Cardiac-Arrest
Cardiac-Arrest
MAKALAH
Oleh
Kelompok 18
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
MAKALAH
Oleh
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul“Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan gangguan Sistem
Kardiovaskuler “Henti Jantung ( Cardiac Arrest ) ”.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
BAB 5. PENUTUP.................................................................................... 21
v
BAB 1. PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi dan etiologi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
1.2.3 Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
1.2.4 Bagaimana prognosis Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
1.2.5 Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang
Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
1.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung ( Cardiac
Arrest)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan konsep Henti
Jantung ( Cardiac Arrest) pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan bronkopneumonia;
b. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi Henti
Jantung ( Cardiac Arrest);
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi
Henti Jantung ( Cardiac Arrest);
d. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis Henti Jantung ( Cardiac
Arrest);
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan
pemeriksaan penunjang Henti Jantung ( Cardiac Arrest); dan
f. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Henti Jantung ( Cardiac Arrest).
2
BAB 2. TINJAUAN TEORI
3
2.3 Etiologi Henti jantung (Cardiac Arrest )
Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada
setiap usia. Penyebab terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal
nafas, sedangkan pada usia bayi yang menjadi penyebabnya bisa berupa :
a. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death
Syndrome )
b. Penyakit pernafasan
c. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing
d. Tenggelam
e. Sepsis
f. Penyakit neurologis
Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak yang
berumur diatas 1 tahun adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas,
terbakar, cedera senjata api, dan tenggelam.
Seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena
cardiac arrest dengan kondisi:
1. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.
2. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
3. Riwayat penggunaan obat-obatan jantung
4. Abnormalitas kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang
memanjang)
5. Aterosklerosis
4
7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa
atau brakialis pada bayi)
5
2.6 Prognosis Henti Jantung ( Cardiac Arrest )
2.6.1 Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya
dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut
mengalami henti. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian
resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas
maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat
mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru
dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban
mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk
hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah
diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti
meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan
(defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup
rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%.
2.7 Pengobatan
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah
sakit,sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan
menentukan prognosis; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi akan terlihat
dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa:
1. sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung
oksigen dngan melakukan :
a) Masase jantung. Anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan
keras, kemudian dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan
keras sehingga jantung yang terdapat di antara sternum
dan tulang belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria
pumonalis da aorta. Masase jantung yang baik terlihat hasilnya
6
dari terabanya kembali nadi arteri-atreri besar sedangkan pulihnya
sirkulasi ke otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal
kembali.
7
2.8 Penatalaksanaan Henti jantung (Cardiac Arrest )
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio
Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan
hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi
dan anak.
CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP)
merupakan upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang sedang
berada dalam kondisi gawat atau kritis untuk mengembalikan nafas dan sirkulasi
spontan. RJP terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup
Lanjutan (BHL). BHD adalah tindakan resusitasi yang dilakukan tanpa
menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas berupa bag-mask ventilation,
sedangkan BHL sudah menggunakan alat dan obat-obatan resusitasi sehingga
penanganan dapat dilakukan lebih optimal.
Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan perfusi
dari arteri koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting selama fase
low flow. Kompresi jantung yang adekuat dan berkelanjutan dalam pemberian
penanganan bantuan hidup dasar sangat penting pada fase ini.
Menurut (Thygerson,2006), prisip penanganan anak cardiac arrest terdapat
4 rangkaian yaitu early acces, early CPR, early defibrillator,dan early advance
care.
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda
awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS (Cepat
hubungi fasilitas pelayanan kegawatdarutan jantung, ex : call 118 )
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan
otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernafasan.
8
2.8.1 Bantuan Hidup Dasar pada Anak
Sebelum melakukan resusitasi, yang sangat penting diperhatikan adalah
meyakinkan bahwa penolong dan korban telah berada pada tempat yang aman.
Korban dipindahkan hanya jika tempat tersebut membahayakan korban. Selain itu
juga penting dilakukan penilaian kegawatdaruratan anak, berupa :
9
2. Upaya napas
Karakteristik hal yang dinilai adalah suara napas yang tidak normal, posisi
tubuh yang tidak normal, retraksi, dan cuping hidung.
3. Sirkulasi kulit
Hal yang dinilai adalah pucat, mottling, dan sianosis.
10
sebagai teknik untuk ventilasi buatan pada tahun 1958. Ketika ventilasi mulut ke
mulut dikombinasikan dengan kompresi dada tertutup pada tahun 1960, CPR
modern lahir dan istilah CPR digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1962.
Kompresi dada tertutup digunakan untuk pertama kalinya sebagai metode
untuk sirkulasi darurat oleh Boehm pada tahun 1878 , sebagaimana dikutip oleh
Kouwenhoven et al. Digunakan kembali pada tahun 1950, dan pada tahun ini juga
Kouwenhoven menunjukkan efektivitas kompresi dada tertutup sebagai metode
untuk sirkulasi buatan pada manusia. Setelah penemuan defibrilator dada tertutup
tahun 1957, Kouwenhoven et al menemukan bahwa „pengembalian kerja jantung
spontan‟ (return of spontaneous heart action) tidak mungkin terjadi jika shock
counter tidak dilakukan dalam waktu kurang dari tiga menit. Oleh karena itu
kompresi dada tertutup diciptakan untuk memperpanjang waktu di mana
defibrilasi bisa efektif tanpa membuka dada. Metode yang digunakan sebelumnya
adalah pijat jantung terbuka, sehingga upaya resusitasi sangat terbatas dan hanya
menolong sedikit pasien. Kompresi dada tertutup memiliki keuntungan yang besar
dibandingkan dengan pijat jantung terbuka karena tidak membutuhkan peralatan
sama sekali. Satu-satunya hal yang dibutuhkan adalah dua tangan penyelamat.
Teknik yang digunakan oleh Kouwenhoven banyak memiliki kemiripan
seperti saat ini. Penjelasan Kouwenhoven adalah bahwa sirkulasi diperoleh
dengan penekanan dada pada posisi antara sternum dan vertebra sehingga darah
dipaksa keluar ketika jantung dikompresi. Penelitian yang dilakukan melalui
echocardiography memperlihatkan bahwa katup jantung menjadi tidak efektif
selama resusitasi, sehingga fakta ini bertentangan dengan teori Kouwenhoven.
Kouwenhoven juga berpendapat bahwa kompresi dada tertutup memberikan
beberapa ventilasi pada paru-paru, sehingga jika hanya ada satu orang penolong,
orang ini harus berkonsentrasi pada penekanan dada saja. Jika dua orang atau
lebih penolong, ventilasi mulut ke hidung harus diberikan. Penelitian terbaru telah
menunjukkan bahwa pentingnya lebih banyak waktu untuk ‘flow generating
activities’ selama resusitasi.
11
2.8.4 Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA :
1. Periksa Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban,
lihat apakah korban bergerak atau memberikan respon. Jika tidak bergerak
berikan stimulasi dengan menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar,
dia akan menjawab dan bergerak. Setelah tindakan identifikasi kesadaran,
lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya cedera dan
pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban tidak
sadar, maka segera panggil bantuan.
2. Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang
datar dan keras dengan posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang
keras. Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminial mungkin gerakan
pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
12
Gambar : Teknik head tilt and chin lift pada bayi dan anak
13
ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1
tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (back slaps) di interskapula,
namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan teknik 5 kali
chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae (seperti
melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia < 1 tahun) .
14
namun jangan melakukan teknik tersebut pada anak yang sadar, karena dapat
merangsang “gag reflex” dan menyebabkan muntah.
4. Periksa nafas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau
tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:
1. Lihat gerakan dinding dada dan perut ( look )
2. Dengarkan suara nafas pada hidung dan mulut korban ( listen )
3. Rasakan hembusan udara pada pipi ( feel )
Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal atau
nafas yang tidak efektif) , maka korban tersebut dinyatakan tidak bernafas.
15
Gambar : Posisi pemberian bantuan nafas pada bayi.
6. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri
brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun
femoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi > 60
kali/menit namun tidak ada nafas spontan atau nafas tidak efektif, maka lakukan
pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas buatan 3-5 detik
hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif akan tampak dada
korban akan mengembang .
16
jari ( two finger chest compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah garis imajiner
intermamae ( two thumb-encircling hands ) jika didapatkan dua penolong. Pada
anak, kompresi jantung luar dilakukan dengan teknik kompresi pada setengah
bagian bawah sternum dengan satu atau kedua telapak tangan, tapi tidak menekan
prosesus xipoid ataupun sela iga. Kompresi dilakukan harus dengan baik yaitu:
1. “Push hard” : Kedalaman kompresi berkisar 1/3-1/2 diameter
anteroposterior dada
2. “Push fast” : Kecepatan kompresi 100x/menit
3. “Release complete” : Lepaskan tekanan hingga dada dapat mengembang
penuh
4. Minimalisasi interupsi pada saat melakukan kompresi dada
17
Gambar : Kompresi jantung pada anak dengan satu tangan
Resusitasi jantung paru pada anak yang dilakukan oleh satu penolong
dilakukan 5 siklus selama 2 menit, setiap siklusnya terdiri dari 30 kali kompresi
jantung luar dengan 2 kali nafas bantuan, sedangkan jika terdapat 2 penolong
maka kompresi jantung luar dilakukan 15 kali dengan 2 kali bantuan nafas.
Setelah dilakukan 5 siklus, nilai ulang kondisi korban dengan melakukan
evaluasi nadi. Jika nadi kurang dari 60 kali dalam 1 menit atau tidak ada sama
sekali, resusitasi jantung paru dilanjutkan. Jika nadi lebih dari 60 kali dalam 1
menit, lakukan evaluasi pernafasan, dan jika nafas tidak ada atau tidak adekuat,
lakukan nafas buatan lanjutan selama 12 – 20 kali.
18
awal, dan jika mungkin, membawa anak dengan trauma multisistem ke suatu
pusat trauma dengan keahlian pediatrik.
Berikut adalah aspek khusus resusitasi trauma :
1. Pada trauma yang melibatkan tulang belakang, batasi gerakan servikal
tulang belakang dan hindari traksi atau gerakan kepala dan leher. Buka dan
pertahankan jalan nafas dengan jaw thrust, dan jangan memiringkan
kepala. Oleh karena disporposional ukuran kepala bayi dan anak-anak,
posisi optimal oksiput atau mengangkat batang tubuh untuk menghindari
backboard-induced fleksi servikal
2. Pada kasus trauma kepala intentional brief hyperventilation dapat
digunakan sebagai tindakan sementara untuk mengamati tanda herniasi
otak (misalnya kenaikan tiba-tiba tekanan intrakranial, dilatasi pupil tanpa
reflex cahaya, bradikardi, hipertensi)
3. Kecurigaan trauma dada pada semua trauma torakoabdominal, meskipun
tidak ada luka luar. Tension pneumothorax hemotoraks, atau memar
berkenaan dengan paru-paru dapat mengganggu pernafasan
4. Jika penderita mempunyai trauma maksilofasial atau dicurigai fraktur
basal tengkorak, sebaiknya dipasang orogastric tube dibandingkan dengan
nasogastric tube. Terapi syok dengan bolus 20 mL/kgBB carian kristaloid
isotonic . Berikan bolus tambahan (20 mL/kgBB) jika perfusi sistemik
tidak meningkat. Jika syok berlangsung 40-60mL/kg kristaloid, berikan
10-15mL/kgbb darah.
5. Pertimbangkan trauma intraabdominal, tension pneumotoraks, tamponade
pericardial, cedera sum-sum tulang pada bayi dan anak-anak, dan
perdarahan intrakranial pada bayi dengan tanda syok.
19
Resusitasi jantung paru dapat di akhiri jika sirkulasi telah kembali
normal, dan korban dapat bernafas secara spontan, atau jika sirkulasi tidak
dapat kembali setelah dilakukan tindakan bantuan hidup dasar setelah 30
menit.
Berdasarkan Resuscitation Counsil, resusitasi jantung paru dihentikan jika:
1. Anak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti adanya gerakan,
batuk, bernafas spontan dan normal, atau nadi terba lebih dari 60
kali permenit
2. Tenaga yang lebih ahli sudah datang
3. Penolong sudah kelelahan
20
impuls listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya
aritmia dan sudden cardiac arrest.
10 c. Test Obat
11 Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi
aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-
obatan terlarang.
12 d. Test Hormon
13 Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai
pemicu cardiac arrest.
14
15
16
17 3. Imaging tes
18 a. Pemeriksaan Foto Thorax
19 Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah.
Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
20 b. Pemeriksaan nuklir
21 Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi
masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil,
seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus
dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
22 c. Ekokardiogram
23 Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
24 4. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
25 Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama
tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui
21
pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat,
elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien.
Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang
jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau
menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati lokasi
aritmia.
26 5. Ejection fraction testing
27 Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan
kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi.
Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari
ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai
70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden
cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti
dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung
Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized
tomography (CT) scan jantung.
28 6. Coronary catheterization (angiogram)
29 Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau
penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang
tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama
prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung
panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk
arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat
pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu,
sementara kateter diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan
melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
30
22
BAB 3. PATHWAYS
23
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur,
suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit
a) Riwayat penyakit sekarang
1. Alasan masuk rumah sakit
2. Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit
3. Mekanisme atau biomekanik
4. Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
b) Riwayat penyakit dahulu
1. Perawatan yang pernah dialami
2. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK
c) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang
mengalami penyakit jantung.
5. Pengkajian Primer
24
c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya
pergeseran / deviasi trakhea, ada hematoma pada leher,teraba
nadi karotis atau tidak.
2). Breathing/Pernapasan
25
c) Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask
(BMV) / endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
d) Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
e) Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema
pulmonal,dll.
3). Circulation/Sirkulasi
A. Pemeriksaan/pengkajian :
1. Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan
karakternya
2. periksa perubahan warna kulit seperti sianosis
Tindakan yang harus di lakukan perawat :
a) Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak
1) perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas
2) perhatikan apakah dada bayi bergerak
3) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan
dengarkan aliran udara
4) jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila
bayi tidak bernapas jangan menguncang-guncangkan bayi.
5) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya
tidak di jentikan.
6) Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras
7) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan
menepatkan tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari
tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-hatilah
mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit
tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah
keatas.
8) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu
bayi
26
9) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah
pada tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini
sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.
3. Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a. Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya/tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
b. Respon verbal (V) :klien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat.
c. Respon nyeri (P) :klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri.
“cara pengkajian”
5. Anamnese (tanya) : nama dan kejadian
6. Cubit daerah pundak/tepuk wajah
7. Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik
27
4.2 Diagnosa
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan perubahan preload,
afterload, dan kontraktilitas
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung
menurun
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai Oksigen tidak
adekuat
28
normal Cardiac Arrest
tekanan darah
2. Denyut jantung menjadi rendah
dalam batas atau mungkin tidak
normal ada.
3. Tekanan vena 5. Pucat
sentral dan menunjukkkan
tekanan dala paru menurunnya
dbn perfusi sekunder
terhadap tidak
4. Hipotensi adekuatnya curah
ortostatis tidak jantung.
ada
6. Bunyi napas
tambahan tidak
ada
7. Distensi vena
leher tidak ada
8. Edema perifer
tidak ada
29
normal pengisian transport O2 ke
2. Warna dan kapiler (CRT) seluruh tubuh juga
suhu kulit normal terhenti sehingga
3. CRT < 2 detik.
akral sebagai
bagian yang
paling jauh
dengan jantung
menjadi pucat dan
dingin.
4. Suplai darah
kembali normal
jika CRT < 2 detik
dan menandakan
suplai O2 kembali
normal
Dengan Indikator:
1. Nilai GDA
normal
2. Tidak ada
distress
pernafasan
30
berhubu Peningkatan fase akut. secara tepat
ngan toleransi terhadap 3. Jelaskan pentingnya 2. Menurunkan stress
istirahat dan dan rangsangan
dengan aktivitas
perlunya berlebihan
kelemah keseimbangan 3. Tirah baring
Dengan Indikator:
an aktivitas dan diperlukan selama
istirahat. fase akut untuk
umum, 1. Menunjukkan
4. Bantu aktivitas menurunkan
ketidaks peningkatan perawatan, aktivitas kebutuhan
eimbang toleransi diri yang metabolic.
diperlukan. 4. Meminimalkan
an suplai terhadap
5. Bantu pasien kelelahan dan
dan aktivitas memilih posisi menbantu
kebutuha 2. Tanda-tanda nyaman untuk keseimbangan
n vital dalam istirahat / tidur. suplai dan
kebutuhan
oksigen. batas normal
oksigen.
5. Pasien mungkin
nyaman dengan
kepala tinggi,tidur
dikursi /
menunduk
kedepan meja /
bantal
4.4 IMPLEMENTASI
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan
dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.
4.5 EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan :
a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi
31
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot
jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia
lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyak henti jantung
pada bayi dan anak.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,
karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan
otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP
harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan
menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun
teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat
yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
32
5.2 Saran
Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti jantung
sebaiknya dapat diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwa resusitasi
dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat
jika waktu datangnya pertolongan semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA
Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Edisi ke 18, Volume ke 1, Jakarta: EGC,
Guyton AC, Hall JE 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11,
Jakarta: EGC, 2008. h. 163.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=r
ja&uact=8&ved=0CCcQFjAC&url=https%3A%2F%2Fml.scribd.com%2Fdoc%2
F203574909%2FReferat-Tatalaksana-Awal-Henti-Nafas-dan-Henti-Jantung-pada-
Bayi-dan-
Anak&ei=tM9NVNlTodKYBcvcguAD&usg=AFQjCNFQ3IUzj29hqBaEgIPxNn
33
m3iAGBew&sig2=fJu_Hm2QtlW6YUVV4zHdgg&bvm=bv.77880786,d.dGY
diakses pada tanggal 27 Oktober 2014 pukul 14.00
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita. Jakarta. 2003 AHA Guidelines For CPR and ECC.
34