Anda di halaman 1dari 5

(Silvilla Sani)(06-Oktober-2019)(Bagaimana Cara Menjadi Manusia Mulia)

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum ustadz, adakah hukum orang tua yang durhaka kepada


anak? Dan apakah ada orang tua yang durhaka kepada anak?

Jawabannya:

Ada, banyak anak yang didurhakai orang tuanya, tapi kerap kali yang
ditampilkan umum selalu anak durhaka kepada orang tua. Padahal, orang tua
yang durhaka kepada anak jumlahnya sebanding dengan anak yang durhaka
pada orang tua. Contoh orang tua durhaka kepada anak itu, misalnya suami-
istri bercerai, nah suami yang juga ayah dari anak tidak menafkahi anak. Hal ini
termasuk perbuatan dzalim karena meskipun sudah bercerai, kewajiban
menafkahi anak tidak boleh terputus. Misalnya lagi ibu, durhaka pada anak,
dengan melaknat anak dan memanggilnya dengan panggilan buruk, “kamu
pembohong”, “anak durhaka”, dll.

Ini juga pernah terjadi di zaman Umar bin Khattab. Pada masa itu ada seorang
ayah mengadu kepada Umar bahwa anaknya durhaka. Umar bertanya kepada
sang anak, “Nak, mengapa kamu durhaka kepada orang tuamu?” maka anak
tersebut balik bertanya kepada Umar, “ya Amirul Mukminin apa kewajiban
ayah pada anak?“, Umar menjawab, “memberikan nama yang baik, memberi
nafkah, tidak melaknatnya, mengajarkan kebaikan.” Lalu anak itu berkata,
“saya tidak mendapatkan itu, bahkan saya sering dilaknatnya.”

Anak durhaka, dari kejadian di masa Umar ini bisa jadi karena orang tua duluan
yang menghinakan anaknya.
Judul kajian : Bagaimana Cara Menjadi Manusia Mulia

Manusia itu sebenarnya mulia. Namun, kemuliaan itu bisa jatuh atau malah
hina karena perbuatan kita sendiri. Maksud jatuh dan terhina di sini berarti
manusia bisa membangkitkan kemuliaannya kembali dengan memperbaiki lalu
mempertahankan kemuliaannya. Nah, minggu lalu telah kita bahas bersama
mengenai empat hal yang bisa membuat manusia menjadi mulia, diantaranya:

1. Muhasabah atau introspeksi diri

Muhasabah harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup kita.
Sebagaimana saat sehabis shalat, bacaan pertama adalah istighfar.

Berbicara soal muhasabah Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah


setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18)

2. Perbaiki diri dan jangan menyalahkan orang lain

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah


dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke
dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,
sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami
cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (Q.S. at-Tahrim [66]: 8)
Ayat ini kemudian dikuatkan lagi oleh firman Allah yang berbunyi,

“(70) Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal


saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah
Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (71) Dan orang-orang yang
bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (Q.S. al-Furqaan [25]:
70-71)
Tidak boleh juga kita menyalahkan orang lain. Sebagai contoh, mari kita belajar
pada taubatnya Nabi Adam. Beliau salah karena di goda syaitan. Namun, ketika
beliau taubat tidak menyinggung-nyinggung syaitan dan langsung mengakui
kesalahannya, “inni dhalamtu nafsii, fagfirlii”

3. Banyak mendengar, menerima masukan atau nasihat dari orang lain

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di


antaranya, mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. az-Zumar [39]: 18)

Maka hendaknya kita membuka mata, telinga, dan hati untuk mendengar
nasihat.

4. Akrab dengan Al-Qur’an

Al-Quran adalah al-karim, sumber kemuliaan. Maka jika kita ingin mendapat
cipratan kemuliaan, bacalah al-Qur’an. Sebab, kemuliaan akan didapat jika kita
mengakrabi sesuatu yang mulia.

5. Rajin Beramal shalih

Beramal shalih berarti berbuat baik. Sekecil apapun perbuatan baik yang kita
lakukan, pasti akan Allah balas dengan kebaikan pula di dunia dan akhirat.

Berbuat kebaikan tidak harus mengacu pada kegiatan yang luar biasa. Hal
sederhana seperti membereskan sandal, bersihkan masjid, itupun adalah
kebaikan dan perbuatan mulia akan menjadikan kita mulia. Hal ini sesuai
dengan ayat yang berbunyi,
“(30) dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: ‘Apakah yang telah
diturunkan oleh Rabbmu.’ Mereka menjawab: ‘(Allah telah menurunkan)
kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan)
yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah
sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (31) (yaitu) surga ‘Adn yang
mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam
surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah
Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (32) (yaitu) orang-
orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para Malaikat dengan
mengatakan (kepada mereka): ‘Salaamun alaikum, masuklah kamu ke dalam
surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. an-Nahl [16]: 30-
32)
Orang bertaqwa yaitu orang yang selalu berada keadaan baik (terbiasa berbuat
baik), ketika diwafatkan, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya, yakni
surga ‘Adn. Sedangkan ahsan berarti segala perbuatan yang Allah ridhai.

Orang yang baik tidak akan mudah menyalahkan orang lain. Dia akan
introspeksi diri terlebih dahulu dan tahu apa yang harus diperbaiki.

6. Harus yakin bahwa kita akan bertemu dengan Allah

Ketika sudah yakin akan bertemu dengan Allah, kita cenderung menjaga
kemuliaan, amanah, dll., karena tahu segala sesuatu akan
dipertanggungjawabkan. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an yang artinya,

“(45) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya


yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. (46)
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya,
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Q.S. al-Baqarah [02]: 45-46)

7. Harus menjaga dan merawat kesalihan sosial

Ada dua jenis kesalihan. Pertama kesalihan vertikal, hubungannya dengan


Allah seperti shalat, shaum, dll. Kedua kesalihan sosial atau interaksi dengan
orang-orang. Bahasan tentang kesalihan sosial terdapat dalam al-Qur’an yang
artinya,

“(133) Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan


surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang
yang bertakwa. (134) (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
(135) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas
dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosanya selain
Allah? Mereka pun tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka
mengetahui. (136) Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan
surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal. (Q.S. Ali-
Imran [03]: 133-136)
Menurut apa yang terdapat dalam al-Baqarah ayat 159 contoh kesalihan sosial
adalah bersikap lembut/ tidak kasar. Jika kita bersikap kasar, orang-orang akan
lari. Lalu bersikap pemaaf bukan permisif yang cenderung serba boleh,
musyawarah/tidak otoriter, dan selalu tawakal. Sedangkan pada ayat 133
perbuatan baik adalah orang yang menafkahkan hartanya saat susah maupun
senang dan orang yang bisa kendalikan amarah.

Anda mungkin juga menyukai