Anda di halaman 1dari 4

Resensi Novel Ayat-Ayat Cinta 2

Judul : Ayat-Ayat Cinta 2


Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Editor : Syahruddin El-Fikri
Penerbit : Republika Penerbit
Cetakan : IV, Desember 2015
Kota Terbit : Jakarta
Tebal : vi + 690 hal. ; 13.5 x 20.5 cm
ISBN : 978-602-0822-15-0

Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini menceritakan kelanjutan kisah cinta Fahri dan perjuangan dakwah
yang penuh tantangan di Edinburgh. Fahri akhirnya pindah ke Edinburgh setelah kesehatannya
memburuk karena terus dibayangi kesedihan atas hilangnya Aisha di Israel beberapa tahun yang lalu.
Selain melanjutkan postdoc-nya di The University of Edinburgh, Fahri menenggelamkan diri dalam riset
dan juga mengurus bisnis. Meskipun begitu, bayang-bayang Aisha selalu hadir dan ia pun masih dihantui
rasa bersalah karena tidak menemani istrinya saat berkunjung ke Palestina. Berita hilangnya Aisha masih
belum jelas hingga Fahri melakukan berbagai upaya demi menemukan istri tercintanya itu, namun
hasilnya tetap nihil. Hingga suatu hari terdengar kabar bahwa teman Aisha bernama Alicia yang
berangkat bersamanya ditemukan tewas mengenaskan di pinggir Hebron, 3 bulan sejak mereka masuk
Israel.

Fahri tinggal bersama Paman Hulusi yakni lelaki setengah baya yang kini menjadi asisten rumah
tangganya di kawasan Kompleks Stoneyhill Grove, Musselburgh. Di sana ia tinggal berdekatan dengan
rumah perempuan muda bernama Brenda, Nenek Catarina, serta Nyonya Janet dengan kedua anaknya
yaitu Keira dan Jason. Banyak tantangan dalam hal bersosialisasi yang dihadapinya sebagai seorang
muslim dan juga orang asing yang berbeda bangsa. Seperti cara berinteraksi Keira dan Jason yang begitu
dingin terhadapnya, juga beberapa pertanyaan yang kerap kali diterimanya mengenai Islam yang lebih
terkesan menghakimi. Fahri menghadapi semua itu dengan cara yang berbeda, baginya dengan
menyampaikan akhlak Islam dan kualitasnya sebagai seorang muslim adalah cara yang tepat.

Hal itu ia buktikan ketika Nenek Catarina, seorang Yahudi yang hidup sebatang kara itu diusir
paksa dari rumahnya. Anak tirinya, pemilik sah rumah itu yang bernama Baruch akan menjual rumah
tersebut. Baruch yang merupakan seorang tentara Israel itu mengancam ibunya dan hal tersebut tentu
membuat Nenek Catarina sedih, di usia senjanya ia harus meninggalkan rumah yang sangat dicintainya.
Demi menolong Nenek Catarina, Fahri membeli rumah itu dan membiarkan Nenek Catarina tinggal
bahagia di sana menghabiskan masa tuanya. Ternyata pertemuan Fahri dan Baruch tidak hanya sampai
di situ, Fahri harus beradu argumen tentang amalek dengan Rabi Yahudi dan beberapa pembicara yang
salah satunya ialah Baruch. Ternyata urusannya dengan Baruch dan kawan-kawannya, membuat
posisinya sebagai pengajar di The University of Edinburgh atas usulan Profesor Charlotte itu terancam.

Tetangga lainnya yaitu Jason, kini menjadi sahabat baik Fahri setelah kebenciannya terhadap
tetangga muslimnya itu semakin pudar. Jason yang awalnya sering mencuri cokelat di Minimarket
Agnina yang ternyata adalah milik Fahri akhirnya tertangkap basah. Saat itu Fahri tidak melaporkannya
kepada polisi, ia memaafkan Jason dan mengajaknya menjadi sahabat. Di lain kesempatan, tiba-tiba
Jason mendatangi Fahri untuk bercerita bahwa kakanya yaitu Keira pergi dari rumah dan akan menjual
virginatasnya demi membiayai sekolah musiknya. Namun ibu mereka yaitu Nyonya Janet sudah tidak
peduli dengan Keira. Dengan rasa prihatin, Fahri menolong Keira dengan membiayai sekolah musiknya
hingga ia bisa jadi juara dunia. Melalui Nyonya Suzan dan Madam Varenka, Fahri pun bisa
menyelamatkan hidup Keira tanpa sepengetahuannya. Fahri juga mengantarkan Jason pada cita-citanya,
ia membiayai sekolah bola Jason hingga ia menjadi pemain bola terkenal.

Padahal selama ini Keira sangat membenci Fahri, ia sering mencoret-coret kaca mobil Fahri
dengan tulisan yang bernada merendahkan Islam seperti ISLAM=MONSTER!. Dari cerita Jason-lah
akhirnya Fahri tahu kenapa tetangganya itu sangat membencinya, itu karena ayah mereka meninggal
secara tragis yakni menjadi korban ledakan bom di London yang pelakunya diduga adalah orang Islam.
Namun Fahri tidak berniat apapun ketika menolong keluarga Nyonya Janet, ia hanya ingin mereka tahu
bahwa anggapan kejelekan tentang muslim yang selama ini meracuni pikiran mereka itu sama sekali
tidak benar. Coretan-coretan Keira lah yang menjadi cambuk bagi Fahri agar menjadi muslim sejati,
bukan monster.

Fahri juga menolong seorang perempuan tunawisma berwajah buruk yang biasanya meminta-
minta di pelataran Edinburgh Central Mosque. Perempuan berjilbab bernama Sabina itu mengaku
berasal dari Eropa Timur dan berstatus ilegal karena ia sudah tidak mempunyai paspor dan dokumen
lainnya. Dokumen tersebut hilang bersama tasnya saat Sabina tertidur di Stasiun Waverley beberapa
tahun lalu. Sebelumnya Sabina sempat diberitakan oleh The Edinburgh Morning, berita yang tampaknya
memojokkan komunitas muslim itu akhirnya membuat Fahri terpanggil dan merapatkan masalah itu
bersama Tuan Taher yaitu kenalannya di masjid. Dimulai dari dirinya sendiri, Fahri akhirnya mencari
Sabina dan menawarkannya untuk tinggal di basement rumahnya. Sabina pun tinggal di rumah Fahri dan
membantu Paman Hulusi mengerjakan pekerjaan rumah tangga Fahri. Tak hanya itu, Fahri juga
membiayai SPP dan biaya hidup sahabatnya yaitu Misbah yang tanpa sengaja ia temui di Edinburgh
untuk melanjutkan Ph. D-nya di Heriot-Watt University.

Kebaikan dan kedermawanan sosok Fahri tak lain adalah karena ia berusaha sungguh-sungguh
meneladani sikap Rasulullah dan para sahabatnya. Fahri begitu istiqamah dalam berdzikir serta
murajaah hafalan Al-Qurannya dan hal ini bisa dijadikan contoh bagi masyarakat saat ini agar selalu
sibuk mengingat Allah disamping kesibukan mengejar dunia. Dalam novel ini Kang Abik banyak
menyelipkan cerita tentang kemuliaan para sahabat Rasul terutama dalam hubungan antara umat
manusia. Karena seperti apa yang disampaikan dalam novel ini, ketika seorang muslim memahami
ajaran agamanya dengan benar, menghayatinya dengan sungguh-sungguh, serta mengamalkannya
secara konsekuen, ia akan menjadi pribadi paling penuh kasih sayang. Kang Abik juga banyak
menyelipkan nasihat-nasihat para ulama yang sangat bagus untuk direnungkan.

Tantangan dakwah yang harus dihadapi Fahri mengenai islamofobia tidak hanya sampai di situ.
Ia juga mendapat tantangan untuk debat di Oxford Union, sebuah forum resmi bergengsi di Inggris.
Fahri dihadapkan dengan dua pakar lainnya, pertama adalah Profesor Mona Bravmann pakar kajian
timur yang mengemukakan bahwa semua agama adalah sama. Dan yang kedua adalah Profesor Alex
Horten pakar sosiologi agama yang mengemukakan untuk meniadakan agama, Atheisme. Kedua
pemikiran ekstrem ini membuat Fahri tidak bisa tinggal diam. Sebagai pakar filologi jebolan Universias
Al-Azhar Mesir dan Uni-Freiburgh Jerman, Fahri menguraikan pemikirannya semaksimal mungkin atas
ketidaksetujuannya pada pendapat lawan debatnya itu. Bagaimanakah keseruan debat yang Fahri
hadapi? Novel ini mengajak pembaca membuka mata untuk merenungi realitas keadaan umat
beragama di era modern saat ini.

Selain mendapat tantangan dakwah yang begitu besar, Fahri juga dihadapkan dengan masalah
pribadinya yang membuatnya sesak. Setelah berita hilangnya Aisha dan kecilnya peluang istrinya itu
untuk hidup, banyak desakan dan tawaran untuk menikah lagi datang dari beberapa kerabat dekatnya.
Ada beberapa wanita shalehah yang mungkin seharusnya dipertimbangkan oleh Fahri, seperti Heba
yaitu anak dari Tuan Taher, Yasmin yaitu cucu dari Syaikh Utsman-guru talaqqinya dulu saat di Mesir,
dan Hulya yaitu adik Ozan yang tak lain adalah sepupunya Aisha. Kemiripan Hulya dengan Aisha cukup
membuat Fahri berpikir untuk menikahinya. Apakah bayang-bayang Aisha akan terus menghantui Fahri?
Apakah keyakinan Fahri bahwa Aisha masih hidup itu benar terjadi?

Latar belakang yang disuguhkan dalam novel ini begitu detail sehingga membuat pembaca dapat
membayangkan tempat-tempat yang diceritakan. Banyak ilmu agama seperti ilmu fiqih, akidah akhlak
maupun sejarah yang Kang Abik sisipkan dalam novel ini, namun kepiwaiannya dalam meramu alur
cerita dan nilai-nilai agama itu tidak membuat novel ini terkesan menggurui. Buku ini meskipun tebal
tapi membuat penasaran akan kelanjutan cerita setiap tokoh yang dihadirkan. Bagaimana sikap
tetangga-tetangga terdekat Fahri setelah mereka tahu keluhuran budi Fahri? Apakah Keira semakin
membenci Fahri setelah ia tahu bahwa yang menolongnya adalah tetangga muslimnya itu? Kenapa
masakan buatan Sabina mirip dengan buatan Aisha, siapakah sebenarnya perempuan berwajah buruk
itu? Di akhir, pembaca akan disuguhkan dengan ending cerita yang begitu mengharukan.

Anda mungkin juga menyukai