Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-
akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan.1
Jika terjadi kesalahan selama 8 minggu pertama, dapat terjadi kelainan
struktur atau system. Sekitar hari ke-14, embrio memiliki panjang sekitar 2
mm. pada hari ke 17-20 masa gestasi, terbentuklah neural plate yang akan
berkembang menjadi system syaraf dari individu.2
Mikrosefali adalah kasus malformasi kongenital otak yang paling sering
dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatif amat kecil, dan karena
pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak sebagai wadahnya pun juga
kecil (sebenarnya nama yang lebih tepat adalah mikroensefalus). Perbandingan
berat otak terhadap badan yang normal adalah 1 : 30, sedangkan pada kasus
mikrosefalus, perbandingannya dapat menjadi 1 : 100. Bila kasus bisa hidup
sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram
(bahkan ada yang hanya 300 gram).1
Otak mikrosefali selalu lebih ringan, dapat serendah 25 % otak normal.
Jumlah dan kompleksitas girus korteks mungkin berkurang. Lobus frontalis
adalah yang paling parah, serebelum sering kali membesar tak seimbang. Pada
mikrosefali akibat penyakit perinatal dan postnatal dapat terjadi kehilangan
neuron dan gliosis korteks serebri.3
Insidensi dan prevalensi mikrosefali di dunia sangatlah jarang, di Inggris
angka kejadian mikrosefali tahun 2002 sebanyak 1,02 per 10000 kelahiran
hidup, sedangkan di Amerika Serikat sebanyak 1 per 666.666 kelahiran hidup.3

1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat yang berjudul “mikrosefali” ini adalah untuk
memberikan informasi ilmiah mengenai penyakit mikrosefali, baik definisi,
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, penanganan dan
prognosisnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Mikrosefali didefinisikan sebagai lingkar kepala yang berukuran lebih
dari tiga standar deviasi di bawah mean menurut usia dan jenis kelamin.
Keadaan ini relatif lazim, terutama pada populasi dengan retardasi mental.
Meskipun ada banyak penyebab mikrosefali, kelainan pada migrasi neuron
selama perkembangan janin, termasuk heterotopia sel neuron dan kekacauan
arsitektur sel, ditemukan pada banyak otak.4

B. ETIOLOGI
Mikrosefali primer merujuk pada kelompok keadaan yang biasanya tidak
memiliki malformasi lain dan mengikuti pola pewarisan Mendelian atau terkait
dengan sindrom genetik tertentu. Bayi-bayi ini biasanya dikenali saat lahir
karena kecilnya lingkar kepala. Tipe yang paling lazim adalah mikrosefali
dominan autosom dan familial dan serangkaian sindrom kromosom yang
dirangkum dalam Tabel 2.1. Mikrosefali sekunder akibat dari sejumlah besar
agen berbahaya yang dapat mengenai janin dalam uterus atau bayi selama masa
pertumbuhan otak cepat, terutama pada usia 2 tahun pertama.2

C. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaindl et al. (2010),
insidensi mikrosefali saat lahir adalah 1,3 dan 150 per 100.000 kelahiran hidup.
Tingkat kejadian penyakit tergantung pada jumlah populasi dan ambang batas
yang menjadi definisi dari mikrosefali.5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ashwal et al. (2009) didapatkan
rata-rata prevalensi mikrosefali diantara anak-anak yang sedang dievaluasi di
klinik perkembangan saraf adalah sebesar 25%. Meskipun sebagian besar anak
dengan mikrosefali berisiko memiliki IQ yang rendah, kehadiran mikrosefali
sendiri tidak berarti indikasi cacat intelektual.6
Insidensi dan prevalensi mikrosefali di dunia sangatlah jarang, di Inggris
angka kejadian mikrosefali tahun 2002 sebanyak 1,02 per 10000 kelahiran

3
hidup, penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa sebanyak 2 neonatus yang
dapat lahir hidup dengan menderita mikrosefali, sebanyak satu kasus dengan
diagnosis prenatal mikrosefali yang mengalami abortus dan tidak ada yang
lahir mati dengan menderita mikrosefali. Angka kejadian mikrosefali di
Amerika Serikat pada tahun 2003 sebanyak 1 per 666.666 (0.00%) kelahiran
hidup atau sekitar 407 orang menderita mikrosefali per tahunnya dan sebanyak
33 orang per bulan menderita mikrosefali.3

Tabel 2.1 Penyebab Mikrosefali


Penyebab Temuan-temuan khas
Primer
1. Familial (Autosomal  Insidensi 1/40.000 kelahiran
resesif)  Penampakan khas dengan dahi miring,
hidung dan telinga menonjol; retardasi
mental berat dan kejang-kejang yang
menonjol; corak permukaan otak yang
berlekuk-lekuk sukar dibedakan dan
arsitektur sel kacau
2. Autosomal dominan  Muka tidak khas, celah palpebra tidak
miring, dahi sedikit miring, dan telinga
menonjol
 Pertumbuhan linier normal, kejang-kejang
mudah dikendalikan, dan retardasi mental
ringan atau dalam perbatasan.
3. Sindrom
Down (Trisomi-21)  Insidensi 1/800
 Lingkaran oksipital dan lobus frontal serta
serebellum kecil abnormal; girus
temporalis superior sempit, kecenderungan
untuk perubahan neurofibriler Alzheimer,
dan kelainan ultra struktur korteks serebri
Edward (trisomi-18)  Insidensi 1/6.500
 Berat badan lahir rendah, mikrostomia,
mikrognatia, malformasi telinga letak
rendah, oksiput menonjol, kaki dasar kursi
goyang, deformitas fleksi jari, penyakit
jantung congenital, girus bertambah,
neuron heterotropia

Cri du chat (5 p-)  Insidensi 1/50.000


 Muka bundar, lipatan epikantus menonjol,
telinga letak rendah, hipertelorisme, dan
tangisan khas

4
 Neuropatologi tidak spesifik
Cornelia de Lange  Keterlambatan pertumbuhan prenatal dan
postnatal, sinofris, bibir atas tipis
menggantung
 Ibu jari terletak proksimal
Rubinstein-Taybi  Hidung paruh, fissura palpebra miring ke
bawah, lipatan epikantus, perawakan
pendek dengan ibu jari tangan dan ibu jari
kaki lebar
Smith-Lemli-Optiz  Ptosis, skafosefali, lipatan epikantus
dalam, lubang hidung anteversi
 Berat badan lahir rendah, masalah makan
nyata
Sekunder (Non Genetik)
1. Radiasi  Mikrosefali dan retardasi mental paling
berat jika pemajanan sebelum usia
kehamilan minggu ke-15

2. Infeksi congenital
Sitomegalovirus  Kecil menurut usia kehamilan, ruam
petekie, hepatosplenomegali,
korioretinitis, tuli, retardasi mental, dan
kejang-kejang
 Kalsifikasi SSS dan mikrogiria
Rubella  Retardasi pertumbuhan, purpura,
trombositopenia, hepatosplenomegali,
penyakit jantung congenital, korioretinitis,
katarak, dan tuli
 Daerah nekrosis perivaskular,
polimikrogiria, heterotopia, peronggaan
subependima
Toksoplasmosis  Purpura, hepatosplenomegali, ikterus,
konvulsi, hidrosefalus, koreoretinitis, dan
kalsifikasi otak
3. Obat
Alkohol janin  Retardasi pertumbuhan, ptosis, tidak ada
filtrum dan bibir atas hipoplastik, penyakit
jantung congenital, masalah makan,
heterotropi neuroglia
Hidantoin janin  Keterlambatan pertumbuhan, hipoplasia
falangs distal, lipatan epikantus dalam, rigi
hidung lebar, lubang hidung anteversi
4. Meningitis/ensefalitis  Infark otak, peronggaan kistik, kehilangan
neuron difus
5. Malnutrisi  Penyebab controversial mikrosefali
6. Metabolik  Diabetes mellitus ibu dan
hiperfenilalaninemia ibu

5
7. Hipertermia  Demam bermakna selama 4-6 minggu
pertama telah dilaporkan menyebabkan
mikrosefali, kejang-kejang dan anomali
wajah
 Penelitian patologis menunjukkan
heterotopia neuron
 Penelitian lebih lanjut tidak menunjukkan
kelainan dengan demam ibu
8. Ensefalopati hipoksik-  Pada mulanya edema otak difus stadium
iskemik lambat ditandai dengan atrofi otak

D. KLASIFIKASI
Mikrosefali dapat dibedakan menjadi mikrosefali primer dan
mikrosefali sekunder. Mikrosefali primer, juga disebut sebagai mikrosefali
bawaan (kongenital), dianggap sebagai suatu anomali atau kelainan
perkembangan yang statis, terjadi pada saat lahir atau paling dini di usia 32
minggu kehamilan. Mikrosefali sekunder atau mikrosefali yang didapat, adalah
kondisi neurodegeneratif progresif dengan lingkar kepala bayi saat lahir berada
dalam kisaran normal tetapi kemudian tidak mengalami perkembangan lagi.
Ada beberapa penyebab genetik dan nongenetik yang menyebabkan
mikrosefali primer dengan keterbelakangan mental, seperti toksoplasmosis
kongenital, ibu yang mengalami intoksikasi alkohol pada saat hamil, dan
Sindroma Rubinstein-Taybi. Beberapa penyebab lingkungan dan genetik
mikrosefali tercantum dalam Tabel 2.2 di bawah ini. 7,8

Tabel 2.2. Etiologi Mikrosefali dari Lingkungan dan Genetik


Penyebab Lingkungan dan Genetik Mikrosefali
Penyebab Lingkungan dari Mikrosefali
Ensefalopati Hipoksik-Iskemik
Infeksi intrauterine
Teratogen (alkohol, hidantoin, radiasi)
Defek Tuba Neural
Fenilketonuria maternal
Diabetes Mellitus tak terkontrol
Malnutrisi kronik
Penyebab Genetik dari Mikrosefali
Mikrosefali Primer Herediter
Abnormalitas kromosom (trisomi, 13,18,21)
Sindroma delesi:
Sindrom Wolf-Hirschhorn (4p deletion)

6
Sindrom Williams (delesi 7q11.23)
Sindrom Rett
Sindroma lain dengan anomaly multiple
Sindroma Cornelia de Lange
Sindroma Smith Lemli Opitz
Holoprosensefali

1. Mikrosefali Primer Herediter (MCPH)


Mikrosefali Autosomal Resesif Primer, juga dikenal sebagai
Mikrosefali Primer Herediter (MCPH) merupakan gangguan pertumbuhan
sistem saraf yang dicirikan dengan mikrosefali yang telah terjadi pada saat
persalinan dan disertai dengan retardasi mental. Insidensi dari MCPH
berkisar antara 1:30.000 dan 1:2.000.000 pada populasi non
consanguineus. Sedangkan, pada populasi di Pakistan terdapat sekitar
1:10.000.9
Definisi secara klinis dari MCPH seperti di bawah ini:10
1) Mikrosefali congenital
2) Retardasi mental tanpa tanda neurologis lainnya, seperti spastisitas atau
penurunan kognitif secara progresif. Kejang bukan gejala yang sering
terjadi, namun bukan menjadi faktor eksklusi dari diagnosis.
3) Untuk sebagian besar pasien dengan MCPH, tinggi badan normal, berat
badan, penampilan fisik, analisis kromosom, dan scanning otak juga
diperiksa. Pada pasien dengan mutasi MCPH1, berkurangnya tinggi
badan mungkin saja ditemukan, tetapi lingkar kepala berkurang secara
signifikan bila dibandingkan dengan tinggi badan.
Pada pasien MCPH, ukuran lingkar kepala berkurang dengan
penurunan ukuran korteks serebri, terutama di daerah permukaan.11
2. Gen MCPH
Penyebab genetik dari MCPH yang telah diketahui sampai saat ini
adalah mutasi pada 7 lokus, dengan 6 yang telah teridentifikasi, yaitu:
MCPH1, WDR62 (MCPH2). CDK5RAP2 (MCPH3), ASPM (MCPH5),
CENPJ (MCPH6), dan STIL (MCPH7). Mikrosefali Primer Herediter
(MCPH) harus bermutasi pada kedua alelnya, baik pada individu yang

7
bersangkutan mengalami mutasi homozigot atau terjadi mutasi heterogen
pada fenotip yang terpengaruh.11
 MCPH1
MCPH1 berlokasi di kromosom 8p23, mengkode sekitar 835 asam
amino. Gen ini memiliki 14 exon. Gen MCPH1 mengkode protein
mikrosefalin yang mengandung 835 asam amino. Mikrosefalin
memiliki mRNA yang mengekspresikan jaringan dari fetus terutama di
otak, hepar, dan ginjal. Pada otak murin, ekspresi mikrosefalin
ditemukan selama proses neurogenesis terutama pada ventrikel lateral
yang menjaga sel progenitor untuk tetap memproduksi neuron yang
selanjutkan akan berubah menjadi korteks serebri. Fenotip MCPH
mungkin disebabkan defek pada control siklus sel dan repair DNA.
Varian patologik dari MCPH termasuk mutasi homozigot, delesi
homozigot, dan duplikasi homozigot. Kromosom p.Prp828Ser
merupakan varian normal pada populasi di Cina berhubungan dengan
variasi dari ukuran cranium.5,12,13
 WDR62 (MCPH2)
Saat ini, gen MCPH2 diidentifikasi sebagai WDR62, penyebab
tersering kedua dari MCPH. Gen WDR62 adalah gen yang memiliki 32
exon dan mengandung 1523 asam amino. Keenam mutasi yang telah
dijelaskan termasuk didalamnya 4 kesalahan mutasi dan 2 duplikasi
pada 3 keluarga.14
Protein yang diproduksi oleh gen WDR62 mengkode ujung protein
yang mengekspresikan sel precursor neuronal dari embrio neuroepitel
mamalia yang mengalami mitosis. Diketahui bahwa WDR62 mengkode
protein untuk memposisikan dan memperpannjang generasi sel
precursor neuronal yang penting terhadap pertumbuhan korteks
serebri.14
 CDK5RAP2 (MCPH3)
Gen CDK5RAP2 memiliki 38 exon. Human cyclin-dependent
kinase 5, yang merupakan protein pengatur mengkode CDK5RAP2
dengan 1893 asam amino. Gen CDK5RAP2 merupakan protein terkait

8
sentrosom, dengan mRNA yang diekspresikan secara luas pada
manusia. Pada embrio murin, kadar tertinggi terdapat pada sistem saraf
pusat.10
Sebuah studi homolog CDK5RAP2 menunjukkan bahwa gen ini
mengatur maturasi sentrosom, rekruitmen dan memperkuat matriks
perisentriolar di sentriol serta meregulasi kohesi dari sentrosom.
Hilangnya fungsi ini menyebabkan kegagalan maturasi sentrosom dan
mengatur efisiensi mikrotubulus. Defek ini pada manusia
mengakibatkan abnormalitas dari pengaturan posisi spindle.5
 ASPM (MCPH5)
Mutasi pada gen ASPM di kromosom 1q31.3 telah menjadi
penyebab tersering yang mengakibatkan MCPH dan terdapat pada
setengah kasus MCPH di Asia dan Eropa. Gen ASPM ini memiliki 28
ekson. Gen ini diekspresikan pada beberapa sel embrionik pada
manusia, seperti pada hepar, ginjal, jantung, paru, dan otak.12,15
Varian patologis dari gen ASPM termasuk diantaranya proses
translokasi, delesi, insersi/deplesi atau substitusi dasar. Mutasi ini
tersebar ke setiap gen.15
 CENPJ (MCPH6)
Gen Human Centrometric Protein J (CENPJ) memiliki sekitar 17
ekson. Gen CENPJ ini memiliki 1338 asam amino, berperan penting
dalam mengatur sentrosom dan fungsi spindle selama proses mitosis
neurogenik.5,12
Gen CENPJ merupakan regulator yang penting dalam mengatur
panjang sentriol selama proses biogenesis. Hilangnya sentriol
mengakibatkan terjadinya deformasi spindle dan defek segregasi DNA.
Hilangnya gen CENPJ dapat menimbulkan fenotip MCPH melalui
kurangnya sentrosom yang matur, kekurangan generasi dari
mikrotubulus, dan kesalahan dalam spindle positioning.5,12
 STIL (MCPH7)
Gen STIL mengandung 1287 asam amino. Mutasi STIL homozigot
mengakibatkan hilangnya fungsi yang selanjutnya mengakibatkan

9
kelainan MCPH pada 4 dari 24 keluarga di India. Data terakhir
menyebutkaan bahwa STIL memiliki fungsi yang mirip dengan ASPM.
Mutasi patogenik dari STIL adalah mutasi, delesi frameshift, dan
intronic splice mutation.

E. PATOGENESIS
Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik. Mikrosefali
genetik ini termasuk mikrosefali familial dan mikrosefali akibat aberasi
khromosom. Mikrosefali akibat penutupan sutura prematur (kraniosinostosis).
Jenis mikrosefali ini berakibat bentuk kepala abnormal, namun pada
kebanyakan kasus tak ada anomali serebral yang jelas.
Bakal serebrum mulai terlihat sebagai struktur yang dapat dikenali pada
embrio kehamilan 28 hari, saat ujung anterior tuba neuralis mengalami suatu
ekspansi globular, prosensefalon. Dalam beberapa hari berikutnya,
prosensefalon membelah menjadi 2 perluasan lateral yang merupakan asal
hemisferium serebri dan ventrikel lateralis. Dinding ventrikel pada stadium ini
dibentuk oleh lapisan benih neuroblas yang aktif membelah. Neuroblas yang
baru terbentuk bermigrasi dari dinding ventrikel ke permukaan hemisferium
primitif, berakumulasi dan membentuk korteks serebri. Pendatang pertama
membentuk lapisan bawah korteks, dan pendatang selanjutnya melewati
lapisan ini, membentuk lapisan-lapisan atas. Diferensiasi neuroblas membentuk
neuron ekstensi sel yang bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson
dengan lumen ventrikel melalui ekstensi sel yang bertambah panjang dan
akhirnya membentuk akson substansi alba subkortikal. Akson yang
menyeberang dari 1 hemisferium ke hemisferium lainnya untuk membentuk
korpus kalosum, pertama kali aterlihat pada kehamilan bulan ketiga, korpus
kalosum terbentu lengkap pada bulan ke-5. Pada saat inilah permukaan
akorteks mulai memperlihatkan identasi yang terbentuk progresif selama
trimester terakhir, sehingga pada aterm, sulkus dan girus utama telah berbatas
tegas.4
Otak bayi aterm memiliki seluruh komplemen neuron dewasa, tetapi
beratnya hanya sekitar sepertiga otak dewasa. Peningkatan berat postnatal

10
adalah akibat mielinisasi substansia alba subkortikal, perkembangan penuh
prosesus saraf, baik dendrit maupun akson serta peningkatan selb glia.4
Secara umum pengaruh abnormal sebelum kehamilan bulan ke-6
cenderung mempengaruhi pertumbuhan struktur makroskopik otak dan
mengurangi jumlah neuron total. Pengaruh perubahan patologik pada periode
perinatal cenderung lebih ringan, seperti keterlambatan mielinisasi dan
berkurangnya pembentukan dendrit. Hilangnya substansi otak akibat lesi
destruktif dapat terjadi pada akhir masa janin dan awal masa bayi, baik secara
terpisah ataupun bersama cacat perkembangan lain. 4
Primary Autosomal Recessive Microcephaly (MCPH) atau Mikrosefali
Autosomal Resesif Primer merupakan salah satu gangguan kongenital, ditandai
dengan retardasi mental dan ukuran otak yang kecil tanpa tambahan
malformasi otak yang parah. Beberapa gen yang mendasari terjadinya
mikrosefali primer telah teridentifikasi. Meskipun protein yang dikodekan
memiliki fungsi yang beragam, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
terdapat gangguan proses pembelahan mitosis dari struktur kortikal selama
masa perkembangan embrionik. Selama tahap awal perkembangan kortikal, sel
progenitor yang memiliki kemampuan pembelahan secara simetris sangat
penting untuk menghasilkan sel dengan jumlah yang cukup dan secara
bersama-sama berfungsi sebagai inti proses neurogenesis berkelanjutan. Proses
proliferasi dan diferensiasi ini terutama terjadi pada ventrikel dan zona
subventrikular yang melapisi rongga otak. Sel progenitor bagian asimetris saraf
menghasilkan sel induk dan anak dengan hasil yang berbeda. Gangguan dari
divisi simetris dapat menyebabkan menipisnya inti progenitor sel saraf,
penurunan selanjutnya di tingkat proliferasi dan tingkat neuron dapat
mengurangi produksi sel. Hasil akhirnya adalah otak yang lebih kecil dari
biasanya dan mikrosefalus. Malformasi otak yang parah biasanya tidak terdapat
pada MCPH.3
Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali sekunder dapat
disebabkan oleh infeksi intrauterin seperti penyakit inklusi sitomegalik, rubella,
sifilis, toksoplasmosis, dan herpes simpleks; radiasi, hipotensi sistemik
maternal, insufisiensi plasental; anoksia; penyakit sistemik maternal seperti

11
diabetes mellitus, penyakit renal kronis, fenilketonuria; dan kelainan perinatal
serta pascanatal seperti asfiksia, infeksi, trauma, kelainan jantung kronik, serta
kelainan paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali ini berhubungan dengan
retardasi mental dalam berbagai tingkat.3
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube
yaitu induksi daerah dorsal yang terjadi pada minggu ke 3 masa gestasi. Setiap
gangguan pada masa ini mengakibatkan kelainan congenital seperti
kranioskisis,totalis,dsb. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron yang terjadi
pada masa gestasi. Gangguan pada masa ini dapat menyebabkan mikrosefali.1
Sifilis menginfeksi dengan cara melalui kontak langsung dengan lesi.
Disebabkan bakteri Treponema malibu melalui selaput lendir yang utuh/kulit
dengan lesi kemudian masuk ke peredaran darah dan semua organ dalam tubuh
(salah satunya otak) ke janin. Rubella menginfeksi embrio pd 3 bulan pertama
kehamilan. Menyebabkan malformasi mata,telinga bagian dalam,jantung dan
gigi.3
Herpes menginfeksi bayi lahir lewat vagina (ibu terkena herpes) sehingga
bayi jadi terinfeksi. Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana--
mana serta pada hakekatnya menginfeksi sebagian besar manusia, bukti adanya
infeksi janin ditemukan di antara 0,5 –2 % dari semua neonatus. Sesudah
terjadinya infeksi primer yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin
menimbulkan simtomatik saat kelahiran dan 5-25 % meninggalkan sekuele.
Pada beberapa negara infeksi CMV 1 % didapatkan infeksi in utro dan 10-15
% pada masa prenatal. Virus tersebut menjadi laten dan terdapat reaktivasi
periodik dengan pelepasan virus meskipun ada antibodi di dalam serum.
Antibodi humoral diproduksi, namun imunitas yang diperantarai oleh sel
tampaknya merupakan mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan
keadaan kekebalan yang terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat
pemakaian obat-obatan akan meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi
sitomegalovirus yang serius. Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans
imun yang diperantarai oleh sel, menyebabkan janin-bayi tersebut berada
dalam risiko yang tinggi untuk terjadinya sekuele pada infeksi ini. Sedangkan,

12
Rubeinstein-Taybi Syndrome terjadi karen ketiadaan gen yang menyebabkan
ketidaknormalan pada protein pengikat CREB.3

F. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis yang sering terlihat pada kasus mikrosefali adalah
ukuran lingkar kepala yang lebih kecil dari pada normal dan biasanya sekunder
akibat jaringan otak yang tidak tumbuh. Kadang-kadang ubun-ubun besar
terbuka dan kecil. Didapatkan retardasi mental. Mungkin didapatkan pula
gejala motorik berupa diplegia spastik, hemiplegia dan sebagainya. Terlambat
bicara dan kadang-kadang didapatkan kejang. Tampilan kasus mikrosefali yang
khas adalah tulang frontal dan fosa anterior yang kecil.1

Gambar 2.1. Bayi dengan Mikrosefali Kongenital


Retardasi mental merupakan gejala yang paling sering menyertai
mikrosefali. Retardasi mental disebut juga sebagai oligofrenia (oligo = kurang
atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan
fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif.
Retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang
memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektualitas dan fungsi adaptif.
Intelligence Quotient (IQ) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat

13
dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental, melainkan harus
dinilai berdasarkan sejumlah keterampilan spesifik yang berbeda.18

Seseorang dikatakan mengalami retardasi mental bila memenuhi kriteria


sebagai berikut:18
1. Fungsi intelektual umum di bawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu di bawah usia 18 tahun
Gangguan perkembangan neurologis sering terjadi pada penderita
mikrosefalus, Gangguan perkembangan neurologis merupakan kegagalan
untuk memiliki kemampuan fungsi neurologis yang seharusnya dimiliki, yang
disebabkan oleh adanya lesi (defek) dari otak yang terjadi pada periode awal
pertumbugan otak.17
Gejala klinis yang timbul juga terkadang dapat mengarahkan penyebab
timbulnya mikrosefali. Contohnya, mikrosefali yang disebabkan oleh virus
rubella biasanya juga disertai oleh kurangnya kemampuan intelektual,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan kurangnya kemampuan
kognitif. Gagal dalam perkembangan pada masa bayi dan balita umumnya
mempengaruhi pertumbuhan kepala. Pertumbuhan kepala biasanya terjadi pada
tiga tahun pertama kehidupan. Maka dari itu, gangguan kesehatan yang terjadi
pada masa-masa tersebut dapat mempengaruhi ukuran dari kepala penderita.20

G. DIAGNOSIS
Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan gambaran
radiologis. Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan, mencari kasus
mikrosefali tambahan atau gangguan yang mengenai sistem saraf. Adalah
penting untuk mengukur lingkar kepala penderita saat lahir. Lingkaran kepala
yang sangat kecil menunjukkan suatu proses yang dimulai pada awal
perkembangan embrional atau perkembangan janin. Gangguan pada otak yang
terjadi pada kehidupan akhir, terutama sesudah usia 2 tahun, kurang mungkin
dapat mengakibatkan mikrosefali berat. Pengukuran lingkar kepala berkali-kali
adalah lebih berarti daripada pengukuran satu kali, terutama saat kelainan

14
minimal. Selain itu, lingkar kepala orang tua dan saudara kandung masing-
masing harus dicatat.2
Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran sirkumferensia
fronto oksipital dengan menggunakan pita pengukur dan melingkari tulang
cranium dengan melewati bagian terlebar dari dahi dan bagian yang menonjol
pada area occipital. Definisi lingkar kepala normal yang diterima secara luas
pada pengukuran sirkumferensia fronto-oksipital ini bila tidak melebihi dari 2
standar deviasi.8,19
Pemeriksaan laboratorium anak mikrosefali ditentukan melalui riwayat
dan pemeriksaan fisik. Jika penyebab mikrosefali tidak diketahui, kadar
fenilalanin serum ibu harus diukur. Kadar fenilalanin serum ibu yang tinggi
pada ibu yang tidak bergejala dapat mengakibatkan cedera otak yang nyata
pada bayi non fenilketonuria yang lainnya normal. Kariotipe diperiksa jika
sindrom kromosom dicurigai atau jika anak memiliki wajah abnormal,
perawakan pendek dan anomali kongenital tambahan. CT Scan atau MRI dapat
berguna dalam mengenali kelainan struktural otak atau klasifikasi
intraserebrum. Penelitian tambahan meliputi analisis asam amino palsma dan
urin puasa: amonium serum : titer toksoplasmosis, rubella, citomegalovirus dan
herpes simpleks (TORCH) ibu dan anak serta sampel urin untuk biakan
citomegalovirus.4

H. DIAGNOSIS BANDING
Mikrosefali harus dibedakan dari ukuran kepala yang kecil sekunder dari
sinostosis sutura sagitalis dan koronarius. Sinostosis biasanya terjadi prenatal
dan diketahui setelah dilahirkan. Perubahan bentuk tengkorak disebabkan
ekspansi jaringan otak yang tumbuh terhalang oleh penutupan sutura. Pada
stadium permulaan perubahan bentuk tengkorak merupakan kompensasi untuk
mencegah tekanan intrakranial yang meninggi (Gambar 2.2).4
Pada brakisefali dan skafosefali keadaan kompensasi ini bisa berlangsung
lama sampai berbulan-bulan, namun pada oksisefali tekanan intrakranial sudah
meninggi dalam minggu pertama sesudah lahir. Akibat tekanan intrakranial
yang meninggi akan terlihat iritabilitas, muntah, eksoftalmus akibat tekanan

15
pada orbita, retardasi mental dan motorik, kejang. Gangguan visus dapat terjadi
akibat tertariknya N II atau sebagai akibat papil N II karena tekanan
intrakranial yang meninggi. 17

Gambar 2.2. Sinostosis Sutura Sagitalis

I. KOMPLIKASI
Pada sebagian besar kasus, batasan antara komplikasi mikrosefali dengan
gejala klinis menjadi tidak jelas. Komplikasi yang dapat terjadi sebagai akibat
dari mikrosefali berat sangat bervariasi. Namun demikian, satu hal yang pasti
adalah bahwa kepala anak akan selalu lebih kecil daripada rata-rata. Bayi
dengan kasus mikrosefali yang parah mungkin memiliki keterlambatan dalam
perkembangan baik berbicara dan gerakan. Bayi juga bisa mengalami masalah
dengan keseimbangan serta dalam hal koordinasi. Beberapa anak yang terkena
dampak mikrosefali akan menjadi bertubuh pendek dan ada kemungkinan
timbul dwarfisme. Hiperaktif serta distorsi wajah, gangguan mental, dan kejang
juga merupakan komplikasi dari kelainan ini.8

16
J. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang efektif dan spesifik untuk
menangani pasien mikrosefali. Pemantauan perkembangan saraf merupakan
penanganan yang paling baik untuk saat ini. Perlu ditekankan kepada orang tua
penderita mikrosefali, bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak
menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan
yang ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan
sedikit bantuan saja.1
Bila penyebab mikrosefali telah ditegakkan, dokter harus memberikan
nasehat keluarga yang tepat dan pendukung genetik. Karena banyak anak
dengan mikrosefali juga akan mengalami retardasi mental, dokter juga harus
membantu dengan penempatan pada program yang tepat yang akan
memberikan perkembangan anak secara maksimum.2
Gizi atau nutrisi yang baik bagi pasien anak dengan mikrosefali sangat
penting untuk diberikan, karena walaupun kemampuan otaknya sudah tidak
dapat normal, namun dengan bantuan nutrisi yang adekuat dapat membantu
perkembangan otak semaksimal mungkin.

K. PENCEGAHAN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada terapi kuratif dalam
penanganan mikrosefali. Oleh karena itu, pencegahan sangat penting.
Pencegahan meliputi bimbingan dan penyuluhan genetik, pencegahan bahaya
infeksi terutama selama kehamilan, penggunaan obat-obatan tertentu atau zat
kimia tertentu.
Di Amerika Serikat, konsumsi alkohol pada ibu hamil menyebabkan
kelainan pada bayinya. Kelainan yang terjadi terutama berkaitan dengan
retardasi mental dan terjadi pada sekitar 9/1000 anak. Oleh karena itu,
diperlukan edukasi untuk ibu hamil agar tidak mengkonsumsi alkohol pada saat
hamil.10

17
L. PROGNOSIS
Bayi yang dilahirkan dengan mikrosefali biasanya tidak bisa hidup lama
dan beberapa langsung meninggal setelah lahir. Kebanyakan dari mereka yang
masih bisa bertahan hidup mengalami retardasi mental dan kelainan motorik
seperti hemiplegia, diplegia spastik. Mikrosefali biasanya disertai dengan
kelainan-kelainan lain sebagai suatu sindrom.1,17

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Mikrosefali didefinisikan sebagai lingkar kepala yang berukuran lebih dari


tiga standar deviasi di bawah mean menurut usia dan jenis kelamin.
2. Mikrosefali dapat dibedakan menjadi mikrosefali primer dan mikrosefali
sekunder.
3. Mikrosefali primer, juga disebut sebagai mikrosefali bawaan (kongenital),
dianggap sebagai suatu anomali atau kelainan perkembangan yang statis,
terjadi pada saat lahir atau paling dini di usia 32 minggu kehamilan.
4. Mikrosefali sekunder atau mikrosefali yang didapat, adalah kondisi
neurodegeneratif progresif dengan lingkar kepala bayi saat lahir berada
dalam kisaran normal tetapi kemudian tidak mengalami perkembangan
lagi.
5. Gambaran klinis yang sering terlihat pada kasus mikrosefali adalah ukuran
lingkar kepala yang lebih kecil dari pada normal dan biasanya sekunder
akibat jaringan otak yang tidak tumbuh.
6. Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan gambaran
radiologis.
7. Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang efektif dan spesifik untuk
menangani pasien mikrosefali. Pemantauan perkembangan saraf
merupakan penanganan yang paling baik untuk saat ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Satyanagara; Cacat Otak Bawaan Dalam Ilmu Bedah Syaraf, ed III,


Jakarta, 1998, Gramedia Pustaka Utama, 253-270.
2. Haslam, Robert HA. The Nervous System. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB. (eds.) Nelson TextBook of Pediatrics. 17th ed.
Philadelphia: Saunders An Imprint of Elsevier Science. 2004. 2451-2.
3. Wollnik, Bernd. 2010. A Common Mechanism for Microcephaly. Nature
Genetics; 42(11): 923-4.
4. Haslam, R.A.H; Congenital Anomalies of Central Nervous System dalam
Nelson, W.E; Behrman, R.E; Kligman, R.M; Arvin, A.M (eds) : Nelson
Textbook of Pediatric 15th edition, Philadelphia, 1996, WB Saunders
Company, 1680-1683.
5. Kaindl, AM, Passemard S, Kumar P, Kraemer N, Issa L, Zwirner A, et al.
2010. Many Roads Lead to Primary Autosomal Recessive Microcephaly.
Prog Neurobiol. 90(3): 363-83.
6. Ashwal S, Michelson D, Plawner L, Dobyns WB. 2009. Practice
Parameter: Evaluation of the Child with Microcephaly (an evidence-based
review): Report of the Quality Standards Subcommittee of the American
Academy of Neurology and the Practicw Committee of the Chid
Neurology Society. Neurology; 73: 887-97.
7. Woods, CG. 2004. Human Microcephaly. Curr opin Neurobiol; 14(1):
112-7.
8. Abuelo, D. 2007. Microcephaly Syndromes. Sem Pediatr Neurol. 14(3):
118-27.
9. Mahmood S, Ahmad W, Hassan MJ. 2011. Autosomal Recessive Primary
Microcephaly (MCPH): Clinical Manifestations, Genetic Heterogeneity
and Mutation Continuum. Orphanet J Rare Dis. 6:39.
10. Woods CG, Bond J, Enard W. 2005. Autosomal Recessive Primary
Microcephaly (MCPH): a Review of Clinical, Molecular, and
Evolutionary Findings. Am J Hum Genet. 76(5): 717-28.

20
11. Desir J, Cassart M, David P, Van Bogaert P, Abramowicz M. 2008.
Primary Microcephaly with ASPM mutation shows simplified cortical
gyration with antero-posterior gradient pre- and post-natally. Am J Med
Genet. Part A. 146A(11): 1439-43.
12. Jackson AP, Eastwood H, Bell SM, Adu J, Toomes C, Carr IM, et al.
2002. Identification of microcephalin, a protein implicated in determining
the size of the human brain. Am J Med Genet. 71(1): 136-42.
13. Wang Z, Moult J. 2001. SNPs, protein structure, and disease. Human
Mutation; 17(2): 117-22.
14. Mahmood S, Ahmad W, Hassan MJ. 2011. Autosomal Recessive Primary
Microcephaly (MCPH): clinical manifestations, genetic heterogeneity and
mutation continuum. Orphanet J Rare Dis. 6:39.
15. Ashwal S, Michelson D, Plawner L. 2009. Practice Parameter: Evaluation
of the Child with Microcephaly. Neurology. 73:887-96.
16. Kumar A, Girimaji SC, Duvvari MR, Blanton SH. 2009. Mutations in
STIL, encoding a pericentriolar and centrosomal protein, cause primary
microcephaly. Am J Med Genet. 84(2): 286-90.
17. Hasan, R dan Alatas, H (ed); Neurologi Dalam Ilmu Kesehatan Anak,
Buku Jilid II, Jakarta, 2003, Infomedia, 847-884.
18. Armatas, V. (2009). Mental retardation: definitions, etiology,
epidemiology and diagnosis. Journal of Sport and Health Research.
1(2):112-122.
19. Rollins JD, Collins JS, Holden KR. 2010. United States head
circumference growth reference charts: birth to 21 years. J Pediatr.
156(6):907-13,913.el-2.
20. Lindeke L. 2007. Microcephalus. Minnesota Department of Health Fact
Sheet. 1-2.

21

Anda mungkin juga menyukai