Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Diajukan Sebagai Tugas Kelompok I


Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia
Kelas 4L-Manajemen
Semester IV

Dosen Pengampu:
FATARI, SE., MM.

Disusun oleh:

NIM NAMA
11011700211 : M. Abdul Aziz
11011700464 : Jahiatun Fadilah
11011700238 : Mita Melisa Febriani
11011700391 : Nelly Ardelima
11160632 : Endang Wulandari

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM SARJANA
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2019

Manajemen Sumber Daya Manusia | 0


KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya, Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia dapat

terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini berkaitan dengan pentingnya manajemen sumber daya

manusia dalam organisasi ataupun dalam suatu negara. Ada beberapa perspektif

analisis Pendekatan Multidimensional dan Instrumen analisis yang multidisipliner

yang mempengaruhi produktivitas kinerja suatu organisasi diantaranya yaitu

Pendekatan politik, Pendekatan ekonomi, Pendekatan hukum, Pendekatan sosio-

kultural, Pendekatan administratif, dan Pendekatan teknologikal.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

menyempatkan waktunya dan saling kerjasama untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna, maka

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat lebih

baik lagi.

Serang, 17 Mei 2019

Penulis.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 1


BAB I
PENTINGNYA MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Akhir-akhir ini tampak suatu fenomenon administratif pada tingkat yang


belum pernah terlihat sebelumnya, yaitu semakin besarnya perhatian semakin
banyak pihak terhadap pentingnya manajemen sumber daya manusia. Perhatian
yang semakin besar tersebut ditunjukkan baik oleh para politisi, para tokoh
industri, para pembentuk opini yaitu para pimpinan media massa para birokrat di
lingkungan pemerintahan maupun oleh para ilmuwan yang menekuni berbagai
cabang ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial.
Pertanyaan yang segera timbul ialah mengapa terjadi hal demikian? Tidak
mudah memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut karena banyak faktor
yang menjadi penyebabnya. Karena banyaknya faktor penyebab tersebut, usaha
mencari jawabannya tidak bisa tidak merupakan kegiatan intelektual yang intensif
pula.
PENDEKATAN MULTIDIMENSIONAL
Usaha mencari dan menemukan jawaban yang logis dan Nasional terhadap
pertanyaan di atas tidak bisa tidak harus menggunakan pendekatan yang
multidimensional dan instrumen analisis yang multidisipliner. Berbagai
pendekatan yang logis untuk digunakan antara lain adalah:
1. Pendekatan politik,
2. Pendekatan ekonomi,
3. Pendekatan hukum,
4. Pendekatan sosio-kultural,
5. Pendekatan administratif, dan
6. Pendekatan teknologikal.
Masing-masing pendekatan itu dibahas secara singkat berikut ini.

Pendekatan Politik.
Menggunakan pendekatan politik dalam memahami gejala semakin
besarnya perhatian pada manajemen sumber daya manusia antara lain berarti

Manajemen Sumber Daya Manusia | 1


mengkaitkannya dengan raison d’etre suatu negara bangsa. Berarti pendekatan
politik melihat manajemen sumber daya manusia secara makro yang dapat
dipastikan mem- punyai dampak terhadap manajemen sumber daya manusia secara
mikro.
Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh
suatu negara bangsa tertentu, salah satu tujuan negara yang bersangkutan adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya. Dalam konteks kehidupan
kenegaraan, kesejahteraan masyarakat tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik
yang terwujud pada tingkat kemakmuran ekonomi yang semakin merata, akan
tetapi juga kesejahteraan mental spiritual. Bahkan kesejahteraan dimaksud dewasa
ini semakin sering dikaitkan dengan mutu hidup manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya yang tidak hanya harus diakui kan tetapi juga dijunjung tinggi. Tujuan
tersebut dipandang sedemikian pentingnya hingga tercantum dalam konstitusi
negara yang bersangkutan sebagai suatu kondisi yang hendak dicapai. Karena
merupakan salah satu tujuan negara, berarti semua unsur atau komponen dalam
negara terikat pada upaya realisasinya. Berarti seluruh pranata kenegaraan harus
secara aktif terlibat di dalamnya dan tidak mungkin dapat diserahkan hanya kepada
pemerintah dengan seluruh jajaran aparatnya saja. Hal itu berarti antara lain bahwa
keterlibatan lembaga perwakilan pun merupakan keharusan mutlak, tidak hanya
dalam bentuk penyaluran aspirasi masyarakat sebagai salah satu fungsi klasik
lembaga perwakilan akan tetapi juga dalam hal menerapkan berbagai peraturan
perundang-undangan yang mendukung semua usaha tcrsebut secara sistematik,
programatik , efisien, efektif dan produktif. Dalam praktek hal ini berarti pula
bahwa secara tidak langsung berbagai organisasi politik yang mempunyai fraksi
di lembaga legislatif pun turut terikat dan terlibat, tidak hanya deri pemuasan
kepentingan para anggotanya, akan tetapi bagi seluruh golongan dan lapisan
masyarakat.
Pendekatan politik terhadap pemahaman pentingnya manajemen sumber
daya manusia berangkat pula dari keyakinan yang semakin mendalam di kalangan
para politisi bahwa asset terpenting yang dimiliki oleh suatu negara bangsa adalah
sumber daya manusianya. Pengamatan yang amat kasual saja tentang

Manajemen Sumber Daya Manusia | 2


pengalaman banyak negara sudah membuktikan kebenaran pendapat tersebut.
Berbagai negara di dunia yang meskipun tidak memiliki sumber daya dan kekayaan
alam, akan tetapi jika mempunyai sumber daya manusia yang terdidik, terampil,
berdisiplin, tekun, mau bekerja keras dan setia kepada cita-cita perjuangan
bangsanya, ternyata berhasil meraih kemajuan yang sangat besar yang bahkan
kadang- kadang membuat negara lain kagum terhadapnya.
Lugikanya ialah bahwa negara-negara yang sekaligus memiliki sumber
daya, kekayaan alam dan sumber daya manusia lebih mudah lagi mencapai
kemajuan yang didambakan oleh masyarakatnya. Akan tetapi sebaliknya sumber
daya non manusia dan kekayaan alam yang melimpah ternyata tidak banyak artinya
tanpa dikelola oleh manusia secara baik. Artinya, sumber data lain dan kekayaan
alam tetap merupakan modal yang amat berharga. Akan tetapi modal tersebut
hanya ada artinya apabila digunakan oleh manusia, tidak hanya bagi kepentingan
diri sendiri, akan tetapi demi kesejahteraan masyarakat sebagai keseluruhan.
Tanpa manajemen sumber daya manusia yang handal, pengelolaan,
penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber lainnya menjadi tidak berdaya guna
dan berhasil guna. Dalam situasi demikian tidak mustahil gambaran tentang usaha
pencapaian tujuan nasional menjadi kabur yang pada gilirannya dapat berakibat
pada kegelisahan atau keresahan di kalangan masyarakat.

Pendekatan Ekonomi.
Mungkin dapat dikatakan bahwa pendekatan ekonomi meupakan
pendekatan yang paling erat hubungannya dengan pemahaman meningkatnya
perhatian semakin banyak orang pada manajemen sumber daya manusia.
Dikatakan demikian karena sumber daya manusia sering di pandang
sebagai salah satu faktor produksi dalam usaha menghasilkan barang atau jasa
oleh satuan-satuan ekonomi. Alasan lain ialah bahwa salah satu kriteria utama yang
digunakan mengukur tingkat kesejahteraan ialah takaran ekonomi. Oleh karena
itu sering digunakan untuk analisis tingkat mikro. Dalam kaitan ini dapat di
nyatakan secara kategorikal bahwa melihat manusia hanya sebagai salah satu alat

Manajemen Sumber Daya Manusia | 3


produksi merupakan persepsi yang tidak tepat untuk tidak mengatakan salah sama
sekali.
Memang tidak dapat disangkal bahwa dilihat dari segi teori maupun praktek
dalam mengelola berbagai kegiatan suatu organi sasi ekonomi, terdapat berbagai
faktor produksi seperti modal, peralatan baik masinal maupun non masinal
metode kerja, bahan mentah dan bahan baku serta manusia. Bagi organisasi-
organisasi niaga, faktor lain yang juga amat penting, tetapi tidak sebagai faktor
produksi, ialah pasar. Akan tetapi menyamakan faktor manusia dengan faktor-
faktor produksi lainnya jelas tidak tepat, baik dilihat dari segi konsepsi, filsafat
maupun secara moral.
Apabila dilakukan penelusuran sejarah akan terlihat bahwa memandang
dan memperlakukan manusia semata-mata sebagai salah satu faktor produksi
bukanlah hal yang baru. Sejarah menunjukkan bahwa penemuan ilmiah di
bidang teknologi, seperti mesin uap oleh James Watt, yang antara lain melahirkan
Revolusi Industri pertama di Inggris, telah mengubah secara drastik metode
produksi barang oleh berbagai organisasi niaga. Perubahan drastik tersebut
dimungkinkan oleh penggunaan mesin-mesin dalam proses produksi yang
sebelumnya dikerjakan oleh tenaga manusia. Dapat dikatakan bahwa pada masa
itulah berakhirnya era gilda dan memasuki tahap permulaan dari era industrialisasi.
Bahkan timbulnya apa yang sekarang dikenal dengan ”Gerakan Manajemen
Ilmiah” yang dipelopori oleh Frederick W. Taylor di suatu perusahaan baja di
Amerika Serikat Midvale Steel Company yang terkenal dengan ”Time and motion
Study” nya ternyata dimaksudkan terutama untuk menjamin bahwa tidak ada
waktu para pekerja yang terbuang dalam melakukan tugasnya karena gerak-
geriknya yang tidak efisien. Bahwa hasil studi yang dilakukannya berakibat pula
pada kegiatan pelatihan para pekerja tetap tidak mengurangi adanya persepsi
seolah-olah manusia itu dapat diperlakukan sama dengan mesin dan alat
produksi lainnya.
Pada dasamya argumentasi yang berlandaskan persepsi yang tidak tepat
itu adalah sebagai berikut: Para pemilik modal me nyisihkan sebagian
kekayaannya untuk digunakan sebagai modal dalam menghasilkan barang atau jasa

Manajemen Sumber Daya Manusia | 4


tertentu. Jadi jelas bahwa uang memang merupakan salah satu alat produksi.
Bahkan tidak jarang para pengusaha pemilik modal tersebut harus melakukan
pemupukan modal dengan berbagai cara, seperti menjual saham perusahaan
di pasar modal dan mengusahakan perolehan kredit dari bank. Untuk itu
semua pemilik modal mempertaruhkan bukan hanya kekayaannya, akan tetapi
juga reputasinya. Artinya memupuk modal merupakan tugas yang biasanya
dirasakan berat.
Jika ada pemilik modal yang memberikan “status” yang lebih tinggi kepada
uang ketimbang kepada manusia, sangat mungkin alasan utamanya ialah karena
jauh lebih sulit memperoleh pinjaman dan menjual saham untuk dijadikan modal
daripada pengadaan tenaga kerja. Sepintas lalu dapat dipahami apabila timbul
persepsi yang mengatakan bahwa sesuatu yang lebih sulit diperoleh tentunya lebih
tinggi nilainya dibandingkan dengan hal lain yang relatif lebih mudah diperoleh.
Nilai sesuatu yang langka jelas lebih tinggi dari sesuatu yang melimpah.
Pada hal betapa pun besarnya kemampuan seseorang untuk mengumpulkan
dana untuk dijadikan modal, tidak akan terjadi “nilai tambah” modal tersebut
apabila tidak digunakan oleh manusia untuk menghasilkan barang atau jasa untuk
dijual kepada pihak konsumen yang membutuhkannya. Tegasnya, betapa pun
besarnya modal yang berhasil dipupuk, ia tetap merupakan “benda mati” dan hanya
mempunyai makna apabila digunakan dan dikelola oleh manusia. Berarti dewasa
ini semakin disadari bahwa modal hanya ada artinya apabila perhatian yang lebih
besar diberikan kepada sumber daya manusia yang mengelola modal tersebut.
Persepsi yang keliru tentang peranan sumber daya manusia dapat pula
timbul karena makin menonjolnya penggunaan berbagai jenis mesin sebagai
salah satu alat produksi. Perkembangan teknologi antara lain berakibat pada
penemuan berbagai jenis mesin yang semakin canggih. Penggunaan mesin-mesin
yang canggih itu memang memungkinkan peningkatan produksi karena
kemampuannya yang besar, kecepatannya yang tinggi dan cara bekerjanya yang
akurat. Tambahan pula asal penggunaannya cermat dan pemeliharannya dilakukan
dengan teliti, mesin dapat digunakan untuk kurun waktu yang panjang. Bagi

Manajemen Sumber Daya Manusia | 5


sementara manajer menggunakan mesin apalagi yang otomatik sering lebih
menarik lagi karena berbagai pertiinbangan, seperti:
a. mesin tidak mengeluh,
b. mesin tidak melawan perintah,
c. mesin tidak mangkir dari tempat tugas,
d. mesin tidak melancarkan pemogokan,
e. mesin tidak terlibat dalam konflik antara yang satu dengan yang lain,
f. mesin tidak mengajukan tuntutan perbaikan nasib,
g. mesin tidak melakukan berbagai tindakan-tindakan negatif yang
sering berakibat pada terjadinya disrupsi dalam proses produksi.
Pada hal manusia dengan berbagai ulahnya dapat menimbulkan hal-hal negatif
bagi organisasi yang tidak akan terjadi dengan menggunakan mesin. Ditambah
dengan kenyataan bahwa mesin-mesin yang dibutuhkan oleh organisasi/perusahaan
dibeli dengan harga yang mahal sedangkan di pihak lain tenaga kerja relatif mudah
diperoleh.
Akan tetapi menggembirakan untuk mencatat bahwa sebagaimana halnya
dengan modal, kini semakin disadari bahwa mesin yang paling canggih dan mahal
sekalipun pada dirinya tidak berarti apa-apa bagi perusahaan apabila tidak
digunakan oleh manusia. Berarti persepsi yang tidak tepat dalam arti
memperlakukan mesin lebih baik ketimbang perlakuan terhadap para pekerja dalam
organisasi semakin cepat berubah di kalangan semakin banyak pemilik perusahaan.
Hal senada dapat dikatakan mengenai metode kerja, baik yang menyangkut
proses produksi maupun bidang administrasi. Metode kerja yang sesuai dengan
kebutuhan suatu organisasi tidak tumbuh dengan sendirinya. Adakalanya
diperlukan waktu yang cukup lama biasanya melalui proses “trial and error” untuk
menemukan berbagai teknik, metode dan mekanisme kerja yang betul-betul
mendukung dan memperlancar jalannya roda organisasi. Bahkan sering terjadi
bahwa karena berbagai ragam tuntutan yang timbul dan perkembangan yang
terjadi, baik di dalam maupun di luar organisasi, suatu organisasi tidak lagi
mampu menciptakan sendiri mekanisme kerja yang efisien, efektif dan handal.
Dalam hal demikian pimpinan organisasi akan berpaling kepada dan meminta

Manajemen Sumber Daya Manusia | 6


bantuan para ahli. Dengan perkataan lain mempekerjakan konsultan yang sudah
barang tentu memperoleh imbalan atas jasa-jasa yang diberikannya kepada
organisasi yang mempekerjakannya itu. Tergantung pada berbagai hal seperti
kerangka acuan tugas, cakupan kegiatan, jangka waktu penyelesaian pekerjaan,
bidang-bidang yang harus ditangani, dukungan internal yang dapat diberikan oleh
organisasi serta reputasi konsultan yang bersangkutam, imbalan yang diminta oleh
suatu perusahaan konsultan dapat mencapai jumlah yang besar.
Karena itu para manajer sering menuntut ketaatan pada tek-nik, metode dan
mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga ruang gerak bagi para pekerja untuk
menggunakan imajinasi, inovas dan kreativitasnya menjadi sangat sempit. Berarti
tidak menempatkan sumber daya manusia sebagai unsur yang terpenting.
Untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu diperlukan bahan mentah dan
atau bahan baku. Suatu perusahaan pada umumnya tidak menghasilkan sendiri
bahan mentah atau bahan baku tersebut, kecuali oleh perusahaan besar yang bersifat
oligopoli. Bahan-bahan tersebut biasanya dibelinya dari sumber-sumber lain. Untuk
itu sudah barang tentu diperlukan dana. Di samping untuk pembelian, diperlukan
pula biaya untuk pengangkutan, penyimpanan dan pemrosesan. Dapat dipahami
bila pimpinan perusahaan mengambil berbagai langkah guna menjamin bahwa:
a. bahan mentah atau bahan baku dibeli dengan harga yang serendah
mungkin,
b. pengangkutan yang paling murah tetapi paling aman,
c. waktu penyimpanan yang sesingkat mungkin dengan menempuh cara
yang paling aman,
d. pemrosesan yang berlangsung sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
pemborosan.
Kesemuanya itu dapat dipahami dan dibenarkan asalkan tidak mengabaikan unsur
manusia yang menangani dan mengelolanya.
Cara berpikir para manajer tidak mustahil dipengaruhi pula secara dominan
oleh pasaran barang atau jasa yang dihasilkan. Orientasi demikian memang benar
karena melalui panguasaan pangsa pasar tertentulah barang atau jasa yang
dihasilkan dapat dijual dengan meraih keuntungan yang merupakan motif bagi

Manajemen Sumber Daya Manusia | 7


keberadaan organisasi dan sebagai salah satu adanya kepercayaan konsumen
terhadap organisasi/perusahaan yang menghasilkannya.
Karena itulah bagi banyak pimpinan perusahaan, hal-hal seperti strategi
pemasaran, teknik menjual, teknik promosi dengan aneka ragam medianya seperti
media cetak, media audio, media visual dan media audio-visual yang sering dikenal
dengan istilah “marketing mix” merupakan hal-hal yang biasanya mendapat
perhatian besar, terutama dalam hal terjadinya persaingan karena lebih dari satu
perusahaan yang menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa serupa atau
sejenis.
Perlu ditekankan bahwa wajar dan bahkan tepat apabila para manajer
memberikan perhatian besar terhadap faktor-faktor produksi dalam perusahaan.
Perhatian besar itu menjadi tidak wajar dan tidak pula tepat hanya apabila
melupakan apalagi mengabaikankan faktor manusianya.
Modal, mesin, metode kerja dan bahan pada dirinya merupakan benda mati.
Modal yang besar tidak dengan sendirinya menjadikan suatu perusahaan menjadi
bonafid. Modal yang dimiliki oleh organisasi/perusahaan hanya akan semakin besar
dan berkembang apabila dikelola secara tepat. Pengelolaan yang tepat hanya
mungkin dilakukan oleh manusia yang tidak saja ahli dan terampil dalam bidangnya
masing-masing, akan tetapi juga memenuhi berbagai persyaratan non teknikal
lainnya, seperti loyalitas, disiplin pribadi dan organisasional, dedikasi, kesediaan
membawahkan kepentingan pribadi kepada kepentingan yang lebih luas, yaitu
kepentingan bersama yang antara lain tercermin dalam kepentingan kelompok dan
kepentingan organisasi.
Mesin yang paling canggih sekali pun hanya merupakan tumpukan benda
mati apabila tidak digerakkan atau dijalankan oleh manusia. Suatu mesin yang
“otomatik” hanya berfungsi setelah pada mulanya “dihidupkan” oleh manusia dan
hanya bekerja berdasarkan “instruksi” yang diberikan oleh manusia. Komputer
merupakan contoh kontemporer yang baik. Sudah menjadi pengetahuan umum
bahwa berkat perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat, dewasa ini
terdapat aneka ragam komputer yang berbedabeda, mulai dari “Personal Computer”
yang kemampuannya terbatas hingga “Super computer” yang kapasitasnya sudah

Manajemen Sumber Daya Manusia | 8


sukar dipahami oleh orang awam. Misalnya, dewasa ini ada komputer yang mampu
melakukan sebanyak 16 miliar perhitungan setiap detik. Dan usaha menciptakan
komputer yang mampu bekerja lebih cepat lagi tetap dilakukan oleh para ahli.
Aplikasi kegiatan komputerisasi pun dewasa ini sudah sangat beraneka ragam,
mulai dari aplikasi yang sederhana seperti perhitungan gaji para pekerja,
komputerisasi informasi logistik, aplikasi di bidang keuangan dan akuntansi, serta
melakukan kalkulasi matematikal, mulai dari yang sifatnya sederhana hingga
aplikasi yang sangat rumit seperti perhitungan pembangunan gedung pencakar
langit, pembuatan peluru kendali, peluncuran dan pengendalian pesawat angkasa
luar dan masih banyak lagi. Akan tetapi komputer yang paling canggih sekali pun
tidak akan dapat berbuat apa-apa tanpa “diperintah” oleh manusia melalui program
atau instruksi tertentu. Hasilnya pun hanya akan berupa angka-angka, grafik, tabel
dan lain sebagainya yang pada dirinya tidak berarti apa-apa. Angka-angka, grafik,
tabel dan hasil perhitungan itu hanya mempunyai makna organisasional setelah
diinterpretasikan oleh manusia dan dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai
kepentingan, seperti untuk pengambilan keputusan. Robot adalah contoh aktual
yang lain. Dewasa ini semakin banyak perusahaan, terutama di negara-negara maju
dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dan tingkat upah tenaga kerja yang tinggi
pula, yang menggunakan robot dalam kegiatan produksinya, khususnya dalam
melakukan kegiatan-kegiatan yang sangat rutinistik, repetitif dan mekanistik seperti
dalam perakitan kendaraan bermotor. Biasanya alasan yang digunakan untuk
menempuh jalan robotisasi ialah peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Diperkirakan jumlah “populasi” robot akan meningkat dengan sangat pesat dan
akan ”menular” ke negara-negara yang akan memasuki era industrialisasi.
Penggunaan robot menampilkan dua hal yang menarik. Pertama ialah bahwa
peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja organisasi memang merupakan hal
yang dapat dibenarkan. Akan tetapi jika penggunaan mesin-mesin otomatik dan
robot mengorbankan kepentingan para anggota organisasi, kiranya sukar untuk
menemukan pembenarannya. Kedua, apabila karena peningkatan efisiensi dan pro-
duktivitas kerja penggunaan mesin-mesin tersebut dibarengi oleh usaha
memberikan pelatihan bagi para pekerja yang tugasnya “diambil alih”’ oleh mesin

Manajemen Sumber Daya Manusia | 9


sehingga mereka dapat dialihkan untuk melakukan berbagai kegiatan lain yang
tidak lagi rutinistik, repetitif atau mekanistik, barulah dapat dikatakan bahwa
pimpinan yang bersangkutan memiliki persepsi yang tepat tentang pentingnya
unsur manusia.
Demikian pula halnya dengan metode kerja. Menciptakan teknik, metode,
mekanisme dan prosedur kerja memang merupakan hal yang mutlak perlu karena
manfaatnya yang sangat besar. Sebagaimana diketahui, setiap organisasi perlu
melakukan kegiatan pengembangan sistem (systems building). Salah satu segi
sistem yang amat penting adalah mekanisme dan prosedur kerja yang baku.
Peranannya yang utama adalah sebagai “peraturan permain-an” yang mengikat
semua orang dalam organisasi. Meskipun gaya merumuskannya dapat beraneka
ragam, biasanya prosedur kerja mengatur berbagai hal, seperti:
a. pola pengambilan keputusan,
b. pola koordinasi,
c. pola pendelegasian wewenang,
d. jalur dan saluran pertanggungan jawab,
e. pola hubungan kerja, baik secara vertikal maupun hori- zontal,
f. pola, format, frekuensi dan “alamat” laporan,
g. mekanisme pemecahan masalah,
h. langkah yang harus ditempuh dalam penyelesaian tugas,
i. interaksi dengan pihak-pihak eksternal,
j. dan hal-hal lain yang dipandang perlu.
Di samping prosedur kerja yang bersifat umum tersebut di atas, biasanya
disusun dan ditetapkan pula. mekanisme dan prosedur kerja yang menyargkut
bidang-bidang fungsional dalam organisasi. Bagi suatu instansi di lingkungan
pemerintahan, misalnya, bisa saja terdapat prosedur kerja di bidang keuangan,
kepegawaian, logistik, korespondensi, kearsipan, tender proyek dan lain
sebagainya. Bahkan di negara-negara yang sistem administrasinya sudah mapan,
prosedur kerja tersebut biasanya dituangkan secara tertulis dalam bentuk “manual”
yang sewaktu-waktu dimutahirkan agar sesuai dengan situasi yang paling baru.
Bagi suatu organisasi niaga, biasanya terdapat prosedur kerja yang menyangkut

Manajemen Sumber Daya Manusia | 10


berbagai aspek kegiatan perusahaan, seperti keuangan, kepegawaian, peralatan,
produksi, pemasaran, hubungan industrial, promosi produk dan lain sebagainya.
Akan tetapi harus segera ditekankan bahwa terciptanya prosedur kerja yang
tersusun rapi dan dinyatakan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh yang
berkepentingan bukanlah tujuan, melainkan hanya sebagai alat, meskipun alat yang
sangat penting. Sebagai alat, prosedur kerja apabila ditaati oleh semua orang dalam
organisasi akan membawa berbagai akibat positif. Wujud berbagai akibat positif
itu, antara lain, adalah:
1. lancarnya koordinasi,
2. tidak terjadi tumpang tindih atau duplikasi,
3. terbinanya hubungan kerja yang serasi,
4. kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang,
5. terhindarnya organisasi dari berbagai jenis pemborosan,
6. lancarnya proses pengambilan keputusan,
7. terjaminnya keseimbangan antara hak dan kewajiban para anggota
organisasi.
Jelaslah bahwa prosedur kerja adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya.
Berarti bermakna tidaknya prosedur kerja itu sangat ditentukan oleh manusia yang
menggunakannya. Untuk itu, manfaat prosedur kerja harus dilihat tidak hanya dan
bahkan tidak terutama untuk kepentingan yang mekanistik dan ritualistik,
melainkan untuk hal-hal yang bersifat psikologis dan mental.
Meskipun benar bahwa bahan mentah atau bahan baku mutlak harus ada
dalam proses produksi bagi administrasi niaga, misalnya kembali lagi terlihat
bahwa pada dirinya bahan-bahan tersebut tidak mendorong keberhasilan usaha
apabila tidak diolah oleh manusia sehingga menjadi produk yang dibutuhkan oleh
sekelompok orang yang menjadi konsumen untuk mana mereka bersedia
membelanjakan uangnya. Tanpa pengolahan yang tepat dan cepat bahan mentah
tersebut bahkan akan menjadi rusak yang berarti kerugian bagi organisasi.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 11


Pendekatan Hukum.
Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern ialah semakin tingginya
kesadaran para warga masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara hak dan
kewajiban masing-masing. Semakin meningkatnya kesadaran demikian biasanya
dipandang sebagai salah satu akibat positif dari tingkat pendidikan para warga
masyarakat.
Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah ketentuan-
ketentuan hukum. Artinya, hak para warga negara dijamin dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Begitu pentingnya perolehan hak tersebut sehingga
hak yang bersifat asasi biasanya tercantum dalam konstitusi negara seperti hak
menyatakan pendapat, hak berserikat, hak menganut agama tertentu dan
menunaikan ibadah agama sesuai dengan doktrin agama yang bersangkutan, hak
memperoleh pendidikan dan hak memperoleh pekerjaan yang layak. Akan tetapi di
negara mana pun, terlepas dari sistem politik, sistem pemerintahan dan sistem
perekonomian yang berlaku, perolehan dan penggunaan hak tersebut bukannya
tanpa batas. Situasi yang paling ideal adalah apabila para anggota masyarakat
sendiri yang mengetahui bukan hanya batas-batas haknya itu, akan tetapi juga tata
krama yang berlaku di masyarakat untuk memperoleh dan menggunakannya.
Memang benar bahwa tata krama tersebut menyangkut segi-segi lain di luar bidang
hukum, seperti norma-norma sosial, adat istiadat, tingkat pendidikan masyarakat
dan lain sebagainya. Akan tetapi karena tidak dapat disangkal bahwa terdapat
kecenderungan dalam diri manusia untuk mendahulukan hak ketimbang
kewajibannya, diperlukan berbagai pengaturan yang bersifat normatif yang tidak
hanya mengatur secara spesifik hak-hak para warga negara, akan tetapi juga cara
memperoleh dan menggunakannya.
Dalam pada itu dewasa ini kian disadari pula bahwa keserasian dalam
kehidupan bermasyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara, akan semakin terjamin
dan meningkat apabila para warga masyarakat semakin sadar tentang pentingnya
penunaian kewajiban masing-masing. Sebagaimana haknya, kewajiban para warga
negara pun beraneka ragam pula dan terlalu banyak dan mungkin kurang relevan
untuk diuraikan satu per satu dalam tulisan ini. Kiranya cukup dengan menekankan

Manajemen Sumber Daya Manusia | 12


bahwa berbagai kewajiban tersebut berkisar pada ketaatan penuh pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, apakah itu menyangkut kehidupan politik,
ekonomi, sosial, keamanan dan bidang-bidang lainnya.
Selaku insan politik, misalnya, terdapat berbagai kewajiban setiap warga
negara seperti kesetiaan kepada negara, ketaatan kepada norma-norma politik yang
telah disepakati bersama, ketaatan kepada tata krama dan sopan santun politik yang
telah diterima Oleh bangsa yang bersangkutan dalam menyalurkan aspirasi masing-
masing, menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab dan lain sebagainya.
Sebagai makhluk ekonomi, setiap orang berkewajiban menumbuhkan dan
memelihara solidaritas sosial. Hal ini berarti, antara lain, bahwa seorang kaya harus
menyadari bahwa kekayaan yang dimilikinya itu mempunyai fungsi sosial,
misalnya dalam bentuk penggunaannya untuk menciptakan lapangan kerja yang
manfaatnya dapat dinikmati oleh orang-orang lain dan tidak hanya oleh diri sendiri
dan keluarganya. Sebaliknya, para warga negara yang kurang beruntung karena
berbagai sebab, harus mau bekerja keras untuk memperbaiki nasibnya dan tidak
justru menunjukkan rasa iri, apalagi benci, terhadap orang lain yang kebetulan lebih
beruntung daripadanya. Apabila dikaitkan langsung dengan manajemen sumber
daya manusia, pada tingkat mikro yaitu pada tingkat organisasi pun harus dihindari
timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi yang terlalu lebar antara pemilik modal,
para manajer dan tenaga profesional di satu pihak dengan para pekerja di pihak lain.
Masih kewajiban di bidang ekonomi, yang mempunyai kaitan dengan
bidang lainnya seperti bidang hukum dan politik, adalah ketaatan membayar pajak.
Meskipun sering terasa bahwa semakin maju suatu masyarakat semakin banyak
pula jenis pajak yang harus dibayarnya, situasi demikian sebenarnya adalah logis
karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara dengan mana
pemerintah membiayai berbagai kegiatannya, termasuk usaha peningkatan
kesejahteraan masyarakat sebagai keseluruhan. Bahkan teori perpajakan modern
menekankan pula salah satu fungsi pajak yang sangat penting yaitu mengurangi
kesenjangan ekonomi melalui sistem perpajakan yang progresif. Seperti diketahui,
sistem perpajakan, jenis dan struktur tarif pajak biasanya ditetapkan dengan
Undang-undang.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 13


Sebagai makhluk sosial pun seseorang tidak akan bebas dari keharusan
menunaikan berbagai kewajibannya. Kerukunan bertetangga, pemeliharaan
lingkungan yang bersih, ketaatan kepada berbagai nilai sosial budaya yang dianut
oleh masyarakat adalah beberapa contoh kongkret.
Akan tetapi, seperti telah dikatakan di muka, kecenderungan manusia adalah
mendahulukan perolehan dan penggunaan haknya dan, dengan sengaja atau tidak,
mungkin saja alpa menunaikan berbagai kewajibannya. Bila kecenderungan seperti
itu dibiarkan berlangsung, apalagi berkembang, bukan hal yang mustahil apabila
keserasian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terganggu,
suatu hal yang tentunya tidak diinginkan.
Berarti diperlukan pengaturan agar keseimbangan antara hak dan kewajiban
para warga masyarakat, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat,
tetap terjamin.
Pendekatan makro ini berlaku pula pada pendekatan mikro, yaitu dalam
kehidupan berorganisasi. Artinya, dalam setiap organisasi harus pula diberlakukan
serangkaian ketentuan normatif, baik yang sifatnya berlaku umum dan mengikat
masyarakat banyak, maupun yang sifatnya khusus dalam arti hanya berlaku bagi
para anggota masyarakat tertentu, yaitu terbatas pada para anggota organisasi yang
bersangkutan saja.
Dalam kehidupan organisasional, keseimbangan antara hak dan kewajiban
pun harus diusahakan agar terus-menerus terpelihara dengan baik sebab apabila
keseimbangan tersebut terganggu, ke dua belah pihak, yaitu organisasi dan para
anggotanyalah yang dirugikan. Di sinilah terlihat peranan yang amat penting yang
dapat dan harus dimainkan oleh manajemen sumber daya manusia.
Pemeliharaan keseimbangan itu menuntut kejelasan hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang
merupakan hak organisasi merupakan kewajiban bagi para anggotanya dan
sebaliknya hak para anggota organisasi merupakan kewajiban bagi organisasi untuk
menunaikannya. Misalnya, suatu organisasi berhak memperoleh kesetiaan,
degikasi, kehadiran yang konstan di tempat tugas, efisiensi kerja, efektivitas dan
produktivitas kerja seluruh anggota organisasi yang bersangkutan. Karena dengan

Manajemen Sumber Daya Manusia | 14


demikian organisasi akan semakin dekat kepada tujuannya yang pada gilirannya
lebih meningkatkan kemampuan organisasi menunaikan kewajibannya kepada
seluruh anggota organisasi yang bersangkutan. Sebaliknya, para anggota organisasi
mempunyai berbagai hak yang harus dipenuhi oleh organisasi seperti upah dan gaji
yang layak, pekerjaan yang sesuai dengan bakat, keahlian, keterampilan,
pendidikan dan pengalaman seseorang, perlakuan yang adil dan manusiawi,
keamanan di tem-pat pekerjaan dan lain sebagainya.

Pendekatan Sosio-kultural.
Pemahaman tentang semakin besarnya perhatian makin banyak pihak
terhadap manajemen sumber daya manusia juga memerlukan pendekatan sosio-
kultural. Pendekatan ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan harkat
dan martabat manusia. Alasan utama lainnya ialah karena meskipun benar bahwa
teori manajemen, termasuk manajemen sumber daya manusia, bersifat universal,
penerapannya tidak pernah bebas nilai.
Dewasa ini semakin disadari bahwa harkat dan martabat manusia harus
diakui, dihormati dan bahkan dijunjung tinggi. Mengakui, menghormati dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia antara lain berkaitan dengan.
kesempatan berkarya. Artinya, kini sudah umum diterima pendapat yang
mengatakan bahwa bagi seseorang, mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan
yang wajar tidak lagi dilihat semata-mata sebagai usaha untuk memuaskan berbagai
kebutuhan yang bersifat kebendaan, akan tetapi juga kebutuhan-kebutuhan sosio-
psikologis.
Pemuasan kebutuhan yang bersifat sosio-psikologis tidak dapat dipisahkan
dari faktor-faktor sosial budaya. Artinya terikat pada norma-norma sosial yang
berlaku di suatu masyarakat di mana seseorang menjadi anggota. Misalnya, nilai-
nilai sosial yang berlaku di suatu masyarakat yang mengagungkan individualisme
tentunya berbeda dari norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat dimana
kebersamaan dipandang lebih penting dari kepentingan perorangan.
Nilai-nilai sosial budaya menentukan yang baik, tidak baik, benar, salah,
wajar, tidak wajar dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menilai

Manajemen Sumber Daya Manusia | 15


perilaku seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok,
termasuk kelompok kerja di mana seseorang berkarya.
Pendekatan sosial budaya terlihat lebih jelas lagi apabila diingat bahwa
manajemen sumber daya manusia, baik disoroti dari sudut teori maupun
aplikasinya, selalu bersifat situasional, meskipun teorinya memang sudah diakui
secara universal.
Langkah-langkah utama yang biasanya ditempuh dalam Memanajemen
sumber daya manusia malahan sudah dapat dikatakan berlaku umum.
Akan tetapi karena setiap organisasi di mana teori tersebut diterapkan dan
langkah-langkah dalam manajemen sumber daya manusia yang diambil merupakan
suatu kesatuan dengan karakteristik yang khas karena memang tidak ada dua
organisasi yang persis sama dalam segala hal penerapan teori tersebut sangat
ditentukan oleh faktor-faktor yang sifatnya khas tersebut.
Meskipun demikian suatu hal yang kiranya tidak boleh dilupakan ialah
bahwa sistem nilai yang berlaku dalam suatu organisasi merupakan bagian dari
kultur yang dianut oleh masyarakat luas. Memang mungkin saja terdapat perbedaan
kultur antara suatu organisasi dengan organisasi yang lain. Akan tetapi biasanya
perbedaan-perbedaan tersebut, yang bersifat idiosinkronatik sekalipun, tidak boleh
menyimpang dari nilai-nilai sosial yang berlaku.
Berbagai perbedaan dapat timbul sebagai akibat berbagai fak- tor seperti:
a. sejarah organisasi,
b. dasar filsafati pembentukan organisasi,
c. filsafat hidup pendiri organisasi,
d. jenis kegiatan organisasi,
e. konfigurasi para anggotanya,
f. para “stakeholders” yang harus dihadapi dan dipuaskan oleh organisasi,
g. barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.
Dalam hubungan ini sekali lagi perlu ditekankan bahwa norma-norma sosio-
kultural yang berlaku di masyarakat luas dan teori yang sudah diakui secara
universal perlu diperhitungkan dalam menumbuhkan dan memelihara kultur
organisasi yang bersangkutan.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 16


Pendekatan Administratif.
Salah satu ciri yang menonjol dari abad sekarang ini ialah terciptanya
berbagai jenis organisasi. Apapun yang telah dicapai oleh umat manusia, seperti
kemampuan menjelajahi angkasa luar, perkembangan teknologi yang sangat pesat,
perluasan kesempatan memperoleh pendidikan yang semakin tinggi bagi semakin
banyak orang, komunikasi dengan berbagai sarana yang amat canggih, peningkatan
taraf hidup semakin banyak orang, pemahaman yang semakin mendalam tentang
kehidupan di dasar laut, wahana angkutan yang semakin cepat dan nyaman
sehingga bumi ini terasa seolah-olah makin kecil, kesemuanya itu dicapai dengan
pemanfaatan organisasi.
Dengan perkataan lain, apakah orang berbicara tentang politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan dan keamanan, ilmu pengetahuan, teknologi dan berbagai
segi kehidupan dan penghidupan lainnya, kesemuanya tidak mungkin bisa
dilepaskan kaitannya dengan organisasi.
Secara makro, tujuan, cita-cita dan harapan suatu bangsa diusahakan
pencapaiannya dan perwujudannya melalui organisasi yang disebut negara. Secara
mikro, tujuan, cita-cita dan harapan sekelompok orang yang merasa memiliki
kesamaan kepentingan juga diusahakan pencapaiannya melalui organisasi, seperti
organisasi politik, organisasi niaga, organisasi olah raga dan berbagai jenis
organisasi lainnya termasuk organisasi yang sifatnya nirlaba. Secara atomik, yaitu
pada tingkat individual, berbagai tujuan, keinginan, cita-cita, harapan dan
kebutuhannya hanya bisa tersalurkan, terpenuhi dan terpuaskan dengan
menggunakan berbagai jalur organisasional. Artinya, karena jumlah dan jenis
tujuan, keinginan, cita- cita, harapan dan kebutuhan tersebut, tidak ada lagi seorang
pun yang dapat memuaskannya tanpa menggunakan jalur organisasional. Tujuan
dan aspirasi politik disalurkan melalui organisasi politik. Tujuan yang didasarkan
pada kebutuhan materiel diusahakan pencapaiannya melalui organisasi niaga yang
bagi banyak orang berarti mempunyai pekerjaan tetap dengan imbalan yang wajar.
Kepentingan afiliasi atau sosial disalurkan melalui berbagai organisasi
kemasyarakatan. Demikian seterusnya.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 17


Karena itulah manusia modern sering disebut sebagai manusia
organisasional. Dan sebagaimana diketahui manusia organisasionalah yang
menjadi fokus analisis pendekatan administratif. Dengan perkataan lain, terdapat
hubungan ketergantungan antara manusia dengan organisasi dalam arti bahwa
manusia tidak lagi mungkin mencapai berbagai tujuannya tanpa menggunakan jalur
organisasional dan sebaliknya setiap organisasi akan mencapai tujuan dan
sasarannya melalui usaha kooperatif sekelompok orang di dalamnya.
Salah satu implikasi hubungan ketergantungan tersebut ialah bahwa baik
untuk masa sekarang maupun di masa depan, apakah umat manusia meraih
kemajuan yang lebih besar atau tidak akan sangat tergantung pada kemampuan
manusia untuk menciptakan organisasi dengan lebih baik dan mengelola sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya dengan lebih efisien, efektif dan produktif.
Secara filsafati, terdapat paling sedikit tiga titik tolak pemikiran utama mengapa
efisiensi, efektivitas dan prodtivitas mutlak perlu ditingkatkan.
Pertama: Sumber daya bukan manusia yang tersedia atau dapat disediakan
oleh organisasi selalu terbatas vis a vis tujuan individual dan organisasional yang
tidak terbatas. Kedua: Meskipun sumber daya, dana dan sarana serta prasarana kerja
mutlak diperlukan, hal-hal tersebut pada dirinya tidak meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan produktivitas organisasi. Ketiga: Manusia merupakan unsur
terpenting dalam organisasi, sekaligus merupakan “miliknya” yang paling berharga
dengan pengertian bahwa manusia diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sehingga berperilaku positif dalam kehidupan organisasionalnya.
Dalam hubungan ini kiranya masih relevan untuk memberikan pembatasan
pengertian tentang istilah-istilah tersebut dan demi kejelasan akan diberikan
contoh-contoh. Penting pula untuk mencatat bahwa agar efisiensi, efektivitas dan
produktivitas dapat diukur, ketiga hal tersebut harus dilihat dari sudut pandang
masukan yaitu daya, dana, sarana serta prasarana yang mengalami proses
transformasi untuk menghasilkan luaran.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah pemanfaatan
sumber daya, dana, sarana dan prasarana yang minimum untuk menghasilkan
barang atau jasa tertentu, baik dalam arti jumlah maupun mutunya. Dari pembatasan

Manajemen Sumber Daya Manusia | 18


pengertian tersebut jelas terlihat bahwa orientasi efisiensi mengandung dua hal
yang sangat mendasar. Pertama, jumlah dan mutu barang atau jasa yang akan
dihasilkan telah ditetapkan sebelumnya. Kedua, untuk menghasilkan barang atau
jasa tersebut diusahakan pemanfaatan sumber daya, dana, sarana dan prasarana
yang sesedikit mungkin. Berarti tingkat efisiensi semakin tinggi apabila semakin
sedikit sumber daya, dana, sarana dan prasarana yang digunakan dalam
menghasilkan barang atau jasa tertentu. Contoh: Suatu perusahaan angkutan yang
bekerja secara efisien adalah perusahaan yang mampu mengangkut sejumlah
penumpang dan barang tertentu dengan menggunakan lebih sedikit jumlah
kendaraan, awak kendaraan dan bahan bakar.
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, dana, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu tepat pada waktunya.
Berarti efektivitas sebagai orientasi kerja menyoroti empat hal, yaitu:
a. sumber daya, dana, sarana dan prasarana yang dapat digunakan sudah
ditentukan dan dibatasi,
b. jumlah dan mutu barang atau jasa yang harus dihasilkan telah
ditentukan,
c. batas waktu untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut sudah
ditetapkan,
d. tata cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan tugas sudah
dirumuskan.
Dengan sekali lagi menggunakan perusahaan angkutan sebagai contoh,
perusahaan angkutan tersebut dapat dikatakan berfungsi secara efektif apabila
jumlah penumpang dan barang yang harus diangkut memang terangkut dengan
sejumlah kendaraan tertentu yang ditangani oleh awak yang terampil, sopan dan
ramah sehingga para penumpang dan barang itu tiba di tempat tujuan tepat pada
waktunya dengan aman dan nyaman.
Sedangkan mengenai. produktivitas dapat ditonjolkan hal-hal berikut:
1. Sorotan perhatian ditujukan kepada maksimalisasi hasil kerja, misalnya
dalam bentuk barang atau jasa;

Manajemen Sumber Daya Manusia | 19


2. Maksimalisasi hasil kerja itu disesuaikan dengan penggunaan sumber
daya, dana, sarana dan prasarana lainnya yang jumlahnya dengan
sengaja ditentukan dan dibatasi.
Suatu perusahaan angkutan, yang telah dijadikan contoh dalam membahas efisiensi
dan efektivitas, dapat dikatakan sebagai suatu perusahaan yang produktif apabila
dengan sejumlah armada dan personel tertentu mampu mengangkut lebih banyak
penumpang dan barang ke tempat tujuan masing-masing.
Kenyataan bahwa ketiga orientasi di atas digunakan “senapas”
sesungguhnya berarti bahwa suatu organisasi harus berusaha mewujudkannya
secara simultan. Usaha demikian merupakan salah satu tantangan terberat yang
harus dihadapi oleh manajemen, sekaligus merupakan salah satu kriteria
keberhasilannya.
Yang tidak kalah pentingnya untuk ditekankan ialah bahwa orientasi
efisiensi, efektivitas dan produktivitas tidak hanya penting bagi organisasi niaga,
melainkan untuk semua jenis organisasi, apapun tujuannya, jenis kegiatannya,
strukturnya, lokasinya dan jumlah serta jenis sumber daya yang digunakannya.

Pendekatan Teknologikal.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak yang
sangat kuat terhadap manajemen sumber daya manusia. Dilihat sepintas lalu,
dampak tersebut dapat dikatakan bersifat negatif karena kesan yang segera timbul
ialah bahwa pemanfaatan berbagai hasil temuan di bidang teknologi berakibat pada
berkurangnya kesempatan kerja karena semakin banyak kegiatan yang tadinya
dilakukan oleh manusia kini “diambil alih” oleh berbagai jenis mesin.
Kegiatan produksi dalam suatu organisasi niaga, misalnya, dapat
mengalami empat tahap perkembangan, yaitu pelaksanaan kegiatan secara manual,
mekanisasi, otomasi dan robotisasi. Perkembangan dari satu tahap ke tahap
berikutnya menunjukkan semakin besarnya peranan mesin dan sebaliknya
berkurangnya peranan manusia. Artinya, pada tahap mekanisasi, intervensi manusia
dalam proses produksi masih cukup besar. Pada tahap otomasi intensitas intervensi
tersebut tampak semakin berkurang. Pada tahap robotisasi peranan manusia dapat

Manajemen Sumber Daya Manusia | 20


dikatakan menjadi Sangat minim. Hal demikian tampak sangat jelas dalam
pekerjaan perakitan.
Gejala sejenis terlihat pula pada kegiatan perkantoran. Mekanisasi dan
otomasi berbagai kegiatan perkantoran dirasakan mempunyai dampak negatif
terhadap kesempatan manusia untuk berkarya. Bahkan dengan kemajuan teknologi
tertentu yang berkaitan dengan kegiatan perkantoran, sekarang ini sudah banyak
yang meramalkan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama akan tercipta apa
yang oleh sementara orang disebut sebagai “kantor tanpa kertas” sebagai akibat
kehadiran mikro film, disket, facsimile dan lain sebagainya.
Masih banyak lagi segi-segi kehidupan organisasional yang dewasa ini
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Diperkirakan pengaruh tersebut akan
semakin kuat di masa-masa yang akan datang karena penemuan di bidang teknologi
terus berlangsung dengan hasil yang semakin canggih. Pengaruh tersebut sering
dirasakan menimbulkan situasi yang dilematik. Dikatakan demikian karena di satu
pihak tekanan untuk memanfaatkan teknologi canggih semakin kuat terutama
dengan alasan peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja organisasi.
Dengan demikian, bagi suatu organisasi niaga misalnya, peluang meraih
keuntungan yang lebih besar makin terbuka lebar. Di samping itu, demikian
argumentasi yang sering dikemukakan oleh penganut pandangan pemanfaatan
teknologi semaksimal mungkin, banyak permasalahan yang tidak akan timbul
dengan menggunakan mesin-mesin, tetapi sering timbul dalam mempekerjakan
manusia seperti situasi konflik, kemangkiran, sakit, membantah perintah,
mengajukan berbagai tuntutan yang ada kalanya dirasakan tidak rasional, mogok
dan lain sebagainya yang tidak akan terjadi dengan penggunaan mesin. Di samping
itu mesin-mesin canggih dengan kemampuan yang makin besar semakin murah
sedangkan tenaga kerja semakin “mahal”.
Di lain pihak, demi peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sebanyak
mungkin lapangan kerja harus diciptakan agar tingkat pengangguran dapat ditekan
hingga serendah mungkin. bahkan diusahakan agar terdapat situasi “full
employment”. Semua negara, baik yang sudah mencapai tahap industrialisasi yang
sangat maju maupun negara-negara yang sedang berkembang, yang banyak di

Manajemen Sumber Daya Manusia | 21


antaranya yang masih berada pada tahap agraris, mendambakan tingkat
pengangguran yang serendah mungkin. Di banyak negara masih terus berlangsung
perdebatan antara penganut paham padat karya di satu pihak dan para penganut
paham padat modal di pihak lain. Sasarannya sebenarnya sama, yaitu bagaimana
agar kesejahteraan rakyat meningkat. Semua pihak menyadari bahwa jika banyak
orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, atau terlibat dalam pengangguran
terselubung, implikasinya sangat luas, tidak hanya di bidang ekonomi, akan tetapi
juga dalam berbagai bidang kehidupan yang lain seperti kurangnya kemampuan
menempuh pendidikan yang lebih tinggi bagi diri sendiri dan anak-anaknya, tingkat
pemeliharaan kesehatan yang rendah, terganggunya ketertiban masyarakat dan
keamanan yang dapat meresahkan orang banyak.
Semua orang sepakat bahwa harus dicari jalan keluar dari situasi dilematik
demikian. Yang belum disepakati benar ialah caranya. Mempertemukan dua pihak
yang seolah-olah menganut dua pandangan yang berlawanan secara diametrikal itu
memang tidak mudah, tetapi tidak mustahil bahkan merupakan suatu keharusan.
Titik tolaknya ialah dengan cara menemukan titik-titik persamaan pandangan.
Misalnya, baik yang menganut pandangan pemanfaatan teknologi secara maksimal
maupun yang lebih menonjolkan pemanfaatan sumber daya manusia sama-sama
sependapat bahwa:
a. pertumbuhan ekonomi yang wajar mutlak perlu diusahakan bersama,
b. para pemilik modal wajar mengharapkan modalnya kembali dengan
cara-cara yang wajar pula,
c. tingkat pengangguran harus ditekan hingga serendah mungkin,
d. kemajuan di bidang teknologi harus dimanfaatkan,
e. kemajuan di bidang teknologi harus diabdikan kepada kepentingan
manusia dan bukan sebaliknya.
Dengan demikian jelas bahwa penentuan pilihan seyogianya tidak
didasarkan pada pendekatan yang dikotomik dan tidak pula didasarkan pada
pandangan “hitam atau putih”. Artinya, pilihan bukan dalam arti pemanfaatan
kemajuan teknologi semaksimal mungkin dengan mengorbankan sumber daya

Manajemen Sumber Daya Manusia | 22


manusia, tetapi juga tidak dengan mengabaikan sama sekali perkembangan
teknologi.
Berarti kunci keberhasilan pendekatan teknologikal terletak pada kearifan
manusia menggabungkan kemajuan di bidang teknologi dengan manajemen sumber
daya manusia yang berangkat dari harkat dan martabat manusia. Dalam konteks
demikianlah sering ditonjolkan pentingnya pemilihan teknologi secara tepat guna.
Memilih teknologi yang tepat, baik dalam arti bentuk dan intensitasnya akan tetap
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia. Kemampuan memilih
demikianlah yang kiranya perlu terus dikembangkan.
Dari pembahasan di muka kiranya jelas bahwa tantangan utama yang harus
dijawab oleh umat manusia di masa depan adalah peningkatan kemampuan untuk
menciptakan organisasi yang lebih baik dan mengelolanya dengan tingkat efisiensi,
efektivitas dan produktivitas yang semakin tinggi sebagai wahana untuk mencapai
berbagai tujuan yang ingin dicapai. Tantangan tersebut timbul sebagai akibat
dinamika manusia yang pada gilirannya membawa berbagai jenis perubahan, baik
yang terjadi secara internal bagi Organisasi maupun yang sifatnya eksternal.
Perubahan-perubahan internal beraneka ragam bentuknya, seperti perluasan
atau penyempitan usaha dan kegiatan, pemanfaatan teknologi dan sebagainya.
Sedangkan perubahan-perubahan eksternal dapat bersumber dari berbagai faktor
seperti faktor ekonomi, faktor politik, faktor kependudukan, faktor pendidikan,
faktor kesehatan dan faktor ketidakpastian dalam menghadapi masa depan.
Kesemuanya itu bermuara pada satu hal, yaitu tuntutan yang semakin kuat
terhadap peningkatan kemampuan mengelola sumber daya manusia.

BERBAGAI TANTANGAN BAGI MANAJEMEN SUMBER DAYA


MANUSIA
Jika diterima pendapat bahwa salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh
umat manusia di masa depan adalah untuk menciptakan organisasi yang semakin
beraneka ragam tetapi sekaligus menuntut pengelolaan yang semakin efisien,
efektif dan produktif, harus pula diterima pendapat bahwa ketergantungan
organisasi pada manajemen sumber daya manusia yang semakin bermutu tinggi

Manajemen Sumber Daya Manusia | 23


akan semakin besar pula. Tanpa mengurangi pentingnya perhatian yang tetap harus
diberikan pada manajemen sumber-sumber organisasional lainnya, tidak bisa
disangkal bahwa perhatian utama tidak bisa tidak harus diberikan pada manajemen
sumber daya manusia. Untuk mewujudkan situasi demikian, perlu peningkatan
kesadaran tentang maksud dari semua kegiatan manajemen sumber daya manusia,
yaitu untuk meningkatkan sumbangan sumber daya manusia terhadap keberhasilan
organisasional.
Berarti bahwa kebijaksanaan apapun yang dirumuskan dan ditetapkan di
bidang sumber daya manusia dan langkah-langkah apa pun yang diambil dalam
manajemen sumber daya manusia itu, kesemuanya harus berkaitan dengan
pencapaian berbagai jenis tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai. Pada
dasarnya berbagai tujuan tersebut dapat dikategorikan pada empat jenis, yaitu:
a. tujuan masyarakat sebagai keseluruhan,
b. tujuan organisasi yang bersangkutan,
c. tujuan fungsional dalam arti tujuan manajemen sumber daya manusia
dalam suatu organisasi, dan
d. tujuan pribadi para anggota organisasi.

Pencapaian Tujuan Masyarakat.


Dalam bidang apapun suatu organisasi bergerak, dalam arti yang sebenar-
benarnya ia menghasilkan sesuatu “produk” atau “jasa” bagi kelompok-kelompok
tertentu di masyarakat. Artinya, “produk” tersebut baik berupa barang atau jasa
harus diinterpretasikan dalam arti luas dan tidak terbatas pada pengertian klasik,
yaitu dalam arti barang atau jasa yang hanya dihasilkan oleh organisasi-organisasi
yang bergerak di bidang keniagaan saja.
Dengan interpretasi yang demikian jelas terlihat bahwa tidak ada satu pun
organisasi yang dapat mempertahankan eksistensinya dan melestarikan
keberadaannya tanpa mengkaitkan tujuan organisasi dengan tujuan masyarakat
luas. Sudah barang tentu perhatian utama ditujukan kepada mereka yang menjadi
“clientele groups” dari organisasi yang bersangkutan.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 24


Artinya, tidak ada organisasi yang bisa mempertahankan dan melanjutkan
eksistensinya dalam keadaan terisolasi dan tanpa konteks. Berarti manajemen setiap
organisasi harus memiliki kepekaan terhadap tuntutan sosial yang ditujukan kepada
organisasi yang bersangkutan. Dengan perkataan lain setiap organisasi mempunyai
kewajiban sosiai yang harus dipenuhinya.
Bentuk nyata dari kegagalan suatu organisasi mengkaitkan pencapaian
tujuannya dengan pencapaian tujuan masyarakat luas terlihat dalam dua wujud.
Pertama ialah bahwa masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap organisasi
yang bersangkutan. Kedua, sebagai akibat hilangnya kepercayaan tersebut
masyarakat tidak lagi memberikan dukungannya kepada kebijaksanaan dan
kegiatan organisasi tersebut. Jika suatu organisasi sudah kehilangan kepercayaan
dan dukungan masyarakat, jelas bahwa cepat atau lambat, kehancuranlah yang
merupakan akibatnya. Tegasnya, menunaikan kewajiban sosial bagi suatu
organisasi tidak semata-mata karena pertimbangan yang alturistik, meskipun
pertimbangan itu penting, akan tetapi juga demi kepentingan organisasi yang
bersangkutan sendiri juga.

Pencapaian Tujuan Organisasi.


Manajemen sumber daya manusia yang baik ditujukan kepada peningkatan
kontribusi yang dapat diberikan oleh para pekerja dalam organisasi ke arah
tercapainya tujuan organisasi. Tidak menjadi soal tujuan organisasional apa yang
ingin dicapai. Dibentuknya satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia
dimaksudkan bukan sebagai tujuan, akan tetapi sebagai alat untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan.
Kenyataan ini semakin jelas terlihat apabila diingat bahwa satuan kerja yang
mengelola sumber daya manusia melakukan tugas-tugas penunjang, bukan
melakukan tugas pokok. Artinya, memang benar bahwa satuan kerja tersebut,
dengan nomenklatur apapun ia dikenal seperti bagian kepegawaian atau istilah lain
yang sejenis juga mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang diusahakan terwujud
melalui berbagai langkah yang ditempuh dalam menyelenggarakan fungsinya.
Akan tetapi tujuan-tujuan departmental atau inkremental tersebut harus dalam

Manajemen Sumber Daya Manusia | 25


kerangka pemikiran utama yaitu mendukung berbagai kegiatan pokok yang harus
dilakukan oleh organisasi demi pencapaian berbagai tujuan dan sasarannya.

Pencapaian Tujuan Fungsional.


Telah umum diketahui bahwa struktur suatu organisasi menggambarkan dua
jenis kegiatan, yaitu kegiatan pokok dan kegiatan penunjang. Yang dimaksud
dengan kegiatan pokok adalah seluruh usaha yang dilakukan yang berkaitan
langsung dengan tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi
yang bersangkutan. Bagi suatu organisasi niaga, misalnya, berbagai kegiatan pokok
itu menyangkut produksi, pemasaran dan penjualan melalui mana perusahaan
memperoleh keuntungan sebagai pencerminan dari kemampuan organisasi
menghasilkan produk tertentu baik dalam bentuk barang maupun jasa yang
dibutuhkan oleh sekelompok tertentu di masyarakat yang menjadi konsumen atau
pelanggannya. Sebaliknya yang dimaksud dengan kegiatan penunjang adalah
keseluruhan upaya yang dibuat oleh satuan-satuan kerja tertentu yang, meskipun
tidak terlibat langsung dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasi, tetapi memberikan dukungan kuat ke arah keberhasilan.
penyelenggaraan tugas pokok. Misalnya, kegiatan di bidang administrasi keuangan,
administrasi logistik, administrasi sumber daya manusia, ketatausahaan, penelitian
dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan.
Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh masing-masing satuan kerja, baik yang
bersifat tugas pokok maupun tugas penunjang, dikenal dengan istilah “tugas
fungsional”.
Berarti yang dimaksud dengan pencapaian tujuan fungsional dalam bidang
manajemen sumber daya manusia ialah keseluruhan langkah dan prosedur yang
harus ditempuh oleh satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dalam
organisasi sedemikian rupa sehingga sumber daya manusia yang terdapat dalam
organisasi mampu memberikan kontribusinya yang maksimal. Berbagai langkah
dan prosedur tersebut biasanya terdiri dari perencanaan ketenagakerjaan,
rekrutmen, seleksi, penempatan, pengupahan dan penggajian, pembinaan karier,
pendidikan dan pelatihan, pemeliharaan hubungan kerja hingga pemberhentian,

Manajemen Sumber Daya Manusia | 26


baik dalam bentuk pemutusan hubungan kerja maupun pemensiunan. Singkatnya
tujuan fungsional yang ingin dicapai adalah tersedianya sumber daya manusia yang
tidak saja ahli, terampil dan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, akan
tetapi juga yang memiliki berbagai atribut yang tercermin pada berbagai hal seperti
kesetiaan kepada organisasi, dedikasi kepada tugas, kesediaan membawahkan
kepentingan pribadi kepada kepentingan bersama, kesediaan bekerja sama,
penumbuhan, pengembangan dan pemeliharaan perilaku positif dalam interaksinya
dengan orang lain serta kesediaan menghindari berbagai jenis perilaku negatif yang
dapat berakibat pada tidak hanya rusaknya citra organisasi, akan tetapi juga
merugikan diri sendiri, suatu hal yang tentunya tidak diinginkan.

Pencapaian Tujuan Pribadi.


Di muka telah ditekankan bahwa manusia modern dewasa ini tidak lagi
memiliki kemampuan memuaskan semua jenis kebutuhannya yang semakin
beraneka ragam tanpa menggunakan berbagai jalur organisasional. Aneka ragam
tujuan pribadi tersebut berangkat dari hakikat manusia sebagai makhluk yang multi
faset, antara lain sebagai makhluk politik, insan ekonomi dan mahkluk sosial di
samping sebagai individu dengan jati diri yang khas.
Misalnya mudah untuk menduga bahwa seseorang menjadi anggota suatu
organisasi politik tertentu karena ia mempunyai keyakinan bahwa tujuan dan
aspirasi politiknya akan tercapai dan tersalurkan dengan menjadi anggota organisasi
politik tersebut.
Bekerja bagi suatu organisasi dengan memperoleh imbalan juga biasanya
didasarkan keyakinan bahwa dengan bekerja pada organisasi atau perusahaan itu
seseorang akan dapat memuaskan berbagai kebutuhannya, tidak hanya di bidang
materiel, seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan kebendaan lainnya, akan
tetapi juga berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat sosial, prestise, kebutuhan
psikologis dan intelektual.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 27


Seseorang memasuki pula berbagai organisasi di samping organisasi
pemakai tenaga kerja dalam usaha memuaskan berbagai kebutuhan sosialnya.
Bentuk utama dari memuaskan berbagai kebutuhan afiliasi. Keanggotaan seseorang
dalam berbagai organisasi social, seperti arisan, olah raga, klub dan sejenisnya,
bukan sebagai sarana memperoleh penghasilan, akan tetapi didorong oleh
keinginan untuk memuaskan kebutuhan afiliasi secara optimal.
Dalam pada itu sangat penting untuk tidak melupakan bahwa dengan
menjadi anggota berbagai jenis organisasi, setiap orang tetap merupakan individu
dengan jati diri yang khas.
Jelaslah bahwa pada mulanya motif seseorang memasuki berbagai
organisasi adalah pencapaian tujuan dan pemenuhan kepentingan pribadinya. Hal
demikian adalah wajar dan merupakan gejala yang universal. Akan tetapi dalam
meniti kariernya, seseorang harus mau dan rela melakukan berbagai jenis
penyesuaian yang diperlukan akan seseorang di terima sebagai anggota organisasi
yang dihormati. Dengan demikian yang bersangkutan akan menjadi anggota
organisasi yang kehairannya diterima dengan ikhlas oleh orang-orang lain dengan
siapa dia akan mengadakan interaksi, baik dalam rangka pelaksanaan tugas yang
dipercayakan kepdanya yang berarti hubungan fungsional yang formal – maupun
dalam berbagai hubungan yang tidak berkaitan langsung dengan tugas pekerjaan,
yang berarti hubungan yang sifatnya informal.
Artinya yang kemudian harus terjadi ialah kesediaan semua anggota
organisasi sebagai individu untuk membawahkan tujuan dan kepentingan
pribadinya kepada tujuan dan kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan
bersama dan kepentingan organisasi sebagai keseluruhan, bahkan juga kepentingan
masyarakat luas.
Di sinilah peranan manajemen sumber daya manusia menjadi sangat
penting. Sasarannya tidak lag terbatas pada menjamin kepatuhan para anggota
organisasi kepada ketentuan-ketentuan di bidang kepegawaian – hal yang menjadi
sorotan utama dari manajemen kepegawaian tradisional – melainkan diarahkan
kepada maksimalisasi kontribusi yang mungki diberikan oleh setiap orang ke arah
tercapainya tujuan organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 28


PERANAN PENGELOLA SUMBER DAYA MANUSIA
Sering kurang dipahami bahwa dalam arti yang sesungguhnya, setiap
pejabat pemimpin dalam suatu organisasi merupakan manajer sumber daya
manusia. Artinya, para manajer ikut dan harus terlibat dalam mengambil berbagai
langkah dan kegiatan manajemen sumber daya manusia, mulai dari perencanaan
ketenagakerjaan hingga pemensiunan pegawai.
Akan tetapi biasanya dalam suatu organisasi dibentuk satuan kerja yang
melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya manusia dan satuan kerja tersebutlah
yang secara fungsional bertanggung jawab dalam melakukan berbagai kegiatan dan
mengambil berbagai langkah dalam manajemen sumber daya manusia. Terdapat
dua alasan kuat mengapa satuan kerja fungsional demikian perlu dibentuk. Pertama,
meskipun benar bahwa setiap manajer yang bersangkutan diserahi tugas dan
tanggung jawab melaksanakan kegiatan-kegiatan lain, baik yang sifatnya tugas
pokok maupun tugas penunjang, sehingga perhatian utamanya ditujukkan kepada
tanggung jawab fungsional itu. Kedua, dewasa ini manajemen sumber daya
manusia mutlak perlu ditangani secara professional oleh tenaga-tenaga spesialis
karena hanya dengan demikianlah manajemen sumber daya manusia yang sangat
kompleks itu dapat ditangani dengan baik. Berarti satuan kerja yang mengelola
sumber daya manusia menerima pendegelasian tugas dari para manajer yang
memimpin satuan-satuan kerja lainnya.
Satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia merupakan satuan kerja
penunjang terhadap semua satuan kerja lain dalam organisasi. Besar kecilnya satuan
kerja pengelola sumber daya manusia tentunya tergantung antara lain pada besar
kecilnya organisasi yang harus dilayaninya.
Dengan perkataan lain, tipe organisasi apapu yang digunakan, apakah tipe
“lini” tipe “lini dan staf”, tipe “fungsional’ tipe “matriks” atau tipe-tipe lainnya,
dalam struktur organisasi terdapat satuan kerja yang bertanggung jawab
fungsionalya adalah menangani masalah-masalah manajemen sumber daya
manusia.
Karena sifat tugas fungsionalnya sebagai penunjang dan melayani satuan-
satuan kerja lainnya daam organisasi, seorang manajer sumber daya manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia | 29


memang tidak memiliki kewenangan komando terhadap satuan kerja lainnya.
Kewenangan yang dimiliki adalah kewenangan “staf” sedangkan kewenangan
komando hanya dimilikinya “ ke dalam” dalam arti terhadap satuan-satuan kerja
yang lebih kecil dalam lingkungan satuan pengelola sumber daya manusia itu
sendiri.
Hanya saja perlu ditekankan bahwa kedua jenis kewenangan itu tidak boleh
dilihat secara dikotomikal karena penggunaan ke dua jenis kewenangan tersebut
bukanlah hal yang bersifat “mutually exclusive” melainkan sebagai dua jenis
kewenangan yang apabila digunakan secara saling isi mengisi akan berakibat pada
peningkatan kemampuan kerja para anggota organisasi. Prinsip ini perlu diangkat
ke permukaan karena dalam praktek tidak sedikit manajer “lini” yang memandang
remeh kewenangan staf yang dimiliki oleh para manajer sumber daya manusia.
Pandangan merehmekan itu bias timbul karena memang harus di akui bahwa satuan
kerja pengelola sumber daya manusia tidak secara langsung menghasilkan barang
atau jasa, bagi organisasi niaga, yang dapat dijual yang pada gilirannya
mengakibatkan organisasi meraih keuntungan. Bagi organisasi lain, memang satuan
kerja pengelola sumber daya manusia tidak terlibat langsung dalam penyelesaian
tugas pokok organisasi yang bersangkutan.
Di samping itu, demikian pendapat sementara manajer lini, kewenangan
menunjukan jenis, jumlah dan mutu produk, standar prestasi kerja, wajar tidaknya
seseorang pekerja dipromosikan dan penugasan pekerja merupakan wewenang para
manajer lini, bukan manajer pelaksana kegiatan penunjang. Seorang manajer
sumber daya manusia “hanya” berperan sebagai pemberi nasihat. Seperti telah
ditekankan di muka, pandangan seperti itu adalah pandangan yang tidak tepat.
Dikatakan demikian karena dalam menggerakan roda organisasi sebagai
keseluruhan, persepsi yang tepat digunakan ialah bahwa agar organisasi mampu
bekerja dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang semakin tinggi,
tidak ada satu pun satuan kerja dalam organisasi yang tidak penting. Berarti
penciptaan berbagai satuan kerja dalam organisasi merupakan suatu wahana
pembaktian tugas sehingga di samping mampu bergerak sebagai suatu kesatuan
yang utuh, juga mampu memelihara hubungan kerja fungsional yang serasi berkat

Manajemen Sumber Daya Manusia | 30


keterkaitan dan saling ketergantungan yang saling mendukung. Dengan perkataan
lain hubungan yang didasarkan pada prinsip simbiosis mutualis.
Para manajer lini harus menyadari bahwa kewenangan staf yang dimiliki
oleh manajer sumber daya manusia sesungguhnya tidak kecil, baik dalam arti
penyusunan dan penerapan kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya manusia
maupun dalam hal memberika nasihat kepada para manajer lini. Memang benar
bahwa seorang manajer lini dapat saja menolak atau tidak mempertimbangkan
nasihat yang diberikan oleh manajer sumber daya manusia. Akan tetapi jika
kemudian timbul berbagai masalah yang menyangkut kehidupan organisasional,
tanggung jawab atas timbulnya masalah tersebut menjadi tanggung jawab manajer
lini yang bersangkutan. Karena itu untuk mencegah timbulnya berbagai masalah
yang menyangkut sumber daya manusia dalam organisasi, merupakan tindakan
yang bijaksana apabila manajer lini memperhatikan dan bahkan mengikuti nasihat
yang diberikan oleh manajer sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya
manusia di lingkungan satua kerja yang dipimpinnya.
Untuk mengatasi gejala yang tidak seperti yang telah di kemukakan di atas,
yaitu jika para manajer lini menganggap remeh pandangan dan nasihat yang
diberikan oleh manajer sumber daya manusia yang dapat merugikan organisasi
sebagai keseluruhan, manajer puncak ada kalanya harus melakukan intervensi
tertentu. Salah satu bentuk interventi tersebut adalah pemberian wewenang
memutuskan sesuatu kepada manajer sumber daya manusia sehingga wewenangnya
berubah dari wewenang staf semata menjadi wewenang fungsional. Wewenang
fungsional itu sifatnya mengikat sehingga harus diterima dan dilaksanakan oleh
semua manajer lini dalam organisasi, terlepas apakah ia memimpin satuan kerja
yang menyelenggarakan tugas pokok atau tugas penunjang. Praktek menunjukkan
bahwa wewenang demikian diberikan apabila :
a. Permasalahan yang hendak diatasi dengan penggunaan wewenang
fungsional itu bersifat teknis.
b. Permasalahan dimaksud menyangkut semua orang dalam organisasi.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 31


Sehingga manajemen puncak berpendapat bahwa pemecahannya harus
dilakukan secara terpusat. Berarti manajer sumber daya manusia sesungguhnya
bertindak atas nama manajemen puncak organisasi.
Contoh kongkretnya adalah kebijaksanaan mengenai kesejahtraan pegawai.
Kiranya tidak akan sukar membayangkan bahwa apabila masing-masing manajer
diberi wewenang untuk menentukan sendiri kebijaksanaan tentang jenis dan jumlah
dana serta fasilitas kerja yang akan diberikan kepada para pekerja dalam satuan
kerja masing-masing, akibatnya akan dapat terlihat pada peningkatan kesejahteraan
pegawai yang beraneka ragam dalam organisasi yang sama. Hal demikian akan
berakibat bukan hanya pada beban biaya yang sangat besar yang harus dipikul oleh
organisasi, akan tetapi juga kemungkinan besar akan menggambarkan situasi
ketidakadilan. Untuk menghindari situasi yang tidak menguntungkan demikian,
manajemen puncak biasayanya memberikan wewenang fungsional kepada manajer
sumber daya manusia untuk memutuskannya dan para manajer lini tidak
mempunyai diskresian melainkan tinggal melaksanakannya saja. Guna menjamin
kelancaran proses pengambilan keputusan tentang kesejahteraan pegawai di
maksud, tentunya seorang manajer sumber daya manusia yang bijaksana akan
mengkonsultasikannya terlebih dahulu dengan para manajer yang memimpin
berbagai satuan kerja dalam organisasi.
Jika semua pihak berangkat dari persepsi bahwa adanya fungsional dalam
organisasi hanyalah merupakan wahana untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas
dan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan, sesungguhnya tidak perlu
terjadi konflik antara satuan kerja lini yang bertanggung jawab menyelenggarakan
tugas pokok organisasi dan satuan kerja staf yang m enyelenggarakan kegiatan
penunjang, termasuk satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia.
Konflik demikian memang akan mudah timbul apabila masih terdapat
persepsi bahwa satuan kerja yang dipimpinnya oleh manajer yang bersangkutan
dipandang sebagai satuan kerja yang terpenting. Jika terdapat persepsi demikian,
salah satu konsekuensinya ialah bahwa wewenang yang dimilikinya pun merupakan
wewenang yang harus lebih besar dari wewenang yang dimiliki oleh para manajer
yang lain. Dan sebagaimana diketahui, kecenderungan dalam kehidupan seseorang

Manajemen Sumber Daya Manusia | 32


ialah bahwa semakin besar pula kecenderungan untuk menyalahgunakan
wewenang atau kekuasaan tersebut. Karena itulah diperlukan deliniasi tugas
fungsional yang jelas disertai oleh kejelasan batas-batas wewenang seseorang, baik
yang sifatnya lini, fungsional maupun staf.

SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN MANAJEMEN SUMBER DAYA


MANUSIA
Dapat dinyatakan secara aksiomatik bahwa tidak ada organisasi yang
bergerak dalam keadaan terisolasi. Artinya tidak ada organisasi yang boleh
mengambil sikap tidak perduli terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan di mana
ia bergerak. Salah satu konsekuensi logis dari kenyataan demikian ialah bahwa
manajemen sumber daya manusia pun harus sangat peka terhadap berbagai
perubahan yang terjadi sekitar organisasi karena perubahan yang terjadi itu akan
menimbulkan berbagai jenis tantangan yang harus dihadapi dan diatasi dengan baik.
Berbagai jenis tantangan yang harus dihadapi dalam manajemen sumber daya
manusia dapat bersifat eksternal, organisasional maupun profesional.
Pemahaman tentang hakikat berbagai jenis tantangan tersebut dan
penemuan berbagai teori sebagai instrument menghadapinya secara efektif perlu
dikaitkan dengan perspektif sejarah. Artinya harus diakui bahwa bidang manajemen
sumber daya manusia bukanlah merupakan hal yang timbul dengan mendadak.
Sejarah telah membuktikan bahwa sudah sejak lama manusia hidup berorganisasi
meskipun belum pernah seintensif sekarang ini. Berarti sudah sejak lama pula
manajemen sumber daya manusia dipraktekkan.
Penelusuran kasual menunjukkan bahwa selama ribuan tahun jarang
ditemukan organisasi di muka bumi ini, kecuali organisasi keagamaan dan
pemerintahan. Dibidang ekonomi, misalnya dalam kegiatan pertanian, perdagangan
dan produksi, pusat kegiatan adalah keluarga. Dalam keadaan demikian tentunya
tidak terasa kebutuhan untuk membentuk satuan kerja yang secara khusus
mengelola sumber daya manusia.
Perubahan besar terjadi berkat berbagai temuan teknologikal , seperti
penemuan mesin uap oleh James Watt dan berbagai temuan lainnya yang pada

Manajemen Sumber Daya Manusia | 33


gilirannya mengubah secara dramatic metode berproduksi dan berorganisasi.
Tonggak sejarah yang teramat penting dalam hubungan ini ialah timbulnya
Revolusi Industri I di Inggris yang tidak hanya mengubah cara berproduksi, akan
tetapi juga menuntut penanganan sumber daya manusia berbeda dari cara-cara yang
sampai saat itu dikenal. Lahirnya berbagai pabrik tekstil, tambang dan berbagai
pabrik lainnya memungkinkan produksi barang tertentu secara besar-besaran
dengan memperkerjakan tenaga manusia dalam jumlah yang besar.
Seperti telah disinggung di muka, para pemilik modal yang harus membeli
peralatan yang mahal di satu pihak, di pihak lain memerlukan tenaga kerja yang
tidak sedikit. Mahalnya mesin dan mudahnya memperoleh tenaga kerja ketika itu
cenderung berakibat pada perlakuan manusia yang tidak sesuai dengan harkat dan
martabatnya.
Memang tidak dapat disangkal bahwa ada pula para pemilik perusahaan
pada waktu itu yang menyadari bahwa dengan makin meningkatnya mekanisasi
produksi, tidak bias tidak perhatian yang wajar harus diberikan pula pada sumber
daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Akan tetapi sorotan perhatian pada
waktu itu – yaitu sekitar akhir abad ke Sembilan belas – adalah terutama pada aspek
penghasilan dalam arti upah dan gaji para karyawan, bukan pada perlakuan yang
manusiawi dalam arti luas suatu hal yang menjadi sorotan utama dari manajemen
sumber daya manusia sekarang ini. Para manajer yang mengambil sikap istilah
“sekretaris kesejahteraan.” Tugas utama dari sekretaris kesejahteraan itu ialah
memikirkan cara-cara perumusan kebutuhan ekonomi para pekerja dan mencegah
jangan sampai para pekerja tersebut membentuk serikat-serikat pekerja (buruh).
Pada waktu itu pun telah mulai terlihat dan dirasakan bahwa para pekerja
memerlukan bantuan dalam penanganan berbagai masalah yang berkaitan dngan
kekaryaaan mereka seperti pendidikan, perumahan dan kesehatan. Dengan lahirnya
banyak organisasi yang berskala besar, para manajer puncak merasa bahwa mereka
tidak lagi mampu dan tidak punya waktu untuk menangani sendiri masalah-masalah
kesejahteraan para pekerja dan untuk itulah sekretaris kesejahteraan diangkat. Jadi
dapat dikatakan bahwa para sekretaris kesejahteraan itulah yang menjadi “pelopor”
keberadaan tenaga-tenaga spesialis dalam manajemen sumber daya manusia.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 34


Lahirnya “Gerakan Manajemen Ilmiah”
Telah umum diketahui bahwa Revolusi Industri yang lahir di Inggris telah
“menjalar” ke berbagai bagian dunia pada permulaan abad ke dua puluh ini,
terutama ke Eropa daratan dan ke Amerika Utara. Salah satu manifestasinya ialah
didirikannya makin banyak perusahaan besar yang bergerak dalam berbagai
kegiatan perekonomian, termasuk industry, pertambangan dan perdagangan.
Perkembangan demikian telah menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada
perkembangan manajemen pada umumnya dan manajemen sumber daya manusia
pada khususnya. Dua pelopor utama yang selalu disebut dalam semua literature
tentang manajemen adalah Frederick W. Taylor di Amerika Serikat dan Henri Fayol
di Perancis Kedua pelopor tersebut adalah sarjana teknik. Taylor berkerja di pabrik
baja dan Frayol di tambang batu bara.
Dengan pengalaman berkarya di perusahaan demikianlah mereka
menghasilkan karya-karya tulis yang bahkan hingga kini banyak digunakan sebagai
bahan referensi dalam mempelajari teori manajemen, termasuk teori manajemen
sumber daya manusia.
Tanpa mengetahui apa yang dikerjakan oleh yang lain, ternyata karya kedua
pelopor tersebut saling mengisi. Taylor melihat gerakan manajemen ilmiah sebagai
usaha meningkat efisiensi dan produktivitas para buruh. Hal itu dilakukannya
melalui penelitian yang menghasilkan apa yang kemudian dikenal dengan “time
and motion study”. Intinya terletak pada analisis yang menunjukkan bahwa
pemborosan sering terjadi dalam kegiatan berproduksi karena para pekerja
membuang waktu yang tidak sedikit karena gerakannya yang tidak efisien. Di lain
pihak, Frayol melihat bahwa perusahaan tambang tempatnya berkarya nyaris
mengalami kehancuran karena kekurangan mampuan para manajer. Termasuk
manajer puncak dalam melaksanakan tugas masing-masing. Ketika pada akhirnya
Fayol memperoleh kesempatan menjadi manajer puncak dalam perusahaan
tersebut, sorotan pehatian dan usahanya ditujukan kepada peningkatan kemampuan
memecahkan berbagai masalah manajerial.
Akan tetapi apabila disimak secara cermat, terihat bahwa pada permulaan
pertumbuhannya, gerakan manajemen ilmiah lebih menyoroti peningkatan efisiensi

Manajemen Sumber Daya Manusia | 35


dan produktivitas para pekerja dalam menggunakan mesin-mesin yang mahal dan
bukan pada perlakuan para pekerja yang sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Perkembangan Gerakan “Human Relations.”
Sejarah telah mencatat pula bahwa seiring dengan bertumbuhnya berbagai
bentuk organisasi, makin banyak ilmuwan yang menaruh minat pada penggalian
dan pertumbuhan teori manajemen memang digabung dengan pengalaman makin
banyak orang, semakin menimbulkan kesadaran bahwa manusia dalam organisasi
apapun tidak dapat dan tidak boleh diperlakukan sebagai mesin. Dengan perkataan
lain semakin disadari bahwa sumber daya manusia tidak dapat disamakan dengan
alat-alat produksi lainnya.
Akumulasi teori manajemen kemudian melahirkan apa yang sekarang
dikenal sebagai “Gerakan Human Relations”. Telah umum diakui bahwa pelopor
utamanya adalah Elton Mayo, seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard,
beserta rekan-rekannya yang melakukan penelitian pada suatu perusahaan lampu
pijar di Hawhorne, di pinggiran kota Chicago, Amerika Serikat. Penelitian mereka
dikenal dengan istilah “Hawthorne Experiment.” Hipothesa yang ingin dibuktikan
melalui eksperimen itu ialah bahwa ada factor-faktor tertentu yang berpengaruh
pada sikap, perilaku dan produktivitas para pekerja. Temuan mereka menunjukkan
bahwa sikap dan perilaku positif serta produktivitas para karyawan tidak terlalu
dipengaruhi oleh fasilitas dan kondisi kerja, melainkan oleh perhatian yang
diberikan oleh manajemen pada mereka. Temuan kedua ialah bahwa perilaku
seorang pekerja sangat ditentukan oleh dan terikat pada norma-norma kelompok
kerja di mana seseorang menjadi anggota.

Teori Manajemen Sumber Daya Manusia Kontemporer.


Minat yang semakin meluas di kalangan para ilmuan tentang manajemen
sumber daya manusia berakibat positif dalam mengelola sumber daya manusia
dalam organisasi. Semua perkembangan yang terjadi dapat disimpulkan bermuara
pada suatu prinsip yang sangat fundamental, yaitu bahwa manusia tidak mungkin
diperlakukan sama dengan alat produksi lainnya, melainkan harus di perlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 36


Timbulnya berbagai teori motivasi pada tahun empat puluhan, dengan
Abraham H. Maslow sebagai pelopornya, merupakan bukti kongkret. Semua teori
motivasi menekankan bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang sangat
kompleks, tidak hanya menyangkut peningkatan taraf hidup dalam arti kebendaan,
akan tetapi ada bagai kebutuhan lain seperti keamanan, social, prestise,
pengembangan diri, yang harus dipenuhi dan dipuaskan. Dorongan yang bersifat
intrinsic dibandingkan dengan factor-faktor motivasional yang bersifat ekstrinsik.
Masalah-masalah keadilan, kewajaran, harapan dan kecocokan pekerjaan dengan
karakteristik seseorang merupakan aspek-aspek teori kontemporer tentang sumbr
daya manusia yang makin banyak mendapat sorotan perhatian para ilmuwan.
Bahkan masalah-masalah keperilakuan organisasional kini dijadikan obyek analisis
yang sangat penting.
Jelaslah bahwa “benang merah” yang selalu tampak dalam pembahasan
mengenai manajemen sumber daya manusia ialah bahwa karena manusia
merupakan unsur terpenting dalam setiap dan semua organisasi, keberhasilan
organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya serta kemampuannya
menghadapi berbagai tantangan, baik yang sifatnya eksternal maupun internal,
sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola sumber daya manusia dengan
setepat-tepatnya

Manajemen Sumber Daya Manusia | 37


PENUTUP

1. Kesimpulan
Pendekatan multidisipliner yaitu Usaha mencari dan menemukan jawaban
yang logis dan rasional terhadap pernyataan tersebut tidak bisa harus menggunakan
pendekatan yang multidisipliner. Dan bahwa faktor yang paling besar pengaruhnya
dalam meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan meningkatkan standar
kualitas pekerjaan agar tidak terjadi demosi pada karyawan. Kontribusi yang
diberikan faktor ini sangat besar, hal ini dapat dilihat bahwa faktor tersebut
mempengaruhi 3 (tiga) dari 4 (empat) perspektif kinerja yang dianalisis.
2. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi seluruh
Mahasiswa khususnya para pembaca agar tergugah untuk terus dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam usahanya, dan dapat menambah pengetahuan
bagi rekan-rekan mahasiswa. Demi penyempurnaan makalah ini, Kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif.

Manajemen Sumber Daya Manusia | 38

Anda mungkin juga menyukai