Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMASI KOMUNITAS KLINIS


PELAYANAN SWAMEDIKASI (2)

Nama : Sunitha Mardha Lingga

NIM : 16 01 01 154

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI PALEMBANG

2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan


penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh
seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998).
Swamedikasi merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya
sendiri (BPOM, 2004). Pada dasarnya, bila dilakukan secara rasional, swamedikasi
memberikan
keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan nasional
(Depkes, 2008). Biaya sakit dapat ditekan dan dokter sebagai tenaga profesional
kesehatan lebih terfokus pada kondisi kesehatan yang lebih serius dan kritis. Namun
bila tidak dilakukan secara benar justru menimbulkan masalah baru yaitu tidak
sembuhnya penyakit karena adanya resistensi bakteri dan ketergantungan,
munculnya penyakit baru karena efek samping obat antara lain seperti pendarahan
sistem pencernaan, reaksi hipersensitif, drug withdrawal symptoms, serta
meningkatnya angka kejadian keracunan (Galato, 2009).
Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan diri, mengobati
penyakit ringan dan mengelola pengobatan rutin dari penyakit kronis setelah
melalui pemantauan dokter. Sedangkan fungsi dan peran swamedikasi lebih
terfokus pada penanganan terhadap gejala secara cepat dan efektif tanpa intervensi
sebelumnya oleh konsultan medis kecuali apoteker, sehingga dapat mengurangi
beban kerja pada kondisi terbatasnya sumber daya dan tenaga (WHO, 1998).

B. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis penyakit ringan yang banyak dialami


masyarakat dan dapat ditangani dengan melakukan swamedikasi.
2. Mahasiswa dapat memberikan rekomendasi bagi masyarakat yang ingin
melakukan swamedikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tatalaksana

Agar penggunaan obat tanpa resep dapat berjalan aman dan efektif,
masyarakat harus melaksanakan beberapa fungsi yang biasanya dilakukan secara
profesional oleh dokter saat mengobati pasien dengan obat etikal. Fungsi tersebut
antara lain: mengenali gejala dengan akurat, menentukan tujuan dari pengobatan,
memilih obat yang akan digunakan, mempertimbangkan riwayat pengobatan
pasien, penyakit yang menyertai, dan penyakit kambuhan, memonitor respon dari
pengobatandan kemungkinan terjadinya Adverse Drug Reaction.

1. Keuntungan dan kerugian swamedikasi

Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila


penatalaksanaannya rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggung jawab
memberikan beberapa manfaat yaitu: membantu mencegah dan mengatasi gejala
penyakit ringan yang tidak memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas
masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif, menghemat biaya dokter dan
penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal, meningkatkan kepercayaan diri
dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri.

Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat


menimbulkan kerugian seperti:

1. Kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri;


2. Penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bias
dari iklan obat di media;
3. Pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional;
4. Dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas,
alergi, efek samping atau resistensi.

2. Jenis obat pada swamedikasi

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993


tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain :

1. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun


dan lanjut usia diatas 65 tahun;
2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksudkan untuk tidak
memberikan risiko lebih lanjut terhadap penyakitnya;
3. dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti injeksi;
4. obat yang digunakan memiliki risiko efek samping minimal dan dapat
dipertanggung jawabkan khasiatnya untuk pengobatan sendiri.
5. obat yang digunakan dalam swamedikasi harus didukung dengan informasi
tentang bagaimana cara penggunaan obat; efek terapi yang diharapkan dari
pengobatan dan kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan;
bagimana efek obat tersebut dimonitoring; interaksi yang mungkin terjadi;
perhatian dan peringatan mengenai obat; lama penggunaan; dan kapan harus
menemui dokter.

Berdasarkan dua kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk
swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam

1. Obat Over the Counter (OTC) dan


2. Obat Wajib Apotek (OWA).

3. Pelayanan swamedikasi
Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus mampu
menentukan jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya. Hal ini dapat
disimpulkan dari beberapa hal:

1. Gejala atau keluhan penyakitnya.


2. Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes
mellitus, dan lain-lain.
3. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diingankan terhadap obat tertentu.
4. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan
interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.
5. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat
dengan
obat yang sedang diminum.
6. Berkonsultasi dengan apoteker. Setelah tahap pemilihan dipastikan sesuai,
langkah selanjutnya:
7. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri
perkembangan sakitnya.
8. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan
tahu batas kapan mereka harus menghentikan swamedikasi dan segera minta
pertolongan petugas kesehatan.
9. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat
memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu
penyakit baru atau efek samping obat.
10. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut.

4. Masalah penggunaan obat dalam swamedikasi

Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi


penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak
ekonomis. Masalah tersebut biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat yang
tidak rasional. Pengobatan dikatakan tidak rasional jika:
1. Pemilihan obat tidak tepat, maksudnya obat yang dipilih bukan obat yang
terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling
ekonomis.
2. Penggunaan obat yang tidak tepat, yaitu tidak tepat dosis, tidak tepat cara
pemberian obat, dan tidak tepat frekuensi pemberian.
3. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien
atau
4. Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung
atau
tidak langsung.
5. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi
tidak
seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan pemberian suatu
obat.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat Praktikum
Obat – obatan

B. Praktikum
1. Topik praktikum akan diberikan
2. Pilihlah satu orang partner untuk berperan sebagai pasien yang ingin
melakukan swamedikasi !
3. Buatlah dialog dan peragakan kegiatan pemberian rekomendasi pada saat
praktikum !

C. Kegiatan Praktikum

1. Kasus Swamedikasi
NO. Kasus/Keluhan Problem Obat yang Nama dagang dan
medik direkomendasikan aturan pakai
(komposisi)
1 Seorang ibu datang ke Sakit gigi Ibuprofen 100 PRORIS (B)
Apotek ingin membeli mg/ 5 ml Anak 3-7 tahun
obat untuk anaknya 4 (suspensi) sehari 3-4 kali 1
tahun (BB = 16 Kg) sendok takar
yang sedang sakit gigi.
2 Seorang ibu datang ke Gatal - gatal Talkum NELLCO BEDAK
Apotek ingin membeli Asam salisilat SALYCIL (B)
obat untuk anaknya Parfum
yang mengalami gatal - Bedak tabur,
gatal karena keringat. gunakan ketika
gatal - gatal
3 Seorang pasien datang Panu Asam salisilat MIKOREX (B)
ke Apotek dengan (Tinea 10% Dioleskan pada
keluhan terdapat bercak Versikolor) Asam undesitenat daerah yang ada
bersisik halus yang 5% jamurnya sehari 2-3
berwarna putih pada Asam benzoat 4% kali
bagian lengan. Menthol 0,25%
4 Seorang pasien datang Kudis Klotrimazol 1% KRANOS (T)
ke Apotek dengan (Scabies) Gunakan 2 x sehari.
keluhan gatal yang Oleskan
sangat mengganggu.
Pasien ingin membeli
obat untuk kudis yang
dideritanya.
5 Tn. Z usia 46 tahun FLU Menthol 197 mg VICKS INHALER
datang ke Apotek (Hidung Champora 197 (B)
dengan keluhan hidung tersumbat dan mg Gunakan hanya
tersumbat sampai susah susah dalam posisi tegak.
bernafas. Pasien bernafas) Hirup dalam –
meminta obat yang dalam melalui tiap
bekerja cepat dan lubang hidung.
topikal saja karena tidak Dosis sesuai
suka minum obat. kebutuhan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Rekomendasi terapi
Kasus No : 3 ( Panu/ Tinea Versikolor)
No Nama Obat, Bentuk, Jumlah Aturan Informasi kepada pasien
. dan Kekuatan sediaan pakai
1 SALAF 2-4 (B) 1 pcs 3 x sehari a. Salaf 2-4 ini digunakan 3 x sehari,
Salep Dioleskan digunakan dengan cara dioleskan
(sediaan ½ padat) pada bagian setelah mandi dibagian kulit yang
Komposisi : yang gatal, gatal/ yang ada bercak bersisik
Acidum salicylicum 2% bagian dan berwarna putih.
Sulfur pracipitatum 4% lengan yang b. Sebelum dan sesudah
Vaselinum flavum 47% ada bercak mengoleskan harus mencuci
Vaselinum album 47% bersisik tangan, agar tidak berpindah ke
halus yang kulit yang lain.
berwarna c. Obat ini hanya untuk pemakaian
putih luar.
d. Untuk mencegah kekambuhan
diusahakan jangan menggunakan
pakaian yang lembab, jangan
menggunakan handuk bersamaan
dengan orang lain (pola hidup
bersih).
e. Tidak mengkonsumsi obat ini
bersamaan dengan orang lain,
walaupun mempunyai penyakit
yang sama.
f. Obat ini disimpan dalam wadah
tertutup rapat, pada suhu dibawah
30oC dan kering.
g. Harga Rp. 4000

B. PEMBAHASAN

Tinea versikolor (panu) adalah penyakit infeksi pada superfisial kulit dan
berlangsung kronis yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Prevalensi
penyakit ini tinggi pada daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab. Panu adalah
infeksi jamur yang mengganggu pigmen kulit, sehingga timbul bercak dengan
warna yang lebih terang atau lebih gelap pada kulit. Infeksi kulit ini muncul secara
perlahan, namun seiring waktu bercak kulit tersebut menyatu dan membentuk
bercak yang lebih besar.
Panu disebabkan oleh perkembangan jamur di kulit yang bisa dipicu oleh
lemahnya sistem kekebalan tubuh, perubahan hormon, atau kekurangan nutrisi. Ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami panu, antara
lain: keringat berlebihan, malnutrisi, kulit yang berminyak, dan memiliki keluarga
dengan riwayat penyakit panu. Panu dapat diatasi dengan terapi antijamur, baik
dalam bentuk losion, krim, atau sampo. Untuk kasus panu yang ringan, beberapa
obat yang dijual bebas di pasaran juga dapat digunakan untuk membunuh infeksi
jamur.
Obat yang diberikan adalah salaf 2-4 yang mengandung acidum salicylicum
2%, sulfur pracipitatum 4%, vaselinum flavum 47%, dan vaselinum album 47%.
Bahan utama pada salep ini adalah asam salisilat dan sulfur pracipitatum. Asam
salisilat (salicylic acid) adalah obat topikal yang digunakan untuk mengobati
sejumlah masalah kulit, seperti jerawat, kutil, ketombe, psoriasis, dan masalah kulit
lainnya. Sulfur (belerang) dapat mengobati bekas luka, jerawat atau kudis karena
belerang mempunyai tingkat keasaman yang cukup tinggi. Indikasinya untuk kudis,
eksim, pedikulosis, jerawat, dan tinea (jamur).
Gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu mengatasi tinea
versicolor (panu) :
1. Hindari panas berlebih.
2. Hindari berjemur atau paparan sinar matahari berlebih. Berjemur
menyebabkan panu lebih mudah terlihat.
3. Hindari terlalu banyak berkeringat.
4. Hentikan penggunaan produk perawatan kulit yang berminyak. Gunakan
produk yang tidak berminyak atau non-komedogenik.
5. Kenakan pakaian longgar, tidak boleh ada yang terasa sempit.
6. Jangan gunakan tanning bed atau sun lamp. Hal-hal tersebut menyebabkan
tinea versicolor lebih terlihat.

BAB V
KESIMPULAN

Pada praktikum swemedikasi (II) ini, pasien mengeluhkan terdapat bercak


bersisik halus yang berwarna putih pada bagian lengan. Pasien mendapatkan obat
salaf 2-4 yang mengandung acidum salicylicum 2%, sulfur pracipitatum 4%,
vaselinum flavum 47%, dan vaselinum album 47%. Bahan utama pada salep ini
adalah asam salisilat dan sulfur pracipitatum. Asam salisilat (salicylic acid) adalah
obat topikal yang digunakan untuk mengobati sejumlah masalah kulit, seperti
jerawat, kutil, ketombe, psoriasis, dan masalah kulit lainnya. Sulfur (belerang)
dapat mengobati bekas luka, jerawat atau kudis karena belerang mempunyai tingkat
keasaman yang cukup tinggi. Indikasinya untuk kudis, eksim, pedikulosis, jerawat,
dan tinea (jamur).
Edukasi pasien dan keluarga bahwa pengobatan harus dilakukan secara
menyeluruh, tekun, dan konsisten, karena angka kekambuhan tinggi (kurang lebih
50% pasien). Infeksi jamur dapat dibunuh dengan cepat tetapi membutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk mengembalikan pigmentasi ke normal. Untuk pencegahan,
diusahakan agar pakaian tidak lembab dan tidak berbagi dengan orang lain untuk
penggunaan barang pribadi.

Anda mungkin juga menyukai