah biaya
produksi tidak langsung yang relatif konstan, tanpa memerhatikan volume
produksi yang dihasilkan, seperti penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan
peralatan pabrik, dan biaya manajemen dan administrasi pabrik. Overhead
produksi variabel adalah biaya produksi tidak langsung yang berubah secara
langsung, atau hampir secara langsung, mengikuti perubahan volume produksi,
seperti bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
c) Biaya Standard
Biaya standar memperhitungkan tingkat normal penggunaan bahan dan
perlengkapan, tenaga kerja, efisiensi dan utilisasi kapasitas. Biaya standar di-
review secara reguler dan, jika diperlukan, direvisi sesuai dengan kondisi
terakhir
d) Metode eceran
Metode eceran seringkali digunakan dalam industri eceran untuk menilai
persediaan dalam jumlah besar item yang berubah dengan cepat, dan memiliki
marjin yang sama saat tidak praktis untuk menggunakan metode penetapan
biaya lainnya
e) Biaya-biaya Lain
Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang
biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead
nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai
biaya persediaan.
I. PENGAKUAN BEBAN
Jika persediaan dijual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai
beban pada periode diakuinya pendapatan.
Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto dan
seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya
penurunan atau kerugian tersebut.
Setiap pemulihan kembali diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban
persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut.
Penurunan ke NRV
Penurunan dapat dilakukan item per item atau group.
Penurunan yang terjadi langsung dibebankan beban periode berjalan / menambah
beban persedian.
Pemulihan nilai akan diakui sebagai pengurang jumlah beban persediaan
Nilai realisasi bersih yang telah ditentukan harus ditinjau kembali pada setiap
periode berikutnya.
Contoh:
PT XYZ yang bergerak di bidang manufaktur memiliki persediaan yang belum
selesai (WIP) senilai $950 (cost) dan $1,000 (Sales), perkiraan biaya menyelesaikan
WIP tersebut adalah sebesar $50 dan estimasi biaya untuk menjual adalah sebesar
$200.
Maka Nilai Realisasi bersih dapat dihitung dengan rumus :
Selling Price – Estimated Cost to Complete – Estimated Cost to Sell
= $1,000 – $50 – $200 = $750
sehingga, dalam laporan keuangannya entitas melaporkan nilai persediaannya
sebesar $750, dan mengakui rugi penurunan nilai persediaan (loss on inventory
writedown) sebesar $200.
Jurnal:
Dr. Loss due to decline of inventory to NRV 31,000
Cr. Allowance to reduce inventory to NRV 31,000
Jika diterapkan secara kelompok hasilnya adalah sebagai berikut:
Frozen food
NRV FROZEN
FOOD 230,000 270,000 230,000
Canned Food
Mixed
Vegetables 95,000 92,000
NRV Canned
Food 185,000 187,000 185,000
Total Inventory
Value per group 415,000
Total Inventory
Values per Total 415,000 457,000 415,000
Tidak ada jurnal karna nilai inventory lebih kecil dibanding NRV
J. PENGENDALIAN
Informasi tentang jumlah tercatat yang disajikan dalam berbagai klasifikasi
persediaan dan tingkat perubahannya masing-masing berguna bagi pemakai laporan
keuangan. Klasifikasi persediaan yang biasa digunakan adalah barang dagangan,
perlengkapan produksi, bahan, barang dalam penyelesaian, dan barang jadi.
Persediaan dalam pemberi jasa biasanya disebut pekerjaan dalam penyelesaian
Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode, seringkali
disebut sebagai beban pokok penjualan, meliputi biaya-biaya yang sebelumnya
diperhitungkan dalam pengukuran persediaan yang saat ini telah dijual, overhead
produksi yang tidak teralokasi, dan jumlah biaya produksi persediaan yang tidak
normal. Kondisi tertentu dari entitas juga memungkinkan untuk memasukkan biaya
lainnya, seperti biaya distribusi.
Beberapa entitas mengadopsi suatu format laporan laba rugi yang
mengakibatkan jumlah yang diungkapkan adalah selain biaya persediaan yang
diakui sebagai beban selama periode yang bersangkutan. Dalam format ini, entitas
menyajikan analisa beban menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat dari beban.
Dalam kasus ini, entitas mengungkapkan biaya yang diakui sebagai beban untuk
bahan baku dan bahan habis pakai, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya bersama-
sama dengan jumlah perubahan neto persediaan pada periode tersebut.
K. PENGUNGKAPAN
Laporan keuangan harus mengungkapkan hal-hal berikut:
1. Kebijakan akuntansi yang diadopsi untuk mengukur persediaan, termasuk formula
pengukuran biaya yang digunakan (masuk pertama, keluar pertama = FIFO,
metode identifikasi khusus atau metode biaya perolehan rata-rata tertimbang);
2. Total jumlah yang dicatat dri persediaan sepanjang dengan klarifikasi yang baik
(misal barang jadi, barang dalam proses, bahan baku, suku cadang dan lain-lain);
3. Jumlah tercatat persediaan yang dibukukan atas dasar nilai wajar dikurang biaya
untuk menjual (misal persediaan broker-pedagang komoditas);
4. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode (misal harga pokok
penjualan);
5. Jumlah persediaan yang diturunkan jika ada, diakui sebagai beban di dalam
periode;
6. Jumlah pemulihan atas penurunan sebelumnya yang diakui sebagai seuatu
pengurangan di dalam jumlah persediaan yang dibebankan dalam periode tersebut
dimana pemulihan terjadi dan kondisi atau peristiwa yang menyebabkan pemulihan
itu terjadi; dan
7. Jumlah tercatat persediaan yang dijaminkan sebagai jaminan hutang.