Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Pergerakan relatif tiga lempeng bumi dari data GPS (Global Positioning
System). Panah besar merah adalah kecepatan gerak dari lempeng. Panah-panah
hitam menunjukkan kecepatan gerak dari lokasi tempat pengukuran monumen GPS
antara tahun 1989 dan 2002 (sumber dari Bock, 2003).
Kepulauan Indonesia berada pada dua jalur utama gempabumi, yaitu jalur Pasifik dan
Mediterania. Pada jalur tersebut terbentuk deretan gunung api akibat dari aktivitas lempeng
tektonik di zona subduksi yang membentang dari ujung utara pulau Sumatra, melewati pulau
Jawa, sampai ke wilayah Busur Banda. Keadaan ini menyebabkan Indonesia dikenal dengan
istilah wilayah Ring of Fire. Keadaan tektonik tersebut juga menyebabkan timbulnya patahan
aktif yang tersebar di sekitar zona subduksi akibat aktivitas lempeng tektonik. Aktivitas di
sekitar lokasi pertemuan lempeng ini terjadi karena terdapat energi desakan yang terakumulasi
harus dilepaskan karena mencapai batas elastisitas lempeng sehingga terbentuk bidang
patahan pada lempeng. Pelepasan akumulasi energi tersebut terjadi sebagai gempabumi.
Gempabumi menurut Sunarjo dkk. (2010), merupakan peristiwa bergetar atau berguncangnya
bumi karena pergerakan atau pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat
pergerakan lempeng-lempeng tektonik.
Gambar 1.2 Struktur Geologi Regional di Pulau Sulawesi (Daryono, 2016). Vektor
pergerakan adalah kompilasi hasil penelitian geodesi deformasi di Sulawesi. Peta dasar
menggunakan SRTM 90 m dan ETOPO1.
Pulau Sulawesi memiliki tatanan tektonik yang kompleks (Hall dkk., 2011). Struktur-
struktur yang berada di Sulawesi masih aktif bergerak hingga saat ini sehingga sering
menimbulkan gempabumi. Pulau ini terdiri atas sesar-sesar yang masih aktif bergerak maupun
yang sudah tidak aktif. Berdasarkan Daryono (2016) dalam Peta Sumber Bahaya Gempa
Indonesia Tahun 2017 (Gambar 1.2), Pulau Sulawesi terdiri atas 21 sesar yang teridentifikasi
aktif, salah satunya adalah sesar Palu-Koro. Sesar Palu Koro merupakan sesar utama Pulau
Sulawesi dan juga merupakan sesar terpanjang yang berada di Pulau Sulawesi yang
memanjang dari Sulawesi bagian tengah hingga Selat Karimata. Jenis Sesar Palu Koro
merupakan sesar geser mengiri atau left lateral slip dengan perkiraan nilai sliprate sebesar 33
mm/tahun. Sesar ini dibagi menjadi 4 segmen sesar, yaitu Segmen Makassar Strait, Palu,
Saluki dan Moa.
Keaktifan Sesar Palu Koro ini menyebabkan banyaknya terjadi bencana gempabumi.
Hingga tahun 2019 tercatat terjadi empat kali gempa yang relatif besar sehingga menyebabkan
tsunami, yaitu pada tahun 1927 (Mw = 6,3), tahun 1968 (Mw = 7,4), tahun 1996 (Mw = 7,7)
dan tahun 2018 (Mw = 7,4). Telah banyak peneliti yang tertarik untuk mengkaji aktivitas sesar
Palu Koro, yakni Sudrajat, A. (1981) yang menyelidiki tentang geologi lembah Palu, Rusydi,
M. H. (2011) mengidentifikasi dan memetakan objek rawan gempabumi di Graben Palu
dengan Analisa Citra Satelit, Efendi, R. (2012) yang mengkaji identifikasi zona fraktur sesar
Palu Koro dengan metode Gradien Gravitasi, dan Jaminudin (2019) yang menganalisis dan
memodelkan inversi gaya berat 2D untuk penampakan Sesar Palu Koro.
Untuk mengkaji struktur geologi bawah permukaan dapat dilakukan dengan
menggunakan disiplin ilmu geofisika terapan, seperti metode seismik, metode gaya berat,
metode geolistrik, metode magnetik, metode VLF dan metode mikroseismik. Penelitian ini
menggunakan metode geomagnet karena dapat menginterpretasi dan memodelkan struktur
bawah permukaan, seperti kandungan mineral, struktur arkeologi, mainfestasi minyak dan gas
bumi, serta struktur geologi tertentu seperti formasi batuan atau sesar berdasarkan perbedaan
anomali medan magnet dan perbedaan nilai suspbilitas magnetiknya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan pada Sesar
Palu-Koro dengan menggunakan metode geomagnetik. Kajian ini menggunakan data anomali
magnetik model dari Earth Magnetic Anomaly Grid 2 (EMAG2) versi 2.0. Data EMAG2
merupakan gabungan dari data pengukuran satelit CHAMP model Magnetic Field 6 (MF6),
marine magnetic survey dan pengukuran aeromagnetic. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menginterpretasikan dan memodelkan struktur formasi batuan pada wilayah penelitian dalam
bentuk 2D maupun 3D.