TEORI SARAF Dan Askep Istirahat Dan Tidu
TEORI SARAF Dan Askep Istirahat Dan Tidu
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan aktifitas istirahat dan tidur merupakan suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah tidur dan
istirahat yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktifitas akan
menurunkan serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry,2005). Tidur
dikarakteristikkan dengan aktifitas metabolisme tubuh menurun, tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologi tubuh, dan penurunan
respon terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Tidur merupakan suatu
proses yang sangat diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh
yang rusak (natural healing mechanisme), memberi waktu organ-organ tubuh
untuk beristirahat dan menjaga keseimbangan metabolisme dan kimiawi tubuh.
Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang
terjadi selama periode tertentu.
Manusia menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur,
keadaan tidur yang normal dapat berubah, perubahan keadaan tidur ini
dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan non fisiologis. Faktor fisiologis yaitu
penyakit fisik sedangkan faktor non fisiologis yaitu obat-obatan dan substansi,
gaya hidup, pola tidur yang biasa dan mngantuk berlebihan pada siang hari,
stress emosional, lingkungan, latihan fisik dan kelelahan serta asupan makanan
dan kalori ( Potter &Perry, 2005).
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktifitas tidur ini
diatur oleh sistem pengaktifitas retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur.
1
Pusat pengaturan aktifitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon. Selain itu, reticuler activating system (RAS) dapat memberikan
rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan
adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan
batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR) sedangkan pada
bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan
sistem limbik. (Alimul,2006).
Pada lansia kualitas tidur menjadi berubah, yaitu 6 jam perhari. Pada
lansia episode tidur REM cenderung memendek, terdapat penurunan yang
progresif pada tahap tidur NREM 3 dan NREM 4, dan beberapa lansia tidak
memiliki tahap NREM 4 yaitu tahap tidur terdalam (Potter & Perry, 2005).
Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam hari seringkali terjadi
diantara lansia dan kecenderungan untuk tidur siang kelihatan meningkat
secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu tidur disiang
hari dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari ( Evans &
Rogers, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sehingga dampak dari pola tidur
dapat menyebabkan penyakit, salah satunya adalah penyakit hipertensi.
Hipertensi dapat mempengaruhi pola tidur dibuktikan dengan
penelitian bahwa 24 persen dari responden berusia antara 32 hingga 59 tahun
yang tidur selama 5 jam atau kurang dalam semalam mengalami
hipertensi.sedangkan yang responden yang tidur 7 hingga 8 jam semalam,
hanya 12 persen yang mengalami hipertensi ( Gangwisch et al, 2006). Orang
dewasa yang lebih tua lebih berpotensi mengalami kenaikan tekanan darah
akibat dari pengurangan durasi tidur. Didapati juga ada peningkatan SBP
(Systolic Blood Pressure) dan DBP (Diastolic Blood Pressure) secara drastic
pada orang lanjut usia setelah kurang tidur. Hal ini disebabkan respon tekanan
darah (BP) pada subyek berusia tua lebih tinggi dari pada subyek yang berusia
muda.
2
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan umur dengan
perubahan respon kardiovaskuler untuk eksitasi simpatik (Robillard et al,
2011).
B. Tujuan Umum
Menggunakan konsep berfikir kritis dalam pengaplikasian asuhan keperawatan
pada kebutuhan istirahat dan tidur.
C. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan fungsi berfikir kritis mengacu pada teori anatomi dan
fisiologi untuk menganalisis asuhan keperawatan kebutuhan istirahat dan
tidur.
2. Menjelaskan fungsi berfikir kritis mengacu pada teori kebutuhan dasar
manusia untuk menganalisis asuhan keperawatan kebutuhan istirahat dan
tidur.
3. Menjelaskan fungsi berfikir kritis mengacu pada teori asuhan keperawatan
istirahat dan tidur
4. Menjelaskan teori penyakit kanker payudara
D. Manfaat
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Dapat menjadikan referensi bagi institusi pendidikan keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar gangguan pola tidur.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi tentang asuhan keperawatan dengan prioritas
masalah kebutuhan dasar gangguan pola tidur.
3. Bagi Klien
Memberikan informasi bagi klien dalam mengatasi permasalahan
kebutuhan dasar gangguan pola tidur.
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
Tidak ada satupun sistem tubuh yang dapat berfungsi sendirian. Semuanya
saling bergantung dan bekerja sama sebagai satu kesatuan sehingga kondisi
normal (homeostatis) di dalam tubuh dapat dipelihara. Sistem saraf berperan
sebagai badan koordinasi utama. Kondisi di dalam dan di luar tubuh secara
ajeg selalu berubah, maka sistem saraf ini bertugas untuk menanggapi
perubahan-perubahan baik yang internal maupun ekstemal (dikenal sebagai
stimulus) sehingga tubuh dapat beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Melalui pengarahan dan instruksi yang dikirim ke berbagai organ oleh sistem
saraf, keharmonisan dan keseimbangan antara seseorang dengan
Iingkungannya dapat dipertahankan. Sistem saraf dapat diibaratkan dengan
jaringan telpon, di mana otak dan sumsum tulang belakang bertindak sebagai
pusat pertukaran (switching), sedangkan serabut-serabut saraf berlaku sebagai
kabel yang menyampaikan pesan yang dikirim dari dan ke pusat tadi.
1. Sistem Saraf Sebagai Satu Kesatuan
Bagian-bagian sistem saraf dapat dikelompokkan berdasarkan struktur
atau fungsinya. Pembagian sistem saraf secara anatomis atau secara
struktural adalah sebagai berikut:
a. Sistem saraf sentral /pusat (SSS), meliputi otak (encephalon) dan
sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
b. Sistem saraf perifer / tepi (SSP) terdiri dari seluruh saraf di luar SSS,
yang meliputi saraf kranial (nervus cranialis) dan saraf spinal (nervus
spinalis). Saraf kranial adalah saraf yang membawa impuls dari dan ke
otak; sedangkan saraf spinal adalah saraf yang membawa pesan-pesan
dari dan ke sumsum tulang belakang.
Dilihat dari strukturnya, SSS bersama dengan SSP menyusun sebagian
besar jaringan saraf di dalam tubuh. Namun saraf perifer tertentu
mempunyai fungsi khusus, dan karena alasan inilah saraf ini
dikelompokkan bersama dalam Sistem Saraf Otonom. Alasan pemisahan
klasifikasi ini adalah karena sebagian besar sistem saraf otonom berkaitan
dengan aktivitas yang lebih kurang berlangsung secara otomatis. Sistem
ini membawa dorongan (impuls) dari SSS menuju kelenjar, otot-otot polos
4
(involuntar) yang ditemukan dalam dinding saluran dan organ dalam, serta
jantung. Baik saraf spinal maupun saraf kranial keduanya membawa
impuls sistem saraf otoncm. Sistem ini di bagi lagi menjadi sistem saraf
simpatis (sympathetic) dan parasimpatis (parasympathetic).
Sistem saraf otonom membentuk bagian sistem saraf visceral atau
involuntar yang mengontrol kelenjar, otot jantung, dan otot polos. Sistem
saraf somatik atau voluntar tersusun dari semua saraf yang mengontrol
kreja otot skelet yang ada di bawah kontrol kesadaran.
2. Sel Saraf dan Fungsinya
Sel saraf disebut juga sebagai suatu neuron. Setiap neuron terdiri dari
badan/soma sel yang berisi nukleus dan serat saraf berupa lanjutan
sitoplasma yang seperti benang. Serat saraf ada dua macam: dendrit yang
membawa impuls menuju ke badan sel dan axon / neurit yang membawa
impuls menjauh dari badan sel.
Dendrit sel saraf sensorik (yang membawa impuls menuju ke SSS)
berbeda dengan sel saraf lainnya; bentuknya bisa panjang (terkadang bisa
mencapai 1 m), bisa pula pendek tetapi biasanya mereka tunggal serta
tidak mempunyai penampilan yang menyerupai pohon yang demikian khas
seperti dendrit lainnya. Setiap dendrit mempunyai bangunan tertentu yang
dinamakan dengan receptor di mana suatu stimulus diterima dan dorongan
sensor mulai. Sensasi yang melibatkan sel saraf sensor ini seperti rasa
sakit, meraba, mendengar, dan melihat akan dibahas dalam bab lebih
lanjut.
Beberapa axon di dalam sistem saraf sentral dan perifer ditutup dengan
myelin yaitu bahan selubung berupa lemak. Pembungkus ini dihasilkan
oleh sel khusus yang membungkus sekitar axon dengan membentuk
semacam sarung. Ruang kecil yang tersisa di antara sel disebut dengan
nodus berperan penting dalam konduksi dorongan saraf.
Axon yang dibungkus dengan myelin dinamakan serat putih dan
diketemukan di dalam bahan putih (substansia a!ba) otak dan sumsum
tulang belakang maupun pada saraf di seluruh bagian tubuh. Serat dan
5
badan sel yang membentuk bahan abu-abu (substanisa grisea) tidak
dibungkus dengan myelin.
Axon sistem saraf perifer yang terbungkus myelin dibungkus lagi oleh
suatu pembungkus bagian luar yang tipis yang disebut dengan
neurilemma. Neurilemma membantu memperbaiki serat saraf yang rusak.
a. Dorongan / Impuls Saraf
6
Setiap neuron merupakan unit yang terpisah serta tidak ada
hubungan anatomis di antara neuron-neuron itu. Karena itu, bagaimana
mungkin bagi neuron untuk dapat saling berhubungan? Dengan kata
lain, bagaimana akson dari satu sel saraf menjalin kontak fungsional
dengan dendrit dari sel saraf lainnya? Hal ini dapat diatasi oleh synapsis
yang artinya mengapit. Synapsis adalah titik persambungan bagi
transmisi impuls saraf. Neurotransmitter (transmitter substance) dilepas
dari ujung serat saraf guna.
7
1) Bagian-bagian Otak yang Utama
Otak menempati rongga kranial dan dibungkus oleh membran,
cairan, serta tulang tengkorak. Meskipun berbagai macam daerah
otak saling berhubungan dan berfungsi bersama, otak dapat dibagi
ke dalam daerah-daerah yang berbeda-beda untuk memudahkan
kajian.
a) Hemispherium Cerebralis merupakan bagian otak yang paling
besar, dibagi menjadi hemispherium cerebralis kiri dan kanan
oleh suatu lekukan dalam yang dikenal sebagai fissura
longitudinalis. Daerah antara hemisferium cerebralis dan batang
otak adalah diencephalon.
b) Truncus Encephali / Brain stem atau batang otak
menghubungkan cerebrum dengan sumsum tulang belakang.
Bagian batang otak sebelah atas adalah mid-brain. Daerah di
bawahnya dan tampak jelas dari arah bawah otak terdapat pons
dan medulla oblongata. Pons menghubungkan midbrain dengan
medulla, sementara medulla oblongata menghubungkan otak
dengan sumsum tulang belakang melalui suatu pembukaan yang
besar di dasar tengkorak (foramen magnum).
c) Cerebellum artinya otak kecil terletak persis di bawah bagian
belakang hemisfer cerebralis dan dihubungkan dengan
cerebrum, batang otak, serta sumsum tulang belakang oleh pons.
2) Hemispherium Cerebralis
Jaringan saraf sebelah luar hemisferium cerebralis adalah bahan
abu-abu (substansia grisea) yang disebut dengan cortex cerebralis.
Cortex yang abu-abu ini tersusun sebagai lipatan yang membentuk
bagian yang menonjol dan dikenal sebagai gyrus, yang dipisahkan
oleh celah dangkal yang dinamakan sulcus. Di bagian dalam,
8
sebagian besar hemisfer otak terbuat dari bahan putih (substansia
alba) dan beberapa kumpulan bahan abu-abu.
Di dalam hemsifer ada dua ruang yang inembentang dan
bentuknya agak tidak beraturan, yaitu ventriculus lateralis yang
berisi cairan encer dan dinamakan liquor cerebrospinal. Cairan ini
terdapat baik di otak maupun sumsum tulang belakang. Meskipun
terdapat banyak sulcus, beberapa di antaranya merupakan patokan
yang sangat penting, seperti:
a) Sulcus centralis yang terletak di antara lobus (belahan) parietal
dan frontal setiap hemisfer membentuk sudut langsung ke
fissura longitudinalis (celah yang dalam).
9
Berikut ini adalah empat belahan (lobus) yang dimaksud.
a) Lobus frontalis relatif iebih besar pada diri manusia
ketimbang organisme lainnya, terletak di depan sulkus
sentralis. Lobus ini berisi cortex motorik yang mengarahkan
tindakan. Sisi kiri otak mengatur sisi kanan tubuh,
sedangkan sisi kanan otak mengatur sisi tubuh sebelah kiri.
Lobus frontalis juga berisi dua daerah yang penting untuk
bicara.
b) Lobus parietalis menempati bagian atas setiap hemisfer dan
terletak di belakang lukus sentralis. Lobus ini berisi area
sensorik di many impuls dari kulit seperti rabaan, rasa sakit,
dan suhu diinterpretasikan. Determinasi jarak, ruang, dan
bentuk juga terjadi di sini.
c) Lobus temporalis terletak di bawah sulkus lateralis dan
melipat di bawah hemisfer pada setiap sisinya. Lobus ini
berisi area pendengaran (auditorik) yang menerima dan
menginterpreiasikan impuls yang berasal dari telinga. Area
pembauan (olfactorik) terletak di bagian medial lobus
temporalis dan distimulasi oleh impuls yang berasal dari
reseptor di dalam hidung.
d) Lobus occipitalis terletak di belakang lobus parietal dan
melampaui cerebellum. Lobus ini berisi area visual yang
menginterpretasikan impuls yang muncul dari retina mata.
Sebagai tambahan, sebetulnya ada lobus kelima yang kecil
dalam setiap hemisfer yang tak dapat dilihat dari permukaan karena
letaknya ada di sebelah dalam sulkus lateralis. Lobus ini
dinamakan insula.
Di bawah bahan abu-abu cortex cerebralis terdapat bahan putih
berisi serat saraf bermyelin yang saling menghubungkan satu
daerah cortical dengan lainnya dan bagian-bagian lain dari sistem
saraf. Kumpulan bahan putih yang cukup penting ialah corpus
10
callosum, terletak di bawah fissura longitudinalis. Kumpulan ini
bertindak sebagai jembatan antara hemisfer kanan dan kiri untuk
mempermudah impuls menyeberang dari satu sisi otak ke sisi
lainnya. Capsula interna ialah jalur bahan putih yang sangat rapat,
tersusun dari cukup banyak serat saraf yang bermyelin (dengan
membentuk tractus). Nucleus basalis ialah massa bahan abu-abu di
bagian dalam setiap hemisfer otak. Kelompok neuron ini
membantu meregulasi gerakan tubuh dan ekspresi wajah yang di
hubungkan dari cortex. Neurotransmitter dopamine disekresikan
oleh neuron-neuron nucleus basalis.
4) Area-area komunikasi
Kemampuan berkomunikasi baik secara verbal maupun tulis
merupakan contoh yang menarik bagaimana daerah-daerah di
cortex cerebralis saling berkaitan. Perkembangan dan penggunaan
daerah ini berkaitan erat dengan proses belajar.
a) Area pendengaran terletak di lobus temporal. Di dalam salah
satu daerah inilah impuls suara yang ditransmisikan dari
lingkungan dideteksi, sementara di daerah sekitarnya (pusat
bicara auditorik) suara diinterpretasi dan dipahami. Bahasa awal
dipelajari dengan menggunakan sarana pendengaran, dengan
demikian daerah pendengaran guna memahami suara sangat
dekat dengan daerah cortex yang menerima-suara. Bayi
kelihatannya dapat memahami apa yang dikatakan padanya jauh
sebelum dia dapat berbicara. Dan itu terjadi beberapa tahun
sebelum anakanak belajar membaca atau menuliskan kata-kata.
b) Area motorik untuk berkomunikasi (berbicara dan menulis) ter
letak di depan bagian bawah cortex motorik dalam lobus
frontalis. Karena bagian bawah cortex motorik mengontrol otot
kepala dan leher, adalah wajar jika pusat motorik bicara sebagai
perluasan ke deapan dalam area ini. Kontrol otot bicara (didalam
11
lidah, iangit-langit lunak, dan larynx) terjadi di sini. Begitu juga
halnya dengan pusat bicara tulis yang terletak di depan daerah
cortical yang mengontrol otot lengan dan tangan. Kemampuan
untuk menuliskan kata-kata biasanya merupakan salah satu case
terakhir dalam perkembangan belajar kata-kata dan artinya.
c) Area visual cortex berperan dalam komunikasi dengan jalan
menerima impuls visual dalam lobus occipital. Gambaran ini
diinterpretasikan sebagai kata-kata di dalam daerah visual yang
terletak di depan lokasi penerimaan. Kemampuan membaca
dengan memahami juga berkembang di daerah ini. Misalnya
saja anda melihat tulisan kanji dalam Bahasa Jepang, hal ini
hanya melibatkan daerah penerimaan visual dalam lobus
occipital karena anda tidak dapat membaca tulisan tadi.Ada
hubungan fungsional di antara daerah-daerah otak. Banyak
neuron harus bekerja sama untuk memudahkan seseorang di
dalam menerima, menginterpratasi, dan merespon pesan-pesan
verbal dan tertulis seperti halnya rabaan (tactile) dengan
stimulus sensoris lainnya.
12
Ada kecenderungan semakin sering seseorang mengulang
kembali pengalaman-pengalaman yang diingat, akan semakin
kuatlah memory tadi. Dengan kata lain, semakin sering memory
diingat, akan semakin tidak mudah untuk dilupakan karena sudah
tertanam kuat di otak sehingga dapat diingat kembali dengan
segera. Kajian anatomis secara seksama telah menunjukkan bahwa
tonjolan halus yang dinamakan fibril dibentuk pada synapsis dalam
cortex cerebralis sehingga impulsimpuls dapat berjalan dari satu
neuron ke neuron lainnya dengan mudah. Jumlah fibril ini
meningkat seiring bertambahnya usia. Kajian psikologis
menunjukkan bahwa pengulangan (repetisi) informasi yang sama
berulang kali akan mempercepat dan memperkuat tingkat transfer
dari short-term menjadi long-term memory. Seseorang dengan
tingkat kesadaran penuh akan lebih mudah mengingat dibanding
orang yang sedang dalam keadaan lelah mental. Dapat pula dicatat
bahwa otak dapat mengatur informasi sedemikian rupa sehingga
ide-ide baru dapat disimpan dalam daerah yang sama dengan yang
dipakai untuk menyimpan sebelumnya.
6) Diencephalon
Diencephalon ( daerah antara hemisfer otak dan batang otak)
atau disebut juga dengan interbrain dapat dilihat dengan jalan
memotong di bagian sentral otak. Daerah ini mencakup thalamus
dan hypothalamus. Hampir seluruh impuls sensoris berjalan
melalui massa bahan abu-abu yang membentuk thalamus.
Kerja thalamus ialah memilah-milah impuls dan
mengarahkannya pada area-area tertentu pada cortex cerebralis.
Hypothalamus yang terletak di bagian garis tengah di bawah
thalamus berisi sel yang membantu mengontrol suhu badan,
keseimbangan air, tidur, nafsu makan, serta beberapa emosi seperti
rasa takut dan rasa senang.
13
Baik bagian simpatetis maupun parasimpatetis sistem saraf
otonom ada di bawah kontrol hipotalamus, seperti halnya kelenjar
pituitari. Dengan demikian hipotalamus mempengaruhi denyut
jantung, kontraksi dan relaksasi dinding pembuluh darah, sekresi
hormon, dan fungsi tubuh yang vital lainnya.
14
dalam, is berisi sejumlah badan sel (bahan abu-abu) yang
dinamakan nuclei atau pusat-pusat.
Di antara ketiganya adalah pusat-pusat yang sangat vital seperti
berikut ini :
a) Pusat respiratori mengontrol otot-otot respirasi dalam
merespon stimulus kimiawi dan yang lainnya.
15
Cerebellum terdiri dari tiga bagian: bagian tengah dan dua
hemisfer lateral. Seperti halnya hemisfer otak, cerebellum (otak
kecil) mempunyai bahan abu-abu di bagian luar dan sebagian besar
bahan putih di bagian dalamnya. Adapun fungsi cerebellum adalah:
a. Pengkoordinasian otot voluntar sehingga dapat Membantu
berfungsi secara lembut dan dalam pola yang teratur.
Penyakit cerebellum menyebabkan kejang-kejang otot dan
tremors.
9) Ventrikel Otak
Di dalam otak terdapat empat ruang yang penuh berisi cairan,
dinamakan ventrikel, yang membentang ke dalam berbagai bagian
otak dengan bentuk yang agak tidak beraturan.
Bagian yang paling besar, telah disebut di atas, yaitu ventrikel di
dalam dua hemisfer otak. Perluasannya ke dalam lobus-lobus
cerebrum disebut `tanduk' (horn = cornu). Pasangan ventrikel ini
berhubungan dengan ruang garis tengah, yaitu ventrikel ketiga
(tertius), melalui pintu yang dinamakan foramina. Pada setiap
sisinya ventrikel ketiga dibatasi oleh dua bagian thalamus,
sementara bagian dasarnya ditempati oleh hipothalamus.
Dari ventrikel ketiga terus ke bawah, ada saluran kecil bernama
aqueduct cerebral, memanjang melalui midbrain sampai pada
ventrikel keempat (qadratus). Yang terakhir ini berlanjut dengan
canalis centralis / neuralis pada sumsum tulang belakang. Di dasar
16
ventrikel keempat ada tiga pintu yang memungkinkan mengalirnya
cairan cerebrospinal menuju ruang sela yang mengitari otak dan
sumsum tulang belakang, yang disebut spatium subarachnoidale.
b. Medula Spinalis
17
Sumsum tulang belakang mempunyai bagian dalam yang
bentuknya tak beraturan, kecil yang berisi bahan abu-abu (badan
sel saraf) dan daerah yang lebih besar yang berisi bahan putih
(serat saraf) yang mengelilingi bahan abu-abu ini.
Pada potongan melintang sumsum menunjukkan bahwa bahan
abu-abu disusun sedemikian rupa sehingga ada semacam tiang /
kolom memanjang ke atas - bawah pada bagian dorsal (columna
dorsalis), satu pada setiap sisinya, dan kolom lainnya ditemukan di
daerah ventral (columna ventralis). Kedua pasang columna bahan
abu-abu ini tampak pada potongan melintang seperti dalam bentuk
H. Bahan putih berisi ribuan serat saraf yang tersusun dalam ketiga
daerah eksternal bahan abu-abu, yang disebut funiculus ventralis,
lateralis dan dorsalis, pada setiap sisi medulla spinalis.
3) Fungsi Sumsum Tulang Belakang
Fungsi sumsum tulang belakang dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu :
a) Aktifitas refleks, yang melibatkan integrasi dan transfer
pesan-pesan yang memasuki sumsum tulang belakang,
sehingga memungkinkan impuls sensorik (afferent) masuk
dan pesan motorik (efferent) meninggalkan sumsum tulang
belakang tanpa melibatkan otak.
18
a) Neuron sensoris yang permulaannya pada suatu receptor
dan serat sarafnya dalam nervus yang mengarah ke
sumsum.
19
saluran bergurat bagi darah yang berasal dari jaringan otak.
Lapisan meninges bagi an tengah ialah arachnoid. Membran ini
eampang melekat pada meninges yang paling dalam serat yang
menyerupai jaringan (weblike) yang memungkinkan suatu ruangan
bagi gerakan cairan cerebrospinal (CSF) di antara dua membran.
Lapisan yang paling dalam di sekitar otak yaitu pia mater
dilekatkan pada jaringan saraf otak dan sumsum tulang belakang
serta mencelup (dips) ke dalam seluruh depresi. Ia terbuat dari
jaringan ikat yang sangat halus di mana di dalam-nya banyak
terdapat pembuluh darah. Pasokan darah ke otak dibawa oleh pia
mater.
5) Cairan Cerebrospnal (CSF)
CSF ialah cairan bening yang dibentuk dalam ventrikel otak,
sebagian besar oleh jaringan (network) vascular yang disebut de-
ngan choroid plexuses. Cairan tadi dibentuk oleh filtrasi darah dan
oleh sekresi sellular. Fungsi CSF adalah untuk menggoncang
bantalan yang akan melukai bangunan lunak sistem saraf sentral
(SSS). Cairan ini juga membawa zat makanan pada sel dan
memindahkan limbah dari sel. Normalnya CSF mengalir secara
bebas dari satu ventrikel ke ventrikel lainnya dan pada akhirnya
keluar ke dalam ruangan sub-arachnoid yang mengitari otak dan
sumsum tulang belakang. Sebagian besar cairan ini dikembalikan
pada darah di dalam venous sinuses melalui proyeksi yang
dinamakan dengan arachnoid villi.
Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut
ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu:
a) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri,
b) ventrikulus lateralis II,
c) ventrikulus tertius III dtengah-tengah otak, dan
d) ventrikulus quadratus IV, antara ponsvarolli dan
medulaoblongata.
20
Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius
melalui foramen monro. Ventrikulus tertius dengan ventrikulus
quadratus melalui foramen aquaductus sylvii yang terdapat di
dalam mesensephalon. Pada atap ventrukulus quadratus bagian
tengah kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut foramen
Luscka dan bagian tengah terdapat lubang yang disebut foramen
magendi.
Sirkulasi cairan otak sangat penting dipahami karena bebagai
kondisi patologis dapat terjadi akibat perubahan produksi dan
sirkulasi cairan otak. Cairan otak yang dihasilkan oleh flexus
ventrikulus lateralis kemudian masuk kedalam ventrikulus lateralis,
dari ventrikulus lateralis kanan dan kiri cairan otak mengalir
melalui foramen monroi ke dalam ventrikulus III dan melalui
aquaductus sylvii masuk ke ventrikulus IV. Seterusnya melalui
foramen luscka dan foramen megendie masuk kedalam spastium
sub arachnoidea kemudian masuk ke lakuna venosa dan
selanjutnya masuk kedalam aliran darah.
6) Fungsi Cairan Otak
a) Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma
pada kepala.
b) Mempertahankan tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20
mmHg.
7) Memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah diotak.
Komposisi Cairan Otak
a) Warna : Jernih , disebut Xanthocrom
b) Osmolaritas pada suhu 30 C : 281 mOSM
c) Keseimbangan asam basa
(1) PH : 7,31
(2) PCO2 : 47,9 mmHg
(3) HCO3 : 22,9 mEq/lt
(4) Ca : 2,32mEq/lt
21
(5) Cl : 113 –127 mEq/lt
(6) Creatinin : 0,4 –1,5 mg%
(7) Glukosa : 54 – 80 mg%
(8) SGOT : 0 - 19 unit
(9) LDH : 8 – 50 unit
(10) Posfat : 1,2 – 2,1 mg%
(11) Protein : 20 –40 mg% pada cairan Lumbal
15 25 mg% pada cairan Cisterna
5 – 25 mg% pada cairan Ventrikuler
(12) Elektroporesis Protein LCS:
22
4. Sistem Saraf Perifer
a. SARAF KRANIAL
1) Lokasi Saraf Kranial
Ada dua belas pasang saraf kranial yang diberi nomor
sesuai dengan hubungannya dengan otak. Sembilan pasangan yang
pertama dan pasangan kedua belas memasok persarafan
(menginervasi) bangunan di kepala.
Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
a) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
b) Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
c) Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf
nomor 5, 7, 9, dan10.
Dua belas pasang saraf kranial keluar dari batang otak atau
bagian otak lain otak-ditunjukan Nama “kranial” mengindasikan
23
asal saraf , dan banyak saraf tersebut membawa impuls bai fungsi
yang melibatkan kepala. Namun, beberapa fungsi mempunyai
jangkauan lebih jauh.
24
No Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasi bau
II Optikus Sensori Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminus Gabungan Sensori: Menerima rangsangan dari wajah
untuk diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian
anterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
25
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis Sensori Sensori sistem vestibular: Mengendalikan
keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk
diproses di otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian
posterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ
dalam
X Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ
dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ
dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah
2) Fungsi Motorik
26
yang berjalan dari badan sel di nukleus motorik batang otak
menunju otot yang dituju tanpa adanya gangguan yang berarti.
3) Fungsi Sensoris
27
1) Lokasi dan Bangunan Saraf Tulang Belakang
Ada 31 pasang saraf tulang belakang, setiap pasang
dinomori berdasarkan tingkatan mana sumsum tulang belakang
berasal. Setiap saraf dilekatkan pada sumsum tulang belakang oleh
dua akar: yaitu dorsal dan ventral. Pada setiap akar dorsal ditandai
dengan mem-bengkaknya bahan abu-abu yang dinamakan dorsal
root ganglion yang berisi tubuh sel neuron sensoris. Ganglion
adalah kumpulan tubuh sel saraf yang terletak di luar sistem saraf
sertral/ SSS.Serat saraf yang berasai dan reseptor sensoris berbagai
ma-cam daerah tubuh mengarah pada ganglion ini. Reseptor
sensoris ialah ujung saraf yang merespon pada suatu stimulus. Ada
dua ka-tegori reseptor. Pertama, untuk sensasi umum yang terletak
di kulit dan dinding tubule.
Mereka merespon pada stimulus yang mem-bangkitkan sensasi
rasa sakit, meraba. dan suha serta lokasi dan posisi bagian-bagian
tubuh. Kategori kedua termasuk reseptor un-tuk merasa secara
khusus, misalnya mencicipi, membau, visi, dan pendengaran.
Dorongan yang berasal dari reseptor ini dibawa oleh saraf kranial
dari organ merasa khusus menuju otak.Oleh karena serat sensoris
membentuk akar dorsal, akar frontal saraf tulang belakang
merupakan kombinasi serat saraf motorik (efferent) yang memasok
otot-otot voluntary dan involuntary serta kelenjar. Tubuh sel bagi
serat voluntary terletak di dalam bagian ventral sumsum bahan
abu-abu (anterior/ ventral gray horns). Tubuh sel bagi serat
involuntary ditemukan dalam small, lateral, gray horns. Akar
dorsal (sensoris) dan ventral (motorik) dikombinasikan di dalam
saraf tulang beiakang, making all spinal nerve mixed nerves.
28
dalam divisi posterior yang kecil. Cabang anterior yang lebih besar
ber jalin (interlace) untuk membentuk jaringan yang dinamakan
plexuses yang kemudian mendistribusikan cabang-cabang tadi ke
bagian-bagian tubuh. Ada tiga pleksus yang utama, yaitu:
a) Cervical plexus memasok dorongan motorik pada otot-otot
leher dan menerima dorongan sensoris dari leher dan belakang
kepala. Sa raf phrenic yang mengaktifkan diafragma muncul
dari pleksus ini.
b) Brachial plexus mengirimkan sejumlah cabang pada pundak,
le-ngan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan.
Saraf radial timbul dari brachial pleksus ini.
c) Lumbosacral plexus memasok saraf pada ekstrimitis bagian
bawah. Bagian yang terbesar dari cabang ini ialah sciatic nerve
yang meninggalkan bagian dorsal panggul lewat di bawah otot
gluteus maksimus dan memanjang ke bawah belakang paha.
Pada permulaan- nya, tebalnya hampir 1 inci tetapi segera ia
bercabang-cabang paaa otot paha, di dekat lutut ia membentuk
dua sub divisi yang memasok tungkai dan kaki.
29
a. Bagian-bagian Sistem Saraf otonom
Meskipun organ internal seperti jantung, paru-paru, dan pe-rut
berisi ujung dan serat saraf untuk mengkonduksi pesan-pesan sensoris
pada otak dan sumsum tulang belakang, tetapi sebagian be sar
dorongar ini tidak mencapai kesadaran.
Dorongan afferent ini dari viscera diterjemahkan ke dalam respon
reflek tanpa mencapai bagian otak sebelah atas: neuron sensoris dari
organ dikelompokkan dengan organ yang datang dari kulit dan otot
voluntary. Seba-laiknya neuron efferent yang memasok kelenjar dan
otot involuntary disusun sangat berbeda dari those yang memasok otot
voluntary. Variasi di dalam lokasi dan penyusunan neuron visceral
efferent telah mengarahkan klasifikasi tadi sebagai bagian dari divisi
yang terpisah yang disebut autonomic nervous system.Sistem saraf
otonom mempunyai banyak ganglion (ganglia) yang berperan sebagai
stasiun pemancar. Di dalam ganglia ini setiap pesan ditransfer pada
synapse dari neuron pertama ke neuron ke dua dan dari sana menuju
sel kelenjar atau otot. Ini berbeda de-ngan yang berasal dari sistern
saraf voluntary (somatik) di mana setiap serat saraf motorik extends
seluruh jalan dari sumsum tulang beiakang ke otot skelet tanpa
intervening synapse.
Secara garis besar lokasi bagian sistem saraf otonom adalah sebagai
berikut:
1) Jalur simpatetik mulai di dalam sumsum tulang belakang dengan
tubuh sel di dalam daerah lumbar dan dada, daerah
thoracolumbar.Saraf simpatetik timbul dari sumsum tulang
belakang pada tingkat perama saraf thoracic turun pada tingkat
kedua saraf tulang bela-kang lumbar. Dari bagian sumsum ini serat
saraf memanjang sampai pada ganglia sympathetic chains
(kerangka badan), dua untai gang lia yang menyerupai sumsum
yang memanjang di separjang sisi tu-lang belakang dari leher
bagian bawah sampai daerah abdominal sebelah atas. Ganglia
30
kerangka badan yang menyerupai merjan ini dinamakan lateral
ganglia berisi tubuh sel dari sekelompok neuron yang kedua,
seratnya memanjang sampai kelenjar dan jaringan otot involuntary.
Neuron kedua ini melepaskan sebagian besar neurotransmitter
norepinehrine (noradrenalin) pada jaringan effector.
2) Jalur parasimpatetik mulai di dalam daerah craniosacral dengan
munculnya serat dari tubuh sel midbrain, medulla, dan bagian ba-
wah sumsum tulang belakang (sacral). Dari pusat-pusat inilah seke
lompok serat yang pertama memanjang sampai ganglia otonom
yang bi asanya berlokasi di dalam atau di dekat dinding organ
effector. Kemudian jalurnya terus sepanjang sekelompok neuron
kedua yang menstimulasi jaringan visceral. Neuron ini melepaskan
neurotrnasmitter acetylcholine.
b. Fungsi Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom mengatur tindakan kelenjar, otot organ
lekuk yang lembut, dan jantung. Tindakan ini semuanya dibawa seca ra
ototmatis; kapan saja setiap perubahan terjac'i yang meminta su atu
penyesuaian pengaturan, penyesuaian dibuat tanpa seseorang me
nyadarinya.
Bagian simpatetik sistem saraf otonom cenderung untuk bertindak
sebagai akselerator bagi organ-organ yang diperlukan un tuk menemui
situasi yang penuh tekanan. Ia memperhatikan apa yang dinamakan
fight-or-flight response. Kalau anda membayangkan apa yang terjadi
pada orang yang takut atau marah, anda akan dengan mudah sekali
ingat akan efek/ akibat dorongan dari sistem saraf simpatetik:
1) Stimulasi kelenjar adrenal. Ini menghasilkan hormon termasuk
epinephrine yang mempersiapkan tubuh guna menemui situasi
darurat. dalam banyak cara. Saraf simpatetik dan hormon dari
adrenal akan sating memperkuat satu sama lain.
31
3) Bertambahnya tingkat kecepatan dan penuh tekanan kontraksi
jantung.
1) Parasimpatik
a) mengecilkan pupil.
32
b) menstimulasi aliran ludah.
c) memperlambat denyut jantung.
d) membesarkan bronkus.
e) menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan.
f) mengerutkan kantung kemih.
2) Simpatik
a) memperbesar pupil.
b) menghambat aliran ludah.
c) mempercepat denyut jantung.
d) mengecilkan bronkus menghambat sekresi kelenjar pencernaan.
e) menghambat kontraksi kandung kemih .
33
arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-
cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus
serebri Wilisi.
Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi
umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto.
2005, Guyton.1997).
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran
semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui
membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan
istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari
sitoplasma menuju cairan jaringan melalui membran plasma.
Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada
permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif
ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+.
Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar
-80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena
bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar.
Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential).
(Snell.2007). Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau
zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas
membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui
membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut
menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion
Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi,
besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena
hanya berlangsung selama sekitar 5msec.
Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera
menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap
ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan
mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat.
Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls
34
saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu
potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan
yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus
inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan
influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga
menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel (Snell.
2007).
3. Out put motorik: implus dari otak dan medula spinalis memperoleh
respon yng sesuai dari otot dan kelejar tubuh yang di sebut
sebagai efektor (respon saraf).
Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat sepeti kontraksi otot
atau peristiwa viseral yang berubah dengan cepat . menerima ribuan
informasi dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya
untuk menetukan reaksi yang harus di lakukan tubuh.
Sebagian sistem saraf berasal dari reseptor sensoris baik berupa sensor
visual,reseptor auditorius,dan reseptor raba pada permukaan tubuh.
pengalaman sensoris dapat menyebabkan suatu reaksi segera atau kenangan
35
yang dapat di simpan di dalam otak dalam waktu yang cukup lama dan dapat
menentukan reaksi tubuh dimasa yang akan datang. Dapat
mengantarkaninformasi sensoris dan reseptor pada seluruh permukaan tubuh
dan struktur dalam tubuh. Informasi ini masuk kedalam sistem saraf melalui
nerves spinalis dan di sampaikan ke semua segmen susunan saraf pusat.
2. Tingkat otak lebih rendah, hampir semua kegiatan bawah sadar tubuh
diatur dalam daerah otak yang lebih rendah yaitu medula oblongata,
pons, mesensefalon, hipotalamus, talamus, sereblum, dan ganglia basalis.
Pengaturan bawah sadar untuk tekanan darah arteri dan pernapasan
36
dilakukan dalam substansi retikulasi medula oblongata, pons, dan
mesenfalon. Refleks makan mengeluarkan air liur sebagai reaksi
terhadap pengecapan makanan di atur oleh medula oblongata, pons,
mesensefalon, amigdala, dan hipotalamus. Banyak pola emosianal seperti
marah,rangsangan seksual,reaksi terhadap nyeri,atau kesenangan di atur
oleh tingkat otak yang lebih rendah.
1. PENGOLAHAN INFORMASI
2. SINAPS
37
Sinaps merupakan suatu daerah kontak khusus antara satu neuron dengan
neuron yang lain,antara satu neuron dan alat-alat efektor atau antara atau dua
serat otot, implus yang terdapat di suatu neuron akan di teruskan ke neuron
yang lain. Tempat terjadinya penghantaran implus di sebut sinaps. Daerah-
daerah sinaps memungkinkan adanya fungsional fungsional dan interaksi
yang erat antara satu neuron dan neuron yang lain. Celah sinaps adalah
hubungan antara satu sel saraf dengan sel yang lain tempat terjadinya
pemindahan implus.
3. REFLEKS
38
Reflek dapat berupa peningkatan maupun penurunan kegiatan, misalnya
kontraksi atau relaksasi otot, kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan
adanya kegiatan refleks, tubuh mampu mengadakan reaksi yang cepat
terhadap berbagai perubahan diluar dan didalam tubuh disertai adaptasi
terhadap perubahan tersebut. Dengan demikian seberapa besar peran sistem
saraf pusat dapat mengatur kehidupan organisme.
4. LENGKUNG RELEKS
Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tersebut disebut lengkung
refleks. Komponen-komponen yang dilaui refleks.
5. JENIS REFLEK
39
a. Letak resptor yang menerima rangsangan
1) Refleks eksteroseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor
permukaan tubuh.
2) Refleks intoreseptif (viseroreseptif), timbul karena rangsangan
pada alat dalam atau pembuluh darah (mis, dinding kandung
kemih dan lambung)
3) Refleks proreseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor otot
rangka, tendon dan sendi untuk keseimbangan sikap.
b. Bagian saraf pusat yang terlibat:
1) Refleks spinal, melibatkan neuron di medula spinalis
2) Refleks bulbar, melibatkan neuron di medula oblongata
3) Reflek kortikal, melibatkan neuron korteks serebri
Sering terjadinya reflek yang melibatkan berbagai bagian pada
saraf pusat dengan demikian pembagian di atas tidak dapat
digunakan
40
b) Reflek bersayarat, didapat selama pertumbuhan berdasarkan
pengalaman hidup dan memerlukan proses belajar, mempunyai
ciri-ciri bersifat individual (seseorang memiliki tetapi orang lain
belum tentu), tidak menetap, dapat diperkuat dan dapat hilang,
dapat timbul oleh berbagai jenis rangsangan. Pada berdasarkan
jenis reseptor asal disusul oleh rangsangan bersayarat.
e. Jumlah neuron yang terlibat:
a) Reflek monosinaps, melalui satu sinaps dan dua neuron (satu
neuron aferen, satu neuron eferen) yang langsung berhubungan
pada saraf pusat. Contohnya, reflek regang
b) Reflek polisinaps, mealui beberapa sinaps, terdapat beberapa
interneuron yang menghubungkan neuron aferen dengan neuron
eferen. Semua refleks lebih dari satu sinaps kecuali refleks
regang.
6. FISIOLOGI REFLEK
41
hubungan serat eferen dan afektor
e. Bila efektor berupa otot, selanjutnya di sel otot akan timbul
potensial aksi yang dapat menyebabkan kontraksi otot
42
Sering terjadi jawaban reflek terus berlangsung meskipun rangsang
sudah lama dihentikan hal ini disebut lama refleks atau aksi ikutan
refleks. Hal ini karena adanya susunan hubungan neuron berupa rantai
tertutup atau rantai terbuka impuls yang berputar-putar antar-neuron
tersebut meskipun rangsangan sudha dihentikan serat aferen terus
mendapat rangsangan dari interneuron yang menyebabkan jawbaan
refleks akan tetap terjadi.
7. RESEPTOR SENSORIS
43
4. Reseptor elektromagnetik: mendeteksi perubahan cahaya pada retina
mata. Perubahan cahaya akan membuat perubahan gelombang
spektrum elektromagnetik`
Tiap jenis reseptor sangat peka terhadap satu jenis rangsangan, dirancang
tidak bereaksi atau hampir tidak bereaksi terhadap intensitas normal dari
rangsang sensoris lainnya. Tiap jaras saraf berakhir pada suatu tempat
spesifik dalam susunan saraf pusat. Jenis sensasi yang dirasakan, bila suatu
serabut saraf dirangsang, ditentukan oleh daerah khusus di dalam sistem saraf
ini yang ditujukan oleh serabut tersebut. Misalnya, jika suatu serabut nyeri di
rangsang, orang akan merasa nyeri tanpa memperhatikan jenis rangsang apa
yang merangsang serabut itu. Kekhususan serabut saraf untuk mengirim
hanya satu modalitas sensasi saja yang disebut prinsip jalur.
Pada umumnya perjalanan impuls dari perifer sampai ke pusat melalui
tiga neuron. Pasangan reseptor menimbulkan potensi aksi pada neuron I,
kemudian bersinaps dengan neuron II di medula spinalis, medula oblongata,
atau daerah otak. Jalur kedua bersinaps dengan neuron III di nuklei talamus
dan neuron III berakhir di korteks serebri.
Jalur somatosensoris (rasa somatik) dihantarkan oleh dua sistem.
44
menyeberang ke sisi kontralateral dan masuk ke traktus
spinotalmikus lateralis bersinaps dengan neuron III di nuklei
ventoposterolateral talamus berakhir di daerah 1, 2, 3
Brodmann.
45
Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris dapat beradaptasi
sebagian/keseluruhan terhadap rangsang. Bila suatu rangsang sensoris
kontinu bekerja, pertama reseptor beraksi pada suatu kecepatan impuls yang
sangat tinggi, kemudian secara progresif makin lambat sampai tidak bereaksi
sama sekali. Adaptasi disebabkan oleh penyesuaian kembali di dalam struktur
reseptor sendiri dan sebagian akibat penyesuaian diri dalam serabut saraf
terminal.
46
memusatkan perhatian pada jenis informasi khusus, merupakan sifat fungsi
sistem saraf yang penting dan diperlukan.
8. PENGATURAN MOTORIK
47
Korteks motorik asosiasi (premotorik) terletak langsung didepan korteks
motorik primer yang bertugas membuat program gerakan volunter kompleks
dan mengaktifkan otot-otot yang diperlukan untuk gerakan. Rangsangan
listrik pada korteks serebri didepan kortks motorik primer menimbulkan
kontraksi kompleks kelompok otot atau gerakan berirama seperti mengayun
tungkai ke depan dan ke belakang, koordinasi gerakan mata, gerakan
mengunyah, menelan, dan posisi sikap.
Korteks premotorik melukiskan kemampuan khusus mengatur gerakan
terkoordinasi yang meliputi banyak otot secara serentak. Hal ini terjadi
karena:
Tepat pada bagian depan korteks motorik primer bagian atas fisura silvii
ada suatu daerah pembentukan kata yang dinamakan Borca. Kerusakan
daerah ini menyebabkan penderita tidak dapat mengucapkan seluruh kata.
Daerah ini berhubungan erat dengan fungsi pernapasan sehingga pita suara
digiatkan secara tidak serentak dengan mulut dan lidah selama berbicara.
Kegiatan yang berhubungan dengan Borca:
48
b) Sistem pengeluaran memberikan informasi sama yang cepat ke
dalam sistem motorik untuk memberikan koreksi pada isyarat
motorik.
Korteks motorik sering rusak akibat kelalaian umum yang disebut stroke,
hilangnya suplai darah ke korteks. Korteks motorik memberikan jaras-jaras
yang turun ke medula spinalis melalui traktus piramidalis dan traktus ekstra
piramidalis. Kedua traktus ini mempunyai efek yang berlawanan atas tonus
otot tubuh. Traktus piramidalis menyebabkan fasilitasi kontinu meningkatkan
tonus otot diseluruh tubuh dan sistem ekstapiramidalis mengirim isyarat
inhibisi melalui ganglia basalis dan formasiretikularis batang otak dengan
akibat inhibisi kegiatan otot.
49
Ganglia basalis merupakan bagian yang terpisah dari sistem motorik
yang bertugas untuk mengendalikan gerakan motorik kasar dan tidak
terampil. Peran ganglia basalis akan lebih jelas jika ada kerusakan atau
gangguan. Kendali motorik gerakan volunter kasar , (mis., gerakan selama
berdiri, berjalan, lambaian tangan dan kaki), dilakukan dengan mengubah
tegangan otot dan aktivitas umpan balik kinestik. Fungsi lainnya memulai
gerakan motorik volunter bila dikomando.
50
9. SENSASI SOMATIK
51
sedang rusak yang menyebabkan individu beraksi untuk menghilangkan rasa
nyeri tersebut.
Sifat nyeri:
Reseptor nyeri didalam kulit dan jaringan merupakan ujung saraf bebas
yang tersebar luas dalam lapisan superfisial kulit. Jaringan dalam tertentu
tidak dipersarafi secara luas oleh ujung nyeri tetapi mendapatkan persarafan
yang lemah. Setiap kerusakan jaringan yang tersebar luas menyebabkan pegal
pada daerah ini.
Perangsangan sangat ringan pada ujung saraf nyeri bila dihambat dengan
anastesi atau dengan menekan saraf fenomena geli atau gatal akan lenyap.
Sensasi gatal dapat dibangkitkan melalui refleks menggaruk dan
berkurangnya gatal dapat terjadi dengan menggaruk, garukan yang kuat
menimbulkan rasa nyeri.
Nyeri dari berbagai visera perut dan dada merupakan salah satu dari
beberapa kriteria yang digunakan untuk menDiagnosa penyakit, peradangan,
dan gangguan visera lain. Pada umumnya visera tidak mempunyai reseptor
sensori untuk modalitas sensasi selain nyeri. Nyeri viseral berbeda dengan
nyeri permukaan. Jenis kerusakan sangat teralokasi, pada visera jarang
menyebabkan nyeri hebat.
52
Pada permukaan visera, spasme otot polos dalam suatu visera jarang
berongga menyebabkan peregangan ligamentum. Isyarat nyeri berasal dari
rongga dada atau rongga perut dihantarkan melalui serabut saraf sensoris
yang berjalan dalam saraf simpatis nyeri spastik dalam bentuk kejang dan
terjadi secara ritmis, tiap beberapa menit menyebabkan nyeri otot iskemik.
a) Nyeri keala pada meningitis: salah satu nyeri kepala terhebat yang
disebabkan oleh penyakit meningitis (peradangan selaput otak).
53
f) Nyeri kepala gangguan mata: Kesulitan dalam memfokuskan mata
menyebabkan kontraksi berlebihan otot siliaris berusaha
mendapatkan penglihatan yang lebih jelas meskipun otot ini sangat
kecil kontraksi tonik menjadi penyebab nyeri kepala retro-orbital.
Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit. Pada
titik yang terpisah masing-masing mempunyai diameter stimulasi sekitar 1
mm. Pada bagian terbesar tubuh jumlah reseptor hangat tiga kali jumlah
reseptor dingin.
54
akhirnya memasuki serat suhu yang panjang menyeberang ke traktus
spinotalamikus ke antekolateralis. Beberapa isyarat suhu dihantarkan ke
kortekssomestik dari kompleks ventrobasal suatu neuron dalam daerah
sensoris somestik yang bereaksi terhadap rangsangan dingin dan hangat
dalam daerah kulit tertentu.
55
e) Marah, berkelahi, dan menyerang. Perangsangan amigdala dan
hipotalamus akan menimbulkan rasa marah. Kerusakan neokorteks
timbulkan marah meskipun rangsangan ringan.
56
maupun yang lebih tinggi melalui interneuron atau sistem eferen ke muscle
spindle kembali ke medulla spinalis melalui eferen.
57
baik. Peran neuron motorik dan neuron erefen sama pada tonus otot
serta pengaturan refleks regang oleh pusat supraspinal. Untuk
membentuk sikap dengan tonus otot yang normal minimal
dibutuhkan bagian depan midbrain. Untuk reaksi yang kuat positif
dan negatif membutuhkan keutuhan basal ganglia dan korteks
serebri.
58
ligamentum dan sendi berupa perubahan panjang serta tegang
otot ekstensor maupun fleksor.
1. Pengertian Istirahat
2. Karakteristik Istirahat
59
a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi
b. Merasa diterima
3. Pengertian Tidur
4. Fisiologis Tidur
60
emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan
melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga saat tidur,
kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel
khusus yang berada dipons dan batang otak tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbic.
Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
poerubahan dalam tidur adalah RAS dan SBR.
Kunci dari peralihan antara sadar ke tidur adalah salah satu molekul
terpenting pada tubuh, yakni Adenosine triphosphate (ATP). ‘Tombol
tidur’ ini merupakan senyawa yang menyimpan energi yang akan
digunakan dalam metabolisme. Menemukan bahwa penembakan neuron
terus menerus di otak saat kita terjaga menyebabkan mereka melepas
ATP ke ruang di antara sel. Saat molekul itu terakumulasi, ia
mengikatkan diri ke neuron di sekelilingnya dan mendukung sel. Ini
memungkinkan sel menyerap senyawa kimia lain, seperti tumor necrosis
factor dan interleukin 1, yang kemungkinan besar membuat sel itu
tertidur
Ini berarti, sebagian lain dari otak tetap terjaga meskipun kita
tertidur pulas. Ini merupakan temuan yang sangat penting. Pakar
pengamat tidur di University if Minnesota yang tidak terlibat dalam
penelitian itu. “Temuan bahwa hanya sebagian dari otak saja yang
tertidur sangat sesuai dengan pemahaman kami seputar fenomena
sleepwalking,” ucapnya.
61
Seperti diketahui, saat sleepwalking terjadi, orang tidur sambil
berjalan, sambil matanya terbuka dan dapat menghindari obyek yang ada
di hadapannya agar tidak menabrak. Meski demikian, orang itu tidak
memiliki kesadaran saat melakukan sleepwalking.
Peran ATP yang semakin jelas ini juga dapat berperan penting dalam
proses pembuatan obat-obatan baru untuk membantu mengatasi
insomnia ataupun masalah gangguan tidur lainnya
62
Bulbar Synchronizing Region), thalamus dan berbagai hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus.
Pada orang dalam keadaan stress atau cemas kadar hormon ini akan
meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik
sehingga seseorang akan terus terjaga.
63
pada derajat tertentu dan berpengaruh pada pusat tidur yang terletak di
substansia retikularis sehingga akan mengacaukan proses sinkronisasi
neuron-neuron pada batang otak yang sebenarnya bentuk terjadinya tidur,
kemudian merangsang proses deskronisasi neuron-neuron substansi
retikularis tersebut sehingga proses tidur terganggu yang berlanjut
munculnya sinyal dalam benuk waspada dan pada akhirnya akan
bermanifestasi sebagai insomnia.
5. Jenis-jenis Tidur
64
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah
melalui elektroensefalograf dengan memperlihatkan
gelombang otak berada pada setiap tahap tidur, yaitu:
1) Tahap I
65
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut
nadi dan frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat,
disebabkan oleh adanya dominasi sistem saraf
parasimpatisme dan sulit untuk bangun.
4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri
kecepatan jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak
dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi
lambung menurun, dan tonus otot menurun.
c. Tidur Paradoks
66
6) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular,
tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster
meningkat, dan metabolisme meningkat
NREM III
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi
diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan
mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru,
kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur,
sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting.
Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur: 1) efek pada sistem
saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan diantara berbagai susunan saraf; 2) efek pada struktur
tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh
karena selama tidur terjadi penurunan.
7. Kebutuhan Tidur
67
Usia Tingkat Perkembangan Jenis Kebutuhan Tidur
a. Penyakit
68
tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur
gelombang lambatnya diperpendek.
c. Stres Psikologi
Kondisi psikologi dapat terjadi padaseseorang akibat
ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang
memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga
sulit untuk tidur.
d. Obat
f. Lingkungan
g. Motivasi
69
Selain itu adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat
menimbulkan gangguan proses tidur.
a. Insomnia
b. Hipersomia
c. Parasomnia
70
d. Enuresa
f. Narcolepsi
g. Mengigau
71
h. Gangguan Pola Tidur secara Umum
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan
kualitas tidur di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang
dilakukan sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur,
lingkungan tidur, dengan siapa pasien tidur, obat yang dikonsumsi
72
sebelum tidur, asupan dan stimulan, perasaan pasien mengenai
tidurnya, apakah ada kesulitan tidur, dan apakah ada perubahan pola
tidur.
b. Gejala klinis
Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi,
adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit
kepala.
c. Penyimpangan tidur
Penyimpangan tidur meliputi perubahan tingkah laku dan
auditorik, meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi, halusinasi
visual dan auditorik, bingung dan disorientasi tempat dan waktu,
gangguan koordinasi, serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya
tidak teratur.
2. Diagnosia Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada masalah istirahat dan tidur adalah
sebagai berikut:
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
b. Kerusakan transpor oksigen.
1) Gangguan metabolisme.
2) Kerusakan eliminasi.
3) Immobilitas.
4) Nyeri pada kaki.
5) Takut operasi.
6) Lingkungan yang mengganggu.
c. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk tidur,henti
napas saat tidur, (sleep apnea), dan ketidakmampuan mengawasi
perilaku.
d. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan henti napas saat
tidur.
f. Potensial cidera berhubungan dengan somnambulisme.
g. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangan tidur
hipersomia.
3. Perencanaan Keperawatan
73
Tujuan:
Perencanaan keperawatan berhubungan dengan cara untuk
mempertahankan kebutuhan istirahat dan tidur dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
74
b) Anjurkan pasien untuk tidur di waktu yang sama dan hindari
tidur siang atau sore hari.
c) Anjurkan pasien untuk tidur hanya saat mengantuk dan tidak
waktu kesadaran masih penuh.
d) Anjurkan pasien untuk menghindari kegiatan yang
membangkitkan minat sebelum tidur.
e) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik pelepasan otot
serta meditasi sebelum tidur.
3) Apabila terjadi somnambulisme, maka tindakan yang dilakukan
untuk mengatasinya adalah:
a) Berikan keamanan pada diri pasien dengan melindunginya dari
lingkungan yang tidak aman, misalnya memasang kunci pintu
yang baik.
b) Lakukan kolaborasi dalam tindakan pengobatan dan diazepam.
c) Cegah timbulnya cedera.
4) Apabila terjadi enuresa, maka tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah:
a) Anjurkan pasien untuk mengurangi minum beberapa jam
sebelum tidur.
b) Anjurkan pasien untuk melakukan pengosongan kandung
kencing sebelum tidur.
c) Bangunkan pasien pada malam hari untuk buang air kecil.
5) Apabila terjadi narkolepsi, maka tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah:
Berikan obat seperti kelompok amfetamin atau kelompok
metilfenidat hidroklorida (ritalin) yang digunakan untuk
mengendalikan narkolepsi sebagai tindakan kolaboratif.
75
c. Meningkatkan aktivitas pada siang hari.
1) Buat jadwal aktivitas yang dapat menolong pasien. Jadwal harus di
sesuaikan dengan status kesehatan pasien atau sesuai dengan
kebutuhan istirahat dan tidur.
2) Usahakan pasien tidak banyak tidur pada siang hari karena jika
banyak tidur pada siang hari, malamnya tidak bisa tidur.
76
5) Untuk wanita hamil, ajarkan untuk tidak berdiri jika mampu duduk,
tinggikan kaki ketika duduk, jangan duduk jika bisa tidur,
sesuaikan jadwal untuk bisa tidur siang, dan lain-lain.
5. Evalusai Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan tidur dan istirahat dapat dinilai
dari adanya kemampuan dalam memenuhi:
a. Jumlah tidur, apakah sesuai dengan kebutuhan.
b. Faktor-faktor yg mencegah gangguan tidur.
c. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan
tidur.
d. Mendemonstrasikan adanya keseimbangan istirahat dan tidur sesuai
dengan status kesehatan pasien.
e. Hilangnya tanda klinis gangguan tidur dan penyimpangan pada
pasien, seperti timbulnya perasaan segar, tidak gelisah, lesu, dan
apatis, hilangnya kehitaman di daerah sekitar mata, mulai
menghilangnya kelopak mata yang bengkak, tidak adanya
konjungtiva merah dan mata perih, pasien sudah dapat
berkonsentrasi penuh, serta tidak ditemukan gangguan proses
berpikir, bicara, dan lain-lain.
77
a. Mengurangi atau menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang
mengganggu
j.
2. Kualitas Hidup
78
Tujuan utama dari terapi paliatif adalah peningkatan kualitas
hidup pasien, bagaimana kualitas hidup yang diinginkan oleh penderita
dan bagaimana cara meraih dan mencapainya. Jennifer J. Clinch dan
Harvey Schipper dalam Rasjidi, 2010 memberikan 10 dimensi kualitas
hidup yang mendekati parameter untuk pengukuran objektif sebagai
pedoman. 10 dimensi kualitas hidup tersebut antara lain:
c. Kesejahteraan keluarga
d. Kesejahteraan emosi
e. Spiritual
f. Fungsi sosial
j. Fungsi okupasi
79
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada
klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap
perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien
dalam pemeliharaan diri.
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada
pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang
ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri,
mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan
sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan
dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat
untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya.
Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin
berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-
saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama
untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
80
4. Peranan perawatan paliatif pada penyakit kanker
81
perihal keuangan.
82
pengalihan aset mendukung sumber daya tidak
jika pasien kebutuhan memadai untuk memenuhi
sedang keluarga; kebutuhan; secara eksplisit
mempertimbangk mempertimbangk merekomondasikan
an aplikasi medis an perawatan perawatan hospis dan
masa depan; hospis dan meninjau kembali
merujuk pasien kelayakan keuntungannya;
ke pengacara medicaid. mempertimbangkan
yang kelayakan pertolongan
berpengalaman medis.
dalam isu-isu
kesehatan.
83
merekomendasik sampai dua minggu;
an bantuan dari mempertahankan kontak
keluarga dan sesekali setelah kematian
teman; pasien; mendengarkan
meningkatkan kekhawatiran.
kemungkinan
rumah perawatan
dan
mendiskusikan
manfaatnya;
mendengarkan
kekhawatiran.
84
b. Penderitaan Pasien Kanker (Fisik) Gejala fisik juga dapat muncul
karena pengobatan yang sedang dilakukan. Kemoterapi atau radiasi
di bagian tertentu dapat memberikan efek samping mual, muntah,
tidak nafsu makan, cepat lelah dan sebagainya. Nyeri atau gangguan
fungsi bagian tubuh yang dioperasi dapat terjadi akibat operasi.
Kondisi tirah baring dalam waktu lama dapat menimbulkan pasien
merasa semakin lemah, gangguan buang air besar, luka di bagian
tubuh yang tertindih dan sebagainya. Kondisi lain yang menyertai
yang telah ada sebelumnya juga dapat menambah gejala yang
muncul
c. Penderitaan Pasien Kanker (Fisik) Gejala fisik juga dapat muncul
karena pengobatan yang sedang dilakukan. Kemoterapi atau radiasi
di bagian tertentu dapat memberikan efek samping mual, muntah,
tidak nafsu makan, cepat lelah dan sebagainya. Nyeri atau gangguan
fungsi bagian tubuh yang dioperasi dapat terjadi akibat operasi.
Kondisi tirah baring dalam waktu lama dapat menimbulkan pasien
merasa semakin lemah, gangguan buang air besar, luka di bagian
tubuh yang tertindih dan sebagainya. Kondisi lain yang menyertai
yang telah ada sebelumnya juga dapat menambah gejala yang
muncul
d. Penderitaan Pasien Kanker (Sosial) Kesulitan social pada pasien
kanker dapat menimbulkan penderitaan, misalnya masalah hubungan
interpersonal yang muncul akibat reaksi pasien, reaksi keluarga atau
orang lain terhadap penyakitnya, masalah perkawinan, tidak adanya
persamaan pendapat tentang pengobatan yang dijalani, perubahan
peran dalam keluarga, kesulitan keuangan, penyakit yang
dirahasiakan dsb
e. Penderitaan Pasien Kanker (Spiritual dan Agama) Masalah spiritual
dan agama seperti menganggap penyakit akibat hukuman,
menyalahkan diri sendiri, hidup tidak berguna dsb dapat menjadi
sumber penderitaan.
85
7. Penderitaan Layanan Keluarga
Selain pasien kanker, keluarga juga menjadi fokus perawatan
paliatif karena keluarga menjadi support sistem keberhasilan perawatan
pasien kanker. Penderitaan keluarga mungkin mengalami kelelahan
akibat perubahan peran dalam keluarga, nutrisi yang tidak terpenuhi,
kurangnya waktu tidur dan waktu olahraga dan mengerjakan hobinya dan
melakukan kegiatan sehari-harinya. Keluarga berpotensi untu mengalami
stress psikologi.
86
n. Konsultasi melalui telepon
87
A Ductus
B Lobulus
C Sinus lactiferous
D Puting susu
(nipple)
E Jaringan lemak
F Otot
pectoralis mayor
G Tulang Iga
Pembesaran:
A sel normal
B membrane basal
C lumen (saluran
tengah)
88
Vaskularisasi Payudara
Gb.2. Blood supply of the breast; drawing from a dissection photograph. The arterial
supply is here derived chiefly from (A) direct mammary branches of the axillary artery;
(B) branches of the lateral thoracic artery; (C) perforating branches of the internal
thoracic artery. The venous drainage is comparable, and is illustrated on the right side of
the drawing. The rib levels are indicated by numbers. (Modified from Colborn GL,
Skandalakis JE. Clinical Gross Anatomy. Pearl River NY: Parthenon, 1993; with
permission.)
a. Arteri
Payudara mendapat perdarahan dari:
89
Pada tindakan radikal mastektomi perdarahan yang terjadi akibat
putusnya arteri ini sulit dikontrol sehingga daerah ini dinamakan “the bloody
angle”.
b. Vena
Pada daerah payudara terdapat tiga grup vena yaitu:
Persarafan Payudara2,4,5
90
1) Pembuluh getah bening aksila
2) Pembuluh getah bening mamaria intena
3) Pembuluh getah bening di daerah tepi medial kuadran medial bawah
payudara
b. Kelenjar getah bening aksila
Terdapat beberapa grup kelenjar getah bening aksila:
91
Metastasis Kanker Payudara
a. Metastasis melalui
sistem vena
Melalui sistem vena kanker payudara dapat bermetastasis ke paru-paru,
vertebra, dan organ-organ lain. V. mammaria interna merupakan jalan utama
metastasis kanker payudara ke paru-paru melalui sistem vena sedangkan
metastasis ke vertebra terjadi melalui vena-vena kecil yang bermuara ke
v.interkostalis yang selanjutnya bermuara ke dalam v. vertebralis.
92
Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung. Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar subklavikula
tanpa melalui sentinel nodes. Penyebaran tidak langsung melalui sentinel
nodes yang terletak di sekitar grand central limfatik terminus yang
menyebabkan stasis aliran limfe sehingga terjadi aliran balik menuju ke
KGB supraklavikula. Metastasis ke hepar selain melalui sistem vena dapat
juga terjadi melalui sistem limfe. Keadaan ini dapat terjadi bila tumor
primer terletak di tepi medial bagian bawah payudara dan terjadi metastasis
ke kelenjar preperikardial. Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang
berakibat adanya aliran balik limfe ke hepar.
2. Kanker Payudara
a. Definisi
Kanker payudara adalah suatu keganasan pada payudara yang dapat
terjadi pada sistem duktal, sistem lobular dan jaringan stroma payudara, serta
dapat menyebar secara infiltratif, melalui aliran limfe maupun melalui aliran
darah.(Desen, 2011) Gambaran histopatologis dari kanker payudara
dibedakan menjadi 21 type dengan beberapa subtype (WHO, 2003).
Kebanyakan kanker payudara adalah adenokarsinoma, diantara yang paling
sering adalah type Invasif ductal (80%), Invasif lobuler (5-10%), Tubuler
(2%), Meduller (5-7%) dan Musinosum (3%). Sifat dan perkembangannya
dibedakan menjadi karsinoma insitu dan invasif.(S.C. Lester, 2010; Sukardja
& Gede, 2000)
b. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan masalah yang dihadapi oleh negara
berkembang dan negara maju. Di Amerika Serikat kanker payudara
merupakan merupakan kanker yang sering dialami oleh wanita dan
merupakan penyebab kematian nomor dua, di Indonesia merupakan kanker
nomor dua tertinggi pada wanita.(Masdalina, 2007; Ramli, 1995)
93
Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita diDiagnosa menderita
kanker payudara invasif, 62.030 dengan kanker payudara in situ, dan lebih
dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut.(S.C. Lester, 2010)
Setelah beberapa tahun konstan, insiden kanker payudara kembali meningkat
seiring diperkenalkannya skrining dengan mammografi. Keuntungan utama
skrining dengan mammografi adalah ditemukannya kanker payudara pada
stadium I, bahkan yang masih in situ, dan berkurangnya insiden kanker
payudara stadium II sampai IV, terutama di negara-negara maju. Sejak tahun
1994 angka kematian akibat kanker payudara secara perlahan mulai
menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka
kematian ini disebabkan oleh ditemukannya kanker payudara dalam stadium
yang curable karena manfaat skrining, demikian pula karena modalitas
terapi yang semakin baik dan efektif.(Ellis et al., 2003; S.C. Lester et al.,
2010; Manuaba, 2005).
Kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang lebih
dengan puncak insiden pada usia 75-80 tahun. Umur rata-rata saat diagnosa
adalah 61 tahun pada wanita kulit putih, 56 tahun pada Hispanik, dan 46
tahun pada wanita Afrika-Amerika. Kanker payudara sangat jarang terjadi
sebelum 25 tahun.(S.C. Lester et al., 2010).
94
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk
setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker
meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup,
sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit (Desen Wan,2011). Menurut
profil kesehatan Indonesia tahun 2005, KPD menduduki peringkat pertama
penyakit keganasan berdasarkan data statistik rumah sakit Indonesia (Pane,
2007).
c. Etiologi
Etiologi kanker payudara sampai saat ini masih belum jelas, tapi data
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara lingkungan, agen penyebab,
dan penderita itu sendiri, yang mungkin merupakan satu atau beberapa faktor
resiko sekaligus. Kurang lebih 5% kasus kanker payudara diturunkan secara
herediter.(Kresno, 2011; Neal & Hoskin, 2009) 10-20% kanker payudara
mempunyai riwayat keluarga yang menderita kanker payudara, dan pada
wanita Yahudi suku Askhenazi terdapat mutasi genetik sebesar 25%.(Sihto et
al., 2011), ada sekitar 50% penderita kanker payudara tidak diketahui faktor
resikonya. (Hamdani, 2004)
95
1) Karsinogen
2) Lingkungan hidup
Kelainan genetik telah diketahui merupakan predisposisi terjadinya
kanker payudara, dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak menarik
perhatian para ahli, terbukti dengan banyaknya penelitian yang mengarah ke
biologi sel dan genetik. Secara makroskopis, kebanyakan kanker payudara
terjadi pada kuadran lateral atas dari payudara dan biasanya tunggal, tapi
dapat juga timbul kanker multifokal pada salah satu payudara atau keduanya.
(Neal, A.J., 2003).
Dalam satu siklus daur sel terdapat 4 (empat) fase yang dilalui, yakni fase
G-1 (Gap pertama), fase S (sintesis DNA), fase G-2 (Gap kedua), dan fase M
(mitosis). Pada sel normal, peristiwa pada setiap fase tersebut diatur oleh
seperangkat protein regulator yang diaktivasi dan disediakan (diekspresi)
secara ketat. Adanya perubahan dalam sistem aktivasi atau ekspresi protein
pengatur akan mengakibatkan gangguan dalam perjalanan daur sel. Sel yang
demikian inilah yang dinamakan sel yang telah mengalami perubahan
(transformasi) fisiologi dan dapat mengakibatkan rusaknya kontrol secara
normal. Sel ini akan dapat berkembang dengan lebih cepat daripada sel
96
normal dan membentuk komunitas sel dengan diferensiasi yang rendah.
Dengan dasar adanya ketidaknormalan dalam sistem regulasi daur sel, maka
banyak obat antikanker dikembangkan dengan sasaran (target) pada
modulasi daur sel. Obat-obat antikanker tersebut memiliki sejarah yang unik
dalam penemuan dan pengembangannya.(Chung & Bland, 2001; Kresno,
2011; Meiyanto, 2011)
Fase ini disebut fase promosi yang dapat berjalan selama puluhan tahun.
Pada akhir fase promosi dapat terjadi perubahan genetik yang semakin
banyak pada beberapa sel yang mendorong sel untuk berkembang semakin
tidak terkontrol. Apabila ini terjadi maka sel akan mengalami percepatan
pertumbuhan dengan disertai perubahan genetik yang semakin banyak. Fase
ini disebut fase progresi yang ditandai dengan cepatnya ekspansi, terjadinya
invasi, dan penyebaran sel kanker ke jaringan/organ lain melalui pembuluh
darah. Perubahan-perubahan genetik dan ekspresi protein yang semakin
banyak pada proses karsinogenesis menjadi dasar penting untuk
pengembangan agen kemoprevensi kanker. Agen ini diharapkan dapat
menghambat karsinogenesis dan juga dapat memacu kematian sel kanker.
(Kresno, 2011; Meiyanto, 2011)
97
e. Gambaran Klinik
Kanker payudara terjadi sedikit lebih sering pada payudara kiri
dibandingkan payudara kanan dengan perbandingan 1,07:1. Lokasi tersering
adalah pada kuadran lateral atas (40-50%), kemudian secara berturut-turut
diikuti oleh area sentral, kuadran medial atas, kuadran lateral bawah, dan
kuadran medial bawah (Ellis et al, 2003(Sjamsuhidajat & De Jong, 2005)
Gejala dan tanda klinik yang paling sering ditemukan adalah adanya
massa padat, berbatas tidak tegas, terfiksir, dengan atau tanpa nyeri. Tanda
lain yang bisa ditemukan, antara lain gambaran peaud’ orange pada kulit,
ulkus, keluar cairan dari puting susu dan retraksi puting susu.(Ellis et al,
2003; Rosen, 2009)
98
bermetastasis ke kelenjar getah bening regional dan bermetastasis jauh.(S.C.
Lester, 2010; Sihto et al., 2011)
b) Special types
99
b9. Tubular carcinoma
b11. Others
a) Tipe Histopatologi
In situ carcinoma
Intraductal
Invasive Carcinomas
NOS
Ductal
Inflammatory
Medulary , NOS
Mucinous
Tubular
Lobular
Undifferentiated
Squamous cell
Adenoid cystic
100
Secretory
Cribriform
b) Gradasi histologis
Seluruh Kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat
gradasi histologisnya. Sistem gradasi histologis yang
direkomendasikan adalah menurut ‘the nottingham combined histologic
grade’ yang merupakan modifikasi dari Scarff-Bloom-Richardson.
G1 : Low grade
G2 : Intermediate grade
G3 : High grade
101
Umumnya Kanker payudara yang invasif secara histologis adalah
heterogen, dan kebanyakan adalah Adenocarsinoma, dan terdapat 5 tipe
yang paling sering secara histologis. (Zager Jonathan S, 2006) :
Morfologi Nukleus
Grade Diameter
Cromatin/ nukleus Mitotik index Nekrosis
Tubule Formation
>75% 1
10%-75% 2
<10% 3
Nuklear Pleomorphism
102
Minimal 1
Moderate 2
Severe 3
Mitotic Rate
Pembagian Grading:
103
American Joint Committee on Cancer Staging (AJCC) dan International
Union Contra Le Cancer (IUCC), sebagai berikut. (S.C. Lester et al., 2010;
Manuaba, 2005, 2010; Sihto et al., 2011; T.W.Manuaba, 2005, 2010)
_______________________________________________________________
Catatan :
ukuran tumornya
104
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
Catatan :
______________________________________________________________
105
N1 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral yang mobil
N2a : Metastasis pada KGB aksila terfiksir atau berkolomerasi atau melekat
Ke struktur lainnya
N2b : Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara klinis *
Metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria
Catatan :
c) M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai
106
M1 : Terdapat metastasis jauh
Group stadium :
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium I : T1* N0 M0
Stadium IIA : T0 N1 M0
T1* N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB : T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA : T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IIIB : T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
107
h. Prognosis
Outcome pada wanita penderita kanker payudara sangat bervariasi.
108
3. METASTASE
Dikenal sebagai stadium IV : didefinisikan sebagai kanker yang menyebar
melebihi payudara, dinding dada dan kelenjar getah bening regional (ketiak dan
mamari interna). (Kurnia, 2010)
Tempat tersering dari metastasis kanker payudara yaitu paru, tulang, otak atau
ada organ tubuh lainnya walaupun jarang. Gejala yang ditimbulkan tentunya
tergantung dari tempat yang terkena bila tulang belakang atau penyangga tubuh
dapat menyebabkan kecacatatan permanen berupa kelumpuhan bila tidak di atasi
dengan segera. Bila mengenai paru akan menyebabkan sesak / batuk darah, bila
ke hati dapat menyebabkan gangguan atau kegagalan fungsi hati.
109
terapi herbal dengan segala janji tidak masuk akal, lokasi yang jauh dari pusat
kesehatan. Keadaan metastasis dapat juga terjadi setelah terapi pada kanker
primer kemudian kekambuhannya kanker tersebut pada lokasi jauh (Tulang, otak,
paru, hati) sedangkan lokasi primernya tidak kambuh. Kejadian metastasis
tersebut tertinggi terutama pada daerah yang tidak mempunyai program
screening.(Kurnia, 2010)
a. Metastase Paru
Metastasis paru biasa terjadi pada parenkim paru dengan segala
akibatnya, biasa dalam bentuk efusi pleura. Penyebaran keparenkim paru
dapat terjadi melalui aliran limpatik dan memeberikan gambaran
lymphangitis carcinomatosis atau dalam bentuk satu nodul. Jika tumor
tersebut menutup hilus akan menyebabkan batuk, nafas pendek, batuk darah.
Jika metastasis pada endobronchial dapat menyumbat saluran nafas, stridor,
atelektasis, dan pneumonia. Efusi pleura dapat timbul dari kanker paru
sendiri (35%), kanker payudara (23%), lymphoma (10%), kanker yang tidak
diketahui asalnya (10%).(Alexander HR et al., 2008)
110
pleura berkurang sehingga terjadi penumpukan cairan didalam rongga
pleura.(Alexander HR et al., 2008; Kurnia, 2010)
b. Metastase Tulang
Tulang merupakan lokasi metastasis yang paling sering ditemukan
pada penderita kanker payudara. Di Amerika Serikat, setiap tahun
diperkirakan ada 350.000 kematian akibat metastasis tulang. Insidens
metastasis ke sumsum tulang diperkirakan sekitar 13% sampai 45% dan
hanya sebagian kecil penderita yang metastasis ke sumsum tulang tidak
mengalami metastasis ke tulang. (Kmietowicz, 1998; Sampepajung D et
al., 2005)
111
Narcopsy dalam penelitiannya melaporkan insiden metastasis tulang
yang tinggi pada beberapa jenis keganasan yang sering ditemukan seperti
Kanker Payudara 73%, Prostat 68%, mulut Rahim 50%. Thyroid 42%,
Buli-buli 40% dan Paru-paru 36%.(Sampepajung D et al., 2005)
Selain ukuran tumor dan status kelenjar faktor lain seperti status ER
(Estrogen Receptor) dan umur penderita juga merupakan faktor prediktif
terjadinya metastasis tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita yang ER nya (+) sedang penderita kanker payudara umur < 35
tahun mempunyai resiko metastasis tulang yang lebih tinggi.
(Sampepajung D et al., 2005) Seperti jenis kanker lainnya, kanker
payudara dapat menyebar ke berbagai organ tubuh
lain. Hati merupakan tempat metastasis kedua terbanyak pada pasien
dengan kankerpayudara.Ditemukannya metastasis pada pasien dengan ka
nker payudara menunjukkan prognosis yang buruk, bila tidak
mendapat terapi median kesintasan pasien berkisar 4 sampai 8 bulan.
(Adam R, 2006)
112
Metastase pada tulang, sering memyebabkan rasa nyeri.(Aaron AD,
Jennings CJ, & DS., 1996; Bandaso, 2006; Kmietowicz, 1998; McGraw-
Hill’s. & Skandalakis’; Wittig JC & JG., 2005) Yang sering terjadi pada
metastase tulang adalah pada tulang belakang, kemudian pada tulang
pelvis, pinggang, paha, tulang rusuk dan tulang tengkorak. Nyeri terjadi
pada 80% penderita dengan metastasis tulang.(Sampepajung D et al.,
2005) Selain nyeri, metastasis tulang juga sering menyebabkan
komplikasi seperti fraktur patologis, hiperkalsemi dan penekanan medulla
spinalis seperti paresthesia, paraplegi dan penurunan level sensoris
(Aaron AD et al., 1996; RP.Warrell, 1996).
113
c. Metastase Hati
Metastasis kanker payudara yang tersering salah satunya pada hati dan
dapat menyebabkan beberapa gejala dari yang tidak ada gejala hingga
timbulnya gagal hati yang menyebabkan kematian pada 20% kanker
payudara. Sebenarnya bila ditemukan awal dan masih terlokalisir masih
dapat dilakukan reseksi hepar kuratip dengan hasil yang cukup
memuaskan. Keberhasilan tersebut dapat tercapai disebabkan masing –
masing pembuluh darahnya yang bila dilakukan reseksi akan aman
dengan sedikit perdarahan.
114
d. Metastase Otak
Insidens metastase otak pada penderita Kanker Payudara
berkisar 10-16%.(Lin NU, 2004). Hasil CT-scan Otak, metastase
dapat berupa multiple brain metastase(78%), solitary brain
metastase (14%), dan leptomeningeal metastase (8%). Tham dkk;
meneliti populasi KPD dengan metastase otak meningkat pada
pasien KPD usia muda, premenopause, dengan ER (-) dan PR (-),
P-53 (+), aneuploidi. Peztalozii dkk ; menemukan korelasi
peningkatan angka rekurensi yang sebanding dengan status N (+),
high grade, ukuran tumor, dan Her 2.(Pestalozzi BC, 2006)
Penemuan klinis pasien dengan metastasis otak berupa sakit
kepala (24%-53%), kelemahan yang bersifat fokal (16%-40%),
perubahan kondisi mental (24%-31%), kejang (15%- 16%), and
ataxia (9%-20%). Bila terjadi perdarahan akan timbul gejala dan
tanda neurologis akut. Berdasar data yang dikumpulkan sejak tahun
1973 hanya 10% pada pasien metastasis otak yang terdeteksi
dengan CT atau MRI menampakkan gejala 1). Papil edema bisa
ditemukan pada 15% pasien.(Winchester, 2000)
Otak adalah salah satu tempat metastase dari kanker payudara.
Metastase otak didapatkan 10%-15% pada pasien-pasien dengan
kanker payudara dan berhubungan dengan prognosis yang jelek.
Metastase otak dari kanker payudara menyebabkan angka kematian
yang tinggi dan menjadi penyebab utama menurunnya angka
kelangsungan hidup. Dengan kemajuan teknik diagnostik dan
aplikasi pengobatan-pengobatan terbaru seperti target terapi HER-2
amplikasi, tingkat kontrol sistemik meningkat dan tingkat
kelangsungan hidup memanjang, namun insidens metastase otak
tetap meningkat lebih dari biasanya. Dan dengan pemeriksaan
autopsi pada pasien dengan metastase otak didapatkan insidens
30%.(Barnholtz-Sloan JS, 2004)
115
Terdapat subtipe yang berbeda dari kanker payudara, dan
penelitian menunjukkan bahwa ekspresi negatif reseptor estrogen
(ER) simultan, reseptor progesteron (PR) dan Human epidermal
growth factor receptor 2 (HER-2) dan overekpresi HER-2 adalah
faktor-faktor resiko metastase otak pada pasien-pasien kanker
payudara.(Dawood S. Broglio K, 2009)
Pada tahun 2000, Perou et all membagi kanker payudara melalui
teknologi microarray cDNA dalam 5 subtipe : Luminal A (ER-
positif atau PR-positif dan HER-2-negatif), luminal B (ER-positif
atau PR-positif dan HER-2-positif), HER-2 overekspresi, basal-like
dan normal basal like, dimana subtipe yang berbeda memiliki
perbedaan yang signifikan dalam prognosis. Sebuah penelitian
yang besar menunjukkan bahwa HER-2 overekspresi meningkatkan
proliferasi, survival, anti-apoptosis, migrasi dan kemampuan
invasif dari sel tumor dan ini merupakan faktor resiko metastase
dari kanker payudara. Triple Negatif (TN) dari kanker payudara
ditandai dengan tingkat tingginya rekurensi, progresif yang cepat,
tingginya tingkat metastase ke visceral dan metastase yang mudah
pada sistem saraf pusat.(Perou CM 2000)
Meskipun pelacakan metastasis otak bukan merupakan prosedur
rutin dalam pengelolaan kasus KPD baru, perlu diwaspadai pada
pasien dengan keluhan neurologis yang bertahan berhari-hari atau
berminggu-minggu. Pemeriksaan radiologis berupa CT scan
maupun MRI perlu dilakukan. Disarankan untuk pemeriksaan
imaging metastasis otak dengan menggunakan MRI yang diperkuat
kontras gadolinium sehingga metastase meningeal bisa terdeteksi.
Pemeriksaan CT scan dilakukan bila tidak tersedia MRI.
(Winchester, 2000)
Penelitian Rosenthal, dkk 1998 untuk mencari faktor yang
berhubungan dengan kejadian pada KPD metastasis otak
mendapatkan 3 parameter laboratoris berupa peningkatan serum
116
LDH diatas 250 U/dl, angka trombosit lebih dari 350.000/dl dan
angka limfosit 10% atau kurang akan ditemukan pada pasien
dengan metastasis otak sebelum ditemukan manifestasi neurologis.
(CJ Rosenthal, 1998)
117
Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang
mempengaruhi prognosis seperti usia muda, reseptor negatif tumor,
peningkatan LDH, besarnya ukuran tumor, grading tumor,
penyebaran secara limpovaskular, jumlah keterlibatan kelenjar
limpanodus, metastase ke organ lain khusus pada paru, karsinoma
mammae dengan HER-2 overexpressi, status penampilan
Karnofsky yang buruk dll. Semuanya berhubungan dengan
tingginya insidens metastase ke sistem saraf pusat.(Gonzalez-
Angulo AM, 2004)
Tham et al melaporkan studi analisa yang lebih komprehensif
tentang metastase sistem saraf pusat pada metastase kanker
payudara yang dikaitkan dengan gambaran biologis tumor, terapi
sistemik dan luaran secara klinis. Meningkatnya resiko metastase
sistem saraf pusat dikaitkan dengan usia muda dan ER negatif,
proliferasi tumor yang tinggi, kelainan gen p53 dan ketidakstabilan
genetik pada tumor primer.(Gabos Z, 2006,) Hal yang menarik
walaupun tidak ada HER-2 overekspressi pada terapi trastuzumab
ataupun pada terapi kemoterapi adjuvant, resiko metastasis sistem
saraf pusat tetap meningkat. Hubungan antara HER-2 overekspresi
dan resiko metastase ke otak pada pasien karsinoma mammae yang
baru diDiagnosa sudah diteliti oleh Gabos et al bahwa HER-2
overekpressi merupakan faktor prognosis yang paling penting
terhadap metastase ke sistem saraf pusat,(Gabos Z, 2006,)yang
mana bertentangan dengan hasil penelitian Tham et al. Pada
penelitian ini, metastase otak berkembang 9% pada pasien dengan
HER-2 overekpresi dibandingkan dengan hanya 1,9% pada pasien
dengan HER-2 negatif.(Gabos Z, 2006,)
4. Penanganan
Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis. Terapi
utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeting terapi dan
118
bisphosphonate), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi dan pembedahan) juga
diperlukan.(Suyatno & Pasaribu, 2014)
a. Kemoterapi
Tidak ada gold standard regimen kemoterapi untuk kanker payudara
dengan metastasis jauh. Pada pasien dengan tripel negatif (ER-,
PR-,HER2/Neu -) belum ada penelitian random (randomized trial) yang
menunjukkan adanya keuntungan survival dari kombinasi kemoterapi
dibanding sequensial singel kemoterapi dari obat yang sama. Kemoterapi
tunggal yang dianjurkan adalah anthracycline, taxane, capecitabine,
vinoralbine, gemcitabine atau vinblastine. Hormonal dan trastuzumab
tidak dianjurkan. Pada penderita dengan Her-2/Neu (+3)
direkomendasikan untuk diberikan singel trastuzumab atau kombinasi
trastuzumab dengan singel kemoterapi(Suyatno & Pasaribu, 2014)
b. Terapi Hormonal
Untuk penderita yang non life threatening dengan ER dan atau PR
positif singel agent hormonal terapi direkomendasikan. Kemoterapi
ditambahkan pada penderita dengan life threatening metastases seperti
lymphangitic pulmonary metastases atau progressive liver metastases.
Untuk pasca menopause, terapi hormonal yang bisa diberikan adalah
aromatase inhibitor (anastrozole, letrozole, exemestan), tamoxifen,
fulfestrant, megestrol asetate, fluoxymesterone atau diethylstilbestrol.
Pada premenopause pilihannya adalah tamoxifen, LHRH agonist atau
oophorectomy (operasi/radiasi), megestrol acetate, fluoxymesterone atau
diethylstilbestrol.(Suyatno & Pasaribu, 2014)
c. Bisphosphonate
Direkomendasikan untuk penderita dengan metastasis ke tulang.
119
tergantung dari status ER/PR, CrB2 dan pemberian biposponate. (Kurnia,
2010)
d. Terapi Lokal
a) Operasi
b) Radiasi
c) Bipospanat, zelodronic acid, cathespin K, Rank-L (denosumab).
d) Kemoterapi / hormonal untuk sistemik terapi.
Pada kasus meta tulang yang ringan dan tidak ada ancaman akan terjadi
fraktur dapat diterapi dengan radiasi dan bipsoponat. Pada yang akan di
lakukan operasi harus dipertimbangkan kemungkinan harapan hidup yang
dicapai terutama pada kasus yang akan terjadi ancaman fraktur dengan
kemungkinan terjadinya kelumpuhan. Pada keadaan tersebut harus cepat
dilakukan tindakan. Ada beberapa klasifikasi yang dapat meramalkan
kemungkinan terjadinya ancaman fraktur diantaranya klasifikasi
Mirelsbeliau membuat score dan menganjurkan untuk operasi dengan
internal fiksasi dan radiasi post operasi bila score > 7 dan radiasi bila score <
7.
120
Lokasi Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Pertrochanteric
Ukuran (%dari
tulang)
0 – 33 34 - 67 68 -100
0–6 11 0
7 19 5
8 12 33
9 7 57
10 -12 18 100
2) Metastasis Otak
Penanganan KPD metastasis otak meliputi pembedahan, radioterapi atau
pembedahan stereotaktik dengan gamma-knife. Sebagai terapi
medikomentosa insial pada pasien dengan manifestasi klinis yang dicurigai
adalah dengan pemberian deksametason 4 mg setiap 6 jam akan
memperbaiki klinis meskipun durasi kerjanya pendek. Pemberian
antikonvulsan dianjurkan meskipun belum ada manifestasi klinisnya
mengingat 20%-30% pasien mengalami kejang.(Winchester, 2000)
Radiasi seluruh otak merupakan terapi paliatif inisial untuk semua KPD
metastasis otak tidak terkecuali bila ditemukan lesi yang multipel. Dosis 30
121
Gy (grays) dalam 10 fraksi. Radioterapi akan memperbaiki gejala neurologis
yang timbul. Efek samping radioterapi untuk pasien yang bertahan lebih dari
1 tahun berupa dimensia yang disertai ataksia. Untuk mengurangi efek
samping tersebut dikembangkan teknik stereotactic radiosurgery. Tumor
dengan diameter 3 cm atau kurang diberikan dosis 15-22 Gy fraksi tunggal,
sedangkan tumor lebih dari 3 cm dengan dosis 36 Gy dalam 6 fraksi, 5 kali
setiap minggu.(Winchester, 2000)
122
dan terapi hormonal (tomoxifen, anastrozole, megestrol acetat).(Kurnia,
2010)
3) Metastasis Pleura
Pilihan terapi untuk metastasis efusi pleura ditentukan oleh gejala, status
performas pasien, respon terhadap kemoterapi, dan pengembangan (re-
expansion) paru setelah evakuasi cairan pleura. Observasi di
rekomendasikan pada pasien yang asimptomatis atau tidak ada rekurensi
setelah torakocentensis.Torakocentensis(tapping, aspirasi pleura)
diindikasikan untuk paliasi pada pasien yang sesak nafas dengan harapan
hidup pendek atau status performans jejak (karnofsky score <60) juga pada
pasien yang gagal dengan pleurodesis. Jumlah cairan yang dievaluasi
dituntun berdasarkan simtom pasien (batuk, chest discomfort) dan terbatas 1-
1,5 liter. Aspirasi pleura dan tube drainage tanpa instilasi seclrosant sering
rekuren dan beresiko untuk terjadi pneumotoraks dan empiema.
Pleurodesisterutama diindikasikan pada MPE kambuh setelah aspirasi
pleura. Dapat dilakukan dengan kemikal(tetracycline, Doxicycline,
Bleomycin), talc dan pembedahan. Chemical sclerosant berperan dalam
membentuk reaksi inflamasi difus (chemical pleuritis) dan deposisi fibrin
sehingga permukaan pleura melekat, disamping itu pada sclerosant
kemoterapi terdapat efek lokal dan sistemik terhadap sel kanker.(Kurnia,
2010)
4) Metastasis Hepar.
Metastasektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada kanker
payudara. Tindakan ini memang masih kontroversial diantara para ahli,
namun dibeberapa study memberikan angka harapan hidup yang lebih
panjang. Menurut Ehrl D tindakan pembedahan tumor metastasis di hepar
akan memberikan harapan hidup yang lebih baik bila dikombinasikan
dengan terapi sistemik. Secara umum indikasi tindakan metastasektomi
adalah.(Purwanto et al., 2014) :
123
c) Sesuai dengan kriteria setiap organ.
Syarat:
5. Prognosis
Pada umumnya metastases kanker payudara yang ke tulang mempunyai
prognose yang lebih baik daripada metastases ke organ seperti : hepar, paru-paru
dan ke otak. (Kmietowicz, 1998),Kmietowicz angka ketahanan hidup 5 tahun
pada penderita metastases tulang sekitar 50% bila dibandingkan keadaan
metastases ke hepar 20%, 20% pada paru-paru dan ke otak hanya 10%.
(Kmietowicz, 1998).
b. Tipe kanker
c. Beratnya gejala
124
d. Hasil tes sebelumnya
Tes diagnosa kanker payudara biasanya dimulai apabila wanita atau dokter
menemukan suatu massa atau pengerasan yang tidak normal (suatu titik kecil dari
kalsium, biasanya dilihat pada saat X-ray), pada screening mammogram. Atau
bisa juga suatu yang tidak normal di payudara wanita ditemukan pada
pemeriksaan klinis atau pemeriksaan sendiri. Beberapa tes mungkin dilakukan
untuk memastikan diagnosa dari kanker payudara. Tidak pada semua orang akan
dilakukan seluruh test dibawah ini:
1) IMAGING TEST :
a) Diagnostic mammography
Sama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih
banyak gambar yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita
dengan tanda-tanda, diantaranya puting mengeluarkan cairan atau ada
banjo;an baru. Diagnostic mammography bisa juga digunakan apabila
sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat screening
mammogram.
b) Ultrasound (USG)
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan
gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan
gambaran jaringan pada payudara. Gelombang bunyi yang tinggi
ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang kemungkinan
kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan
kanker.
125
dapat digunakan untuk screening saja. Menurut American Cancer
Society (ACS), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena
kanker payudara, seperti pada wanita dengan mutasi gen BRCA
atau banyak anggota keluarganya terkena kanker payudara,
sebaliknya juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan
mammografi. MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu
kumpulan masa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak
terlihbat pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada
wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat.
Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan pada yang terlihat
pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak dapat
menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast
cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsi.
126
dapat diletakkan pada bagian dari payudara yang akan
dilakukan biopsy. Dalam kasus ini apabila jaringan itu
membuktikan adanya kanker, maka segera diadakan operasi
tambahan. Keuntungan teknik ini adalah bahwa pasien
hanya butuh sekali operasi untuk menentukkan pengobatan
dan menentukkan stadium.
(2) Core Biopsy dapat menentukkan jaringan FNAB dapat
menentukkan sel dari suatu masa yang berada dan ini semua
kemudian dapat dianalisa untuk menentukkan adanya sel
kanker.
(3) Surgical Biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil
sejumlah besar jaringan. Biopsy ini biasa incisional
(mengambil sebagain dari benjolan) atau excisional
(mengambil seluruh benjolan) Apabila didiagnosa kanker,
operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk mendapatkan
clear margin area (area jaringan disekitar tumor dimana
dipastikan sudah bersih dari sel kanker) kemungkinan,
sekalian mengambil jaringan kelenjar getah bening.
Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan dites oleh
dokter untuk menentukan pengobatan.
Tes itu untuk melihat :
(a) Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu invasif (biasanya
menyebar) atau in situ (biasanya tidak menyebar).
Ductal (dalam saluran susu) atau lobular (dalam
kelenjar susu) Grade (seberapa besar perbedaan
kanker itu dari sel sehat) dan apakah sel kanker telah
menjalar ke pembuluh darah atau pembulu getah
bening. Margin dari tumor juga diamati.
(b) Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progestron
(PR) tes. Apabila diketahui positif mengandung
receptor ini [ER (+) dan PR (+)], kanker ini
127
berkembangnya karena hormon-hormon tersebut.
Biasanya diadakan terapi hormon.
(c) Tes HER2 neu. (C-erb2). Adanya protein HER2
yang berlebihan. Rata-rata pada 25% penderita
kanker. Dengan mengetahui status HER2 (positif
atau negatif), maka dapat ditentukan apakah pasien
akan diterapi dengan menggunakan obat yang
disebut trastuzumab (HERCEPTIN) atau tidak.
(d) Genetic Desription of the Tumor. Tes dengan melihat
unsur biologi dari tumor, untuk memahami lebih
dalam mengenai kanker payudara. Oncotype DX
adalah tes untuk mengukur resiko seberapa jauh
kekambuhannya.
3) TES DARAH
Tes darah juga diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker. Tes-
tes itu antara lain :
a. Level Hemoglobin (HB) : untuk mengtahui jumlah oksigen yang
ada di dalam sel darah merah
b. Level Hematokrit : untuk mengetahui persentase dari darah merah
didalam seluruh badan
c. Jumlah dari sel dari putih : untuk membantu melawan infeksi
d. Jumlah trombosit : untuk membantu pembekuan darah
e. Differential : persentase dari beberapa sel darah putih.
128
Tes ini untuk mengevaluasi fungsi hati. Angka yang tinggi dari salah
satu tes ini mengindikasikan adanya kerusakan pada hati, bisa jadi suatu
sinyal adanya penyebaran ke hati.
6) TUMOR MARKER TEST
Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada
darah, urin atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dari nilai normalnya, mengindikasikan
adanya suatu proses yang tidak normal di dalam tubuh akibat kanker. Pada
kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan adalah CA 15.3
dengan mengambil sampel darah. Pada standar PRODIA tumor marker
tidak boleh melebihi angka 30.
7) TES-TES LAIN
Tes-tes lain yang biasa dilakukan untuk kanker payudara adalah :
Photo Thorax untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran ke paru-
paru
a. Bonescan untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke
tulang. Pasien disuntikan radioactive tracer pada pembuluh vena
yang akan berkumpul di tulang yang menujukkan kelainan karena
kanker. Jarang antara suntikan dan pelaksanaan bonescan kira-kira
3-4 jam. Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak-banyak.
Hasil yang terlihat adalah gambar penampang tulang lengkap dari
depan dan belakang. Tulang yang menunjukkan kelainan akan
melihat warnya lebih gelap dari tulang normal.
b. Computed Tomography (CT atau CAT) Scan. Untuk melihat
secara detail letak tumor. Pasien juga disuntik radioactive tracer
pada pembuluh vena, tetapi volumenya lebih banyak sehingga
sebenarnya sama benar dengan infus. Setelah disuntik CT-Scan
dapat segera dilakukan.CT-scan akan membuat gambar tiga
dimensi bagian dalam tubuh yang diambil dari berbagai sudut.
129
Hasilnya akan terlihat gambar potongan melintang bagian dari
tubuh yang di scan 3 dimensi.
c. Positron Emission Tomograpy (PET) Scan. Untuk melihat apakah
kanker sudah menyebar. Dalam PET scan, cairan glukosa yang
mengandung radioaktif disuntikan pada pasien. Sel kanker akan
menyerap lebih cepat cairan glukosa tersebut dibandingkan sel
normal. Sehingga akan terlihat warna kontras pada PET scan. PET
scan biasanya digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CT –
scan, MRI, dan pemeriksaan secara fisik.
130
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang
peka horman dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah
pembedahan atau pada stadium akhir.
d. Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap
lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat
kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan.
Salah satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral
yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya
menyerang sel kanker saja.
e. Terapi Imunologi
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein
pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien
seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk
menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat
menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2
untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
f. Mengobati Pasien Pada Tahap Akhir Penyakit
Banyak obat anti kanker yang telah diteliti untuk membantu 50%
pasien yang mengalami kanker tahap akhir dengan tujuan
memperbaiki harapan. Meskipun demikian, hanya sedikit yang
terbukti mampu memperpanjang hidup pada pasien, diantaranya
adalah kombinasi trastuzumab dengan capecitabine. Fokus terapi pada
kanker tahap akhir bersifat paliatif (mengurangi rasa sakit). Dokter
berupaya untuk memperpanjang serta memperbaiki kualitas hidup
pasien melalui terapi hormon, terapi radiasi, dan kemoterapi. Pada
pasien kanker payudara dengan HER2 positif, trastuzumab
memberikan harapan untuk pengobatan kanker payudara yang dipicu
oleh HER2.
131
BAB III
TINJAUAN KASUS
132
Ruangan : Flamboyan
Nim : 72.20.001.D15.014
Tingkat : IA
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT / Pedagang Sayur
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Fl. Tobing, Rempanga, Kab. Kutai Kartanegara
Agama / Suku : Islam / Kutai
No. Register : 0770
Tanggak Masuk RS : Rabu, 08 Juni 2016 pukul 10.25 wita
Diagnosis Medis : Ca Mamae + metastase otak + paru
Penanggung Jawab : Tn. S
Hubungan dgn Pasien : Suami
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Fl. Tobing, Rempanga, Kab. Kutai Kartanegara
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien kejang-kejang
133
Nyeri pada ekstremitas bawah, kepala terasa pusing dan hanyut serta
nafsu makan menurun dan mual (sebutkan ekstremitas sebelah mana
nyeri dirasakan)
Pasien mengatakan pernah Operasi Fam pada payudara kiri 6 tahun yang lalu
dan kembali Operasi pengangkatan payudara sebelah kiri satu tahun yang
lalu, pasien sering keluar masuk rumah sakit untuk kemoterapi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit, dari orang tua dan 7
saudaranya
GENOGRAM
134
a) (t
a
Genogram seharusnya diambil dari 3 generasi sebelum pasien: kakek dan nenek,
ayah dan ibu, dan pasien.
Keterangan: X : Meninggal
O : Pasien
: Perempuan
:Laki-laki
3. Data Psikologis/Sosial/Ekonomi/Budaya/Spiritual
a. Psikologis
Pasien mengatakan tidak cemas dan tidak gelisah (cantumkan skala Hars).
Pasien pasrah dengan keadannya sekarang, pasien bersemangat untuk
sembuh.
b. Sosial
c. Ekonomi
135
biasanya pendapatan perhari ± Rp. 50.000,- dan penghasilan anak ± Rp.
3.000.000,- perbulan. Pasien menggunakan jaminan BPJS dalam pembayaran
Rumah Sakit.
d. Budaya
e. Sipritual
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien terkadang shalat, namun saat sakit,
untuk melaksanakan shalat terhambat, sehingga pasien hanya berzikir dan
beristighfar. (ada tidak persepsi mengenai penyakitnya dalam
kepercayaannya)
a. Nutrisi
1) Makan
2) Minum
Sebelum sakit : Frekuensi ± 2ltr/hari
Jenis minumannya: air putih, pasien juga
menyukai teh hangat.
136
Jenis minumannya: air putih dan susu yang
diberikan Rumah Sakit. Tidak ada perubahan
asupan cairan pada pasien
1) Fekal
2) Urine
1) Sebelum sakit
Tidur tenang dan nyaman, tidak terbiasa tidur siang. Tidur dimalam hari
dimulai sekitar pukul 22.00 – 05.00 WITA. Jam tidur kurang lebih 7-8
jam (bagi total jam tidur siang dan malam )
2) Selama sakit
137
d. Aktivitas dan Gerak
1) Sebelum sakit
2) Selama sakit
e. Personal Hygene
1) Sebelum sakit
2) Selama sakit
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
E4, V5, M5
Selama sakit : 50 kg
b. Tanda-tanda vital
138
TD : 110/70 mmHg RR : 20x/i
Nadi : 75x/i Temp : 36⁰C
c. Kepala
2) Kulit Kepla : Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka
4) Mata
5) Mulut
mulut simetris
6) Bibir
7) Hidung
139
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus paranalisis
8) Leher
d. Dada
e. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk Abdomen datar dan simetris, tidak ada lesi, tidak
distensi
f. Genetalia
g. Ekstremitas
140
EAS 5 5 5 5 5 5 5 5 EAD
EBS 5 5 5 5 5 5 5 5 EBD
Keterangan :
f. Punggung
141
6. Pemeriksaan penunjang
RL 20 tpm
B. Diagnosa keperawatan
1. Data fokus
142
a. Data subjektif
3) Pasien mengatakan tidur kurang nyenyak dan terganggu oleh rasa nyeri
b. Data objektif
P :
kiri
S :6
T : 15 menit sekali
3) BB sebelum sakit 60 kg
BB selama sakit 50 kg
Terjadi penurunan BB 10 kg
143
4) Pasien terlihat tertidur sebentar sebentar dan terbangun kembali jika
mendengar suara dan mengeluh nyeri
2. Analisa data
P:
Q : Ditusuk-tusuk
R : Bagian ektremitas
bawah kiri dari
paha sampai lutut
S:6
T : 15 menit sekali
144
nafsu makan seimbangan nutrisi menurun,akibat efek
berkurang,lemas dan kurang dari kemoterapi
mual. kebutuhan tubuh
Do : Pasien hanya
menghabiskan ¼ porsi
makan yang di berikan
wajah terlihat lemas,dan
pucat.
BB sebelum sakit 60 kg
BB selama sakit 50 kg
145
1. Masalah Nyeri Akut
a. Berdasarkan Teori Anatomi & Fisiologi
1) Pada penderita Ca mamae kanker payudara ditandai dengan
nyeri. Hal ini disebabkan oleh metastase. Metastase adalah
menyebarnya sel kanker dari tumor primer ke organ-organ vital
atau tempat yang jauh pada tubuh pasien. Proses tersebut
merupakan hasil rangkaian perubahan genetic, kejadian-kejadian
epigenetic dan reaksi tubuh terhadap tumor.
2) Metastasis merupakan ciri utama pada tumor ganas atau yang
kita kenal dengan kanker. Metastasis suatu kanker memerlukan
aktifasi gen-gen efektor metastasis tambahan atau inaktifasi gen-
gen supresor metastasis yang merupakan jalur kaskade yang
berbeda dan lebih komplek daripada kaskade tumorigenesis.
Konsep ini sesuai dengan penemuan Kang dkk. yang
menyatakan bahwa untuk metastasis ke organ tertentu suatu
kanker memerlukan sarat ekspresi dari gen tertentu yang
berdampingan dengan profil buruk tumor primernya.
Penyebaran sel bergantung kepada kwantitas komponen
molekul-molekul seperti reseptor adhesi, ligan metrik
ekstraseluler, afinitas antara reseptor membran dan
kemoatraktan, enzim-enzim protease, protein-protein tertentu
yang terikat pada kerangka sel dan molekul tertentu
3) Tempat tersering dari metastasis kanker payudara yaitu paru,
tulang, otak atau ada organ tubuh lainnya walaupun jarang.
Gejala yang ditimbulkan tentunya tergantung dari tempat yang
terkena bila tulang belakang atau penyangga tubuh dapat
menyebabkan kecacatatan permanen berupa kelumpuhan bila
tidak di atasi dengan segera. Bila mengenai paru akan
menyebabkan sesak / batuk darah, bila ke hati dapat
menyebabkan gangguan atau kegagalan fungsi hati.
4) Bila mengenai otak tentunya dapat menimbulkan gangguan
sesuai dengan lokasi (Muntah, Parkinson, gangguan
keseimbangan, bahkan kelumpuhan satu sisi). Angka kejadian
146
metastasis payudara ke setiap organ tersebut dapat terjadi pada
umur muda hingga lanjut, terutama yang datang terlambat
karena beberapa alasan diantaranya karena ketidaktahuan, social
ekonomi karena atau karena ketakutan akibat kehilangan
payudara sebagai body image atau pengobatan kemoterapi
dengan segala efek sampingnya yang dapat berkelanjutan,
mencoba terapi herbal dengan segala janji tidak masuk akal,
lokasi yang jauh dari pusat kesehatan. Keadaan metastasis dapat
juga terjadi setelah terapi pada kanker primer kemudian
kekambuhannya kanker tersebut pada lokasi jauh (Tulang, otak,
paru, hati) sedangkan lokasi primernya tidak kambuh.
147
nervus femoralis, perjalanan nyeri dari otak karena metastase
pada ca mammae merambat melalui medulla spinalis sampai
akhirnya mengenai saraf femoralis di bagian paha sebelah kiri.
6) Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau
dijelaskan berdasarkan kerusakkan tersebut. ( international
association for the study of Pain ( IASP) Task Force, 1994,
p.210-211).
148
d) Raut wajah tampak kesakitan
e) Gangguan tidur
f) Perubahan napsu
10) Nyeri Ny. S skalanya menjelaskan bahwa nyeri yang dirasakan
dalam rentang sedang dan tipe nyeri dirasa seperti ditusuk-
tusuk.
Pengelompokan nyeri sendiri terdiri dari :
a) Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa
ditahan, aktifitas tak terganggu)
b) Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu
aktifitas fisik)
c) Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat
melakukan aktifitas secara mandiri)
11) Nyeri bagian pada ekstremitas bawah sebelah kiri terjadi arena
penekanan saraf
149
1) Pada kondisi nyeri dengan skala 6 (sedang) perlu dilakukan
pemberian teknik nafas dalam dan posisi untuk membantu agar
pasien rileks dan pembeian teknik ditraksi dilakukan agar
pasien tidak terfokus pada nyeri.
2) Pada pasien Ny. S mengeluh nyeri dibagian ekstremitas bawah
kiri dengan sakala 6 dan pasien tidak mengetahui penyebab
nyeri muncul sebaiknya beritahu pasien tentang nyeri,
mengapa nyeri timbul dan sampaikan pada dokter agar
memberikan obat analgesik yang lebih kuat karena kanker
pasien sudah bermetastase ke otak dan paru.
3) Fungsi distraksi adalah untuk mengalihkan atau menjuahkan
perhatian pasien terdapat sesuatu yang sedang dihadapi.
Contohnya, nyeri dan juga untuk memusatkan perhatian agar
teralihkan dari rasa nyeri.
4) Distraksi yang berfungsi untuk mengalihkan perhatian pasien
dapat menimbulkan stimulus yang menyenangkan dari luar
juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus
nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang.
5) Banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat
individu dalam stimulus dan berhubungan langsung dengan
distraksi, oleh karena itu stimulisasi penglihatan, pendengaran
dan sentuhan mungkin lebih efektif dalam menurunkan nyeri.
Massase termasuk kedalam distraksi.
c. Berdasarkan Teori Asuhan Keperawatan
150
2) Berdasarkan asuhan keperawatan ini, pengelompokan data
sudah dilakukan dengan mengelompokan data sesuai dengan
masalah klien.
3) Masalah pertama yaitu gangguan rasa nyaman yang
disebabkan oleh gejala terkait penyakit.
Menurut NANDA, gangguan rasa nyaman merupakan rasa
kurang nyaman, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, prik-
spiritual, lingkungan, budaya dan/atau social. Menurut
analisa yang kami lakukan dari data yang diperoleh, klien
mengatakan nyeri di ekstremitas bawah sebelah kiri , dengan
skala nyeri 6, berlangsunng ±15 menit. Pada data tersebut
didapatkan data subjektif dan obyektif dan dari data tersebut
dijadikan sebagai bukti atau acuan dalam penentuan
masalah. Dimana masalah yang dialami klien adalah perasaan
tidak nyaman yang disebabkan karena nyeri,dimana nyeri
yang dialami nya merupakan gejala dari penyakit / diagnose
medis dari klien yaitu Ca Mamae metastase ke otak +
paru .Maka dapat dikatakan bahwa penyebab yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman pada klien adalah
nyerinya.
Gangguan rasa nyaman (domain 12) terdiri dari 3 kelas yaitu
kelas 1 (kenyamanan fisik), kelas 2 (kenyamanan
lingkungan ) dan kelas 3 (kenyamanan social). Faktor yang
berhubungn dengan gangguan rasa nyaman antara lain:
3. Gejala terkait penyakit
4. Kurang kontrol situasi
5. Kurang pengendalian lingkungan
6. Kurang prifasi
7. Program pengobatan
8. Stimulasi ingkungan yang mengganggu
151
9. Sumber daya tidk adekuat (misal finansial,
pengetahuan dan social)
4) Menurut data dari analisa data penulis, tidak terdapat data
yang menunjukkan mengenai bagaimana nyeri itu muncul
apakah nyeri itu hilang timbul atau secara terus menerus.
152
trigger zone di otak. Kedua area diotak ini juga diaktivasi oleh
obstruksi saluran cerna.
b. Berdasarkan Teori Kebutuhan Dasar Nutrisi Manusia
Nurisi di sebut juga zat Gizi. Nutrisi adalah zat dalam makanan
yang dibutuhkan organisme untuk dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik sesuai dengan fungsinya. Nutrisi di peroleh dari hasil
pemecahan makanan oleh sistem pencernaan. dan seringkali di
sebut dengan istilah sari-sari makanan. Nutrisi terbagi dalam 2
golongan, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi.
153
1) Pada analisa data terdiri atas pengelompokkan data adalah
mengelompokkan data-data klien tertentu dimana klien
mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data
dikelompokkan maka dapat mengidentifikasi masalah
keperawatan klien dan merumuskannya.
2) Berdasarkan asuhan keperawatan pasien ini,
pengelompokkan data sudah dilakukan dengan
pengelompokkan data sesuai dengan masalah klien.
3) Masalah kedua, adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. (NANDA 2015-2017).
a) Faktor biologis
b) Faktor ekonomi
c) Gangguan psikososial
154
d) Ketidakmampuan makan
e) Ketidakmampuan mencerna makanan
f) Ketidamampuan absorbsi nutrien
g) Kurang asupan makan
155
dalam menginduksi rasa kantuk dan juga sebagai modulator
kapasitas kerja otak.
5) Dalam tubuh serotonin dibuah menjadi melatonin. Melatonin
merupakan hormon katekolamin yang diproduksi secara alami
didalam tubuh tanpa bantuan cahaya.
6) Pada lansia hormon katekolamin ini akan menurun seiring
dengan bertambahnya usia, tetapi kaitan dari penurunan ini
belum diketahui terhadap lansia yang sulit tidur. Namun ada
juga yang mencoba menaikkan melatonin dengan matahari di
pagi hari agar ritme circadian (siklus tidur-bangun) menjadi
lebih kuat dan seimbang.
7) Adanya lesi pada pusat pengatur tidur dan terbangun dibagian
hipotalamus anterior juga dapat menyebabkan keadaan siaga
dalam tidur. Kemudian itu katekolamin yang dilepaskan dari
neuron-neuron (Reticular Activating System). Akan
menghasilkan hormon noneprineprin, yang umumnya hormon
ini akan merangsang otak aktivitas.
8) Pada orang dalam keadaan stress atau cemas kadar hormon ini
akan meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf
simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga. Hal lain
menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin hipotalamus
menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan
kesadaran. Prostgalandin adalah mediator kmiawi yang berperan
pada patogoenesis nyeri, yang akan memicu pusat saraf nyeri
pada daerah korteks parentalis tepatnya girus posterior sentralis.
9) Pasien dengan Ca Mamae kebanyakan gangguan tidurnya
diakibatkan oleh nyeri. Hal tersebut dapat dibuktikan pada
penelitian Darmiatus in Darmais Cancer Hospital. Penelitan
Fortner et.al. yang memperkuat yang pertanyaan tersebut
menemukan gangguan tidur yang dialami berkaitan dengan
menurunnya waktu tidur dan nokturia.
156
1) Kebanyakan pasien dengan ca. Mammae mengeluhkan
gangguan tidur.
2) Penyebabnya mulai dari nyeri, prawatan medis hingga gangguan
psikososial.
3) Pada pengkajian tidak dituliskan frekuensi dengan jumlah jam
tidur pasien selama sakit. Sehingga sulit untuk menentukan
jumlah tidur pasien.
157
6) Pemberian perawatan itu untuk membantu pasien merasa rileks
sebelum tidur dan saat tidur merasa nyaman, dan kegelisahan
pasien menjadi berkurang
c. Berdasarkan Teori Asuhan Keperawatan
1) Pasien dengan ca. Mammae metastase ke otak dan paru sudah
masuk ke fase terminal.
2) Pada pasien terminal askep yang digunakan yaitu askep paliative
care.
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d proses penyakit (kompressi atau dostruksi jaringan saraf
infiltrasi saraf adanya penekanan saraf)
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d rasa mual dan
penurunan nafsu makan akibat efek kemoterapi
158
c. Gangguan pola tidur berhubungan b.d rasa nyeri,lingkungan dan
kegelisahan saat tidur.
Hasil Analisa :
159
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1 selasa, Nyeri akut b.d Tujuan : Setelah 1. Kaji dan tentukan 1. Untuk
14/06/1 proses penyakit dilakukan tindakan lokasi nyeri, mengetahui
6 10:00 (kompresi atau keperawatan 2x24 frekuensi, durasi, perkemban
dostruksi jaringan jam, masalah nyeri dan intensitas nyeri gan
saraf,infiltrasi saraf akut teratasi atau keefektifan
2. Berikan tindakan
dan adanya berkurang dari intrvensi
kenyamanan dasar
penekanan tumor) awalnya skala 6
2. Meningkatk
menjadi skala 4 atau 3, Posisi SIM
an relaksasi
dengan kriteria hasil :
Relaksasi dan
a. Klien mengatakan napas dalam membantu
nyeri berkurang memfokusk
Vas 3-4 3. Ajarkan klien dan an kembali
keluarga mengenai perhatian.
b. Ekspresi wajah nyeri.
tenang 3. Memungki
Penyebab nkan
160
c. TTV normal Penanganan keluarga
dan klien
TD : 120-100 4. Berikan analgesik
untuk
sesuai dengan
RR : 18-20X/mnt berpartisipa
indikasi
si cara
N : 60-80x/mnt efektif dan
meningkatk
T : 36,5-37,5oc
an rasa
kontrol
nyeri
4. Mengurang
i rasa nyeri
secara
optimal
161
d. Pasien mengerti mengetahui
pentingnya nutrisi peran
bagi tubuh. nutrisi bagi
tubuhnya.
4. Untuk
meingkatka
n
pemenuhan
nutrisi yang
adekuat.
3. Konjungtiva tidak
3. Menenangk
anemis
an pikiran
sehari-hari n otot
162
4. Mengidenti
fikasi
penyebab
aktual
gangguan
tidur.
HASIL ANALISIS :
Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil harus berdasarkan dengan SMART
yaitu:
M :
T : 2 x 24 jam
1.1 Kaji dan tentukan lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri
Nyeri akan terasa bila seseorang menerima panas dengan suhu diatas
45ºC. Ini merupakan suhu dimana jaringan mulai mengalami kerusakan akibat
panas: sebenarnya jaringan akan rusak jika suhu menetap pada suhu 45ºC.
163
Oleh karena itu, jelaslah sekarang bahwa rasa nyeri sangat erat hubungan
dengan kemampuan panas merusak jaringan.
Nyeri yang berasal dari berbagai bermacam-macam visera sukar
dilokalisasikan. Pertama otak tidak tahu organ internal mana yang terangsang
karena baru pertama kali mengalami, karena itu rasa nyeri yang berasal dari
bagian dalam akan dilokalisasi secara umum.
Frekuensi nyeri itu menentukan batas nyeriyang dirasakan, misalnya
mengunakan skala vas 1-10
Durasi nyeri itu dibagi menjadi dua rasa nyeri utama: rasa nyeri lambat
dan rasa nyeri cepat. Bila diberikan stimulus nyeri, maka rasa nyeri cepat
timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri lambat timbul
setelah 1 detik atau lebih lalu kemudian secara perlahan bertambah selama
beberapa detik dan kadang kala bertambah beberapa menit.
Intensitas nyeri berhubungan dengan kecepatan kerusakan jaringan
yang disebabkan oleh pengaruh lain selain panas, infeksi bakteri, iskemia
jaringan, kontussio jaringan, atau penyebab lainnya.
Berdasarkan anatomi fisiologi fase persepsi menyadarkan
individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat
bereaksi terhadap nyeri
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik). Reaksi
emosi Pusat otak PersepsiStimulus nyeri ditransmisikan ke medula
spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke
seluruh bagian otak, termasuk area limbik.
Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi
(khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam
memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf
berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
Posisi SIM
164
(Menurut buku NANDA NIC-NOC Ajarkan menejemen nyeri: distraksi,
massase, relaksasi, guidet imageri)
165
Penyebab
Penanganan
166
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah
kesimbangan nutrisi teratasi
Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil harus berdasarkan dengan SMART
yaitu:
S :
M :
A :
T : 2x24 jam
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada
daerah medula yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian
dari pusat muntah, dan mualdapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang
dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang
berhubungan dengan motion sickness, atau impuls dari korteks serebri untuk
memulai muntah. Muntah kadang terjadi tanpa didahului perangsang
prodormalmual, yang menunjukkan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari
pusat muntah yang berhubungan dengan perangsang mual.
Dengan mengkaji pola dan pemenuhan nutrisi pasien kita dapat mengetahui
pola makan, kebiasaan makan dan keteraturan makan.
167
berikan dukungan penuh agar membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
dengan membangkitkan selera pasien.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam pola tidur pasien kembali
teratur
Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil harus berdasarkan dengan SMART
yaitu:
168
A : konjungtiva tidak anemis (dapat diukur)
T : 2 X 24 jam
Untuk mengetahui keadaan umum klien ,mengukur TTV juga dilakukan untuk
menilai bagaimana peningkatan / perubahan tanda-tanda vital.
Pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan nadi merupakan indikator
penting dalam menilai fungsi kardiovaskular karena apabila tekanan darah
klien mengalami peningkatan maka kerja jantung juga akan semakin berat.
Pemeriksaan suhu merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk
menilai kondisi metabolisme dalam tubuh.Setiap peningkatan suhu tubuh 1°C
terjadi peningkatan frekuensi nadi sekitar 20 kali denyut per menit.
Pemeriksaan denyut nadi adalah getaran/ denyut darah didalam pembuluh
darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Perlunya dilakukan
pemeriksaan denyut nadi karena apabila terdapat peningkatan pada denyut
nadi maka akan mempengaruhi proses oksigenasi dimana tekanan jantung
meningkat ( takipnue ) dan proses pernafasan pasien menjadi cepat dan
menandakan pasien mengalami sesak nafas.
169
mengurangi distraksi lingkungan dan hal-hal yang mengganggu tidur,
mengurangi potensial cidera sebelum tidur karena banyak pasien takut untuk
pergi tidur karena takut jatuh dari tempat tidur
Cahaya : salah satu bagian mata yaitu renita memiliki banyak sel
sensitif terhadap cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak untuk memberikan
informasi itu siang hari atau malam hari. Lampu yang memancarkan sinar,
yang dengan cepat akan diserap oleh sel-sel retina yang sensitif terhadap
cahaya. Sel-sel tersebut kemudian akan mengirimkan sinyal ke otak dan sinyal
itu akan menganggu ritme sirkadian.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
170
Hari/tgl/ja
No. No. Intervensi/implementasi Evaluasi (Struktur & Proses)
m
S: Pasien mengatakan nyeri
pada bagian kaki kiri dari
paha hingga lutut, nyeri
terkadang muncul ± 15
menit sekali
Senin,
1.1 mengkaji dan menentukan lokasi nyeri, frekuensi,
1 13-06-16
durasi dan intensitas nyeri O: bagian ekstremitas bawah
11:00 wita
terasa nyeri seperti
tertusuk dengan skala 6
171
S: pasien mengatakan pijatan
sangat nyaman
Selasa, 1.2 memberikan tindakan kenyamanan dasar
O: pasien rileks dan sesekali
2 14-06-16 Memijat lembut bagian yang nyeri (ekstremitas
15:00 wita memejamkan mata
bawah bagian kiri)
Struktur: minyak kayu putih
tersedia dari pasien
S: pasien dan keluarga
mengatakan baru
1.3 mengajarkan klien dan keluarga mengenai nyeri mengetahui penyebab
Mengajarkan dan memberitahu pasien serta nyeri dan ada cara lain
keluarga penyebab munculnya nyeri menghilangkan nyeri
17:00
Mengajarkan penanganan nyeri selain dipijat
- Napas dalan
- Distraksi O: pasien dapat
mempraktekkan relaksasi
napas dalam
S: pasien merasa senang dan
2.2 memberikan pasien dukungan penuh terbantu
Menemani pasien saat makan
O: pasien tersenyum dan
18:00 Menyuapi pasien saat makan
terlihat senang saat makan
Menganjurkan keluara untuk menemani pasien
saat makan Struktur: alat makan dari
rumah sakit
S: pasien mengatakan
mengerti dan akan
mencoba untuk makan
2.3 memberikan pengetahuan kepada pasien tentang
lebih banyak
nutrisi
18:10
Pentingnya nutrisi bagi tubuh
O: pasien mempaerhatikan
Manfaat nutrisi
dan mendengarkan saat
diberikan informasi
S: -
O: pasien terlihat meminum
2.4 Memberikan suplemen dan vitamin yang suplemen setelah makan
18:25
dikolaborasikan dengan dokter
Struktur: 1 tablet suplemen
dan baki
172
S :pasien mengeluhkan kepala
terasa hanyut
Struktur :spignomanometer,
stetoskop, jam
analog, termometer
S: pasien mengatakan mulai
mengantuk
3.2 menciptakan suasana nyaman bagi pasien O: wajah pasien rileks dan
pasien terlihat
Menjaga / memberikan suhu ruangan yang sejuk
20:30 memejamkan mata saat
Memposisikan pasien lateral kanan
dipijat
Memijat lembut pasien
Struktur: AC menyala,
minyak kayu putih
tersedia dari pasien
S: pasien mengatakan
mengerti dan ingat tentang
relaksasi
3.3 menganjurkan kepada pasien untuk mengaplikasikan
20:40
relaksasi napas dalam dan distraksi
O: pasien terlihat
mempraktekkan relaksasi
napas dalam
S: pasien mengatkan nyeri
selang waktu nyeri muncul
Rabu, lebih lama ±20 menit
15-06-16 1.1 mengkaji durasi, frekuensi dan intensitas nyeri sekali
15:00
O: skala nyeri 4, wajah
pasien terlihat lebih rileks
S: keluarga pasien
mengatakan porsi makan
yang dihabiskan mulai
meningkat
17:40 2.1 kaji pola dan pemenuhan nutrisi
O: pasien menghabiskan
1
porsi makanan yang
2
telah disediakan, pasien
terlihat banyak minum
173
S: pasien mengatakan
makanan hari ini lebih
2.2 memberikan dukungan penuh pada pasien enak
Menemani pasien saat makan
18:00
Memotivasi pasien agar lebih semangat untuk O: Pasien menghabiskan
mencukupi kebutuhan nutrisinya 1
¿ porsi yang
2
disediakan
S: pasien mengatakan
mengerti dan paham
2.3 mengulang kembali informasi tentang nutrisi kepada
18:10
pasien
O: pasien tampak segar dan
rileks
S: pasien mengatakan
sepertinya obat bekerja
dengan baik
Struktur: spignomanometer,
stetoskop, jam
analog, termometer
S: keluarga pasien
mengatakan frekuensi
terbangun pasien sudah
20:30 3.4 mengkaji faktor penyebab gangguan tidur berkurang
174
teknik relaksasi
S: pasien merasa nyaman
O: pasien rileks dan
3.2 menciptakan suasana nyaman bagi pasien
memejamkan mata
20:50 - mempertahankan suhu ruangan yang sejuk
- memijat lembut pasien
Struktur: minyak kayu putih
tersedia dari pasien
175
No Hari/Tgl/Jam No.Dx. S.O.A.P
Kep
1 Kamis,16/06/1 1 S: Pasien mengatakan nyeri berkurang dan merasa lebih nyaman
6 17:00 O: Skala nyeri 4, wajah pasien terlihat tenang
TTV: TD : 110/80
N : 75x/mnt
T: 37oc
RR: 18x/mnt
Skala nyeri : 4
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam,masalah nyeri akut berkurang dari skala 6 menjadi skala 4
atau 3, dan kroteria hasil tercapai.
P: Lanjutka intervensi :
1.4. memberikan analgesik sesuai dengan indikasi dan program
1.1. kaji frekuensi nyeri,durasi,dan intensitas hingga nyeri
benar-benar hilang
176
RR : 18x/mnt
pasien tampak segar
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam,malah
teratasi.
P: Hentikan intervensi
HASIL ANALISIS :
TTV: TD : 110/80
N : 75x/mnt
T: 37oc
RR: 18x/mnt
Skala nyeri : 4
177
Skala nyeri menurun karena pasien sudah dapat beradaptasi dengan nyeri,
pada evaluasi yang dituliskan oleh penulis tidak mencantumkan skala
nyeri dikaji melalui vas/face
Untuk menentukan evaluasi hasil berhasil atau tidak, maka kita harus
melihat kembali pada kriteria hasil, penulis menuliskan pada assesment
nyeri akut berkurang dari skala 6 menjadi 4 dan perlu ditambahkan
ekspresi wajah tenang dan nilai TTV normal yang dituliskan penulis pada
data objektif.
P: Lanjutkan intervensi :
Dari diskusi kami selama pasien masih berada dirumah sakit, maka
pemberian obat akan terus diberikan untuk penyakitnya. Sedangkan
assesment pada pasien dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
perkembangan nyeri dan bagaimana perubahan nyeri pada pasien. Namun
penulis juga menuliskan “hingga nyeri benar-benar hilang” menurut
kelompok kami jika dilihat dari penyakit pasien, tidak memungkinkan
nyeri menghilang
178
pentingnya nutrisi bagi tubuh pasien, sehingga pasien termotivasi untuk
meningkatkan porsi makannya
P: Lanjutkan intervensi
179
Ada kemajuan dalam pola tidur pasien, tidur pasien menjadi lebih rileks
karena sebelum tidur pasien selalu dianjurkan untuk melakukan napas
dalam dan menciptakan lingkungan yang sejuk bagi pasien.
Napas dalam dapat membuat pasien rileks karena relaksasi napas dalam
dapat mengendalikan nyeri dengan menimimalkan aktifitas simpatik
dalam sistem saraf otonom dan meningkatkan aktivitas komponen saraf
parasimpatik vegetatif secara stimulan dapat mengurangi sensasi nyeri dan
mengontrol intensitas reaksi terhadap rasa nyeri
TD : 110/80
N : 75x/mnt
T : 37oc
RR : 18x/mnt
180
P: Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
kebutuhan istirahat dan tidur secara kritis. Dalam menganalisa secara kritis
181
dan fisiologi. Dalam mengkritisi asuhan keperawatan pada gangguan
dan tidur pada asuhan keperawatan dengan analisa medis Ca. Mammae
kiri, hal itu disebabkan karena adanya metastase penyakit pasien ke otak,
dan otak merespon adanya rasa sakit tersebut tepatnya di lobus parietalis
spinalis dan mengenai saraf di paha yaitu Nervus Femoralis dan itulah
B. Saran
tidur.
182