GEOLOGI INDONESIA
“Resume Paper”
Disusun Oleh :
Dinda Ayu Rinjani 1906378425
Pendahuluan
Tektonik regional
Kerangka Geologi
Pengaturan oseanografi
ITF terdiri dari banyak cabang yang bersumber dari Samudra Pasifik.
Cabang utama, Arus Lintas Makassar (MTF) merupakan sekitar 80% dari
perpindahan air (Gordon Et al. 2008) menjadikan Selat Makassar sebagai lokasi
utama untuk pertukaran air dan pertukaran panas antara dua lautan. Selat
Makassar merupakan satu-satunya ocean gateway dengan lintang rendah di dunia
lautan 'conveyor belt' sirkulasi termohalin dan merupakan setting penting dalam
pertukaran energi lautan global (Gordon dan Fine 1996; Kuhnt et al. 2004;
Rahmstorf, 2007). Di Selat Makassar tambatan (Susanto dan Gordon 2005) dan
pemodelan (Mayer dan Damm 2012) menunjukkan MTF berperan sebagai arus
batas di sepanjang lereng kontinen Kalimantan bagian barat. Secara lokal di Selat
Makassar, MTF memberikan kontrol pada sedimentasi. Pemetaan seismik Delta
Mahakam oleh Roberts dan Sydow (2003) menunjukkan prodelta berbutir halus
(pada kedalaman air c. 40 m) dibelokkan ke selatan karena interaksi dengan MTF,
yang dapat mencapai kecepatan 80 cm s−1 di bagian depan delta.
Hasil Interpretasi
Gambar 1.Pliocene–Recent seismic facies (SF) across the Makassar Strait MCG
surveys
Diskusi
Selain itu, setting yang menghasilkan morfologi dasar laut yang curam
seperti fjord, gunung berapi, dan pembentukan karbonat sangat rentan terhadap
slope failure. penyebab keruntuhan lereng di Selat Makassar mungkin karena
Kemampuan lerengnya untuk mencapai kemiringan hingga 29°dan kapasitasnya
untuk membentuk morfologi lereng yang convec ke atas embuatnya rentan
terhadap slope failure massal. Dalam kasus Delta Mahakam, proses serupa
dengan yang terjadi di Delta Mississippi dapat menyebabkan slope failure di
kontinental. Selat Makassar merupakan daerah penghasil minyak dan gas utama,
dan sedimen yang dipasok ke delta memiliki kandungan organik yang tinggi
sehingga cenderung memiliki kekuatan geser yang rendah. Hal ini memberi
pasokan sedimen langsung ke lereng bagian atas, menyebabkan kecuraman yang
berlebihan sehingga lereng menjadi sangat rentan terhadap slope failure.Situasi ini
menjelaskan mengapa MTD hanya didistribusikan di sepanjang lereng barat
cekungan, tidak seperti margin timur, di mana tidak ada aliran sedimen yang
seimbang. Arus dengan kekuatan tersebut cukup untuk mengikis dan mengangkut
sedimen, dibuktikan dengan distribusi fitur erosi dan pengendapan konturit di
lereng atas margin Kalimantan, yang disebut Sistem Pengendapan Kontur
Makassar. Morfologi eksternal yang cembung ke atas secara lokal dapat
menghasilkan gradien tinggi di lereng kontinental yang membuat slope failure
lebih sering terjadi. Laberg dan Camerlenghi mencatat bahwa sering ada
hubungan antara akumulasi gas hidrat dan deposisi konturit karena ruang pori
yang meningkat dalam sedimen yang terdeposit dengan cepat dapat menjadi
faktor tambahan yang membuat konturit rentan terhadap kegagalan.
Risiko Tsunami
MTD dengan skala dan volume yang dipetakan dalam studi ini di bagian
Kuarter Cekungan Utara Makassar diperkirakan akan menghasilkan tsunami yang
berbahaya (misalnya Harbitz et al. 2006; Tappin et al. 2008, 2014; Parsons
dkk.2014) (Tabel 3). Banyak tsunami longsor volume besar yang terjadi di masa
lalu, seperti Storegga (misalnya Dawson et al. 1988; Bondevik et al. 1997). Belum
ada bukti sejarah tsunami yang berasal dari Selat Makassar membuat penulis
menyimpulkan bahwa:
(1) tanah longsor bawah laut yang menghasilkan MTD tidak bersifat tsunamigenik
atau
(2) tsunami yang dihasilkan oleh tanah longsor bawah laut memiliki frekuensi
yang jauh lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh pergerakan patahan dan
belum pernah terjadi sejak catatan sejarah dimulai.
Dari kronologi tentatif MTD kami yang bersumber dari Delta Mahakam,
mereka sering terjadi di Kuarter. kemungkinan besar peristiwa failure skala besar
terakhir terjadi sebelum ada catatan sejarah. Jika tanah longsor tersebut bersifat
tsunamigenik, maka akan berdampak pada garis pantai lokal Sulawesi dan
Kalimantan yang sebelumnya tidak dianggap berisiko tsunami. Pelepasan sumber
titik energi tinggi tsunami dari tanah longsor bawah laut juga menghasilkan
gelombang balik yang signifikan, bergerak ke arah yang berlawanan dengan slope
failure. Gelombang balik ini hanya akan menempuh 100 km sebelum mencapai
kota-kota dataran rendah di Balikpapan dan Samarinda. Dengan pengecualian
jarak ke garis pantai, karakteristik slope failure Grand Bank (volume MTD dan
kedalaman air) mirip dengan MTD yang dipetakan di Selat Makassar. Oleh karena
itu, jika longsor bawah laut Selat Makassar mampu menghasilkan gelombang
tsunami, maka gelombang balik tersebut juga dapat menimbulkan risiko tsunami
dengan fitur morfologi lokal seperti saluran dan muara, termasuk Teluk
Balikpapan semakin memperkuat tinggi gelombang. Tsunami yang ditimbulkan
oleh longsor bawah laut memiliki karakter yang berbeda dengan tsunami yang
bersumber dari patahan dasar laut (Okal dan Synolakis 2003). tanah longsor
menghasilkan gelombang tsunami dari sumber titik yang menyebar secara radial
ke arah runtuhan bawah laut, dengan gelombang balik negatif menyebar ke arah
yang berlawanan ( Harbitz dkk. 2006). Besarnya gelombang jauh lebih besar
daripada yang dibentuk oleh patahan patahan, Besarnya tsunami yang ditimbulkan
oleh longsor bawah laut sangat dikendalikan oleh volume longsor, percepatan
awal dan kedalaman air longsoran awal (Harbitz et al. 2006). Pemodelan
gelombang tsunami sangat diperlukan untuk menguji skenario slope failure,
mengidentifikasi wilayah pesisir yang berisiko tsunami, dan menginformasikan
rekomendasi untuk langkah-langkah mitigasi yang akan diterapkan dan rencana
evakuasi dilaksanakan di daerah berisiko tinggi.
1. Tanah Longsor
Berdasarkan data Bappenas, terdapat beberapa wilayah yang rentan
terhadap tanah longsor seperti Balikpapan, Samarinda, Bontang, Sengata
dan Sendawar. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, untuk tahun
2007, telah terjadi musibah tanah longsor sebanyak 6 kali dengan jumlah
korban sebanyak 2.195 KK atau 7.647 jiwa dengan jumlah korban
meninggal sebanyak 5 orang. Untuk tahun 2008, frekuensi kejadian tanah
longsor terjadi sebanyak 8 kali dengan jumlah korban sebanyak 30 KK
atau 111 jiwa.
2. Banjir
Bencana banjir selama sepuluh tahun terakhir sering melanda
seluruh wilayah kabupaten/kota setiap tahunnya. Bencana ini bersifat
temporer dan terjadi di setiap awal musim penghujan dan umumnya terjadi
antara 2 hingga 6 hari. Daerah-daerah yang diidentifikasi sering
mengalami banjir dan paling rawan banjir adalah kawasan perkotaan di
sepanjang hilir sungai dan pesisir laut. Berdasarkan data yang ada untuk
tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur mengalami banjir sebanyak 20
kali dengan jumlah korban sekitar 80.170 (KK) atau 375.833 jiwa.
Sementara untuk tahun 2008, sudah terjadi 4 kali banjir dengan jumlah
korban sebanyak 2.232 KK atau 7.799 jiwa (Bapenas, n.d).
3. Gempa
Berdasarkan data BMKG yang ada, pada januari 2021 telah
terekam terjadi gempa akibat patahan yang terjadi di Kabupaten Berau,
kalimantan timur dengan Magnitude M 4.1.
Kesimpulan
Referensi
Bappenas.(n.d). Potensi dan Kejadian Bencana Alam di Provinsi Kalimantan
Timur.
Brackenridge, R., Nicholson, U., Sapiie, B., Stow, D., & Tappin, D. (2020).
Indonesian Throughflow as a preconditioning mechanism for submarine
landslides in the Makassar Strait. Geological Society, London, Special
Publications, 500(1), 195-217. doi: 10.1144/sp500-2019-171