Anda di halaman 1dari 5

Mata kuliah : MSDM

Dosen: DR. Rina Anindita, SE, MM

BUDAYA ORGANISASI
Oleh:
dr. Amilah Arifin

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari budaya. Budaya diciptakan
oleh masyarakat baik di dalam keluarga, organisasi, bisnis atau bangsa. Budaya membedakan
suatu masyarakat, dengan masyarakat yang lain, baik dalam cara berinteraksi maupun dalam
cara menyelesaikan pekerjaan. Kepemimpinan dan Budaya organisasi merupakan fenomena
yang sangat bergantung, sebab setiap aspek dari kepemimpinan akhirnya membentuk budaya
organisasi. Contohnya bila memasuki suatu kantor organisasi akan berbeda dengan kantor
organisasi lain. Hal ini dikarenakan pemimpin tiap organisasi berbeda. Fenomena yang
didapatkan seperti etos kerja karyawan, team work, sikap, dan integritas. Semua hal tersebut
menggambarkan kepemimpinan yang ada dalam sebuah perusahaan dan juga menggambarkan
budaya yang ada pada perusahaan tersebut.
Masrukhin dan Waridin (2006) mengungkapkan bahwa setiap organisasi memiliki
budaya organisasi yang berfungsi untuk membentuk aturan atau pedoman dalam berpikir,
bertindak, dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal ini berarti budaya organisasi yang
tumbuh dan terpelihara dengan baik akan mampu memacu organisasi ke arah perkembangan
yang lebih baik. Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan,
keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat
dalam suatu komunitas tertentu (Robbins, 2006). Selanjutnya dikemukakan secara spesifik
budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kerja sama tim, kepemimpinan, karakteristik
organisasi dan proses administrasi yang berlaku. Berbeda dengan Edgar Schein (1999)
mengatakan bahwa budaya organisasi dikembangkan dari waktu ke waktu sebagai orang dalam
organisasi belajar menghadapi sukses dengan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Dari semua penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan
karakteristik dari sebuah organisasi. Karakter ini yang membedakan dari organisasi lainnya.
Salah satu bentuk organisasi dengan karakteristik yang cukup kompleks dan unik
adalah Rumah sakit karena merupakan organisasi dengan berbagai kelompok profesi dalam
pelayanan penderita. Rumah sakit sebagai organisasi publik dengan objek jasa terhadap
manusia juga berfungsi untuk menciptakan dan memelihara rasa keadilan dan ketertiban di
dalam masyarakat, terbentuk untuk mengimplementasikan kebijakan publik dan hak sipil,
memproduksi/mendistribusi jasa publik dan layanan sipil kepada setiap masyarakat atau orang
yang berhak. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan organisasi swasta yang semata - mata
berorientasi kepada keuntungan besar. Oleh karena itu, rumah sakit pun berusaha untuk
meningkatkan efektivitas organisasi guna memberikan pelayanan maksimal terhadap para
pasien dan pengguna jasa rumah sakit, salah satunya di rumah sakit Hermina Makassar. Setiap
rumah sakit berusaha memiliki budaya atau karakteristik tersendiri yang membedakan dengan
rumah sakit lainnya. Hal ini tercermin dari budaya organisasi yang terdapat ditiap rumah sakit
tersebut.
Profesor Geert Hofstede melakukan salah satu studi komprehensif tentang bagaimana
nilai-nilai di tempat kerja dipengaruhi oleh budaya. Hofstede mendefinisikan budaya sebagai
"pemrograman kolektif pikiran yang membedakan anggota satu kelompok atau kategori orang
dari yang lain". Model budaya nasional Hofstede terdiri dari enam dimensi, yakni:
1. Power Distance ( Jarak Kekuasaan)
Dalam dimensi ini dijelaskan tentang sejauh mana anggota menerima kekuasaan dalam
institusi dan organisasi didistribusikan tidak merata. Masyarakat dalam Small Power
Distance membutuhkan kesamaan kekuasaan dan justifikasi untuk ketidaksejahteraan
kekuasaan. Masyarakat di Large Power Distance menerima perintah hirarki di mana
tiap-tiap orang mempunyai tempat tanpa perlu justifikasi lagi. Contoh kasus yang
terjadi dilingkungan rumah sakit tempat saya bekerja adalah ketika seorang perawat
yang merupakan keluarga dari salah seorang pimpinan rumah sakit menerima beban
jaga yang lebih sedikit dibandingkan dengan perawat lain. Masalah utama dimensi ini
adalah bagaimana menangani ketidaksetaraan di antara orang-orang jika memang terjad
hal ini terjadi.
2. Strong vs Weak Uncertainly Avoidance (Penghindaran Ketidakpastian)
Uncertainly Avoidance adalah tingkat di mana timbulnya rasa tidak nyaman dengan
ketidakpastian dan keraguan-keraguan. Tema utama pada dimensi ini adalah
bagaimana reaksi terhadap fakta bahwa waktu hanya berjalan satu arah dan masa depan
tidak diketahui serta apakah akan mencoba untuk mengontrol masa depan atau
membiarkannya. Contoh kasus yang sering terjadi pada dimensi ini dalam dunia rumah
sakit adalah seorang perawat yang keluar atau turnover akibat ketidak jelasan terkait
kondisi rumah sakit akan terus berjalan atau bahkan akan tutup.
3. Individualisme
Individualisme merupakan sifat budaya yang mendeskripsikan tingkatan dimana orang
lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai kelompok. Hubungan antara
satu individu dengan individu lain tidak terlalu mengikat. Setiap individu menjaga diri
sendiri dan keluarga mereka saja, seperti keluarga inti atau yang memiliki hubungan
darah. Sedangkan kolektivisme menunjukkan sifat budaya yang mendeskripsikan
kerangka sosial yang kuat dimana individu mengharap orang lain dalam kelompok
mereka untuk menjaga dan melindungi mereka. Individu dari lahir terus terintegrasi
dengan kuat, bersatu didalam kelompok, yang mana sepanjang hidup anggota
masyarakat terus melindungi satu sama lain dengan kesetiaan yang tidak diragukan lagi.
Hofstede menyatakan bahwa citra seseorang dalam masyarakat di dalam dimensi ini
tercermin dalam kata “Saya” (individualisme) atau “Kami” (kolektivisme). Contoh
kasus dalam dunia kerja di rumah sakit seperti seorang perawat yang tidak mau bekerja
sama atau membantu perawat lainnya dalam urusan pekerjaan. Perawat tersebut
cenderung bekerja sendiri tanpa mempedulikan pekerjaan perawat lain yang kebetulan
sedang berhalangan hadir.
4. Maskulinitas
Definisi dari sisi maskulinitas di dimensi ini merupakan preferensi seseorang untuk
suatu prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan imbalan materi untuk sukses. Dalam arti
luas peran maskulin seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus kultur yang
memandang pria dan wanita memiliki posisi sejajar. Penilaian maskulinitas yang tinggi
menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria
yang mendominasi suatu organisasi. Berlawanan dengan dimensi maskulin, dimensi
femininitas menyinggung mengenai preferensi untuk kerja sama, kerendahan hati,
menjaga yang lemah, dan kualitas hidup. Hofstede telah mengkarakteristikkan dimensi
feminin sebagai semua orang seharusnya sopan, simpati untuk yang lemah, dan resolusi
konflik dilakukan dengan kompromi dan perundingan. Selain itu pada dimensi ini lebih
mengutamakan solidaritas antar sesama serta pentingnya menjalin hubungan yang
hangat terhadap sesama. Sedangkan pada budaya maskulinitas dikarakteristikkan
sebagai seorang yang tegas, ambisius, tangguh, dan simpati untuk yang kuat. Dalam
menghadapi konflik sebisa mungkin resolusi konflik dilakukan dengan memerangi
mereka, terjadinya kompetisi di antara rekan kerja, dan uang merupakan hal yang
penting. Di Rumah sakit tempat saya bekerja dimensi maskulinitas dan feminitas selalu
berkolaborasi. Ada beberapa hal yang bisa diselesaikan dengan sikap maskulinitas,
namun tidak jarang feminitas pun terjadi, tergantung dengan kebutuhan.
5. Orientasi jangka Panjang
Dimensi ini dikembangkan oleh Hofstede Bersama Michael Harris Bond di Hongkong
(Hofstede,2001). Dimensi ini lebih mementingkan masa depan. Tradisi yangb terjadi
harus ikut beradaptasi dengan situasi yang berubah. Empat elemen ajaran yang
mempengaruhi terbentuknya dimensi ini adalah:
1. Stabilitas sosial berdasarkan atas ketidaksetaraan hubungan antara orang. Contoh
yang sering terjadi di lingkungan rumah sakit tempat saya bekerja adalah seorang
dokter junior memberikan penghormatan dan kepatuhan kepada dokter senior, dan
dokter senior memberikan perlindungan kepada dokter juniornya.
2. Keluarga adalah bentuk dasar dari seluruh organisasi sosial. Budaya cina memiliki
keyakinan bahwa kehilangan martabat keluarga sama saja kehitangan satu mata,
hidung, dan mulut. Menunjukkan penghormatan kepada orng disebut memberi
wajah dalam budaya mereka
3. Perilaku budi luhur pada orng lain mengandung makna tidak memperlakukan orang
lain seperti dirimu tidak ingin diperlakukan seperti itu oleh orang lain.
4. Berbuat baik adalah salah satu tugas hidup dengan cara menambah pengetahuan,
keterampilan, bekerja keras, tidak boros, sabar dan memelihara.
6. Kesenangan
Kesenangan (indulgence) mengarah kepada lingkungan sosial yang
mengijinkan gratifikasi sebagai nafsu manusiawi yang alamiah terkait
dengan menikmati hidup. Setiap orang cenderung memenuhi nafsu duniawi dengan
bersenang-senang. Semua karyawan di rumah sakit pasti dituntut untuk lebih
meningkatkan kesenangan dan kebahagian demi terwujudnya motivasi kerja dan
suasana kerja yang nyaman sehingga berdampak pada kurangnya turnover yang
secara langsung juga akan berdampak positif pada tercapainya visi dan misi rumah
sakit.

Seiring perubahan yang terjadi dalam organisasi, antara kepemimpinan


dengan budaya organisasi memiliki hubungan yang sangat erat. Kepemimpinan
melibatkan lebih dari sekedar menggunakan kekuasaan dan menjalankan wewenang.
Secara individu, kepemimpinan melibatkan pemberian nasehat, bimbingan, inspirasi,
dan motivasi. Para pemimpin membangun tim, menciptakan kesatuan, dan
menyelesaikan perselisihan di tingkat kelompok, dan pada akhirnya pemimpin
membangun budaya dan menciptakan perubahan dalam organisasi
(Melers et.al, 1998, dalam Kreitner dan Kinicki, 2010). Dalam suatu organisasi,
kepemimpinan yang baik juga selalu diikuti dengan komunikasi yang baik. Seorang
pemimpin menurut Daft dan Marcic (2009), harus memfasilitasi berlangsungnya
komunikasi terbuka dalam organisasi, aktif mendengar, melakukan dialog dan
menggunakan feedback sebagai pembelajaran dan perubahan. Dapat disimpulkan,
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap terbentuknya budaya
organisasi dan sebaliknya. Hal inipun akan berdampak pada peningkatan kinerja
suatu organisasi.

Anda mungkin juga menyukai