Ibu Hamil
Fatikhu Yatuni Asmara
Departemen Ilmu Keperawatan FK Undip
Pendahuluan
Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi
oleh ibu hamil di Indonesia. KEK menjadi perhatian pemerintah untuk diatasi
karena KEK memberikan efek buruk baik pada pertumbuhan janin maupun
kesehatan ibu hamil secara umum. Pertumbuhan janin pada ibu dengan KEK
menjadi tidak sesuai dengan usia kehamilan dan beresiko lahir dengan berat
badan rendah dan prematur. Kandungan gizi yang minimal pada peredaran darah
ibu menyebabkan metabolisme janin tidak optimal yang berakibat pada
pembentukan organ janin tidak terfasilitasi dengan baik sehingga terjadi kelainan
kongenital atau kelainan yang didapat karena pertumbuhan janin yang
terganggu. Sering ditemukan bayi yang lahir tanpa anus (atresia ani) atau
mengalami kelainan jantung bawaan (KJB) pada ibu hamil dengan status gizi
buruk (Pillitteri, 1999).
Selain berakibat buruk pada janin, KEK juga dapat menyebabkan ibu mengalami
anemia kronis dan berakibat pada perdarahan postpartum yang berkontribusi
pada peningkatan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia. Angka anemia pada ibu
hamil di Indonesia sebesar 48,9 % (Riskesdas tahun 2018) lebih besar
dibandingkan data Rikesdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1%. Kekurangan gizi
terutama pada protein dan zat besi (Fe) menyebabkan gangguan pada
pembentukan haemoglobin (Hb) yang berfungsi untuk mengikat oksigen (O 2) di
peredaran darah. Jumlah O2 yang rendah akibat kadar Hb yang rendah di
peredaran darah didefinisikan sebagai anemia. Hal ini menyebabkan darah sulit
membeku pada saat terjadi perdarahan terutama pada saat setelah melahirkan
(postpartum) (Wong, 2002).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prosentase ibu hamil dengan KEK
sebesar 17,3% dengan sebaran prosentase tertinggi di propinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar 36,8% sedangkan angka terendah berada di propinsi Kalimantan
Utara sebesar 1,7%. Sementara propinsi Jawa Tengah berada di angka 21%, lebih
tinggi dibanding angka KEK Indonesia secara umum. Data ini diperoleh dengan
melakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA) ibu hamil yang merupakan
salah satu indikator KEK selain berat badan.
Program lain yang dicanangkan pemerintah adalah desa siaga dimana satu desa
memiliki satu bidan yang bertanggung jawab terhadap perawatan ibu hamil,
mulai dari kehamilan, persalinan, dan nifas (Shankar et al., 2008). Evaluasi
program menunjukkan bahwa program desa siaga berhasil untuk meningkatkan
angka persalinan pelayanan kesehatan dengan bantuan bidan, bukan di dukun
bayi. Namun tidak ada laporan tentang penurunan kasus kurang gizi pada ibu
hamil.
Pembahasan
Harus ada langkah konkret untuk memutus mata rantai kurang gizi pada ibu
hamil. Hosley et al, (2018) menyampaikan bahwa tidak ada masalah kesehatan
yang dapat diselesaikan oleh satu profesi kesehatan, perlu adanya kolaborasi
antar tenaga kesehatan untuk membantu pemerintah mengatasi masalah kurang
gizi pada ibu hamil di Indonesia. Untuk itu Inter-Professional Education (IPE)
dikenalkan untuk memfasilitasi mahasiswa kesehatan berkolaborasi untuk
membantu menyelesaikan masalah kesehatan pada masyarakat (Murray-Davis et
al, 2011). Munro et al (2013) menyampaikan bahwa tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab pada perawatan kehamilan di masyarakat adalah dokter
keluarga, perawat, dan bidan.
Implementasi IPE dapat memberikan beberapa manfaat antara lain, IPE sangat
efektif dan membantu untuk meningkatkan kerjasama karena IPE memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja sama dalam memberikan
pelayanan kesehatan (Wagner et al, 2011). Selain itu (Opina, 2013) menyatakan
bahwa IPE memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman unik
terkait kolaborasi, koordinasi, manajemen pasien, intervensi holistic dan
pelayanan. IPE juga membantu profesi kesehatan meningkatkan keterampilan,
pengetahuan, dan perilaku terkait kolaborasi (Claramita, et al. 2014). Carr (2015)
melaporkan setelah implementasi IPE, mahasiswa mendapatkan kepercayaan diri
dalam berkomunikasi dengan profesi kesehatan lain, meningkatkan pengetahuan
tentang pentingnya kerjasama dan kolaborasi, mempelajari peran profesi lain,
menghargai sudut pandang profesi lain, dan meningkatkan keterampilan
komunikasi. Hammick et al., (2007) menambahkan bahwa pengetahuan dan
keterampilan terkait kolaborasi termasuk pemahaman tentang peran dan
tanggung jawab profesi kesehatan lain meningkat. Akan tetapi, hal ini belum
dilakukan di Indonesia, sedikit laporan yang menyatakan tentang implementasi
IPE di Indonesia baik implementasi IPE secara umum maupun dalam konteks
perawatan kehamilan (Riskiyana et al., 2018).
Pendekatan IPE adalah salah satu program yang dapat diaplikasikan oleh institusi
pendidikan tinggi dalam membantu pemerintah mengatasi permasalahan pada
ibu hamil khususnya pemenuhan gizi pada ibu hamil. Selain memfasilitasi
mahasiswa untuk bekerja sama, berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerja
dalam tim, IPE juga membantu ibu hamil dalam meningkatkan pengetahuan dan
perubahan perilaku dalam pemenuhan gizi. Pemenuhan gizi pada ibu hamil yang
baik dan cukup dapat mendukung petumbuhan janin menjadi bayi yang
sejahtera tanpa kecacatan dan lahir dengan berat lahir yang normal. Hal ini dapat
mencegah Indonesia kehilangan generasi hebat (lost generation) dan dapat
mendukung pembangunan Indonesia sehat, maju dan unggul. Untuk itu
disarankan kepada institusi pendidikan kesehatan untuk mengimplementasikan
program IPE dalam membantu pemenuhan gizi ibu hamil.
Daftar Pustaka