Anda di halaman 1dari 45

HIDROLISIS ZAT PATI BERAS MERAH

MENGGUNAKAN KATALIS ASAM KLORIDA

OLEH :
Drs. I Wayan Suarsa, M.Si

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
anugerah-Nya Karya Ilmiah yang berjudul Hidrolisis Zat Pati Beras Merah Menggunakan
Katalis Asam Klorida ini dapat terselesaikan.
Karya Ilmiah ini merupakan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya di
Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangannya, maka saran
dan kritik membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Harapan penulis, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 16 Juli 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………. i
Kata Pengantar ..................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 4
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 6
2.1 Karakteristik dan Kandungan Karbohidrat dalam Beras Putih ................................ 6
2.1.1 Karakteristik Fisik ........................................................................................... 10
2.1.2 Karakteristik Kimia ......................................................................................... 11
2.1.3 Karakteristik Organoleptik .............................................................................. 12
2.1.4 Analisa Data .................................................................................................... 13
2.2 Karakteristik Tepung Beras Merah .......................................................................... 13
2.2.1 Karakteristik Fisik Tepung Beras Merah ......................................................... 13
2.2.2 Karakteristik Kimia Tepung Beras Merah ...................................................... 15
2.2.3 Uji Organoleptik Tepung Beras Merah ........................................................... 16
2.3 Kinetika Reaksi ........................................................................................................ 19
2.4 Hidrolisa ................................................................................................................... 21
2.5 Modifikasi Pati ......................................................................................................... 23
2.6 Proses Modifikasi Pati Secara Hidrolisis ................................................................. 27
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................... 31
3.1 Prosedur Kerja ........................................................................................................... 31
3.2 Hasil Pembahasan .................................................................................................... 33
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 39
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 39
4.2 Saran ......................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Beras merupakan makanan pokok dari beberapa wilayah di dunia. Di Indonesia beras
merupakan makanan pokok yang wajib ada saat makan, baik disaat sarapan, makan siang atau
pun makan malam. Kandungan pati dan karbohidrat yang tinggi lah yang menyebabkan beras
menjadi salah satu pangan pokok masyarakat Indonesia. Beras tetap mendominasi sebagai
bahan pangan utama dan wajib karena beras merupakan sumber energi maupun sumber nutrisi
yang lebih baik dibandingkan dengan jenis pangan pokok lainnya.

Tabel 1.1 Data Hasil Produksi Padi dalam Gabah Kering Giling dan Impor Beras di
Indonesia Tahun 2007-2011
Tahun produksi Produksi Perkembangan Import Perkembangan
(ton) (%) (ton) (%)
2007 57.157.435 0 482.103,242 0

2008 60.325.925 5,543 289.273,892 39,997

2009 64.398.890 6,752 250.275,877 13,481

2010 66.411.469 3,125 687.582,971 100,747

2011 67.307.324 1,349 1.622.230,265 100,359

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS),2012

Beras juga salah satu hasil panen terbesar Negara Indonesia karena Indonesia adalah
Negara yang dominan masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Hasil
panen beras di Indonesia terbilang sukses karena dari table 1 di atas dapat dilihat bahwa
jumlah panen gabah per tahun selalu meningkat. Dan juga jumlah beras import ke Indonesia
semakin meningkat pula hal ini membuktikan Indonesia mengkonsumsi beras semakin tahun
semakin meningkat bahkan membludak pada tahun 2011.
1
Beras yang umum di konsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah beras putih.
Kandungan yang terdapat pada beras putih adalah 1,527 kJ (365 kcal) energi, 79 gram
karbohidrat, 0.070 mg (5%) tiamina dan 6 gram protein serta masih banyak kandungan beras
putih lainnya seperti air, vitamin, mineral dan lain sebagainya. Alasan mengkonsumsi beras
putih karena tekstur beras putih yang lebih pulen atau lebih lembut di bandingkan beras -
beras lainnya. Masyarakat lebih dominan mengkonsumsi beras putih karna harganya yang
lebih murah dan juga beras putih mendominasi pasar karena mudah untuk di tanam dan
menghasilkn hasil panen lebih banyak dibandingkan beras merah.
Beras merah merupakan bahan pangan yang memiliki komponen penyusun yang
dibutuhkan oleh tubuh. Komponen-komponen tersebut antara lain karbohidrat, zat besi,
antioksidan, dan vitamin. Beras merah sangat jarang dimanfaatkan oleh orang meskipun
memiliki komponen komponen penyusun yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena tekstur
beras merah yang sangat keras dibandingkan beras putih serta jarang berada di pasaran.
Tekstur beras merah yang keras kurang disukai orang pada umumnya sehingga beras merah
jarang dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari.
Jika di lihat di Bali beras merah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Karena
Kabupaten Tabanan yang menjadi lumbung beras di Bali dan penyedia beras merah terbanyak
di Bali. Bahkan masyrakat daerah Tabanan menggunakan beras merah sebagai pengganti
beras putih karena dinilai lebih mengenyangkan di bandingkan beras putih dan juga beras
merah dinilai lebih enak di bandingkan beras putih. Walaupun harga beras merah terbilang
lebih mahal dibandingkan beras merah.
Kandungan yang dimiliki beras merah adalah kalori (energy) 222 kkal, protein 6 gram,
karbohidrat 46 gram dan tiaminanya 0,31mg. terlihat bahwa jumlah karbohidrat yang di miliki
beras merah jauh lebih sedikit dibandingkan beras putih tetapi jumlah energy yang di hasilkan
beras merah jauh lebih besar di bandingkan beras putih. Selain itu jumlah tiamin yang di
hasilkan beras merah jauh lebih besar dibandingkan jumlah tiamin dari beras putih.
Pati atau karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis tumbuhan seperti beras ketela
pohon, ketela rambat, padi, pisang dan sebagainya, Di dalam tumbuh tumbuhan, pati
disimpan dalam batang, akar, buah atau biji sebagai cadangan makanan. Ditinjau dari rumus
kimianya pati adalah karbohidrat yang berbentuk polisakharida berupa polimer anhidro
monosakharid dengan rumus umum (C6H10O5)n. Penyusun utama pati adalah amilosa dan
amilopektin. Amilosa tersusun atas satuan glukosa yang saling berkaitan melalui ikatan 1-4

2
Gambar 1.1.1Iklan Promosi Beras Merah Jatiluih

glukosida, sedangkan amilopektin merupakan polisakharida yang tersusun atas 1-4αglikosida


dan mempunyai rantai cabang 1-6α glukosida (Kirk and Othmer, 1954).
Hidrolisis adalah suatu reaksi peruraian antara suatu senyawa dengan air agar senyawa
tersebut pecah atau terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air akan menyerang pati
3
pada ikatan1-4αglukosida menjadi rantai yang lebih pendek. Hasilnya berupa dekstrin, sirup
atau glukosa, tergantung pada derajat pemecahan rantai polisakharida dalam pati. Jika
perbandingan suspensi dan waktu tepat, dekstrin yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi
glukose (Groggins, 1958). Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi
berikut.

(C6H10O5)n + nH2O (C6H12O6) .…………………1.1.1


KarbohIdrat Air Glukosa

Reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, sehingga perlu bantuan
katalisator, bisa berupa enzim atau asam. Katalisator yang sering digunakan adalah katalisator
asam, Katalisator asam yang sering digunakan adalah asam khlorida, asam sulfat, asam nitrat
dan asam yang sering digunakan dalam industri adalah asam khlorida (HCl) karena garam
yang terbentuk tidak berbahaya yaitu garam dapur (NaCl). Disamping katalisator asam, dapat
juga digunakan katalisator enzim yang berasal dari fungi atau bakteri, sering juga dipakai
kombinasi dari keduanya. Hidrolisis tepung untuk mendapatkan sirup atau gula cair dibuat
pada kondisi operasi 140-150 oC dan waktu reaksi sekitar 20 – 25 menit Reaksi hidrolisis
dengan suhu tinggi biasanya dilakukan pada tekanan lebih besar dari satu atmosfer supaya
bahan tetap pada fase cair (Agra dkk.,1973).

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah yang dapat di ambil adalah
1. Bagaimanakah cara menghidrolisis zat pati pada beras merah ?
2. Apakah manfaat dari hidrolisis beras merah?
3. Apakah kegunaan dan kelebihan katalis HCl di banding katalis lainnya?

1.3 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah
1. Untuk mengetahui cara menghidrolisis zat pati dalam beras merah dengan katalis
HCl
2. Untuk memanfaatkan beras merah yang selama ini kurang di manfaatkan oleh
masyarakat
3. Untuk mengetahui kinetika hidrolisis pati beras merah

4
4. Untuk mengetahui dampak dari hidrolisis pati kepada beras merah
5. Untuk mengetahui manfaat hidrolisis pati agar dapat di gunakan dalam kehidupan
sehari-hari

1.4 Manfaat
Manfaat yang di harapkan penulis dari penelitian ini adalah
1. Dapat memanfaatkan beras merah yang secara umum jarang digunakan karena
berbagai macam alasan
2. Agar dapat menggunakan kandungan kandungan yang sangat baik dalam beras
merah yang sedikit terdapat pada beras putih melalui proses hidrolisis
3. Untuk lebih memahami proses hidrolisis dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari hari

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik dan Kandungan Karbohidrat dalam Beras Putih


Beras merupakan bahan makanan sebagai sumber energi bagi manusia. Selain itu,
beras juga merupakan sumber protein, vitamin dan juga mineral yang bermanfaat bagi
kesehatan. Berdasarkan warna beras, di Indonesia dikenal beberapa jenis beras seperti beras
putih, beras hitam, beras ketan dan beras merah. Beras merah umumnya dikonsumsi tanpa
melalui proses penyosohan, tetapi hanya digiling menjadi beras pecah kulit, kulit arinya
masih melekat pada endosperm. Kulit ari beras merah ini kaya akan minyak alami, lemak
esensial dan serat. Serat tak hanya mengenyangkan, namun juga mencegah berbagai penyakit
saluran pencernaan. Manfaat lain dari serat, yakni dapat meningkatkan perkembangan otak
dan menurunkan kolesterol darah. (Fibriyanti. 2012).

Gambar 2.1.1 Berah Merah Kabupaten Tabanan, Jatiluih, Bali

6
Walaupun demikian, beras merah masih kalah pamor dibandingkan beras putih karena
beras merah mempunyai masa simpan yang lebih pendek dari beras putih. Padahal beras
merah memiliki efek kesehatan yang jauh lebih baik daripada beras putih seperti
menyembuhkan penyakit kekurangan vitamin A (rabun ayam) dan vitamin B (beri-beri).
Namun, perhatian petani Indonesia terhadap beras merah kurang. Petani lebih fokus menanam
padi yang menghasilkan beras putih. Namun, ada juga sebagian petani yang secara
turuntemurun menanam beras merah (Astawan, M. 2012), ada juga yang telah dijadikan
varietas unggul seperti varietas yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian yaitu Buhbatong dan Aek Sibundong.
Masalah besar petani adalah kehilangan hasil, mutu yang rendah dan harga yang
relatif mahal. Kehilangan hasil pasca panen masih tinggi yaitu mencapai 20,5%. (Hidju, H.
2011). Mutu merupakan bagian penting untuk bersaing dalam pasar produk pangan. Untuk
menghasilkan produk akhir yang baik, mutu harus dikendalikan di seluruh rantai pangan.
Artinya suatu produk harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. (Widagdo,
W., 2007). Oleh karena itu, mutu beras yang merupakan salah satu faktor yang menentukan
tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu varietas mendapat perhatian penting. Mutu
beras dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu sifat genetik, lingkungan dan kegiatan
prapanen, perlakuan pemanenan, serta perlakuan pascapanen. Dalam pengelompokan yang
lebih luas, mutu beras dikategorikan dalam empat kelompok meliputi: (1) mutu fisik/pasar,
(2) mutu tanak dan rasa, (3) mutu gizi dan (4) standar spesifik untuk penampakan dan
kemurnian biji.
Semua kategori tersebut penting digunakan bersama-sama dalam penetapan kriteria
beras yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Walaupun demikian, pada akhirnya
penggolongan kriteria mutu beras harus mempunyai hubungan langsung dengan penerimaan
konsumen akhir yaitu dalam bentuk nasi. Maka penetapan kriteria mutu beras didasarkan atas
pola konsumsi tersebut (Damardjati, D. S. dan E.Y. Purwani., 1991). Menurut Indrasari dan
Adnyana (2007), komponen mutu yang berperanan pada tingkat penerimaan oleh konsumen
adalah mutu tanak beras.
Mutu tanak merupakan salah satu persyaratan mutu beras. Sifat fisikokimia beras yang
digunakan sebagai kriteria adalah kadar amilosa, kadar protein, suhu gelatinisasi dan
konsistensi gel. Beras yang diperdagangkan dan memiliki mutu pasaran yang tinggi tidak
memberi jaminan bahwa mutu tanak juga tinggi karena mutu giling maupun penampakan fisik
biji tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap mutu tanak (Damardjati, D. S. dan E.Y.

7
Purwani., 1991). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
karakterisasi sifat fisikokimia pada beras merah khususnya yang berasal dari beberapa sentra
produksi beras di Sulawesi Selatan untuk mengetahui sifat fisikokima yang terdapat dalam
beras merah tersebut.
Pati atau karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis tumbuhan seperti ketela
pohon, ketela rambat, padi, pisang dan sebagainya, Di dalam tumbuh tumbuhan, pati
disimpan dalam batang, akar, buah atau biji sebagai cadangan makanan (Agra dkk., 1973).
Ditinjau dari rumus kimianya pati adalah karbohidrat yang berbentuk polisakharida berupa
polimer anhidro monosakharid dengan rumus umum (C6H10O5)n. Penyusun utama pati adalah
amilosa dan amilopektin. Amilosa tersusun atas satuan glukosa yang saling berkaitan melalui
ikatan 1-4 glukosida, sedangkan amilopektin merupakan polisakharida yang tersusun atas 1-
4α glikosida dan mempunyai rantai cabang 1-6α glukosida.

Gambar 2.1.2 Struktur Pati

Padi beras merah tergolong dalam family Gramineae, sub family Oryzaidae, suku /
genus dan spesies Oryza sativa (Rajguru et al., 2002 ). Kandungan gizi beras merah per 100
gram, terdiri atas protein 7,5 g, lemak 0,9 g, karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163
mg, zat besi 0,3 g, vitamin B1 0,21 mg dan antosianin. Antioksidan adalah komponen yang
mampu menghambat proses oksidasi, yaitu proses yang dapat menyebabkan kerusakan
atau ketengikan, berfungsi sebagai antioksidan pada tepung beras merah adalah kandungan
antosianin. Antosianin adalah senyawa fenolik yang masuk kelompok flavonoid yang

8
berperan penting, baik bagi tanaman itu sendiri maupun bagi kesehatan manusia. Peran
antioksidan bagi kesehatan manusia adalah untuk mencegah beberapa penyakit hati
(hepatitis), kanker usus, stroke, diabetes, sangat esensial bagi fungsi otak dan mengurangi
pengaruh penuaan otak. Kandungan antosianin pada setiap gram padi beras merah masih
sangat beragam dan berkisar antara 0,34– 93,5 μg (Damanhuri; 2005; Herani dan Rahardjo,
2005).

Gambar 2.1.3 Macam-macam Flavonoid

9
Salah satu bentuk olahan beras merah paling sederhana adalah pembuatan tepung
beras merah . Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan, karena akan lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya
zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern
yang serba praktis. Pembuatan tepung beras merah mempunyai kelebihan yaitu kemudahan
penyimpanan dan penyiapan sebagai bahan baku suatu produk serta mempunyai daya tahan
yang relative lebih tinggi dibandingkan bentuk bijinya (Susanto dan suseto , 1994).
Pembuatan tepung beras merah ini selain belum ada dipasaran dan nilai gizinya tidak kalah
dengan tepung beras putih. Pembuatan Tepung beras juga mendorong munculnya produk
olahan beras merah yang lebih beragam, praktis dan sesuai kebiasaan konsumsi masyarakat
saat ini sehingga menunjang program diversifikasi konsumsi pangan.

2.1.1 Karakteristik fisik


a. Rendemen
Besarnya rendemen dihitung berdasarkan persentase berat tepung Beras merah
dibagi berat beras merah yang dijadikan tepung beras merah, kemudian dikali seratus
persen. Rendemen ditentukan dengan rumus:

Rendemen % = Berat tepung (g) x100%


Berat beras merah (g)

b. Warna
Analisa warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters.
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran
seragam (misalnya plastik bening). Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan nilai
b terhadap sampel.

c. Densitas Kamba
Bahan dimasukkan kedalam gelas ukur dan dipadatkan sampai volumenya mencapai
100 mL. Semua bahan dari gelas ukur dikeluarkan dan ditimbang beratnya. Densitas
kamba bahan dinyatakan dalam g/mL.

d. Indek Penyerapan Air


10
Sebanyak satu gram tepung beras merah dimasukkan ke dalam tabung sentrifus,
ditambahkan 10 ml aquades, diaduk menggunakan vibrator sampai semua bahan
terdispersi secara merata, larutan dalam tabung disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm
suhu ruang selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi yang diperoleh, diambil contoh
sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan yang digunakan ditimbang,
sehingga telah diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan
pada suhu 110 oC sampai semua air dalam cawan menguap. Cawan kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang terdapat dalam
supernatan.

2.1.2 Karakteristik kimia


a. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC,2005)
b. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)
c. Analisis Kadar Protein, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 2005)

Gambar 2.1.2.1 Gambar Metode Kjeldal

Hasil destilata dititrasi dengan HCL 0,02 N dan titik akhir titrasi ditandai dengan
berubah warna kuning. Blanko juga dikerjakan dengan cara yang sama.

d. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 2005 )


11
e. Analisis Kadar serat ( Sudarmadji, 2003)
f. Analisis Aktifitas Antioksidan Uji DPPH (Cahyana, 2002 )
Timbang sampel ± 1 ml kemudian tambahkan methanol 10 ml dicampur, setelah
cairan berpisah dengan endapan disentrifius. Ambil 1 ml sampel cairan jernih dan
tambahkan 1 ml larutan DPPH, simpan pada ruangan gelap selama 30 menit. Encerkan
dengan methanol hingga 1 ml, tera serapan warna dengan spectrometer (a=580 nm).

Gambar 2.1.2.2 Uji DPPH

2.1.3 Karakteristik organoleptik


Pengujian organoleptik tepung beras merah meliputi tekstur, warna dan aroma. Uji
organoleptik yang digunakan adalah menggunakan skala numerik untuk menilai sifat produk
yang disajikan dan menggunakan metode uji hedonik. Panelis memberikan tanggapan
kesukaan terhadap tepung beras merah dengan memberikan skor pada lembar penilaian yang
telah disediakan. Kriteria penilaian organoleptik sebagai berikut:

Nilai Warna
4 = merah cerah agak keputihan,
3 = merah pucat keputihan,
2 = merah muda pucat,
1 = putih.

Aroma
4 = Sangat harum,segar,
3 = harum,
2 = apek,
1 = sangat apek.
Tekstur
12
4 = kering – curah,
3 = agak kering – curah,
2 = agak menggumpal,
1= menggumpal

2.1.4 Analisa Data


a. Data hasil pengukuran Karakteristik fisik dan kimia yang diperoleh, ditabulasi serta
dianalisa dengan Anova (Analysis Of Varian) dengan bantuan sofware SPSS 18. Apabila
terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji LSD atau Duncan
pada taraf 5%.
b. Sedangkan data hasil pengujian organoleptik dengan sofware SPSS 18 ditabulasi dan
dianalisa dengan uji Friedman, jika ada pengaruh dimana p-value < 0,05 maka diuji lanjut
dengan uji Wilcoxon.

2.2 Karakteristik Tepung Beras Merah


2.2.1 Karakteristik fisik tepung beras merah
a. Rendemen
Rendemen tepung beras merah varietas Mandel Handayani 67,417 menurun menjadi
63,504 % sedangkan untuk varietas Segreng handayani 66,911 menurun 65,470 %. Hasil uji
statistik ANOVA rendemen menunjukkan p-value 0,00 < 0,01 sehingga dapat disimpulkan
bahwa perlakuan pengeringan berpengaruh sangat signifikan terhadap rendemen tepung beras
merah. Uji lanjut LSD pada lampiran 3 menunjukkan semua perlakuan ada perbedaan yang
nyata kecuali perbandingan 2 jam : 4 jam, 2jam : 6 jam dan 4 jam : 6 jam.

b. Densitas Kamba
Rata - rata analisa densitas kamba tepung beras merah varietas Mandel Handayani 0,697
menurun menjadi 0,663 dan varietas Segreng Handayani 0.698 menurun menjadi 0,663. Hasil
uji ANOVA diperoleh p- value 0.00 < 0.01 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengeringan
berpengaruh sangat nyata terhadap densitas kamba pada tepung berah merah. Uji lanjut LSD
menunjukkan perbedaan yang signifikan.

c. Indek Penyerapan Air

13
Indek penyerapan air yang tertinggi adalah dengan lama pengeringan 6 jam, baik dari
varietas Mandel Handayani maupun Segreng Handayani. Hasil uji Anova diperoleh p-value
0.00 < 0,01 menunjukkan ada pengaruh yang sangat nyata perlakuan lama pengeringan. Uji
lanjut LSD menunjukkan semua ada perbedaan yang nyata.

Gambar 2.1.2.3 Uji Anova

d. Warna
Hasil pengukuran warna tepung beras merah dari kontrol 0 jam dengan perlakuan
pengeringan 2 jam mengalami peningkatan tetapi perlakuan 4 jam dan 6 jam mengalami
penurunan baik dari varietas Mandel Handayani maupun Segreng Handayani kecerahan
tertinggi diperoleh tepung beras merah Mandel Handayani 75.85 L. Hasil uji statistik Anova
kestabilan warna menunjukkan p-value 0,00 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
perlakuan lama pengeringan berpengaruh terhadap warna tepung beras merah. Uji lanjut LSD
semua perlakuan ada beda kecuali pada lama pengeringan 0 jam : 2 jam dan 4 jam : 6 jam
dapat dilihat.

14
2.2.2 Karakteristik kimia tepung beras merah
a. Kadar air
Kadar air tepung beras merah dalam penelitian ini mempunyai kisaran angka yang besar
yaitu antara 7,395 sampai 9,680 % untuk varietas mandel dan untuk varietas segreng 9,850
sampai 10,557 %. Uji ANOVA p- 0 ,00 < 0,05 menunjukkan ada pengaruh yang nyata pada
perlakuan lama pengeringan baik dari varietas Mandel Handayani maupun Segreng
Handayani. Uji lanjutan LSD menunjukkan semua berbedasangat nyata untuk produk tepung
beras merah yang dihasilkan.

b. Kadar Protein
Kadar protein tepung beras merah ada kecenderungan peningkatan kadar protein
disebabkan perlakuan lama pengeringan hal ini dapat disimpulkan semakin lama pengeringan
maka semakin meningkat kadar proteinnya. Untuk varietas Mandel Handayani meningkat ± 0
,583 % sedangkan varietas Segreng Handayani ± 0,311 % . Uji ANOVA p- value 0,00 < 0,05
menunjukkan ada pengaruh yang nyata terhadap kadar protein tepung beras merah yang
dihasilkan. Uji lanjut LSD menunjukkan ada perbedaan yang nyata kecuali pada
perbandingan 2 : 4 jam tidak ada beda.

c. Kadar Lemak
Kadar lemak tepung beras merah varietas Mandel Handayani dan Segreng Handayani
mengalami penurunan, dan mengalami peningkatan pada lama pengeringan 6 jam. Uji
ANOVA p-value 0,00< 0,01 menunjukkan ada pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar
lemak pada tepung beras merah yang dihasilkan. Uji Lanjut LSD menunjukkan semua ada
beda sangat nyata terhadap lama pengeringan tepung beras merah yang dihasilkan.

d. Kadar Abu
Penelitian ini perlakuan lama pengeringan meningkatkan kadar abu tepung beras merah
menunjukkan peningkatan untuk varietas Mandel Handayani maupun Segreng Handayani.
Hal ini diduga karena semakin lama pengeringan terhadap bahan maka jumlah air yang keluar
atau yang menguap dari bahan yang dikeringkan akan semakin besar. Hasil uji ANOVA

15
menunjukkan ada pengaruh yang nyata pada perlakuan lama pengeringan terhadap kadar abu
tepung beras merah varietas Mandel Handayani dan Segreng. Uji lanjut LSD menunjukkan
semua ada perbedaan kecuali pada lama pengeringan 2 : 6 jam.
e. Kadar Serat
Pada penelitian ini menunjukkan penurunan kadar serat produk tepung beras merah yang
dihasilkan baik dari varietas Mandel Handayani maupun Segreng. Hasil uji ANOVA ( p 0,02
< 0,05 ) menunjukkan ada pangaruh yang nyata pada perlakuan lama pengeringan terhadap
kandungan serat tepung beras merah yang dihasilkan. Uji lanjut LSD menunjukkan lama
pengeringan pada tepung beras merah yang dihasilkan tidak menunjukkan adanya perbedaan
kecuali 4 : 6 jam.

f. Kadar Aktifitas Antioksidan


Kadar aktifitas antioksidan pada tepung beras merah. Kandungan tertinggi aktifitas
antioksidan dari kedua varietas adalah tepung beras merah varietas Mandel Handayani, yaitu
berkisar antara 92, 286 – 92,972 % dicscoloration sedangkan untuk varietas Segreng
Handayani berkisar antara 79,207 – 89,870 % dicscoloration. Aktifitas antioksidan tepung
beras merah varietas Mandel Handayani stabil sedangkan varietas Segreng Handayani
mengalami peningkatan. Hasil uji Anova ( p-0,09 > 0,05 ) menunjukkan tidak ada pengaruh
yang nyata pada tepung beras merah yang dihasilkan.

2.2.3 Uji organoleptik tepung beras merah


a. Warna
Penilaian organoleptik dengan uji hedonik terhadap warna tepung beras merah kontrol
dengan perlakuan lama pengeringan menghasilkan nilai antara 2,35 sampai 2,65 yaitu dengan
kriteria antara sedang sampai sangat cerah ( mendekati warna merah muda cerah ). Hasil uji
hedonik terhadap warna panelis cenderung lebih menyukai produk dengan perlakuan lama
pengeringan dibandingkan kontrol atau tanpa pengeringan baik dari varietas Mandel
Handayani maupun Segreng Handayani. Hasil penelitian tentang analisis warna uji Friedman
( p 0.872> 0.05 ) tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada produk tepung beras
merah yang dihasilkan.

b. Aroma

16
Uji hedonik terhadap aroma menunjukkan nilai kontrol ( tanpa pengeringan ) 2,65 dan
dengan perlakuan lama pengeringan meningkat pada perlakuan penambahan pengeringan
dengan waktu 2 jam 2,85 untuk varietas Mandel Handayani, sedangkan untuk varietas
Segreng Handayani kontrol 2,75 dan nilai atau skor yang paling tinggi yaitu dengan perlakuan
penambahan waktu pengeringan 2 jam 2,85. Hasil uji Friedman p-0,439 > 0,05 menunjukkan
tidak ada pengaruh yang nyata pada produk tepung beras merah yang dihasilkan.

c. Tekstur
Pada penelitian ini menunjukkan kenampakan fisik yang tertinggi pada perlakuan lama
pengeringan 4 jam berkisar antara 3,70 untuk varietas Mandel Handayani 3,65 untuk varietas
Segreng Handayani yaitu mendekati kering-curah. Hasil uji friedman p-0,975>0,05
menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata pada produk tepung beras merah yang
dihasilkan.
Hidrolisis adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
dengan bantuan air. Proses hidrolisis pati dengan asam ditemukan pertama kali oleh Kirchoff
pada tahun 1812, namun produksi secara komersial baru terlaksana pada tahun 1850. Pada
proses hidrolisis sejumlah pati diasamkan sekitar pH 2 dipanasi memakai uap di dalam suatu
tangki bertekanan yang disebut konverter sampai suhu 120-140 C. Derajat konversi yang
diperoleh bergantung pada konsentrasi asam, waktu konversi, suhu dan tekanan selama
reaksi. Karena hasil hidrolisis onggok berupa gula pereduksi, maka pengukuran kandungan
gula pereduksi tersebut dapat dijadikan alat pengontrol kualitas. Pada hidrolisis yang
sempurna, dimana pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa. Desktrosa Ekuivalen
(DE) dari larutan tersebut diberi indeks 100, dan pati yang sama sekali belum terhidrolisis
memiliki DE 0 (Winarno , 1995)
Hidrolisis adalah suatu reaksi peruraian antara suatu senyawa dengan air agar senyawa
tersebut pecah atau terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air akan menyerang pati
pada ikatan1-4α glukosida menjadi rantai yang lebih pendek (Dlouhy and Kott, 1948).
Hasilnya berupa dekstrin, sirup atau glukosa, tergantung pada derajat pemecahan rantai
polisakharida dalam pati. Jika perbandingan suspensi dan waktu tepat, dekstrin yang terbentuk
akan terhidrolisis menjadi glukosa. Reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat,
sehingga perlu bantuan katalisator, bisa berupa enzim atau asam. Katalisator yang sering
digunakan adalah katalisator asam. Katalisator asam yang sering digunakan adalah asam
khlorida, asam sulfat, asam nitrat, dan asam yang sering digunakan dalam industri adalah

17
asam khlorida (HCl) karena garam yang terbentuk tidak berbahaya yaitu garam dapur (NaCl).
Disamping katalisator asam, dapat juga digunakan katalisator enzim yang berasal dari fungi
atau bakteri, sering juga dipakai kombinasi dari keduanya (Redyowati dkk.,1965). Hidrolisis
tepung untuk mendapatkan sirup atau gula cair dibuat pada kondisi operasi 140-150oC dan
waktu reaksi sekitar 20 – 25 menit. Reaksi hidrolisis dengan suhu tinggi biasanya dilakukan
pada tekanan lebih besar dari satu atmosfer supaya bahan tetap pada fase cair (Agra
dkk.,1973).

Gambar 2.2.1 Mekanisme Hidrolisis Pati

Glukosa adalah suatu gula monosakharida yang merupakan salah satu karbohidrat
terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi manusia, hewan dan tumbuhan.
Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal dari respirasi. Bentuk alami
D-glukosa disebut juga dekstrosa adalah heksosamono sakharida yang mengandung enam
atom karbon dengan berat molekul 180,18. Glukosa juga merupakan aldehid (-CHO). Lima
karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut cincin pinarosa bentuk stabil
untuk aldosa berkarbon enam. Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa.
Pati, selulosa dan glikogen merupakan polimer glukosa (Kirk and Othmer, 1954). Pati
merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidin. Berbagai macam pati tidak
sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta lurus atau bercabang rantai
molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut

18
disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus
dengan ikatan α -(1,4)glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α -
(1,4)-D glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1981). Hidrolisis pati terjadi antara
reaktan pati dengan reaktan air, reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat
berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat
menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada
hidrolisis pati adalah sebagai berikut :
(C6H10O5)x + x H2O x C6H12O6

2.3 Kinetika Reaksi


Reaksi hidrolisis pada umumnya menggunakan pereaksi berupa air yang jumlahnya dibuat
berlebihan dapat dituliskan sebagai:

.................................................... (2.1)

Dengan:
CA = Konsentrasi selulosa
CB = Konsentrasi air
rA = kecepatan berkurangnya A , (gmol/(Lmenit))
t = waktu reaksi, menit m,
n = order reaksi
Dengan jumlah air yang berlebihan, maka bisa dianggap konsentrasi air tetap selama reaksi
berlangsung, maka persamaan menjadi:

Dimana ................................................................................(2.2)
n dianggap konstan =k’

Apabila m=1 maka


......................................................................................(2.3)

19
Hasil integrasi dari waktu t=0 hingga t=t dengan CA=CA0 hingga CA=CA adalah
sebagai berikut:
.....................................................................................…(2.4)

Apabila perbandingan A yang bereaksi dengan A mula-mula dinyatakan sebagai


konversi (x)maka dapat dinyatakan :
CA = CA0 - C A0 x = C A0 (1- x ) ................................................................(2.5)

............................................................................................(2.6)

Maka persamaan 6 dapat dinyatakan:


− ln(1− x) = kt……...................................................................................(2.7)

Apabila dibuat grafik hubungan-ln versus t atau –ln(1-x) versus akan mendekati garis

gradien dari garis tersebut. Tetapi, apabila bukan garis lurus maka dicoba orde reaksi yang
lain misalnya reaksi orde 2.Apabila m=2 maka
………………...........................................................(2.8)
………………...........................................................(2.9)
dt .............................................................................(2.10)
Hasil integrasi dari waktu t=0 hingga t=t dengan
kC A0
x=0 hingga x=x adalah sebagai berikut:

Apabila dibuat grafik hubungan versus CA0 t maka akan mendekatigaris lurus dan

konstanta kecepatanreaksinya adalah gradien dari garistersebut. Apabila tidak merupakan


garislurus dicoba orde lain. Kesesuaian data penelitian dengan persamaan kecepatan reaksi
maupun nilai kbisa dihitung dengan metode least square.Pada umumnya nilai konstanta
kecepatanreaksi dipengaruhi oleh faktor tumbukan,energi aktivasi dan suhu reaksi yang
bisadinyatakan dalam bentuk persamaanmatematis sesuai persamaan Arhenius:

...................................................................................................................(2.11)

20
Dimana:
k = konstanta kecepatan reaksi
A = frekuensi tumbukan
T = suhu reaksi, K
E = tenaga aktivasi,cal/gmol
R= tetapan gas,cal/(gmol K)

Persaman tersebut menunjukkan bahwakonstanta kecepatan reaksi akan semakinbesar


dengan semakin berkurangnya energiaktivasi dan semakin besarnya suhu. Energiaktivasi
dapat diperkecil denganmenggunakan katalisator. Sedangkan suhureaksi dibuat tinggi
denganmempertimbangkan ketahanan bahan serta keseimbangan reaksi (Levenspiel,1972).
Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula
ini mulai menggelembung. Peristiwa ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60o C sampai
85o C. Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume
semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi lebih kental. Pada suhu
kira-kira 85o C granula pati pecah dan isinya terdispersi merata keseluruh air di sekelilingnya.
Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi
makin kental, membentuk sol. Pada pendinginan, jika perbandingan air dan pati cukup besar,
molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya hingga
berbentuk gel. Keseluruhan proses ini disebut gelatinasi.

2.4 Hidrolisa
Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau
terurai. Reaksi ini dianggap reaksi orde satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga
perubahan reaktan dapat diabaikan.
Reaksi hidrolisa:

(C6H10O5)n + n H2O hidrolisa n C6H12O6 (1)


Selulosa Air Glukosa

Reaksi hidrolisa berlangsung sangat lambat sehingga perlu ditambah katalisator


untuk mempercepat reaksi. Katalisator yang dipakai adalah asam (contoh: HCl, HNO3,
H2SO4) dan bisa juga enzim. Proses hidrolisa pati dengan menggunakan asam
21
dipengaruhi oleh ukuran bahan, konsentrasi asam, suhu, waktu, ratio bahan dan
pengadukan.
Semakin halus ukuran bahan permukaan bidang kontak akan semakin luas
sehingga kecepatan reaksi akan bertambah cepat dan akan memperbesar konversi
reaksi. Laju proses hidrolisa akan bertambah oleh konsentrasi asam yang tinggi. Selain
dapat menambah laju proses hidrolisa, konsentrasi asam yang tinggi juga akan
mengakibatkan terikatnya ion-ion pengontrol seperti SiO2, phospat,dan garam-garam
seperti Ca, Mg, Na, dan K dalam pati. Oleh karena itu, diperlukan perbandingan yang
sesuai antara pati yang akan dihidrolisa dengan konsentrasi asam yang ditambahkan.
Suhu berpengaruh terhadap konstanta kecepatan reaksi. Jika suhu semakin tinggi,
konstanta kecepatan reaksi akan semakin besar sehingga reaksi dapat semakin cepat
(Kirk and Othmer, 1983).
Waktu yang semakin lama memperbanyak jumlah tumbukan zat pereaksi
sehingga molekul yang bereaksi semakin banyak dan memperbanyak hasil yang
terbentuk (Supranto, 1998). Rasio bahan yang semakin besar maka konsentrasi glukosa
hasil hidrolisa semakin banyak pula. Karena dengan semakin besar rasio bahan semakin
besar pula bahan yang bereaksi dengan larutan sehingga dihasilkan pula hasil yang
semakin banyak ( Supranto, 1998). Pengadukan berkaitan dengan faktor frekuensi
tumbukan (A) pada persamaan Arhenius sehingga dengan adanya pengadukan maka
kecepatan reaksi akan meningkat.
Sirup glukosa merupakan nama dagang dari pati yang dihidrolisis. Hidrolisis
dapat dilakukan dengan katalisator asam atau enzim pada suhu dan pH tertentu serta
pada waktu reaksi tertentu. Pemotongan pati oleh asam kurang teratur dibandingkan
dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim, sehingga hasilnya dalah campuran
antara dekstrin, maltose dan glukosa. Glukosa kristal adalah hasil kristalisasi larutan
hidrolosis yang mengandung kadar glukosa tinggi. Sirup glukosa dipergunakan dalam
industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen, selai dan pengalengan
buah. Proses hidrolisa pati dengan asam ditemukan pertama kali oleh Kirchoff pada
tahun 1812, namun produksinya secara komersil baru terlaksana pada tahun 1850. Pada
proses ini sejumlah pati terlebih dahulu diasamkan sampai sekitar pH 2 dipanasi dengan
uap di dalam tangki bertekanan sampai suhu 120 – 140 0C.
Pada hidrolisa pati, asam yang sering digunakan adalah asam asetat, asam fosfat,
asam klorida. Asam – asam tersebut sering digunakan terutama untuk industri makanan

22
karena bersifat mudah menguap, sehingga memudahakan pemisahan dari produknya.
Selain itu asam tersebut mempunyai aktifitas tinggi, sehingga pemakaiannya relatif
sedikit dan dapat menghasilkan produk yang berwarna terang (Tjokroadikoesoema,
1993).

2.5 Modifikasi Pati


Peningkatan ilmu pengetahuan tentang struktur molekul memungkinkan ahli
melakukan modifikasi struktur pati alami untuk memenuhi persyaratan dalam menghasilkan
produk tertentu. Modifikasi pati bertujuan untuk mengubah struktur molekul pati dengan
berbagai rista. Modifikasi yang biasa digunakan adalah hidrolisis, oksidasi, subtitusi dan
ikatan silang (Luallen, 1985).

1. Metode Hidrolisis
Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering digunakan.
Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan asam atau enzim sebagai
katalisator. Pada metode ini ristal pati dimasukkan ke dalam air dengan asam atau
enzim yang mampu menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai
mendapatkan kekentalan yang diinginkan.
Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul
pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah
kekentalannya (Smith dan Bell, 1986). Pati yang dimodifikasi dengan metode ini
mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan daya lekatnya tinggi.
Pati jenis ini banyak digunakan dalam ristal kertas, tekstil dan perekat (Smith dan
Bell, 1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada pembuatan
gum candy (Smith, 1982).
Apabila hidrolisis dengan menggunakan asam terhadap pati dengan kandungan
air terbatas maka akan diperoleh fraksi yang lebih kecil yang disebut dekstrin. Karena
itu proses ini sering juga disebut dengan dekstrinisasi (Luallen, 1985). Metode
hidrolisis ini paling sering digunakan karena metodenya mudah dengan bahan baku
yang mudah pula.

23
2. Metode Oksidasi
Pada proses oksidasi ini juga terjadi pemecahan rantai molekul pati secara
acak. Salah satu bentuk oksidasi pati adalah pemucatan (bleaching) dengan
menggunakan pereaksi natrium hipoklorit (Luallen, 1985). Proses oksidasi adalah
memasukkan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke dalam rantai lurus maupun
rantai cabang dari molekul pati sehingga membuka struktur cincin glukosa dan
membengkokkan cincin glukosa yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai
molekul. Proses ini tergantung kepada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith dan
Bell, 1986).
Metode oksidasi ini menyebabkan sifat pati berubah seperti kekentalannya
akan menurun dan hilangnya sebagian sifat gel (Luallen, 1985). Menurut Smith dan
Bell (1986) oksidasi pati juga menyebabkan rendahnya retrogradasi dan tingginya
daya ristal . Tambahan natrium hipoklorit dapat menekan jumlah bakteri selama
proses produksi dan menyebabkan pati menjadi putih. Pati semacam ini terbatas
penggunaannya untuk permen dan jelly.

24
Gambar 2.5.1 Oksidasi Pati

3. Subtitusi
Penggunaan utama pati dalam produk makanan adalah sebagai pengental dan
sebagai sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan amilosa telah diketahui
menentukan sifat makanan yang dihasilkan. Molekul amilosa cenderung untuk berada
dalam posisi sejajar sehingga gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal ini
mengakibatkan molekul pati berbentuk ristal agregat dan sukar larut dalam air. Oleh
karena itu pati yang mengandung amilosa tinggi sukar mengalami proses gelatinisasi
sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas (Wurzburg dan Szymanski,
1970). Masalah tersebut diatasi dengan mensubtitusikan gugus anion ke seluruh

25
granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang. Salah satu cara
pensubtitusian ini adalah dengan mengalkilasi pati seperti pada persamaan berikut.

OH

StOH + CH2 – CH – CH3 StOH – CH – CH3

Keterangan : StOH : senyawa pensubtitusi

Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi

Modifikasi pati dengan metode ini menyebabkan sifat kepolarannya berubah dan
kejernihan pastanya meningkat. Kestabilan terhadap pembekuan juga meningkat
(Smith dan Bell, 1986).

4. Ikatan Silang
Amilopektin mempunyai rantai bercabang maka gugus-gugus hidroksilnya
lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu amilopektin mudah mengalami proses
gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil. Granula yang telah membengkak mudah
pecah akibat pemanasan yang lama (Katzbeck, 1972). Hal tersebut dapat diatasi
dengan menggunakan pereaksi yang bersifat polifungsional. Pemilihan pereaksi untuk
pembentukan ikatan silang agak terbatas. Selain itu harus bersifat nukleofilik yamg
kuat, juga harus bebas dari pengaruh toksik atau mempunyai ketidakstabilan yang
tinggi sehingga kelebihannya dapat mengubah menjadi produk yang tidak merusak.
Pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium trimetafosfat, epiklorohidrin dan asam
adipat yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan natrium
trimetafosfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor oksiklorida paling tidak stabil
dan mudah terurai dalam air (Matheis dan Whitaker, 1984). Reaksi yang mungkin
terjadi pada ikatan silang adalah seperti pada persamaan berikut.

26
O
2 StOH + Na3P3O9 StO – P – Ost + Na2H2P2O7
Ona
Keterangan : StOH : senyawa pereaksi ikatan silang
Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang
Pati yang dimodifikasi dengan cara ini granulanya menjadi kuat sehingga lebih tahan
terhadap panas dan asam (Luallen, 1985).

2.6 Proses Modifikasi Pati secara Hidrolisis


Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk menghasilkan suatu
bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan. Produk pati termodifikasi umumnya
mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
produk pangan olahan. Modifikasi pati umumnya dirancang untuk tujuan mengubah
karakteristik gelatinisasi, kekentalan dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi
karena pengaruh asam, panas dan proses pengolahan lainnya. Modifikasi pati dilakukan
dengan mengubah struktur kimia pati baik secara fisik, kimia atau enzimatis (Colonna et. al.
dalam Galliard, 1987). Namun yang akan dibicarakan disini hanyalah modifikasi pati secara
kimia. Modifikasi pati secara kimia pada umumnya meliputi hidrolisis, oksidasi, esterifikasi
dan eterifisasi (Fleche dalam van Beynum dan Roles, 1985, Rapaille dan Van Hemelrijck
Thin boiling starch adalah produk hidrolisis parsial pati menggunakan asam dan pH
tertentu dan pemanasan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi yang diinginkan.
Karena sebagian pati terhidrolisis menjadi komponen berantai lurus yang berukuran lebih
pendek dari asalnya, maka porsi fraksi polimer rantai lurus tersebut menjadi lebih rendah,
serta peluang untuk terjadinya retrogasi semakin besar. Komponen karbohidrat berantai lurus
yang pendek sukar membentuk senyawa yang kaku. Perlakuan pati dengan asam disamping
menurunkan kekentalan, juga menurunkan kekuatan gel (Radley, 1976). Penggunaan thin
boiling starch pada produk pangan antara lain dalam kembang gula, pastiles, dan jeli
(Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992).
Dekstrin adalah produk hasil hidrolisis pati secara parsial menggunakan asam atau
enzim. Dekstrin yang dibuat dengan hidrolisis asam (HCl) secara komersial dibedakan
menjadi tiga jenis: dekstrin putih, kuning dan gom Inggris (Wurzburg, 1996). Rumus umum
dekstrin adalah (C6H10O5)n (Radley, 1976). Produk komersial dari hidrolisis pati
diklasifikasikan berdasarkan Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin didefinisikan sebagai

27
produk hidrolisis pati yang mengandung α-D-glukosa unit yang sebagian besar terikat melalui
ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah
[(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic, 1995).

CH 2OH CH 2OH
O O
+
+ H 3O OH O OH O

OH OH
H+

CH 2OH
O CH 2OH CH 2OH
O
OH
OH OH
OH OH

H 2O

OH 2 H 2O O
CH 2OH
OH
O OH H++
OH OH
OOH OH
OHH3O + +
OH

Gambar 2.2.3 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Asam (Humprey, 1979)

Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata-rata 5-10 unit
glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri makanan sebagai bahan
pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE
20 menghasilkan rasa manis (Fullbrook, 1984). Menurut Mcdonald (1984). Maltodekstrin
bersifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak
membentuk zat warna pada reaksi browning.
Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak digunakan
sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk dan sebagai bahan campuran
yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaanya sebagai bahan pengisi dapat

28
mengurangi biaya produksi karena mengurangi penggunaan bahan-bahan konsentrat yang
memiliki harga relatif tinggi, misalnya flavor. Dalam pembuatan tablet, maltodekstrin dapat
mensubtitusi laktosa dan tepung susu dalam jumlah tertentu.

Gambar 2.6.1 Struktur Maltodekstrin

Menurut Roper (1996), maltodekstrin dapat digunakan sebagai pengganti lemak.


Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat mencair atau larut dan menyerupai
struktur lemak sehingga cocok untuk mensubtitusi minyak dan lemak. Konsistensi,
penampakan dan sifat organoleptiknya dapat diterima. Penggunaan maltodekstrin dalam
produk pangan juga dapat mengurangi kalori lebih dari 70 %.
Menurut Kennedy et. al. (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara
lain pada :
• Produk roti, misalnya pada cake, muffin dan biscuit, digunakan
sebagai pengganti gula atau lemak.
• Makanan beku, karena maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat
air (water holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah,
sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku.
• Makanan low calory, karena penambahan maltodektrin dalam jumlah
yang besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti halnya
gula.
Analisis komposisi maltodekstrin umumnya dilakukan dengan metode kromatografi.
Menurut Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995), kromatografi merupakan teknik
29
terbaik untuk karakterisasi oligosakarida dan polisakarida. Kromatografi yang dikembangkan
mulai pertengahan tahun 1970 sampai sekarang adalah HPLC (High Performance Liquid
Chromatography). HPLC adalah teknik dimana molekul-molekul dalam larutan dipisahkan
(fraksinasi) berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya atau afinitas terhadap kolom yang
digunakan. Waktu pemisahan merupakan faktor penting dalam metode HPLC. Berikut ini
komposisi gula pada maltodekstrin DE 15 dan DE 20.

Gambar 2.6.2 Metode HPLC

30
BAB III
PEMBAHASAN

Pengerjaan hirolisis pati ini dilakukan dengan pemisalan penggunakan suatu uji yang
dilakukan pada sumber (Agra dkk., 1973) seperti di bawah ini :

3.1 Prosedur Kerja


a. Penyiapan larutan pati 0,2 %

Timbang pati terlarut 0,2 gr

Masukkan pati ke gelas kimia lalu ditambahkan


10 ml aquades

Panaskan perlahan hingga mendidih selama 15


menit, lalu dinginkan pada suhu ruang sambil terus
diaduk.

Pisahkan pati 0,1 ml untuk tabung 1 dan tabung 2,


dan pati 0,25ml untuk tabung 3 dan tabung 4 (total
4 tabung).

b. Penyiapan larutan standar glukosa

Timbang 0,5 mg glukosa.

Tuangkan kedalam labu ukur lalu tambahkan


aquades sampai volume tepat 10 ml.

31
c. Pembuatan kurva standar

Buat pengenceran glukosa dengan konsentrasi 0.01


gr/ml pada tabung 1; 0,02 gr/ml pada tabung 2; 0,03
gr/ml pada tabung 3; 0,04 gr/ml pada tabung 4; 0,05
gr/ml pada tabung 5. (hitung dengan menggunakan
rumus pengenceran)

Buat pengenceran glukosa dengan konsentrasi 0.01


gr/ml pada tabung 1; 0,02 gr/ml pada tabung 2; 0,03
gr/ml pada tabung 3; 0,04 gr/ml pada tabung 4; 0,05
gr/ml pada tabung 5. (hitung dengan menggunakan
rumus pengenceran)

Ukur nilai absorbansi dengan spektrofotometer


(panjang gelombang 600 nm)

32
3.2 Hasil dan Pembahasan
3.2.1 Hasil pengamatan

Tabel 1. Pengamatan Kelompok 1


Kelompok Sampel Perlakuan Pengamatan Perubahan Nilai Absorbansi
Ditambahkan 10 Terdapat endapan berwarna
mL aquades putih, dan agak keruh.
Dipanaskan dalam Ada gelembung, setelah
hot plate agar diaduk berubah warna
homogen selama 10 menjadi lebih transparan,
menit ada endapan.
Larutan dibagi 2
masing-masing
5mL dan ditambah Keduanya berubah menjadi
enzim amilase. bening keemasan.
Tabung 1 6 tetes,
tabunng 2 10 tetes.
Tabung 1: berubah menjadi
6 Beras Diinkubasi selama warna kuning bening.
10 menit Tabung 2: berubah warna
menjadi kuning kecoklatan.
Ditetesi 2 tetes Keduanya menjadi warna
iodine kuning kecoklatan.
Tabung 1: berubah menjadi
kecoklatan dan ada serbuk.
Dipanaskan
Tabung 2: berubah menjadi
kembali
kehijauan dan banyak
serbuk (keruh).
Nilai absorbansi
Diukur dengan tabung 1: 0,536
spektrofotometer. Nilai absorbansi
tabung 2: 0,295

33
Tabel 2. Tabel Glukosa Standar
X Y
NO. X.Y X2
(Konsentrasi Glukosa) (Absorbansi)
1 0,4 gr/ml 0,030 0,012 0,16
2 0,3 gr/ml 0,026 0,0078 0,09
3 0,2 gr/ml 0,013 0,0026 0,04
Jumlah (Σ) 0,9 0,069 0,0224 0,29

Perhitungan Glukosa Standar

a= b=

= =

= =

= =

= -0,0025 = 0,085

Sehingga, y = -0,0025 x + 0,085

34
Dimana nilai R2 adalah 0,9146 yang menunjukkan koefisien korelasi rendah.

Perhitungan Konsentrasi Glukosa Kelompok 1.


Tabung 1: Tabung 2:
Y=a+bx Y=a+bx
0,536 = - 0,0025 + 0,085 (x) 0,295 = - 0,0025 + 0,085 x
0,085 x = 0,536 + 0,0025 0,085 x = 0,295 + 0,0025
0,085 x = 0,5385 0,085 x = 0,2975
X = 6,34 gr/ml X = 3,5 gr/ml
Perhitungan Glukosa Lab. Biotek.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Glukosa


Kelompok Sampel Konsentrasi Absorbansi
1 Terigu Tabung 1 = 2,97 gr/ml Tabung 1 = 0,25
Tabung 2 = 1,73 gr/ml Tabung 2 = 0,145
2 Maizena Tabung 1 = 22,3 gr/ml Tabung 1 = 1,893
Tabung 2 = 11,2 gr/ml Tabung 2 = 0,957
3 Beras Tabung 1 = 7,75 gr/ml Tabung 1 = 0,657
Tabung 2 = 5,68 gr/ml Tabung 2 = 0,481
4 Terigu Tabung 1 = 22,2 gr/ml Tabung 1 = 1,885
Tabung 2 = 1,17 gr/ml Tabung 2 = 1
5 Maizena Tabung 1 = 20,7 gr/ml Tabung 1 = 1,765
Tabung 2 = 18,9 gr/ml Tabung 2 = 1,610
6 Beras Tabung 1 = 6,34 gr/ml Tabung 1 = 0,536
Tabung 2 = 3,5 gr/ml Tabung 2 = 0,295

35
Starch (pati) atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan
oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam
jangka panjang. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras disamping itu dijumpai
beberapa sumber pati lainnya yaitu : jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain.
Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting (Wikipedia
Indonesia).
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi
yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin
tidak bereaksi. Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan
cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat,
campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika. Dalam bentuk aslinya secara alami
pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula
merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan
Kelley, 1942). Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula,
lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).
Pada percobaan ini dilakukan hidrolisis enzim amilase pada sampel tepung beras.
Tepung beras ditambahkan dengan 10mL aquades dan terdapat endapan berwarna putih, air
menjadi keruh. Lalu sampel dipanaskan dalam hot plate selama 10 menit, dan hasilnya ada
gelembung lalu diaduk dan ada endapan. Selanjutnya sampel dibagi dua dengan ukuran 5mL,
kemudian tabung 1 ditetesi enzim amilase sebanyak 6 tetes dan tabung 2 sebanyak 10 tetes.
Setelah ditambahkan warna sampel berubah menjadi bening keemasan. Kemudian sampel
diinkubasi selama 10 menit dengan suhu 55 C, dan hasilnya pada tabung 1 berubah warna
menjadi kuning bening sedangkan tabung 2 menjadi kuning kecoklatan. Kemudian sampel
ditetesi iodine sebanyak 2 tetes, dan warna sampel menjadi kuning kecoklatan. Setelah itu
sampel dipanaskan kembali, dan hasilnya pada tabung 1 warna menjadi kecoklatan dan keruh,
sedangkan pada tabung 2 warna menjadi kehijauan dan keruh.
Dalam hidrolisis pati akan mengalami proses pemutusan rantai oleh enzim selama
pemanasan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Ada beberapa tingkatan dalam reaksi
hidrolisis tersebut, yaitu mula-mula pati pecah menjadi unit rantai glukosa yang lebih pendek

36
(6-10 molekul) yang disebut dekstrin. Desktrin kemudian pecah menjadi maltosa yang
selanjutnya dipecah lagi menjadi unit terkecil glukosa.
Hidrolisis pati dengan amilase, melalui enzim ini ikatan cabang pada pati dapat
dihidrolisis sehingga dapat menguraikan glikogen dan amilopektin secara sempurna menjadi
glukosa. Dalam penentuan banyaknya kandungan glukosa dari hidrolisis dengan amilase ini
tidak jauh berbeda dengan penentuan pada hidrolisis dengan asam.
Enzim alfa amilase dapat menghidrolisis ikatan alfa 1,4-glukosida secara spesifik.
Hidrolisis amilosa oleh alfa amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah
degradasi menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi
secara cepat diikuti pula dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif
lambat dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Sedangkan untuk
amilopektin, hidrolisis dengan alfa amilase menghasilkan glukosa. Maltosa dan berbagai jenis
alfa limit dekstrin yang merupakan oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu gula
yang semuanya mengandung ikatan alfa 1.6 glikosidik.

37
Gabar 3.2.1 Enzim Alfa Amilase

Enzim alfa amilase bekerja pada suhu optimum yakni 55 C. Pada suhu ini enzim alfa
amilase bekerja sangat cepat memutus rantai pati sehingga glukosa yang didapatkan akan
lebih banyak didapat dengan waktu singkat. Enzim ini memutuskan ikatan kimia dengan
penambahan air. Enzim alfa amilase in memeliki beberapa sisi aktif sehingga enzim ini dapat
mengikat 4 hingga 10 molekul substrat sekaligus sehingga cepat dari menghidrolisis pati dari
jenis terigu, tapioka dan sagu.
Berdasarkan pengamatan yang diperoleh, untuk penggunaan enzim amilase diperoleh
absorbansi pada tabung 1 adalah 0,536 dan pada tabung 2 adalah 0,295. Hal ini menunjukan
semakin banyak enzim amilase yang digunakan, semakin banyak pula kadar maltosa hasil
hidrolisis yang diperoleh.

38
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Cara menghidrolisis zat pati pada beras merah mula-mula pati pecah menjadi unit
rantai glukosa yang lebih pendek (6-10 molekul) yang disebut dekstrin. Desktrin
kemudian pecah menjadi maltosa yang selanjutnya dipecah lagi menjadi unit terkecil
glukosa.
2. Manfaat dari hidrolisis beras merah untuk menguraikan glikogen dan amilopektin
dalam beras merah secara sempurna menjadi glukosa dan menguji banyaknya
kandungan glukosa dalam beras merah.
3. Kegunaan dan kelebihan katalis HCl di banding katalis lainnya karena HCl merupakan
salah satu jenis oksidator kuat, harganya relatif murah dan mudah diperoleh, lebih
aman jika dibandingkan dengan jenis asam yang lain seperti :
 HNO3 : dapat terbentuk gas NO2 selama proses hidrolisis berlangsung yang
dapatmembahayakan kesehatan dan keselamatan
 H2SO4 : laju reaksi hidrolisisnya lebih lambat dibandingkan HCl
4. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu yang
digunakan untuk hidrolisa maka perolehan glukosa juga akan semakin bertambah.
Grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi menunjukkan garis yang
linier sehingga asumsi bahwa reaksi merupakan reaksi order satu adalah benar.
Semakin besar konsentrasi HCl yang berfungsi sebagai katalis, maka nilai konstanta
kecepatan reaksi (k) juga semakin besar
4.2 Saran
Beras merah sangat dianjurkan untuk orang yang sedang diet, menghindari/terkena
penyakit diabetes, mengalami/mencegah penyakit jantung, menurunkan kolestrol dan
meningkatkan HDL.

39
DAFTAR PUSTAKA

Agra, I.B., Wairniyati,S. dan Pujiyanto. 1973. Hidrolisis Ketela Rambat pada Suhu lebih dari
1000 C. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, Forum Tehnik Jilid 3
AOCS (American Oil Chemists’ Society), AOCS CA 14-56. Recommended Practice Ca 14b-
96 entitled Quantification of Free Glycerine in Selected Glycerides and Fatty Acid
Methyl Esters
Astrinia Aurora Dinarsari, Alfiana Adhitasari. 2013. Proses Hidrolisa Pati Talas Sente
(Alocasia Macrorrhiza) Menjadi Glukosa. Tembalang : Studi Kinetika Reaksi Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Berchmans, H.J. dan Hirata, S., 2008. Biodiesel Production from Crude Jatropha Curcas L.
Seed Oil With A High Content of Free Fatty Acids, Bioresour. Technol., 99, 1716–
1721
Enny, K., dan Andik, P. A. 2006. Pengaruh Konsentrasi Asam terhadap Hidrolisa Pati
Pisang. Ekullibrium, 5:8-12
Fatimah, I. 2003 Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif.
Logika, Jakarta : Vol. 9(10)
Freedman, B., Butterfield, R.O. dan Pryde, E.H., 1986. Tranesterification Kinetics of Soybean
Oil, JAOCS, 63, pp. 1375-1380
Groggnis, P.H. 1958. Unit Prosess In Organic Syntesis, 2 ed., pp 775-777. Tokyo : McGrwa
Hill Kogakusa
Heri Rustamaji, Hary Sulistyo, Arief Budiman. 2015. Pemodelan dan Simulasi Kinetika
Reaksi Alkoholisis Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas) dengan Katalisator
Zirkonia Tersulfatasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung
Iman A. N., 2006. Produksi Hidrolisat Pati dan Serat Pangan dari Singkong dengan
Hidrolisis Asam Klorida. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Indra B. K., Retno D., 2010. Kinetika Reaksi Hidrolisa Pati dari Kulit Nangka dengan
Katalisator Asam Chlorida menggunakan Tangki Berpengaduk. Makalah Seminar
Nasional Teknik Kimia Soebardjo Brotohardjono
Junaedi, P., 1985. Alkoholisis Minyak Jarak Pagar dengan Katalisator Natrium Hidroksid
pada Tekanan di atas Satu Atmosfer, Laporan Penelitian Laboratorium Proses Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta

40
Kirk, R.E.,and Othmer D.F. 1983. Enchyclo pedia of Chemical Technology 3rd ed. New
York : John Wiley and Sons Inc
Kiss, A.A., Dimian, A.C., and Rothenberg, G., 2006, Solid Acid Catalysts for Biodiesel
Production– Towards Sustainable Energy. Adv. Synth. Catal., 348, 75–81
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat : Jakarta
Laila. 2012. Hidrolisa Pati Jagung Menggunakan Katalis Asam Sulfat. Laporan Skripsi
Levenspiel, O. 1972. Chemical Reaction Engineering. Affilated East West Press DVT. New
Delhi : Ltd
Lubis M. R. 2012. Hidrolisa Pati Sukun dengan Katalisator H2SO4 Untuk Pembuatan
Perekat. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9 No.2. Halaman 62-67
Manner, Harley I. 2010. Farm and Foresty Production and Marketing Profile for Giant
Taro
Mastuti E., Setyawardhani D. A. 2010. Pengaruh Variasi Temperatur dan Konsentrasi
Katalis Pada Kinetika Reaksi Hidrolisis Tepung Kulit Ketela Pohon. Ekuilibrium
Vol. 9 No. 1. Halaman 23-27
M., Naranong N., and Narkrugsa W. 2012. Reducing Sugar Production From Durian Peel
by Hydrochloric Acid Hydrolysis. World Academy of Science Engineering and
technology 69:444-449
Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Novi Sylvia, Meriatna, Haslina. 2015. Kinetika Hidrolisa Kulit Pisang Kepok Menjadi
Glukosa Menggunakan Katalis Asam Klorida. Batam : Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Laboratorium Teknik Kimia
Perwitasari D. S., Cahyo A. 2009. Pembuatan Dekstrin sebagai Bahan Perekat dari
Hidrolisis Pati Umbi Talas dengan Katalisator HCl. Chemical Engineering
Seminar Soebardjo Brotohardjono
Rina Sari Utami, Eva Pamungkas Sari, Inayati. 2014. Pengaruh Waktu Hidrolisa Dan
Konsentrasi Asam Pada Hidrolisa Pati Kentang Dengan Katalis Asam. Surakarta :
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Rustamaji, H. 2010. Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar dengan
Katalisator Zirkonia Tersulfatasi; Yogykarta : Tesis Pascasarjana UGM
Sastrohamidjojo H., 2005. Kimia Organik : Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan
Protein. Jogja : Gadjah Mada University Press

41
Smith, J.M., Van Ness, H.C., and M.M. Abbott, 1996. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics, 5th ed., McGraw-Hill, New York
Srivastava V., Mubeen S., Semwal B. C., and Misra V. 2012. Biological Activities of
Alocasia macrorrhiza Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 4, No. 1, 2010
Suwannakarn, K., Lotero, E., Ngaosuwan, K., and Goodwin, J.G., 2009. Simultaneous Free
Fatty Acid Esterification and Triglyceride Transesterification Using a Solid Acid
Catalyst with in situ Removal of Water and Unreacted Methanol, Ind. Eng. Chem.
Res., 48, 2810-2818.
Winarno, F.G dan M. Aman, 1981, Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Penerbit PT Sastra
Hudaya
Yuniwati, M., Ismayati, D., dan Kurniasih. 2011. Kinetika Reaksi Pati Pisang Tanduk dengan
Katalisator Asam Klorida. :107-112 Jurnal Teknologi
Yolaning Widi Fibriyanti. 2012. Kajian Kualitas Kimia Dan Biologi Beras Merah (Oryza
Nivara) Dalam Beberapa Pewadahan Selama Penyimpanan. Surakarta : Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret
Wahyudi J., Wibowo W. A., Rais Y.A., Kusumawardhani A., 2011. Pengaruh Suhu
Terhadap Kadar Glukosa Terbentuk dan Konstanta Kecepatan Reaksi pada
Hidrolisa Kulit Pisang. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Widiono, B., 1995. Alkoholisis Minyaj Biji Jarak dalam Reaktor Kolom Berpulsa Secara
Sinambung ditinjau dari Segi Kinetika, Tesis diajukan pada Fakultas Pascasarjana
UGM, Yogyakarta Zamora L. L., Calderon J. A. G., Vazquez E. T., Reynoso E. B.,
2010. Optimization of Ethanol Production Process from Cassava Starch by Surface
Response. J. Mex. Chem. Soc. 2010, 54 (4), 198-203

42

Anda mungkin juga menyukai