Anda di halaman 1dari 6

TEORI SASTRA

ANALISIS PENDEKATAN PRAGMATIK

PADA NOVEL AYAT-AYAT CINTA

NAMA : KARMILA SARI

NPM : 180203012

SEMESTER : 3

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG

2019
1. Sinopsis Novel Ayat-Ayat Cinta
Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el Shirazy mengisahkan tentang seorang tokoh
bernama Fahri yang merupakan pemuda dari Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Al-
Azhar, Mesir. Adapun syarat untuk bisa menjadi pelajar di Universitas Al-Azhar adalah harus
dapat menghapal Al-Quran. Fahri yang merupakan pribadi yang sangat menjunjung nilai-nilai
keimanan dalam aga-ma Islam tentu saja hapal Al-Quran. Nilai-nilai keimanan itulah yang dia
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun ia tinggal di sebuah rumah susun tanpa sanak keluarga dari Indonesia, namun dia
beruntung karena mengenal keluarga yang begitu baik padanya, keluarga Maria. Maria adalah
putri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga Kristen Koptik yang sangat taat.
Meskipun seorang gadis dari penganut Kristen, Maria mampu menghafal Quran surat Maryam
dan Al-Maidah.

Di Mesir, Fahri tinggal bersama 4 orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu
Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Di sana Fahri juga bertetangga dengan Bahadur, seorang yang
kasar kepada siapa saja bahkan kepada istrinya Madame Syaima dan putri bungsunya Noura.
Bahadur dan Madame Syaima me-miliki 3 orang putri, yaitu Mona, Suzanna, dan Noura. Mona
dan Suzanna berkulit hitam sama seperti orangtuanya, namun lain halnya dengan Noura yang
berkulit putih dan berambut pirang. Hal ini mengakibatkan Bahadur mengira kalau istrinya telah
berselingkuh dan sangat membenci Noura.

Pada suatu malam, Bahadur menyeret Noura ke jalanan dengan punggung yang penuh
dengan luka cambukan. Melihat hal tersebut Fahri meminta Maria un-tuk dapat membantu Noura
dan membawanya ke rumah untuk menginap di rumah Maria. Keesokkan harinya, Fahri
membawa Noura ke rumah Nurul untuk dapat diamankan dari keganasan Bahadur. Fahri dan
Maria kemudian berusaha untuk mencari tahu tentang Noura. Akhirnya terungkaplah bahwa
Noura bukanlah anak dari Bahadur dan Madame Syaima. Merekapun membantu untuk
menemukan ke-dua orang tuanya hingga ia bisa berkumpul dengan keluarganya yang
sebenarnya. Bantuan Fahri ternyata membuat Noura jatuh cinta kepadanya. Ia pun mengirim-kan
sepucuk surat ungkapan perasaannya kepada Fahri, namun surat itu tidak di-tanggapi oleh Fahri
karena mengira itu hanyalah ungkapan terima kasih. Fahri pun kemudian memfokuskan diri
kepada ujian yang akan ia hadapi.

Lain lagi dengan Aisha, pertemuan yang beberapa kali membuatnya jatuh cinta dengan sikap
dan sifat Fahri. Ia pun meminta pamannya Eqbal untuk dapat menjodohkannya dengan Fahri.
Fahri yang memang telah sedang bingung dengan pernikahan yang telah ia targetkan merasa
terjawab sudah dengan tawaran Ustadz Usman untuk menjodohkannya dengan gadis soleha.
Setelah melakukan shalat is-tighoroh dan meminta restu ibunya, ia pun memantapkan niatnya
untuk meminang gadis yang sama sekali belum ia ketahui nama dan wajahnya itu. Namun betapa
terkejutnya ia ketika pertemuan keluarga yang datang adalah Eqbal dan keluarga-nya. Segeralah
ia mengetahui bahwa gadis itu adalah Aisha yang tak lain adalah keponakan Eqbal. Eqbal dan
Fahri telah banyak mengenal satu sama lain. Tentang Fahri yang miskin dan dapat datang ke
Mesir dengan menjual sawah warisan ka-keknya. Melalui bantuan Syaikh Usman, Fahri pun
bersedia untuk menikah dengan Aisha dan Aisha pun siap menerima Fahri apa adanya.

Kebahagiaan Fahri dan Aisha ternyata tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani
hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Fahri dibawa ke markas polisi
Abbasca. Fahri diinterogasi dan dimaki dengan kata-kata kotor. Fahri dituduh memperkosa
Noura hingga hamil hampir tiga bulan. Noura teramat luka hatinya saat Fahri memutuskan untuk
menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian
bahwa janin yang dikandungannya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-
apa, karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala
tuduhan. Fahri pun harus mendekam di penjara selama beberapa minggu dan melewati ramadhan
pertamanya di sel bawah tanah. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah
kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu yaitu malam yang Noura
sebut dalam persidangan sebagai malam di mana Fahri memperkosanya. Maria sedang terkulai
lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit.
Dan ia terus mengigau menyebut nama Fahri. Dokter mengatakan sentuhan dan suara Fahri
adalah rangsangan supaya Maria cepat sadar, namun Fahri tidak mau melakukannya karena
Maria bukanlah istrinya. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Pernikahan itu
berlangsung di rumah sakit. Aisha berharap dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan
tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya dan dapat memberi kesaksian di pengadilan
tentang sebenar-nya yang terjadi.

Akhirnya Maria dapat membuka matanya, Aisha menceritakan semuanya kepada Maria dan
akhirnya Maria bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Ketika di pengadilan
Maria membawa bukti bahwa malam itu Maria sampai pagi berada di kamarnya dan sama sekali
tidak meninggalkan kamarnya apala-gi masuk ke kamar Fahri, namun naas karena terlalu emosi
Maria yang saat itu masih dalam keadaan sakit langsung jatuh pingsan setelah memberi
kesaksian dan dilarikan ke rumah sakit. Fahri pun memenangkan pengadilan itu karena Noura
mengakui kesalahannya karena telah memfitnah Fahri dan menyengsarakan orang yang ia cintai.
Takbir bergemuruh di ruang pengadilan itu dilantunkan oleh semua orang yang membela dan
simpati pada Fahri. Seketika Fahri sujud syukur kepada Allah Swt. Aisha memeluk Fahri dengan
tangis bahagia tiada terkira. Paman Eq-bal dan Bibi Sarah tidak mampu membendung
airmatanya. Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman juga sama. Satu persatu orang Indonesia yang ada
di dalam ruang-an itu memberi selamat dengan wajah baru.

Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar Fahri memaafkan
Noura. Terungkaplah bahwa ayah dari bayi dalam kandungan Noura adalah Bahadur. Fahri,
Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap
Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang
kakak. Maria terus mengigau dalam komanya, membaca ayat-ayat surat Maryam dan
dilanjutkan dengan surat Thaha dan air matanya terus mengalir.. Fahri mengerti bahwa Maria
adalah wanita yang muslim hatinya tapi Maria belum mengucapkan syahadat se-bagai tanda
masuknya ia ke dalam agama Islam. Akhirnya Fahri membantu Maria dengan cara
mengambilkan air untuk berwudlu. Dengan sekuat tenaga Fahri membopong Maria yang kurus
kering itu menuju kamar mandi. Aisha juga mem-bantu membawakan tiang infus. Dengan tetap
dibopong oleh Fahri, Maria diwu-dhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali dibaringkan di
atas kasur seperti semula. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia mengucapkan
syahadat. Ia tetap tersenyum. Perlahan pandangan matanya redup. Tak lama kemudi-an kedua
matanya yang bening itu tertutup rapat. Fahri memegang tangannya dan denyut nadinya telah
berhenti. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya me-renggut Maria. Maria menghadap
Tuhan dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-
kata yang tadi diucapkannya dengan bibir bergetar itu kembali terngiang di telinga Fahri. Namun
Maria sangat beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf
dengan bantuan Fahri dan Aisha.

2. Analisis Pendekatan Pragmatik

Pada novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini merupakan novel bergenre
religius. Pada novel ini mengaitkan kehidupan manusia dengan aspek-aspek keagamaan. Novel
ini menceritakan permasalahan-permasalahan yang ada pada kehidupan manusia, mulai dari gaya
hidup bertetangga, pola tingkah pemikiran masyarakat yang beraneka ragam, cinta yang bertepuk
sebelah tangan, poligami, pemfitnahan, sampai pada kesetiaan dengan latar sosial-budaya Timur
Tengah. Semua dikemas dengan uraian-uraian yang bersifat islami dengan diperkuat oleh dalil-
dalil dan hadits-hadits.

Ayat-Ayat Cinta merupakan judul yang mewakili isi dari novel ini. Di dalam Al-Qur’an
terdapat banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang cinta, baik cinta antara manusia
dengan Tuhannya, cinta antara manusia dengan manusia lainnya, tak terkecuali cinta antara
manusia yang berlawanan jenis. Kata Ayat yang dituliskan secara reduplikasi dalam ilmu
morfologi menyatakan jamak, arti-nya dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menjelaskan
tentang cinta dan permasalahan serta solusi-solusinya. Kenapa judulnya Ayat-Ayat Cinta?
Karena di dalam Al-Qur’an, Tuhan telah mengajarkan bagaimana sebuah cinta itu dibangun
dengan tanpa merusak kesucian dari sebuah arti cinta tersebut. Cinta itu akan terasa sangat indah,
jika dilakukan sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang diberikan oleh Allah Swt. Manusia
akan mengecap indahnya cinta dari sesama manusia, jika ia juga telah mencintai Allah dengan
melakukan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Dan Allah akan menjanjikan
syurga yang tak ternilai keindahannya bagi mereka yang menjalankan kehidupan sesuai dengan
syariatNya.

Fahri, seorang tokoh yang dibangun oleh penulis sebagai tokoh utama dalam novel ini.
Seorang santri salaf metropolis dan musafir yang haus ilmu. Memiliki karakter tokoh yang begitu
kuat dengan keislamannya dan kokoh pendiriannya serta seseorang yang pekerja keras.
Kesabaran dan gaya hidup yang patut di-contoh dari seorang Fahri. Tokoh kedua dalam novel ini
adalah Aisha, seorang gadis yang berdarah Jerman, Turki, dan Palestina, namun lahir dan
dibesarkan di Jerman. Sifat lembut dan penyayang tergambar dari kecantikan nama Aisha. Seo-
rang tokoh yang begitu setia dan juga sabar menerima segala cobaan berat yang menimpanya dan
suaminya. Tokoh ketiga adalah seorang penganut Kristen Koptik yang sangat taat kepada
agamanya, namun telah menghafal beberapa surat Al-Qur’an terutama surat Maryam yang
menjelaskan tentang riwayat Maryam melahirkan Nabi Isa As., tentang bagaimana cara Nabi
Ibrahim memberikan nasihat kepada ayahnya, tentang Allah Swt yang meninggikan Nabi Idris
ke tempat yang tinggi, dan tentang Allah Swt. yang tidak beranak. Nama Maria yang bernuansa-
kan wanita Kristen, namun terasa begitu Islami dengan karakter yang dibangun oleh penulis. Dan
tokoh-tokoh pendukung lainnya yang penamaannya disesuaikan dengan karakter masing-masing
tokoh menjadikan cerita ini menjadi begitu hidup.

Sosok Aisha, Maria, Nurul, Noura, dan Alicia merupakan penggambaran dari karakter-
karakter perempuan yang ada dalam kehidupan nyata. Tentang bagaimana wanita dalam Islam
juga sangat diutamakan dalam novel ini dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan oleh para tokoh terutama Alicia yang dijawab dengan baik oleh Fahri dengan
berlandaskan dalil-dalil yang ada dan hadits serta pendapat para ulama-ulama terkemuka.

Kenapa dikatakan novel pembangun jiwa? Karena dalam novel ini tercakup bagaimana Islam
mengajarkan manusia dalam menghadapi masalah-masalah yang merupakan ujian yang
diberikan oleh Allah Swt. Bagaimana seorang Aisha dengan ikhlas dipoligami demi suatu
kebenaran. Menjaga kesuciannya hingga cinta yang hakiki itu datang padanya. Bagaimana
seorang Fahri yang dengan begitu sabar menghadapi ujian berat yang diberikan oleh Allah Swt
kepadanya. Begitu kokohnya ia menggenggam kebenaran demi nama Tuhannya. Dan bagaimana
seorang Maria yang disentuh hatinya hingga bisa masuk Islam sebelum ajal menjemput. Semua
tergambar dengan baik di dalam Ayat-Ayat Cinta.

Anda mungkin juga menyukai