Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

GEOLOGI INDONESIA
“Resume Paper”

Disusun Oleh    :
Dinda Ayu Rinjani         1906378425

PROGRAM STUDI GEOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2021
Resume Paper “Indonesian Throughflow as a preconditioning mechanism
For submarine landslides in the Makassar Strait”

Rachel E. Brackenridge1,2, Uisdean Nicholson1*, Benyamin Sapiie3, Dorrik Stow1


and Dave R. Tappin4,5

Pendahuluan

Indonesia merupakan kepulauan seismik aktif karena terletak di antara


empat lempeng Tektonik utama. Hal tersebut membuat Indonesia memiliki
berbagai bencana geologi seperti Gempa bumi, letusan gunung berapi, dan
tsunami. Dari bahaya alam tersebut, tsunami merupakan bencana yang
menimbulkan risiko khusus bagi keberlanjutan dan ketahanan masyarakat pesisir.
Selat Makassar memiliki frekuensi tsunami tertinggi di Indonesia (Prasetya et al.
2001). Catatan Sejarah menunjukkan bahwa sebagian besar tsunami yang ada
disebabkan oleh patahan dasar laut akibat terjadinya Gempa, namun hal tersebut
tidak berlaku untuk tsunami Palu 2018. Ada banyak faktor lain di Selat Makassar
yang membuat selat tersebut rentan terhadap tsunami seperti tanah longsor yang
terjadi di bawah laut, Kemiringan lereng benua yang terlalu curam karena
carbonate growth dan sesar, Atau pasokan sedimen dari Delta Mahakam. Selat
tersebut juga merupakan saluran Utama Indonesian Throughflow (ITF) atau arus
kuat yang mengangkut 10–15 juta Sverdrups (di Mana 1 Sverdrup (Sv) = 1 × 106
m3s−1) air dari Pasifik ke Samudra Hindia ( Kuhnt dkk.2004). Paper ini
mengevaluasi stabilitas lereng di Selat Makassar, khususnya peran ITF dalam
prakondisi slope failure, memahami Distribusi deposit angkutan massal (MTDs)
yang dihasilkan dari tanah longsor Bawah laut akan memungkinkan kita untuk
mengidentifikasi wilayah bahaya dan risiko Tertentu jika tanah longsor ini bersifat
tsunamigenik. Hal ini memiliki implikasi penting untuk Mitigasi bahaya dan
sistem peringatan dini di seluruh wilayah pesisir Selat Makassar.

Geographical and oceanographic setting

Tektonik regional

Selat Makassar memisahkan pulau Kalimantan dan Sulawesi di Indonesia


di Asia Tenggara. Selat Makassar memiliki setting tektonik yang sangat
kompleks dan dinamis (Daly et al. 1991), berada di antara empat lempeng yaitu
Lempeng Indo-Australia yang terletak di sebelah selatan Selat Makassar
bertabrakan dengan Lempeng Eurasia ke arah utara dan menunjam di bawah
Sumatera dan Jawa (Bergman et al. 1996; Koop et al. 2006). Di sebelah timur
selat makassar terdapat Lempeng Pasifik yang berinteraksi dengan Lempeng Laut
Filipina Yang bergerak ke barat laut (dan berputar searah jarum jam) (Hall et al.
1995). Interaksi lempeng tersebut menghasilkan sistem subduksi yang kompleks,
back-arc-thrusting, ekstensi dan Zona transform (Hall 1997; Prasetya et al. 2001).

Kerangka Geologi

Terjadi kompresi pada Miosen Akhir hingga Pliosen menyebabkan fold


and thrust belt di sepanjang tepi cekungan Selat Makassar yang melintasi Selat
Makassar di bukaan paling utara yang sempit, memisahkannya dari Laut
Sulawesi. Zona sesar Paternoster Eosen Barat berarah barat laut bertindak sebagai
penghalang topografi yang memisahkan cekungan Makassar Utara dan Selatan.
Cekungan Makassar Utara berarah utara-selatan, panjang 340 km dan lebar 100
km, dengan kedalaman air 200–2000 m. Cekungan Makassar Selatan
menunjukkan kisaran kedalaman air yang sama, panjangnya 300 km, lebar 100
km dan berarah NE–SW. Pinggir Selat Makassar menunjukkan karakteristik yang
kontras. Di sebelah timur Selat Makassar, dua fold belts yang dinyatakan sebagai
fitur topografi di dasar laut. Sedimentasi perairan dangkal di sepanjang tepi
Cekungan Selatan Makassar sebagian besar terdiri dari sedimen berlumpur
(Puspita et al. 2005). Studi tentang sistem sedimen aktif di Selat Makassar
terbatas tetapi Mengungkapkan distribusi yang kompleks dari sistem pengendapan
yang berbeda.

Sedimentasi perairan dangkal di sepanjang tepi Cekungan Selatan


Makassar sebagian Besar didominasi oleh karbonat. Paternoster di sebelah barat
daya Selat Makassar Membentuk 40.000 km2 lembaran pasir karbonat berbutir
sedang sampai kasar yang Terdiri dari bioklas yang dekat dengan carbonate build
reef, dan foraminifera bentik di open marine (Burollet et al. 1986). Delta
Mahakam yang sedang berkembang Secara aktif merupakan sumber utama
sedimen klastik di daerah penelitian, dengan Perkiraan laju debit sedimen tahunan
sebesar 8 × 106 m3 a−1 dari sedimen yang kaya akan Lempung, lanau dan pasir
(Roberts dan Sydow 2003). Pada outboard dan utara delta front, Deposisi
karbonat ditemukan di tepi rak, di mana sejumlah bioherm dan shelf-edge Build-
up diidentifikasi pada data batimetri dan seismik (Roberts dan Sydow 2003).
Lereng benua Yang mengelilingi Cekungan Makassar secara lokal dikendalikan
oleh sesar (Guntoro,1999; Prasetya et al. 2001). Ngarai hadir di lereng paling
curam, terutama di daerah dengan pasokan sedimen yang terbatas. MTDs
diidentifikasi di kaki lereng dan Dihasilkan oleh sediment failure (Saller dan
Dharmasamadhi 2012). Di bagian luar Delta Mahakam, aliran sedimen yang
tinggi ke lereng telah membentuk kompleks tanggul sinuosity channel (Saller dan
Dharmasamadhi 2012). Lantai Cekungan Makassar tidak memiliki bukti adanya
gangguan tektonik (Puspita et al. 2005). Pemetaan seismik di dasar Lereng di
depan Delta Mahakam menunjukkan sejumlah besar fitur pengendapan air
dalam,Termasuk saluran turbidit, channels, levees and splays, serta MTD yang
signifikan (Posamentier Dan Meizarwin 2000).

Pengaturan oseanografi

ITF terdiri dari banyak cabang yang bersumber dari Samudra Pasifik.
Cabang utama, Arus Lintas Makassar (MTF) merupakan sekitar 80% dari
perpindahan air (Gordon Et al. 2008) menjadikan Selat Makassar sebagai lokasi
utama untuk pertukaran air dan pertukaran panas antara dua lautan. Selat
Makassar merupakan satu-satunya ocean gateway dengan lintang rendah di dunia
lautan 'conveyor belt' sirkulasi termohalin dan merupakan setting penting dalam
pertukaran energi lautan global (Gordon dan Fine 1996; Kuhnt et al. 2004;
Rahmstorf, 2007). Di Selat Makassar tambatan (Susanto dan Gordon 2005) dan
pemodelan (Mayer dan Damm 2012) menunjukkan MTF berperan sebagai arus
batas di sepanjang lereng kontinen Kalimantan bagian barat. Secara lokal di Selat
Makassar, MTF memberikan kontrol pada sedimentasi. Pemetaan seismik Delta
Mahakam oleh Roberts dan Sydow (2003) menunjukkan prodelta berbutir halus
(pada kedalaman air c. 40 m) dibelokkan ke selatan karena interaksi dengan MTF,
yang dapat mencapai kecepatan 80 cm s−1 di bagian depan delta.

Data dan Metodologi Penelitian


Data yang digunakan pada penelitian tersebut merupakan data bathymetri,
data seismik, dan data tambahan seperti data gravitasi dan kemagnetan yang
diperoleh selama survei batimetri, data gravitasi regional yang dikumpulkan oleh
Sandwell et al. (2014), Data gempa historis yang diperoleh dari United States
Geological Survey Earthquake Catalog (USGS; https://earthquake.usgs.gov/earth
qquakes Diakses Mei 2019), Data sejarah tsunami diunduh dari National
Geophysical Data Center/World Data Service Global Historical Tsunami
Database (NGDC/WDS), dan Informasi tambahan dikumpulkan dari literatur di
mana cakupan data tidak tersedia untuk Penelitian ini. Secara khusus, model
perutean MTF di-georeferensi dan didigitalkan dari Mayer dan Damm (2012).
Informasi tambahan tentang fitur di dasar laut dikumpulkan dari Studi oleh
Fowler et al. (2004), Saller dan Dharmasa madhi (2012) dan Frederik et al.
(2019).

Hasil Interpretasi

Interpretasi Data Bathymetri

Domain fisiografi. Domain fisiografi utama Cekungan Makassar Utara dipetakan


secara regional pada Data Batimetri Global SRTM30_PLUS (Becker et al. 2009).
Continental shelf-slope break didefinisikan oleh perubahan gradien lereng kurang
dari 0,2° melintasi shelf menjadi 3–23°. Shelf break terjadi pada kedalaman 200m
dan bervariasi secara signifikan dengan jarak dari garis pantai. Di sebelah barat
cekungan, terbentang hamparan luas sekitar 30–50 km di depan Delta Mahakam
yang lebih lebar dari paparan timur dengan lebar maksimum 10–15 km dan di
lereng kontinen yang sempit, dan sangat curam (hingga 24°) mengarah ke dasar
cekungan.

Struktur. Resolusi Data Batimetri Global SRTM30_PLUS (Becker dkk. 2009)


tidak Cukup untuk mengidentifikasi fitur struktural dan sedimen secara rinci.
Namun, sifat tektonik Aktif yang ada pada wilayah ini dapat dibuktikan dengan
sejumlah fitur struktural yang dipetakan pada survei batimetri TGS resolusi tinggi.
Yang paling menonjol, fitur struktural meliputi:

(1) zona Sesar mendatar utama; dan


(2) fold-and-thrust complexes.. Zona sesar Palu-Koro yang tergambar jelas dalam
data batimetri Membentang dari Teluk Palu, Sulawesi, ke Arah barat laut hingga
ke tepi utara Tinggian Mangkalihat.

Sedimen Featuree. Terdapat bukti adanya beberapa sistem downslope yang


mengangkut Sedimen ke Cekungan Utara Makassar. Dari data hamburan balik
peneliti menginterpretasikan Fitur sedimen halus dan membedakan batuan dasar
atau karbonat dengan reflektifitas akustik Tinggi (nilai sangat negatif) dari pasir
dengan reflektifitas sedang dan deposisi yang didominasi lumpur dengan
reflektifitas rendah (nilai mendekati nol). Fitur sedimen yang ddominan pada
wilayah penelitian meliputi:

(1) Slope Canyon

(2) Basin Floor Fans

(3) Slope Failure Scarp

(4) dan saluran turbidit perairan dalam.

Survei batimetri TGS_MakN, di tepi timur Cekungan Utara Makassar,


menggambarkan saluran air dalam di sabuk lipatan utara. Saluran tersebut
bersumber dari muara Teluk Palu yang menorehkan hingga kedalaman 300 m di
lereng atas dan hingga kedalaman 600 m di bagian distal. Profil saluran
menunjukkan sisi curam, erosif, dan berbatasan dengan sumbu saluran datar.
Tidak ada bukti untuk fan deposit di basin floor. Fan deposit (turbidit) downslope
terlihat dalam survei batimetri TGS_MakS, di mana medan gelombang sedimen
yang luas telah berkembang di sepanjang sisi timur cekungan. Data backscatter
Makassar South mencitrakan saluran downslope kecil dengan Lebar 2,5 km,
kedalaman 200 m di lereng benua timur, yang memberi pasokan sedimen fan
dengan nilai hamburan balik yang rendah dibandingkan dengan cekungan
sekitarnya.

Medan gelombang sedimen menunjukkan aliran tak terbatas secara


periodik melintasi batas kontinen antara dua fold and thrust belt. Puncak
gelombang berorientasi sejajar atau sedikit miring terhadap lereng benua.
Gelombang sedimen berliku-liku dengan panjang gelombang 0,5-1 km, dan
ketinggian 5-30m. Data hamburan balik menunjukkan nilai yang lebih tinggi
pada gelombang lee side. Dimana saluran berliku-liku dan gelombang sedimen
mendominasi batas timur cekungan, ngarai berbentuk v dan lurus mendominasi di
utara,batas barat dan selatan. Data batimetri resolusi tinggi hanya mencakup
sebagian kecil dari lereng benua Tinggian Mangkalihat dan Paternoster. Ngarai
Tinggi Mangkalihat memiliki jarak yang rapat, lurus, ngarai lereng bawah
berbentuk v dengan kedalaman antara 40 dan 80 m. Data batimetri TGS_MakS
mencakup sejumlah ngarai yang berasal dari Paternoster Carbonate Platform.
empat ngarai besar berbentuk v (lebar lebih dari 5 km, kedalaman 400–700 m)
dipisahkan oleh 'taji' lereng yang tegak lurus. Perubahan karakter dapat terjadi
karena sedimentasi klastik. Skarp failure (,5 km2) adalah fitur umum dari lengan
depan antiklin sabuk dorong dan dalam data batimetri TGS_MakN di sebelah
utara zona Sesar Palu-Koru. Pencitraan hamburan balik di atas survei batimetri
TGS_MakS menyoroti wilayah deposisi transportasi massal. Endapan ini
dicirikan oleh nilai hamburan balik yang rendah, menunjukkan reflektifitas
akustik yang rendah dan oleh karena itu kandungan lumpur yang tinggi. Indikator
kinematik, yang dinyatakan sebagai kelurusan di dasar laut. menunjukkan arah
aliran dari barat. Bukti untuk longsoran lereng juga terlihat pada survei batimetri
TGS_Pat dimana Balok-balok besar (diameter mencapai 20–35 m) tersebar di
dasar lereng di sepanjang tepi barat Paternoster pada Cekungan Selatan Makassar.

Interpretasi Data Seismik Bawah Permukaan

Seismic tectonostratigraphy. Pliosen Atas diinterpretasikan di seluruh survei


seismik dan peta ketebalan isokron dari dasar laut hingga urutan Pliosen yang
dihasilkan untuk menunjukkan tren pengendapan pada sedimen Pleistosen terkini
di Cekungan Utara Makassar. Peta ketebalan isochron menunjukkan deposenter
cekungan di utara, dengan penipisan di bagian selatan.
Seismic facies and environment of deposition. Seismik fasies interpretasi
mengidentifikasi delapan fasies dominan. Dimana Setiap fasies dicirikan dari
karakter refleksi internal, kontinuitas, amplitudo dan frekuensi, dan morfologi
eksternal. Pengamatan ini digabungkan dengan pengamatan dari pemetaan
batimetri untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan untuk masing-
masing fasies (Gamabar 1).

Gambar 1.Pliocene–Recent seismic facies (SF) across the Makassar Strait MCG
surveys

Dengan Menggabungkan pengamatan dan interpretasi dari pemetaan


batimetri dan seismik, peta lingkungan pengendapan untuk Kuarter didapatkan
Lima MTD memiliki volume lebih dari 100 km3, dengan tiga MTD terbesar
terletak di dasar lereng kontinental di barat daya Cekungan Utara Makassar
dan selatan Delta Mahakam . Pemetaan indikator arah internal dan permukaan
atas mengungkapkan bahwa MTD terbesar bersumber dari margin barat daya
cekungan. Berdasarkan karakteristik internal dan eksternalnya, MTD yang
dipetakan dalam penelitian ini diinterpretasikan sebagai endapan dari longsor
bawah laut translasi.

Contourite feature. Pada upperslope diinterpretasikan terdapat fitur konturit erosi


dan pengendapan. Di sepanjang tepi barat Cekungan Utara, bagian luar dari
retakan paparan terdapat lereng erosi yang curam yang berkorelasi baik dengan
inti kecepatan maksimum MTF pada kedalaman air 100–150m. Secara lokal,
dasar lereng curam ini diasosiasikan dengan kemiringan upperslope yang rendah
sebelum shelf slope break kedua pada 450 ms TWT. Hal ini terlihat jelas pada
garis seismik MCG_1051 L639 di mana 'step' di upperslope sesuai dengan
kedalaman air rata-rata MTF dasar pada 300 m. Adanya lereng erosi di bagian
atas teras menunjukkan bahwa arus batas barat ini bersifat sangat erosif di
sepanjang batas barat Cekungan Utara Makassar.

Diskusi

Pemicu ketidakstabilan Lereng

Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap Ketidakstabilan lereng:

(1) aktivitas seismik

(2) kemiringan lereng, karena erosi, Pembentukan karbonat, patahan atau


diapirisme

(3) loading dari air, sedimen atau es.

(4) akumulasi cepat dan Underconsolidation yang dapat menyebabkan


peningkatan pori Tekanan

(5) disosiasi gas hidrat (Locat Dan Lee 2002).

Selain itu, setting yang menghasilkan morfologi dasar laut yang curam
seperti fjord, gunung berapi, dan pembentukan karbonat sangat rentan terhadap
slope failure. penyebab keruntuhan lereng di Selat Makassar mungkin karena
Kemampuan lerengnya untuk mencapai kemiringan hingga 29°dan kapasitasnya
untuk membentuk morfologi lereng yang convec ke atas embuatnya rentan
terhadap slope failure massal. Dalam kasus Delta Mahakam, proses serupa
dengan yang terjadi di Delta Mississippi dapat menyebabkan slope failure di
kontinental. Selat Makassar merupakan daerah penghasil minyak dan gas utama,
dan sedimen yang dipasok ke delta memiliki kandungan organik yang tinggi
sehingga cenderung memiliki kekuatan geser yang rendah. Hal ini memberi
pasokan sedimen langsung ke lereng bagian atas, menyebabkan kecuraman yang
berlebihan sehingga lereng menjadi sangat rentan terhadap slope failure.Situasi ini
menjelaskan mengapa MTD hanya didistribusikan di sepanjang lereng barat
cekungan, tidak seperti margin timur, di mana tidak ada aliran sedimen yang
seimbang. Arus dengan kekuatan tersebut cukup untuk mengikis dan mengangkut
sedimen, dibuktikan dengan distribusi fitur erosi dan pengendapan konturit di
lereng atas margin Kalimantan, yang disebut Sistem Pengendapan Kontur
Makassar. Morfologi eksternal yang cembung ke atas secara lokal dapat
menghasilkan gradien tinggi di lereng kontinental yang membuat slope failure
lebih sering terjadi. Laberg dan Camerlenghi mencatat bahwa sering ada
hubungan antara akumulasi gas hidrat dan deposisi konturit karena ruang pori
yang meningkat dalam sedimen yang terdeposit dengan cepat dapat menjadi
faktor tambahan yang membuat konturit rentan terhadap kegagalan.

Risiko Tsunami

MTD dengan skala dan volume yang dipetakan dalam studi ini di bagian
Kuarter Cekungan Utara Makassar diperkirakan akan menghasilkan tsunami yang
berbahaya (misalnya Harbitz et al. 2006; Tappin et al. 2008, 2014; Parsons
dkk.2014) (Tabel 3). Banyak tsunami longsor volume besar yang terjadi di masa
lalu, seperti Storegga (misalnya Dawson et al. 1988; Bondevik et al. 1997). Belum
ada bukti sejarah tsunami yang berasal dari Selat Makassar membuat penulis
menyimpulkan bahwa:

(1) tanah longsor bawah laut yang menghasilkan MTD tidak bersifat tsunamigenik
atau

(2) tsunami yang dihasilkan oleh tanah longsor bawah laut memiliki frekuensi
yang jauh lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh pergerakan patahan dan
belum pernah terjadi sejak catatan sejarah dimulai.

Dari kronologi tentatif MTD kami yang bersumber dari Delta Mahakam,
mereka sering terjadi di Kuarter. kemungkinan besar peristiwa failure skala besar
terakhir terjadi sebelum ada catatan sejarah. Jika tanah longsor tersebut bersifat
tsunamigenik, maka akan berdampak pada garis pantai lokal Sulawesi dan
Kalimantan yang sebelumnya tidak dianggap berisiko tsunami. Pelepasan sumber
titik energi tinggi tsunami dari tanah longsor bawah laut juga menghasilkan
gelombang balik yang signifikan, bergerak ke arah yang berlawanan dengan slope
failure. Gelombang balik ini hanya akan menempuh 100 km sebelum mencapai
kota-kota dataran rendah di Balikpapan dan Samarinda. Dengan pengecualian
jarak ke garis pantai, karakteristik slope failure Grand Bank (volume MTD dan
kedalaman air) mirip dengan MTD yang dipetakan di Selat Makassar. Oleh karena
itu, jika longsor bawah laut Selat Makassar mampu menghasilkan gelombang
tsunami, maka gelombang balik tersebut juga dapat menimbulkan risiko tsunami
dengan fitur morfologi lokal seperti saluran dan muara, termasuk Teluk
Balikpapan semakin memperkuat tinggi gelombang. Tsunami yang ditimbulkan
oleh longsor bawah laut memiliki karakter yang berbeda dengan tsunami yang
bersumber dari patahan dasar laut (Okal dan Synolakis 2003). tanah longsor
menghasilkan gelombang tsunami dari sumber titik yang menyebar secara radial
ke arah runtuhan bawah laut, dengan gelombang balik negatif menyebar ke arah
yang berlawanan ( Harbitz dkk. 2006). Besarnya gelombang jauh lebih besar
daripada yang dibentuk oleh patahan patahan, Besarnya tsunami yang ditimbulkan
oleh longsor bawah laut sangat dikendalikan oleh volume longsor, percepatan
awal dan kedalaman air longsoran awal (Harbitz et al. 2006). Pemodelan
gelombang tsunami sangat diperlukan untuk menguji skenario slope failure,
mengidentifikasi wilayah pesisir yang berisiko tsunami, dan menginformasikan
rekomendasi untuk langkah-langkah mitigasi yang akan diterapkan dan rencana
evakuasi dilaksanakan di daerah berisiko tinggi.

Pendukung Kawasan Calon Ibu Kota Negara Rawan Bencana

Selain berpotensi terjadi tsunami, beberapa bencana juga rawan terjadi di


calon ibu kota negara yang baru atau Kalimantan Timur. Beberapa bencana yang
dapat terjadi diantaranya :

1. Tanah Longsor
Berdasarkan data Bappenas, terdapat beberapa wilayah yang rentan
terhadap tanah longsor seperti Balikpapan, Samarinda, Bontang, Sengata
dan Sendawar. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, untuk tahun
2007, telah terjadi musibah tanah longsor sebanyak 6 kali dengan jumlah
korban sebanyak 2.195 KK atau 7.647 jiwa dengan jumlah korban
meninggal sebanyak 5 orang. Untuk tahun 2008, frekuensi kejadian tanah
longsor terjadi sebanyak 8 kali dengan jumlah korban sebanyak 30 KK
atau 111 jiwa.
2. Banjir
Bencana banjir selama sepuluh tahun terakhir sering melanda
seluruh wilayah kabupaten/kota setiap tahunnya. Bencana ini bersifat
temporer dan terjadi di setiap awal musim penghujan dan umumnya terjadi
antara 2 hingga 6 hari. Daerah-daerah yang diidentifikasi sering
mengalami banjir dan paling rawan banjir adalah kawasan perkotaan di
sepanjang hilir sungai dan pesisir laut. Berdasarkan data yang ada untuk
tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur mengalami banjir sebanyak 20
kali dengan jumlah korban sekitar 80.170 (KK) atau 375.833 jiwa.
Sementara untuk tahun 2008, sudah terjadi 4 kali banjir dengan jumlah
korban sebanyak 2.232 KK atau 7.799 jiwa (Bapenas, n.d).
3. Gempa
Berdasarkan data BMKG yang ada, pada januari 2021 telah
terekam terjadi gempa akibat patahan yang terjadi di Kabupaten Berau,
kalimantan timur dengan Magnitude M 4.1.

Kesimpulan

MTDs terbesar berkerumun di barat daya cekungan dan memiliki volume


lebih dari 600 km3. Indikator kinematik menunjukkan bahwa MTD bersumber
dari batas barat Selat Makassar, selatan Delta Mahakam. Kami mengusulkan
bahwa tanah longsor bawah laut terbesar dan paling sering di Cekungan Utara
Makassar secara genetik terkait dengan kontur ini. Sedimen yang diangkut ke
cekungan dari Delta Mahakam didistribusikan kembali oleh MTF dan diendapkan
di lereng atas di selatan delta, yang mengakibatkan peningkatan laju sedimentasi
di wilayah ini. Calon ibu kota negara baru yang di anggap kawasan tidak rawan
bencana ternyata merupakan kawasan rawan bencana.

Referensi
Bappenas.(n.d). Potensi dan Kejadian Bencana Alam di Provinsi Kalimantan
Timur.

Brackenridge, R., Nicholson, U., Sapiie, B., Stow, D., & Tappin, D. (2020).
Indonesian Throughflow as a preconditioning mechanism for submarine
landslides in the Makassar Strait. Geological Society, London, Special
Publications, 500(1), 195-217. doi: 10.1144/sp500-2019-171

#Kalimantan Timur | BMKG. (2021). Retrieved 30 November 2021, from


https://www.bmkg.go.id/tag/?tag=kalimantan-timur&lang=ID

Anda mungkin juga menyukai