Anda di halaman 1dari 11

Dimensi Budaya (Geert Hofstede)

Hofstede (2010) adalah seorang sosiolog yang pada tahun 1967 sampai 1973 telah
berhasil melakukan penelitian dengan mengumpulkan data dari 50 negara yang
berbeda dalam perusahaan swasta International Bussiness Machine (IBM). Penelitian
ini mendapatkan jawaban kurang lebih dari 100.000 kuesioner.

Hofstede (2001) mendefinisikan budaya sebagai berikut:

“The collective programming of the mind that distinguishes the members of one group
or category of people from another.”

Pernyataan di atas dapat dipahami bahwa budaya merupakan suatu pemrograman


kolektif dari pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori orang,
dari yang lain.

Hofstede menganalisis budaya dari beberapa bangsa dan mengelompokkannya ke


dalam beberapa dimensi. Dimensi budaya menurut Hofstede (2001) adalah:

“Dimension of culture is The comparison of cultures presupposes that there is


something to be compared – that each culture is not so unique that any parallel with
another culture is meaningless.”

Pengertian di atas dapat dipahami bahwa perbandingan budaya mengandaikan bahwa


ada sesuatu yang harus dibandingkan – bahwa setiap budaya sebenarnya
tidaklah begitu unik, bahwa setiap budaya yang paralel dengan kebudayaan lain tidak
memiliki makna yang begitu berarti. Berikut ini adalah enam dimensi budaya yang
dibangun oleh Hofstede dan beberapa peneliti lain:

1. Power Distance, terkait kepada solusi-solusi yang berbeda terhadap masalah dasar dari
ketidaksetaraan manusia;
2. Uncertainty Avoidance, terkait dengan tingkat dari stres dalam lingkungan sosial
menghadapi masa depan yang tidak diketahui;
3. Individualism versus Collectivism, terkait dengan integrasi dari individu ke dalam
kelompok-kelompok utama;
4. Masculinity versus Feminimity, terkait dengan pembagian dari peran emosi antara
wanita dan laki-laki
5. Long Term versus Short Term Orientation, terkait kepada pilihan dari fokus untuk
usaha manusia: masa depan, saat ini, atau masa lalu
6. Indulgence versus Restraint, terkait kepada gratifikasi dibandingkan kendali dari
kebutuhan dasar manusia untuk menikmati hidup
Berikut akan saya uraikan masing-masing dimensi tersebut di atas:

POWER DISTANCE

Hofstede mendefinisikan Power Distance sebagai berikut:

The power distance between a boss B and a subordinate S in a hierarchy is the


difference between the extent to which B can determine the behavior of S and the extent
to which S can determine the behavior of B (Hofstede, 2001).

Power Distance atau jarak kekuasaan adalah sejauh mana anggota dari suatu organisasi
atau lembaga yang berada dalam posisi yang kurang kuat menerima dan berharap
kekuasaan didistribusikan secara tidak merata. Dimensi budaya yang mendukung jarak
kekuasaan rendah (Small Power Distance) mengharapkan dan menerima hubungan
kekuasaan secara lebih konsultatif atau demokratis. Orang berhubungan satu sama lain
terlepas dari posisi formalitas mereka. Bawahan mersaa lebih nyaman serta menuntut
hak untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan.

Di negara-negara dengan jarak kekuasaan tinggi (large power distance) cenderung


menggunakan hubungan kekuasaan yang lebih otokratis dan paternalistik. Bawahan
mengakui kekuatan orang lain hanya berdasarkan dimana mereka berada dalam
struktur formal atau posisi hirarki tertentu. Dengan demikian, indeks jarak kekuasaan
didefinisikan oleh Hofstede (2001) bukan mencerminkan perbedaan obyektif dalam
distribusi daya, melainkan cara orang memandang perbedaan-perbedaan kekuasaan.

No Large Power Distance


Small Power Distance

1 Penggunaan kekuasaan harus sah Kekuasaan adalah fakta dasar


dan tunduk pada kriteria baik dan masyarakat menanggali baik atau jahat:
jahat legitimasinya tidak relevan

2 Orang tua memperlakukan anak- Orang tua mengajarkan anak-anak


anak sebagai sama ketaatan

3 Orang tua yang tidak dihormati atau


Orang tua yang dihormati juga ditakuti
ditakuti

4
Pendidikan berpusat pada siswa Pendidikan guru yang berpusat
5 Hirarki berarti ketimpangan peran,
Hirarki berarti ketimpangan eksistensial
didirikan untuk kenyamanan

6 Bawahan berharap untuk Bawahan berharap untuk diberitahu apa


berkonsultasi yang harus dilakukan

7 Pemerintah pluralis berdasarkan Pemerintah otokratis berdasarkan


suara mayoritas dan berubah damai kooptasi dan diubah oleh revolusi

8 Korupsi langka; skandal mengakhiri Korupsi sering; skandal yang ditutup-


karir politik tutupi

9 Distribusi pendapatan di masyarakat Distribusi pendapatan di masyarakat


cukup sangat tidak merata

10 Agama menekankan kesetaraan dari


Agama dengan hirarki imam
pengikutnya

UNCERTAINTY AVOIDANCE

Dimensi ‘uncertainty avoidance’ dijelaskan oleh Hofstede (2001) sebagai berikut:

Uncertainty about the future is a basic fact of human life with which we try to cope
throuhj the domains of technology, law, and religion. In organizationas these take the
form of technology, rules, and rituals. Uncertainty avoidance should not be confused
with risk avoidance(Hofstede, 2001).

Uncertainty Avoidance adalah bentuk toleransi masyarakat untuk ketidakpastian dan


ambiguitas. Hal ini menggambarkan sejauh mana anggota organisasi atau lembaga
berusaha untuk mengatasi perasaan cemas dan mengurangi ketidakpastian yang
mereka hadapi. Pemahaman ini menjelaskan bahwa uncertainty avoidance bukan
berarti penghindaran risiko.

Orang-orang yang memiliki dimensi budaya penghindaran ketidakpastian tinggi (high


uncertainty avoidance) cenderung lebih emosional. Mereka mencoba untuk
meminimalkan terjadinya keadaan yang tidak diketahui atau tidak biasa. Saat terjadi
perubahan mereka menjalaninya dengan hati-hati, langkah demi langkah dengan
perencanaan dan menerapkan hukum serta peraturan yang berlaku.
Sebaliknya, dimensi budaya penghindaran ketidakpastian rendah (low uncertainty
avoidance) menerima dan merasa nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau
lingkungan yang kerap kali mengalami perubahan. Mereka mencoba untuk memiliki
beberapa aturan dalam aktifitas mereka. Orang-orang dalam dimensi budaya ini
cenderung lebih pragmatis, mereka jauh lebih toleran terhadap perubahan.

No Weak Uncertainty Avoidance Strong Uncertainty Avoidance

1 Ketidakpastian yang melekat dalam


Ketidakpastian yang melekat dalam
kehidupan dirasakan sebagai ancaman
kehidupan diterima dan apa adanya
terus menerus yang harus diperjuangkan

2 Kemudahan, stres yang lebih rendah, Lebih tinggi stres, emosi, kecemasan,
pengendalian diri, kecemasan rendah dan neurotisisme

3 Skor yang lebih tinggi pada


Skor rendah pada kesehatan dan
kesehatan dan kesejahteraan
kesejahteraan subjektif
subjektif

4 Toleransi orang menyimpang dan


Intoleransi orang menyimpang dan ide-
ide-ide: apa yang berbeda adalah
ide: apa yang berbeda berbahaya
penasaran

5 Nyaman dengan ambiguitas dan


Perlu untuk kejelasan dan struktur
kekacauan

6 Guru mungkin mengatakan ‘Saya Guru seharusnya memiliki semua


tidak tahu’ jawaban

7 Mengubah pekerjaan tidak ada Tinggal di pekerjaan bahkan jika tidak


masalah menyukainya

8 Tidak suka aturan – tertulis atau Kebutuhan emosional untuk aturan –


tidak tertulis bahkan jika tidak dipatuhi

9 Dalam politik, warga merasa dan Dalam politik, warga merasa dan
dipandang sebagai kompeten dipandang sebagai tidak kompeten
terhadap otoritas terhadap otoritas

10 Dalam agama, filsafat dan ilmu Dalam agama, filsafat dan ilmu:
pengetahuan: relativisme dan keyakinan kebenaran utama dan teori-
empirisme teori besar

INDIVIDUALISM VS COLLECTIVISM

Hofstede (2001) menjelaskan dimensi individualismsebagai sisi yang berlawanan dari


collectivism sebagai berikut:

It describes the relationship between the individual and the collectivity that prevails in
a given society. It is reflected in the way people live together-for example, in nuclear
famiies, or tribes – and it has many implications for values and behavior (Hofstede,
2001).

Ciri organisasi atau lembaga Individualism dengan Collectivism, adalah sejauh mana
individu diintegrasikan ke dalam organisasi atau lembaga tersebut.

Dalam masyarakat yang individualistik (individualism), tekanan atau stres diletakkan


dalam permasalahan pribadi, serta menuntut hak-hak individu. Orang-orang
diharapkan untuk membela diri sendiri dan keluarga mereka. Selain itu juga mereka
diharapkan untuk memilih afiliasi sendiri.

Sebaliknya dalam masyarakat kolektifis (collectivism), individu bertindak terutama


sebagai anggota kelompok seumur hidup. Daya kohesifitas yang tinggi tercipta di dalam
kelompok mereka (kelompok di sini tidak mengacu kepada politik atau negara). Orang-
orang memiliki keluarga besar, yang dijadikan sebagai perlindungan bagi dirinya
sehingga loyalitasnya tidak diragukan.

No Collectivism
Individualism

1 Setiap orang seharusnya mengurus Orang dilahirkan dalam keluarga besar


kepada dirinya sendiri dan keluarga atau marga yang melindungi mereka
dekat nya hanya dalam pertukaran untuk loyalitas

2
“Aku” – kesadaran “Kami” – kesadaran

3
Hak privasi Menekankan pada kebersamaan
4
Berbicara pikiran seseorang sehat Harmony harus selalu dipertahankan

5 Lainnya diklasifikasikan sebagai Lainnya tergolong dalam kelompoknya


individu atau kelompok lain

6 Pendapat pribadi diharapkan: satu Pendapat dan orang yang telah


orang satu suara ditentukan oleh di-kelompok

7 Pelanggaran norma mengarah ke Pelanggaran norma menyebabkan


perasaan bersalah perasaan malu

8 Bahasa yang kata “Saya” sangat


Bahasa yang kata “Aku” dihindari
diperlukan

9 Tujuan pendidikan adalah belajar Tujuan pendidikan adalah belajar


bagaimana melakukan bagaimana melakukan

10
Tugas menang atas hubungan Hubungan menang atas tugas

MASCULINITIY VS FEMINIMITY

Hofstede menjelaskan masculinity dan feminimitysebagai berikut:

The dominant gender role patterns in the vast majority of both traditional and modern
societies. (I will use ‘sex’ when referring to biological functions and ‘gender’ when
referring to social functions) (Hofstede, 2001).

Masculinity berkaitan dengan nilai perbedaan genderdalam masyarakat, atau distribusi


peran emosional antara gender yang berbeda. Nilai-nilai dimensi maskulin
(masculinity) terkandung nilai daya saing, ketegasan, materialistik, ambisi dan
kekuasaan. Dimensi feminin (feminimity) menempatkan nilai yang lebih terhadap
hubungan dan kualitas hidup. Dalam dimensi maskulin, perbedaan antara
peran gender nampak lebih dramatis dan kurang fleksibel dibandingkan dengan
dimensi feminin yang melihat pria dan wanita memiliki nilai yang sama, menekankan
kesederhanaan serta kepedulian.
Penggunaan terminologi feminin dan maskulin yang mengacu terhadap
perbedaan gender yang jelas tersirat melahirkan kontroversial. Sehingga beberapa
peneliti yang menggunakan perspektif Hofstede (2011) mengganti terminologi tersebut,
misalnya “Kuantitas Hidup” dengan “Kualitas Hidup”.

No Masculinity
Feminimity

1 Minimum emosional dan sosial


Maksimum emosional dan sosial
diferensiasi peran antara jenis
diferensiasi peran antara jenis kelamin
kelamin

2 Pria dan wanita harus sederhana dan Pria harus tegas dan wanita mungkin
peduli bersikap tegas dan ambisius

3 Keseimbangan antara keluarga dan


Kerja menang atas keluarga
pekerjaan

4
Simpati untuk yang lemah Kekaguman terhadap yang kuat

5 Ayah dan ibu berurusan dengan Ayah berurusan dengan fakta-fakta, ibu
fakta-fakta dan perasaan dengan perasaan

6 Kedua anak laki-laki dan perempuan Gadis menangis, anak laki-laki tidak;
mungkin menangis tapi tidak harus anak laki-laki harus melawan, gadis
bertengkar tidak harus berjuang

7
Ibu memutuskan jumlah anak Ayah memutuskan ukuran keluarga

8 Banyak wanita dalam posisi politik Beberapa wanita dalam posisi politik
yang terpilih yang terpilih

9 Agama berfokus pada sesama Agama berfokus pada Tuhan atau dewa-
manusia dewa

10 Masalah fakta berkaitan dengan


Sikap moral tentang seksualitas; sex
sikap tentang seksualitas; seks
adalah jalan untuk penampilannya
adalah cara yang berelasi
LONG TERM VS SHORT TERM ORIENTATION

Dimensi ini dikembangkan oleh Hostede bersama Michael Harris Bond di Hongkong
(Hofstede, 2001). Dimensi ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Confucian. Dimensi ini
akan membingungkan orang yang hidup di wilayah Barat, karena merasa hal ini tidak
diperlukan. Empat elemen ajaran yang mempengaruhi terbentuknya dimeni ini adalah:

1. Stabilitas sosial berdasarkan atas ketidaksetaraan hubungan antara orang. Sebagai


contoh junior memberikan penghormatan dan kepatuhan kepada senior, dan senior
memberikan perlindungan kepada junior.
2. Keluarga adalah bentuk dasar dari seluruh organisasi sosial. Budaya Cina memiliki
keyakinan bahwa kehilangan martabat keluarga sama saja kehilangan satu mata,
hidung, dan mulut. Menunjukkan penghormatan kepada orang disebut “memberi
wajah” dalam budaya mereka.
3. Perilaku berbudi luhur kepada orang lain mengandung makna tidak memperlakukan
orang lain seperti dirimu tidak ingin diperlakukan seperti itu oleh orang lain.
4. Berbuat baik adalah salah satu tugas hidup dengan cara menambah pengetahuan,
keterampilan, bekerja keras, tidak boros, sabar, dan memelihara.

Dimensi ini diistilahkan kemudian sebagai “Konghucu Dinamisme” (Hofstede, 2011).


Masyarakat yang berorientasi jangka panjang (long term orientation) lebih
mementingkan masa depan. Mereka mendorong nilai-nilai pragmatis berorientasi pada
penghargaan, termasuk ketekunan, tabungan dan kapasitas adaptasi.

Masyarakat yang memiliki dimensi orientasi hubungan jangka pendek (short term
orientation), nilai dipromosikan terkait dengan masa lalu dan sekarang, termasuk
kestabilan, menghormati tradisi, menjaga selalu penampilan di muka umum, dan
memenuhi kewajiban-kewajiban sosial.

No Long-Term Orientation
Short-Term Orientation

1 Peristiwa paling penting dalam


Kebanyakan peristiwa penting dalam
hidup terjadi di masa lalu atau
hidup akan terjadi di masa depan
terjadi sekarang

2 Kemantapan pribadi dan stabilitas: Seseorang yang baik menyesuaikan


orang baik selalu sama dengan keadaan

3 Ada pedoman yang universal Apa yang baik dan yang jahat tergantung
tentang apa yang baik dan yang jahat pada keadaan
4 Tradisi beradaptasi dengan situasi yang
Tradisi adalah hal yang suci
berubah

5 Kehidupan keluarga dipandu oleh Kehidupan keluarga dipandu oleh tugas


imperative bersama

6 Seharusnya bangga dengan negara


Mencoba untuk belajar dari negara lain
seseorang

7 Pelayanan kepada orang lain Penghematan dan ketekunan adalah


merupakan tujuan penting tujuan penting

8 Penghematan besar, dana yang tersedia


Belanja sosial dan konsumsi
untuk investasi

9 Siswa menghubungkan kesuksesan Siswa menghubungkan kesuksesan


dan kegagalan ke arah untuk usaha dan kegagalan untuk
keberuntungan kurangnya usaha

10 Pertumbuhan ekonomi yang cepat dari


Lambat atau tidak ada pertumbuhan
negara-negara sampai tingkat
ekonomi negara-negara miskin
kemakmuran

INDULGENCE VS RESTRA INT

Michael Minkov seorang ahli bahasa dan sosiolog dari Bulgaria pada tahun 2007,
bersama dengan Geert Hofstede dan Geert Jan Hofstede (2010) mengajukan tiga
dimensi budaya yang baru yaitu Exclusionism versus Universalism, Indulgence versus
Restraint, Monumentalism versus Flexumility. Kemudian Hofstede melihat korelasi
yang kuat antara Exclusionism versus Universalism dengan
dimensi Collectivism/Individualism; dan Monumentalism versus Flexumility juga
berkorelasi kuat dengan Short Term/Long Term Orientation. Sehingga dimensi baru
yang ditetapkan oleh Hofstede sebagai dimensi budaya terbaru adalah
dimensi Indulgence versus Restraint.

Kesenangan (indulgence) mengarah kepada lingkungan sosial yang mengijinkan


gratifikasi sebagai nafsu manusiawi yang alamiah terkait dengan menikmati hidup.
Pengekangan (restraint) mengarah kepada lingkungan sosial yang mengontrol
gratifikasi dari kebutuhan dan peraturan-peraturan dengan cara norma sosial yang
tegas.
No Restraint
Indulgence

1 Persentase lebih tinggi dari orang


menyatakan diri mereka sangat Lebih sedikit orang yang sangat bahagia
bahagia

2 Sebuah persepsi ketidakberdayaan: apa


Sebuah persepsi kendali kehidupan
yang terjadi dengan saya bukanlah
pribadi
perbuatan yang saya yang sebenarnya

3 Kebebasan berbicara dianggap Kebebasan berbicara tidak menjadi


penting perhatian utama

4
Lebih tinggi pentingnya rekreasi Lebih rendah akan pentingnya rekreasi

5 Lebih mungkin untuk mengingat Cenderung kurang untuk mengingat


emosi positif emosi positif

6 Di negara-negara dengan populasi


Di negara-negara dengan populasi
berpendidikan, angka kelahiran yang
berpendidikan, tingkat kelahiran rendah
tinggi

7 Lebih banyak orang secara aktif Lebih sedikit orang secara aktif terlibat
terlibat dalam olahraga dalam olahraga

8 Di negara-negara dengan cukup


Di negara-negara dengan makanan yang
makanan, persentase yang lebih
cukup, orang gemuk lebih sedikit
tinggi dari orang gemuk

9 Di negara-negara kaya, norma Di negara-negara kaya, norma seksual


seksual ringan ketat

10 Menjaga ketertiban di negara ini Jumlah yang lebih tinggi dari polisi per
tidak diberikan prioritas tinggi 100.000 penduduk

Sumber:

Hofstede, G. (2001). Culture’s Consequences – Comparing Values, Behaviors,


Institution, and Organizations Across Nations. California: Sage Publications, Inc.
Hofstede, G. (2011). Dimensionalizing Cultures: The Hofstede Model in Context.
Netherlands: Universities of Mastricht and Tilburg.

Hofstede, G., Hofstede, G. J., & Minkov, M. (2010). Cultures and Organizations:
Software of the Mind (Rev. 3rd ed.). New York: McGraw-Hill.

Demikian penjelasan singkat saya mengenai teori dimensi budaya yang dikembangkan
oleh Geert Hofstede. Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan atau bisa menjadi
inspirasi bagi para akademisi ilmu sosial. Saya sedang menggunakan teori ini dalam
penelitian saya, dan saya membutuhkan gambaran dimensi budaya bangsa Indonesia
saat ini.

Mohon dukungan dari rekan-rekan semua untuk menjawab 24 butir pernyataan dalam
kuesioner berikut:

https://docs.google.com/forms/d/1G6-mNpp-
XjzYTblq9rPWFuy8KWDhRqnNqx1UhpsYmQw/viewform#responses

Kuesioner tersebut akan mengukur budaya bangsa kita dalam enam dimensi. Berada di
kutub dimensi manakah kita saat ini. Bagi rekan-rekan dan sahabat yang sudah mengisi
kuesioner saya, saya ucapkan banyak terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai