Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

BISNIS DAN AKUNTANSI INTERNASIONAL

“INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS”

OLEH KELOMPOK 3

WILFRED D. B. LOFA (1710020126)


SILVESTER LOBO (1710020131)
STEFANUS WILA (1810020052)
SARAH WULAN DIAH AYU ADI PUTRI (1810020057)
FRANSISKA CLAUDIANA PUTRI (1810020069)
ALBERTO FERARI USBOKO (1810020080)
JORDAN RIVALDI MAKONI (1810020088)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS AKUNTANSI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami naikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul International Reporting Financial Standards.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Bisnis dan Akuntansi Internasional. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang akuntansi internasional bagi para
pembaca dan juga penulis.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat
membantu demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 ..................................................................................................................Lat
ar Belakang .............................................................................................
1.2 ..................................................................................................................Ru
musan Masalah ........................................................................................
1.3 ..................................................................................................................Tuj
uan ...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ..................................................................................................................IFR
S (International Reporting Financial Standards) ...................................
2.2 ..................................................................................................................GA
AP (General Accepted Accounting Principle).........................................
2.3 ..................................................................................................................Per
bedaan IFRS dan GAAP .........................................................................
2.4 ..................................................................................................................Per
bedaan IFRS dan GAAP dalam Pengakuan dan Pengukuran Aset..........

BAB III PENUTUP

3.1 ..................................................................................................................Kes
impulan ...................................................................................................
3.2 ..................................................................................................................Sar
an .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi merupakan suatu proses pengidentifikasian, pengukuran,


pencatatan dan pelaporan mengenai transaksi (kejadian ekonomi dan keuangan)
suatu organisasi, baik organisasi profit maupun non profit untuk menghasilkan
informasi yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan oleh pihak internal
maupun pihak eksternal organisasi. Oleh karena itu, informasi yang dihasilkan
harus sesuai dengan kondisi organisasi yang sebenarnya. Menurut Ball and Brown
(1968) dalam Hoesada (2008), informasi yang dihasilkan laporan keuangan
merupakan salah satu sumber informasi yang relevan dalam pengambilan
keputusan disamping yang berasal dari sumber lain, baik informasi keuangan dan
non keuangan, dan hal ini telah banyak dibuktikan secara alamiah walaupun
informasi dalam laporan keuangan (hanya) berisi kejadian atau peristiwa yang
telah terjadi (post information), karena laporan keuangan berdaya prediksi.
Dengan demikian laporan keuangan yang disajikan oleh suatu organisasi harus
dapat dipahami, relevan, dan dapat diandalkan, serta dapat dibandingkan, agar
berguna bagi pembuat keputusan atau pengguna laporan keuangan tersebut. Demi
memperoleh informasi berdaya banding dan berterima nasional dan global antara
penyusun laporan keuangan dan penggunanya (khususnya investor), sehingga
tidak menimbulkan informasi yang asimetris (asymetric information) dan untuk
mencegah moral hazard, maka diperlukan suatu standar akuntansi yang
berkualitas tinggi, memberi rambu-rambu dan memandu perilaku usaha yang
sehat (Scott 2000 dalam Hoesada 2008). Penggunaan standar akuntansi
internasional di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1973 dan Indonesia
telah mengalami beberapa perubahan aturan diantaranya: pertama, menggunakan
aturan Belanda; kedua menggunakan aturan Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP) dari Amerika Serikat; dan kemudian yang ketiga atau hingga
saat ini menggunakan International Accounting Standards (IAS). Dalam
perkembangan penyusunan standar akuntansi dikenal dengan dua pendekatan
(Hoesada, 2008), yaitu:

1) Principle-Based Accounting Standards:

a) Mengatur prinsip-prinsip akuntansi untuk suatu jenis transaksi,


khususnya terkait dengan pengakuan dan pengukuran, dan tidak
mengatur untuk suatu jenis industri tertentu.
b) Kelebihannya: tidak atau sedikit memberi peluang untuk melakukan
kreativitas negatif atas pengaturan akuntansi. Sehingga dua transaksi
yang secara substansi sama akan diperlakukan dan dicatat sama oleh
dua perusahaan yang berbeda. Serta pengaturan akuntansi yang ada
berlaku untuk seluruh perusahaan.
c) Memerlukan banyak professional judgement yang menuntut
kompetensi dan integritas yang tinggi, kesiapan profesi pendukung
dengan semakin dominannya fair value accounting.
d) Digunakan oleh International Accounting Standards Board (IASB).

2) Ruled-Based Accounting Standards:

a) Mengatur secara lebih detail dan biasanya hanya berlaku untuk suatu
industri tertentu.
b) Kelebihannya: lebih mudah diterapkan karena pengaturan lebih eksplisit.
c) Tidak banyak memerlukan professional judgement. Namun, membuka
peluang untuk melakukan sesuatu dengan tujuan sempit.
d) Digunakan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB).

FASB merefleksikan tingkat kecanggihan dan adidaya ekonomi dan keuangan


Amerika Serikat, sebaliknya IAS berupaya merangkul seluas-luasnya semua
negara dunia dari yang paling canggih-kaya sampai pada negara yang paling
miskinterbelakang (Hoesada, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa Itu IFRS ?
2) Apa Itu GAAP ?
3) Bagaimana Perbedaan Antara IFRS Dengan GAAP ?
4) Jelaskan Perbedaan Antara IFRS Dan GAAP Dalam Hal Pengakuan
Dan Pengukuran Aset !
1.3 Tujuan
1) Mahasiswa mampu menjelaskan apa itu IFRS
2) Mahasiswa mampu mendefinisikan tentang GAAP
3) Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan IFRS dengan GAAP
4) Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan IFRS dan GAAP dalam hal
pengakuan dan pengukuran aset
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 IFRS (International Financial Reporting Standards)

Menurut Warren, dkk (2014) International Financial Reporting


Standard (IFRS) merupakan seperangkat standar akuntansi global yang
dikembangkan oleh International Accounting Standars Board (IASB) untuk
penyusunan laporan keuangan perusahaan. IASB merupakan badan
independen yang membuat peraturan akuntansi. IASB tidak membuat
peraturan akuntansi untuk suatu negara tertentu melainkan dengan membuat
peraturan akuntansi yang dapat digunakan oleh berbagai negara dengan
tujuan mengembangkan seperangkat standar akuntansi global.
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar
akuntansi:
1. Definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan.
Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah
transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva,
hutang, modal, pendapatan dan biaya.
2. Pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan
nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya
transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada
tanggal neraca).
3. Dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan
untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut
dapat disajikan dalam laporan keuangan.
4. Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini
digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi
tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu
informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan
Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan
keuangan.
IFRS dirancang untuk membawa konsistensi pada bahasa akuntansi,
praktik dan pernyataan, dan untuk membantu bisnis dan investor membuat
analisis dan keputusan keuangan yang terdidik. IFRS Foundation
menetapkan standar untuk “membawa transparansi, akuntabilitas, dan
efisiensi ke pasar keuangan di seluruh dunia, menumbuhkan kepercayaan,
pertumbuhan, dan stabilitas keuangan jangka panjang dalam ekonomi
global.” Perusahaan mendapat manfaat dari IFRS karena investor lebih
cenderung memberikan modal ke perusahaan jika praktik bisnis perusahaan
transparan.
Standar IFRS mencakup berbagai kegiatan akuntansi. Ada aspek-
aspek tertentu dari praktik bisnis yang merupakan aturan wajib IFRS yaitu:

1) Pernyataan Posisi Keuangan: Ini juga dikenal sebagai neraca. IFRS


mempengaruhi cara di mana komponen neraca dilaporkan.
2) Pernyataan Penghasilan Komprehensif: Ini dapat berbentuk satu
pernyataan, atau dapat dipisahkan menjadi laporan laba rugi dan laporan
penghasilan lain, termasuk properti dan peralatan.
3) Pernyataan Perubahan Ekuitas: Juga dikenal sebagai laporan laba yang
ditahan, ini mendokumentasikan perubahan laba atau laba perusahaan
untuk periode keuangan tertentu.
4) Laporan Arus Kas: Laporan ini merangkum transaksi keuangan
perusahaan pada periode tertentu, memisahkan aliran kas ke dalam
Operasi, Investasi, dan Pembiayaan.
Selain laporan dasar ini, perusahaan juga harus memberikan
ringkasan kebijakan akuntansinya. Laporan lengkap sering terlihat
berdampingan dengan laporan sebelumnya, untuk menunjukkan perubahan
dalam untung dan rugi. Perusahaan induk harus membuat laporan terpisah
untuk masing-masing anak perusahaannya.

2.2 GAAP (Generally Accepted Accounting Principles)

GAAP merupakan kependekan dari Generally Accepted Accounting


Principles. GAAP adalah kombinasi dari standar otoritatif (ditetapkan oleh dewan
kebijakan) dan cara yang umum diterima untuk merekam dan melaporkan
informasi akuntansi. GAAP meningkatkan kejelasan komunikasi informasi
keuangan. GAAP juga merupakan sekelompok standar akuntansi dan penggunaan
industri umum yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Standar
akuntansi ini digunakan oleh organisasi untuk:

1. Mengatur informasi keuangan mereka dengan benar ke dalam catatan


akuntansi;
2. Ringkaslah catatan akuntansi ke dalam laporan keuangan; dan
3. Mengungkapkan informasi pendukung tertentu.

GAAP berasal dari pernyataan serangkaian entitas akuntansi yang disponsori


pemerintah, di mana Financial Accounting Standards Board (FASB) adalah yang
terbaru. Securities and Exchange Commission juga mengeluarkan pernyataan
akuntansi melalui Buletin Staf Akuntansi dan pengumuman lainnya yang hanya
berlaku untuk perusahaan publik, dan yang dianggap sebagai bagian dari GAAP.
GAAP dikodifikasikan ke dalam Accounting Standards Codification (ASC), yang
tersedia online dan dalam bentuk cetak. Salah satu alasan untuk menggunakan
GAAP adalah agar siapa pun yang membaca laporan keuangan beberapa
perusahaan memiliki dasar yang masuk akal untuk perbandingan, karena semua
perusahaan yang menggunakan GAAP telah membuat laporan keuangan mereka
menggunakan seperangkat aturan yang sama. GAAP mencakup beragam topik,
termasuk:

 Financial statement presentation


 Revenue, Equity, Liabilities
 Expenses dan Business combinations
 Fair value
 Foreign currency
 Pinjaman
 Transaksi Nonmoneter.
 Subsequent events
 Akuntansi khusus industri

Prinsip-Prinsip GAAP (Generally Accepted Accounting Principles)

10 prinsip umum ini dapat membantu Anda mengingat misi utama dan arah sistem
GAAP.

1. Prinsip Keteraturan

Akuntan telah mematuhi peraturan dan ketentuan GAAP sebagai standar.

2. Prinsip Konsistensi

Profesional berkomitmen untuk menerapkan standar yang sama selama proses


pelaporan untuk mencegah kesalahan atau perbedaan. Akuntan diharapkan untuk
sepenuhnya mengungkapkan dan menjelaskan alasan di balik standar yang diubah
atau diperbarui.

3. Prinsip Ketulusan

Akuntan berusaha untuk memberikan gambaran yang akurat tentang situasi


keuangan perusahaan

4. Prinsip Metode yang Permanen

Prosedur yang digunakan dalam pelaporan keuangan harus konsisten.


5. Prinsip Non-Kompensasi

Baik negatif dan positif harus sepenuhnya dilaporkan dengan transparansi dan
tanpa harapan kompensasi utang.

6. Prinsip Kehati-hatian

Menekankan representasi data keuangan berbasis fakta yang tidak dikaburkan


oleh spekulasi.

7. Prinsip Kesinambungan

Sementara menilai aset, harus diasumsikan bisnis akan terus beroperasi.

8. Prinsip Periodisitas

Entri harus didistribusikan sepanjang periode waktu yang sesuai. Misalnya,


pendapatan harus dibagi dengan periode yang relevan.

9. Prinsip Materialitas / Niat Baik

Akuntan harus berusaha keras untuk pengungkapan penuh dalam laporan


keuangan.

10. Prinsip Iman Yang Sangat Baik

Berasal dari frasa Latin “uberrimae fidei” yang digunakan dalam industri asuransi.
Ini mengandaikan bahwa pihak tetap jujur dalam transaksi.

2.3 Perbedaan IFRS (International Financial Reporting Standards) dan


GAAP (Generally Accepted Accounting Principles)

GAAP dan IFRS keduanya adalah standar akuntansi internasional yang


digunakan sebagai kiblat penyusunan laporan keuangan di berbagai negara.
Keduanya sama-sama bertujuan untuk menciptakan laporan keuangan yang
berkualitas dan dapat diperbandingkan atau diharmonisasi. Meski sama-sama
digunakan sebagai standar akuntansi global, keduanya memiliki perbedaan.
Perbedaan penting dari kedua prinsip tersebut adalah dasar penyusunan laporan
keuangan. GAAP menggunakan rule-based sedangkan IFRS menggunakan
principle-based. Rule-based sendiri lebih mengedepankan aturan-aturan baku
sehingga penyusunan laporan dapat terbebas dari keragu-raguan atau kesalahan
yang berarti. Namun kekurangannya, rule-based membuat laporan keuangan
menjadi sangat kompleks dan seringkali membuat manajer keuangan untuk
memanipulasi hasil laporannya. Sedangkan principle-based memiliki pendekatan
yang lebih fleksibel. Dimana manajer akuntansi bisa membuat banyak estimasi
karena dibuat berdasarkan prinsip-prinsip umum yang nantinya bisa
dipertanggungjawabkan melalui judgement professional. Selain perbedaan dasar
penyusunan, ada beberapa hal perbedaan yang cukup mencolok dari kedua standar
tersebut yaitu:

1) Dalam manajemen persediaan, IFRS tidak mengenal Last-In, First-Out


(LIFO) sedangkan GAAP menggunakan tiga metode umum, LIFO;
First-In, First-Out (FIFO), dan average.
2) Dalam menganalisis nilai aset, GAAP menggunakan nilai historis,
sedangkan IFRS lebih mengenal nilai wajar.
3) IFRS lebih berfokus pada laporan neraca dan laba rugi sedangkan GAAP
berfokus pada laba rugi saja.

2.4 Perbedaan IFRS dan GAAP dalam Pengakuan dan Pengukuran Aset

Pengukuran Kos Investasi Awal

Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat aset tetap dalam kondisi
siap dioperasikan harus dicatat sebagai bagian dari kos aset. Elemen kos
mencakup (1) harga beli, termasuk biaya legal dan fee perantara, pajak impor,
pajak pertambahan nilai, dan pajak-pajak lain yang bersifat final, dikurangi
dengan diskon atau rabat dan (2) seluruh biaya langsung untuk membawa aset ke
lokasi hingga siap dioperasikan sesuai harapan manajemen, termasuk biaya
persiapan lokasi penempatan aset tetap, biaya pemasangan, dan biaya uji coba,
dan (3) taksiran biaya pembongkaran (dismantling costs), pemindahan barang,
dan penyiapan lokasi. Dari tiga macam elemen kos, letak perbedaan US GAAP
dan IFRS adalah pada perlakukan akuntansi atas dismantling costs, US GAAP
menggunakan prinsip kos historis, sehingga unsur biaya yang sifatnya masih
preditif, apalagi peristiwanya akan terjadi setelah aset tetap dihentikan
pemanfaatannya, tidak diperlakukan sebagai unsur kos aset tetap.

Dalam hal aset tetap diperoleh dengan cara kredit, bunga kredit tidak termasuk
sebagi kos aset tetap, dalam kasus ini kos aset tetap diakui sebesar nilai tunai dari
pembayaran periodik. Biaya inkremental lain, seperti biaya konsultasi dan biaya
komisi dalam rangka pembelian aset termasuk sebagai bagian dari kos aset tetap
berwujud. Dalam kasus ini, secara prinsip dan konsep tidak ada perbedaan antara
US GAAP dengan IFRS.

Biaya restorasi lokasi aset (decommissioning costs) yang diprediksi akan terjadi
pada akhir masa manfaat aset diperlakukan sebagai bagian dari kos aset tetap.
Dengan demikian kos aset tetap adalah mencakup kos perolehan aset tetap
ditambah dengan decommissioning costs dan dismantling costs. Rekening lawan
dari decommissioning costs adalah rekening utang bersyarat. IAS 37 menegaskan
bahwa provisions atau pencadangan utang atas decommissioning costs akan diakui
hanya pada saat dipenuhi kriteria sebagai berikut:

Pada saat pelaporan keuangan perusahaan terbukti memiliki kewajiban (present


obligation) baik secara legal maupun bersifat konstruktif, sebagai akibat dari
peristiwa yang lalu.

Kos Aset yang Dibangun Sendiri

Konsep pengukuran kos atas aset tetap yang dibangun sendiri adalah sama dengan
aset tetap yang diperoleh dengan membeli dalam bentuk jadi, yaitu bahwa seluruh
kos yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan aset diperlakukan
sebagai kos aset tetap, permasalahan hanya akan terjadi pada saat kos aset ternyata
melampaui recoverable amount, kelebihan kos harus diperlakukan sebagai biaya
pada periode terjadinya kos. Jumlah abnormal dari sisa bahan, tenaga, dan
sumberdaya yang lain tidak boleh diperlakukan sebagai kos aset tetap.

Aset tetap yang dibangun sendiri juga mencakup biaya pendanaan selama proses
pembangunan berlangsung. Ketentuan kapitalisasi biaya pendanaan diatur dalam
IAS 23. Kontroveri muncul untuk perlakuan akuntansi atas overhead kos tetap.
Terdapat dua alternatif perlakuan akuntansi atas overhead kos tetap:

Dibebankan ke kos aset berdasarkan jumlah wajarnya atau dibebankan secara


rata-rata, misalnya menggunakan basis yang sama dengan pembebanan untuk
persediaan yang diproduksi sendiri, atau

Dibebankan ke kos aset tetap hanya sebesar kenaikan fixed overhead cost yang
dapat diidentifikasi.

Kos atas Pertukaran Aset Tetap

Aset tetap kemungkinan diperoleh melalui pertukaran antar aset tetap. US GAAP
mengatur bahwa pertukaran harus dibedakan sebagai berikut:

Pertukaran tersebut antar aset sejenis atau tidak sejenis, kriteria sejenis atau tidak
sejenis adalah pada fungsi dari aset tetap, jika fungsinya sama maka akan
disimpulkan sebagai aset tetap sejenis.

Jika pertukaran dilakukan antara aset tetap sejenis, maka tidak boleh diakui
adanya laba pertukaran aset tetap, kecuali dalam pertukaran tersebut diterima
sejumlah kas, maka laba diakui proporsional dengan kas yang diterima.

IFRS menetapkan standar yang kurang lebih sejalan dengan yang diatur dalam US
GAAP, perbedaanya adalah pada ketentuan sejenis dan tidak sejenis. IFRS
menggunakan istilah substansi ekonomi, dalam arti bahwa pertukaran tersebut
mengandung substansi ekonomi atau tidak. Ukuran substansi ekonomi adalah
pada pengaruhnya terhadap arus kas di waktu yang akan datang, jika arus kas di
waktu yang akan datang diprediksi tidak terpengaruh oleh pertukaran, maka
pertukaran akan dianggap sebagai tidak memiliki substansi ekonomi, atau
dianggap sebagai pertukaran aset tetap sejenis, meskipun pada dasarnya aset tetap
tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda.

Kos Setelah Kepemilikan

Kos yang terjadi setelah kepemilikan aset tetap, seperti perbaikan, pemeliharaan,
atau perbaikan(betterment). Perlakukan akuntansi atas kos setelah pemilikan
ditentukan oleh karakteristik dari kos tersebut. Kos setelah pemilikan dapat
dikapitalisasi sepanjang kos tersebut diprediksi akan memberikan manfaat
ekonomi di waktu yang akan datang melampau prediksi manfaat ekonomi semula,
misalnya umur ekonomisnya bertambah, kapasitas produksinya bertambah, atau
kualitas outputnya meningkat.

Sebagaimana halnya dalam kos aset yang dibuat sendiri, jika kos penggantian
melampaui batasan kos yang telah ditetapkan, maka kelebihan kos harus
dibebankan sebagai biaya pada periode yang berjalan, dan pada saat perbaikan
aset menyangkut penggantian sebagian dari aset, bagian aset yang diganti harus
diperlakukan sebagai penghentian aset.

Untuk komponen aset tetap yang harus diganti secara periodic, karena usia
ekonomisnya lebih cepat dibanding aset tetap utamannya, maka komponen
tersebut harus didepresiasi tersendiri sesuai dengan umur ekonomis bagian dari
aset tetap tersebut, sehingga ketika komponen tersebut diganti atau direnovasi
total, komponen tersebut diharapkan sudah habis didepresiasi secara penuh. Jika
ternyata masih tersisa kos komponen aset tetap yang belum didepresiasi penuh
dan komponen aset tetap yang baru telah dibukukan sebagai komponen aset tetap,
maka sisa kos aset tetap tersebut harus dihapus dari rekening komponen aset tetap.

Prinsip umum yang dapat digunakah adalah jika pengeluaran kos setelah
pemilikan hanya ditujukan untuk membuat aset tetap dapat berfungsi sesuai
dengan prediksi kapasitas produksi pada saat aset tetap diperoleh, atau untuk
mengembalikan kapasitas aset tetap ke kapasitas semula, pengeluaran kos setelah
pemilikan tersebut tidak boleh dikapitalisasi.
Pengecualian dapat diberikan pada saat aset tetap diperoleh dalam kondisi
memerlukan pengeluran tertentu untuk membuat aset tetap tersebut dalam kondisi
dapat dioperasikan sebagaimana yang diharapkan. Dalam kondisi semacam ini,
kos kos yang dalam kondisi normal masuk dalam kategori biaya pemeliharan dan
tidak dikapitalisasi, dapat diperlakukan sebagai kos yang dikapitalisasi. Setelah
restorasi aset tetap selesai, selanjutnya pengeluaran biaya pemeliharaan harus
diperlakukan sebagai biaya periode.

Depresiasi

Tidak ada perbedaan antara US GAAP dan IFRS tentang peran penting prinsip
penandingan (matching principle). Sesuai dengan konvensi dasar tentang prinsip
penandingan, kos aset tetap harus dialokasikan ke masing-masing periode yang
menikmati jasa aset tetap melalui depresiasi. Pemilihan metode depresiasi harus
disesuaikan dengan karakteristik aset tetap yang didepresiasi, dengan tujuan agar
menghasilkan alokasi kos aset tetap secara sistematis dan rasional selama umur
ekonomis aset tetap.

Penentuan umur ekonomis aset tetap harus mempertimbangkan sejumlah factor,


misalnya faktor perubahan teknologi, keusangan normal, penggunaan secara fisik,
serta kemampuan untuk menggunakan aset tetap, baik secara legal maupun
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan keterbatasan yang lainnya. IAS 16
menyatakan bahwa, meskipun secara normal tanah memiliki umur ekonomis tak
terbatas sehingga kos tanah tidak didepresiasi, tetapi pada saat di dalam kos tanah
dimasukkan unsur kos penataan kembali atau kos restorasi tanah pada akhir masa
penggunaannya, maka kos penataan kembali atau kos restorasi tanah harus
didepresiasi sesuai dengan umur ekonomisnya. Dalam bidang industri tertentu,
tanah kemungkinan memiliki umur ekonomis yang terbatas, misalnya terjadinya
penurunan kesuburan tanah atau karena spesifik yang lainnya, dalam kasus
semacam ini kos tanah harus didepresiasi sesuai dengan umur ekonomisnya.

Nilai Residu
IAS 16 menyatakan bahwa nilai residu sering tidak material dan dalam praktik
sering diabaikan, namun demikian untuk aset tertentu sangat dimungkinkan
bahwa nilai residu cukup material, terutama pada saat perusahaan menghentikan
aset lebih awal dari umur ekonomisnya, misalnya nilai residu aset tetap untuk
bisnis perhotelan, yang karena tuntutan kualias pelayanan, aset tetap cenderung
dipelihara dengan standar tinggi, bahkan untuk aset tetap tertentu bisa jadi nilai
residunya lebih tinggi dari kos perolehannya.

Dalam perspektif kos historis, nilai residu didefinisikan sebagai nilai yang
diharapkan dari aset tetap pada akhir masa kegunaan aset tetap, berdasar nilai
mata uang sekarang. Namun demikian nilai residu harus diukur berdasarkan nilai
bersih di luar biaya penghentian aset tetap. Dalam kasus tertentu, dimungkinkan
aset tetap memiliki nilai residu negatif, sebagai contoh adalah nilai residu aset
tetap pada saat suatu entitas harus mengeluarkan biaya untuk penghentian aset
tetap dalam jumlah yang cukup besar, atau pada saat suatu perusahaan harus
mengembalikan property seperti keadaan sebelum suatu aset ditempatkan,
misalnya untuk kasus tanah pertambangan yang menjadi objek undang-undang
perlindungan lingkungan. Dalam kasus semacam ini total beban depresiasi
kemungkinan akan melampaui kos perolehan aset tetap, sehingga pada akhir umur
ekonomis aset tetap, taksiran utang atas penghentian aset akan sama dengan
jumlah nilai residu negatif. Sehubungan dengan potensi kasus semacam ini, nilai
residu akan menjadi objek pengkajian ulang paling tidak satu tahun sekali.

Jika pengukuran aset tetap menggunakan metode revaluasi, nilai residu harus
diukur ulang pada setiap tanggal revaluasi aset tetap. Pengukuran nilai residu
dilakukan dengan menggunakan data nilai realisasi aset sejenis, dan umur
ekonomis aset tetap pada saat dilakukan revaluasi. Namun demikian dalam
pengukuran nilai residu tidak perlu dilakukan pengukuran potensi inflasi serta
tidak perlu dilakukan pengukuran nilai sekarang untuk mengakui adanya
perubahan nilai waktu uang. Sesuai dengan prinsip kos historis dalam akuntansi
aset tetap, jika diprediksi terjadi nilai residu negatif, nilai residu negatif
dibebankan selama umur ekonomis aset tetap, dengan cara seperti ini pada akhir
umur ekonomis jumlah biaya penghentian aset tetap telah habis dibebankan dan
disebar ke seluruh periode akuntansi selama umur ekonomis aset tetap.

Umur Ekonomis Aset Tetap

Umur ekonomis aset tetap dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kebijakan
perbaikan dan pemeliharaan aset, perubahan teknologi, dan permintaan pasar atas
barang yang diproduksi dengan menggunakan aset tetap yang bersangkutan. Jika
ketika melakukan review metode depresiasi ternyata dapat diidentifikasi berbagai
hal yang mempengaruhi penggunaan aset tetap, sehingga taksiran umur ekonomis
menjadi di atas atau di bawah taksiran sebelumnya, maka perubahan taksiran
umur ekonomis diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi, bukan
sebagai koreksi atas kesalahan akuntansi. Dengan demikian, tidak perlu
dilakukan pelaporan ulang atas biaya depresiasi yang dibebankan pada periode
sebelumnya, perubahan diperhitungkan secara prospektif, yaitu direfleksikan pada
periode terjadinya perubahan dan periode-periode sesudahnya.

Revaluasi Aset Tetap

IAS 16 menyediakan dua pendekatan akuntansi untuk revaluasi aset tetap


berwujud. Pertama adalah akuntansi berdasar kos historis, di mana kos perolehan
atau kos konstruksi digunakan sebagai dasar pengakuan perolehan aset tetap,
menjadi dasar perhitungan depresiasi selama umur ekonomis aset tetap, dan juga
sebagai dasar penghapusan aset tetap dalam hal terjadi penurunan nilai aset tetap
yang bersifat permanen. Dalam sejumlah Negara metode ini menjadi satu-satunya
metode yang diperkenankan, tetapi dalam beberapa negara tertentu, terutama di
negara-negara yang tingkat inflasinya tinggi, mengijinkan baik revaluasi penuh
maupun revaluasi secara terbatas (selected revaluation), dan IAS 16
membolehkan praktik semacam ini dengan memberi mandat yang dinyatakan
dalam suatu model yang disebut ?model revaluasi (revaluation model)?. Dalam
model revaluasi, setelah pengakuan aset, selanjutnya elemen-elemen aset tetap
yang nilai wajarnya dapat diukur dengan terpercaya (reliable) harus disajikan
sebesar nilai revaluasinya, yaitu sebesar nilai wajar aset tetap pada tanggal
revaluasi dikurangi dengan akumulasi depresiasi sesudah revaluasi dan akumulasi
rugi penurunan nilai setelah revaluasi.

Dasar pemikiran pengakuan revaluasi adalah berhubungan dengan laporan posisi


keuangan (neraca) dan pengukuran kinerja periodik entitas yang disajikan dalam
laporan rugi laba komprehensif. Sehubungan dengan pengaruh inflasi, yang jika
diukur secara tahunan tidak material, tetapi jika diukur selama umur ekonomis
aset tetap jumlahnya bisa menjadi material, maka laporan pisisi keuangan dapat
menjadi kumpulan beragam kos yang tidak bermakna jika prinsip kos historis
tetap dipertahankan dan revaluasi aset tetap tidak diperkenankan untuk diterapkan.

Nilai Wajar

Sebagai basis dari metode revaluasi, standar mendeskripsikan nilai wajar yang
digunakan dalam setiap kasus revaluasi, yaitu yang didefinisikan sebagai nilai aset
yang dapat digunakan sebagai basis nilai pertukaran antara dua fihak yang sama-
sama memahami aset dan berkenan untuk melakukan pertukaran.

Lebih jauh standar mensyaratkan bahwa sekali suatu entitas menggunakan model
revaluasi, mereka harus secara konsiten melakukannya di waktu yang akan
datang, atau memastikan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara nilai wajar
dengan nilai saji pada saat pelaporan laporan keuangn. Dengan kata lain, jika
suatu entitas telah menggunakan metode revaluasi, entitas tersebut tidak boleh
melaporkan nilai aset yang tidak relevan dengan nilai wajarnya. Jika metode
revaluasi tidak dijalankan secara konsisten, dampaknya akan sangat besar
terhadap interpretasi pengguna laporan keuangan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara konseptual IFRS menawarkan standard akuntansi yang lebih ideal


untuk diterapkan, terlepas dari berbagai hambatan yang dipastikan akan dihadapi
pada saat standard tersebut diterapkan. Dalam hal standard akuntansi untuk aset
tetap, terdapat sejumlah kesamaan dan juga sejumlah perbedaan. Hal-hal yang
berbeda dalam IFRS pada dasarnya sudah lama menjadi wacana dalam perumusan
US GAAP, dan tidak dimasukkannya wacana standar akuntansi ke dalam US
GAAP adalah karena faktor pertimbangan biaya, manfaat, dan risiko. Dengan
demikian, jika pada akhirnya wacana standar akuntansi yang tidak dimasukkan ke
dalam US GAAP sekarang justru dimasukkan ke dalam IFRS, maka pengguna
standar harus terampil di dalam menerapkannya sehingga tujuan ideal dari IFRS
benar-benar bisa dicapai.

Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dan dikaji ulang secara lebih
komprehensif dalam kaitannya dengan standard akuntansi untuk aset tetap
adalah sebagai berikut:
1) Masalah saat pengakuan aset tetap, tidak terdapat perbedaan antara US
GAAP dan IFRS.
2) Masalah pengukuran kos perolehan aset tetap, terdapat perbedaan antara
US GAAP dengan IFRS, terutama dengan perlunya dimasukkan
unsur dismantling costs dan decommissioning costs.
3) Masalah pengukuran kos depresiasi aset tetap, terdapat perbedaan antara
US GAAP dengan IFRS, yaitu dengan dimasukkannya dismantling costs,
decommissioning costs, pengukuran nilai residu, dan revaluasi aset tetap.
4) Masalah penyajian kos aset tetap di dalam laporan posisi keuangan,
terdapat perbedaan antara US GAAP dan IFRS, yaitu berdasarkan kos
historis untuk US GAAP dan berdasarkan fair value untuk IFRS.

Dengan memahami perbedaan pokok antara US GAAP dan IFRS, serta


memahami pemikiran yang melatarbelakangi masing-masing standard, akan
menjadi lebih mudah di dalam memetakan permasalah stadard akuntansi untuk
aset tetap serta di dalam menerapkannya di dalam dunia praktik. Pembandingan
antara US GAAP dan IFRS memegang peran penting dalam proses pemahaman
mengingat US GAAP adalah standar akuntansi yang sudah dikenal dan diterapkan
secara luas selama puluhan tahun.

3.2 Saran

Demikian materi dalam makalah ini yang dapat kami sampaikan, semoga apa
yang telah dipaparkan diatas dapat menambah ilmu dan wawasan dari para
pembaca sekalian. Kami juga menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
sangat membantu demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai