MAKALAH Reklamasi Pasca Tambang
MAKALAH Reklamasi Pasca Tambang
Oleh :
Christine Nahas (1606100029)
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Studi Kasus Reklamasi Tambang, PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis
Pertambangan Nikel (UBPN)
Salah satu perusahaan yang bergerak pada industri pertambangan adalah PT. Aneka Tambang
Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Operasi Pomalaa, merupakan salah satu perusahaan
pertambangan yang oleh pemerintah diberi Kuasa Pertambangan untuk melakukan proses
penambangan nikel laterit di Indonesia. Salah satu wilayah Kuasa Pertambangannya terletak
di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara. Daerah Kuasa
Pertambangan PT Aneka Tambang Tbk. UBPN Operasi Pomalaa meliputi area seluas kurang lebih
8.314,40 Ha.
Metode penambangan yang dilakukan oleh PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel
(UBPN) meliputi pembersihan lahan tambang (land clearing), Pengupasan lapisan tanah pucuk (top
soil) dan lapisan tanah penutup (overburden), Penggalian, Pemuatan dan pengangkutan, Penimbunan
pada stockyard.
Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam proses penambangan meliputi pembersihan vegetasi
yang menutupi daerah tambang agar tidak mengganggu pada saat dilakukan pengupasan tanah pucuk
(top soil) dan pengupasan tanah penutup (overburden).
b. Pengupasan lapisan tanah pucuk (top soil) dan lapisan tanah penutup (overburden)
Penambangan dimulai dengan mengupas top soil dan lapisan penutup (overburden) merupakan
material bagian atas yang menutupi tanah laterit. Ketebalan top soil berkisar antara 0,1 meter
hingga 0,5 meter. Ketebalan lapisan penutup bervariasi antara 0,5 meter hingga 5 meter dengan kadar
nikel yang rendah (<0,9%) dan bila lapisan yang mengandung ore sudah tersingkap, persiapan
penambangan dilakukan dengan pembuatan jalan menuju level yang telah direncanakan.
c. Penggalian
Penggalian menggunakan metode tambang terbuka. Bijih nikel yang akan ditambang ditetapkan
berdasarkan cut off grade (COG), dengan sasaran produksi sebagai berikut :
- Bijih nikel kadar rendah (low grade) dengan kandungan Ni sekitar 0.9 %<2,0%
- Bijih nikel berkadar tinggi (high grade) dengan kandungan Ni ≥ 2.0 %
d. Pemuatan dan Pengangkutan
Pemuatan dan pengangkutan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memuat bijih (ore) ke atas alat
angkut (dump truck) untuk dibawah ke suatu tempat penampungan. Bijih nikel yang ditumpuk oleh
alat gali didekat front penambangan dan jika kadar dianggap layak untuk diangkut maka akan
dimuat ke dalam dump truck untuk dibawa ke tempat penimbunan (stockyard).
Penimbunan pada stockyard dilakukan pada bijih nikel yang langsung di ekspor tanpa dilakukan
pengolahan terlebih dahulu. Bijih nikel yang tidak memenuhi standar untuk masuk ke pabrik
selanjutnya diangkut dari front penambangan ke tempat penimbunan (stock yard). Sedangkan
kadar Ni yang memenuhi standar pabrik di angkut ke stock yard khusus untuk diolah.
Dalam reklamasi tambang dikenal istilah eksplorasi dan operasi produksi. Kedua tahapa ini merupakan
rangkaian yang tidak bisa terlepas satu sama lain. Dalam melakukan reklamasi terlebih dahulu harus
mengeksplorasi dan meninjau kondisi yang ada di lahan bekas tambang baik dari segi biotik maupun
abiotik yang ada di sana. Setelah itu barulah dilakukan proses operasi produksi seperti melakukan
revegetasi di lahan bekas tambang.
Dalam tahap eksplorasi lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel
(UBPN) didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Kondisi Lahan
Berdasarkan pengamatan visual langsung di lapangan, kondisi lingkungan fisik di Bukit AS pasca
kegiatan penambangan bijih nikel, menyisakan beberapa kerusakan lingkungan. Kerusakan yang
paling menonjol adalah pada kondisi lahan bekas penambangan. Pada lahan bekas penambangan
ditemukan bekas-bekas lubang menganga dengan berbagai dimensi antara lain berukuran 1,5 m x 4
m, 3 m x 5 m, dan 4 m x 9 m. Lubang-lubang ini disebabkan oleh sistem penambangan yang
dilakukan dengan cara memilih-milih (selective mining) dan pelaksanaan back filling yang kurang
sempurna, yaitu sering adanya daerah bekas tambang yang tidak ditimbun kembali oleh tanah
penutup setelah kegiatan penambangan berlangsung
2. Vegetasi
Sebagian besar kondisi lahan yang telah dibuka dan ditambang telah hilang vegetasinya,
sehingga berkesan gersang. Di beberapa tempat di Bukit AS, masih ada beberapa tanaman yang
tumbuh subur, seperti pohon kayu angin, tirotasi, rumput jarum, mangga-manggaan, dan kayu
besi.
Terdapat pohon Kayu Angin dan rumput jarum yang tumbuh di daerah lembah Bukit AS.
Tanaman ini sebagian memang sengaja ditanam dan sebagian lagi tumbuh dengan sendirinya. Hal
ini dimungkinkan terjadi karena kegiatan penambangan di bukit AS yang berlangsung lebih dari 20
tahun, tidak berlangsung menerus. Artinya ada periode waktu kegiatan penambangan dihentikan,
kemudian dibiarkan sementara untuk kemudian dilakukan kegiatan penambangan kembali. Selama
periode waktu kegiatan penambangan dihentikan sementara, tanaman tersebut mulai tumbuh, baik
sengaja di tanam atau tumbuh dengan sendirinya.
3. Fauna
Tidak dijumpai adanya hewan seperti musang, kera, dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh
beberapa kemungkinan, diantaranya bahwa satwa tersebut pindah lokasi karena habitatnya terusik
oleh kegiatan manusia atau karena faktor kebetulan bahwa selama kegiatan penelitian tidak
ada satwa yang berhasil ditemukan di Bukit AS.
Setelah dilakukan eksplorasi dan didapatkan data mengenai lahan yang akan direklamasi maka
berikutnya dilakukan proses produksi untuk mereklamasi dengan metode yang dinilai sesuai. Metode
reklamasi yang dilaukan oleh PT. ANTAM di sini adalah metode kontur tanpa pembuatan teras.
Kegiatan reklamasi dilakukan dengan kegiatan regrading mengikuti garis kontur, dilanjutkan dengan
penebaran top soil di atas lahan yang telah diratakan. Setelah top soil ditebarkan merata keseluruh
permukaan lahan kemudian dilakukan kegiatan revegetasi. Kegiatan revegetasi dilakukan pada
bulan Oktober 2005. Hasil kegiatan reklamasi dan revegetasi di Bukit TY ini dapat dilihat pada
Gambar berikut :
Berdasarkan Gambar di atas dapat dilihat bahwa kebanyakan tanaman yang ditanam dapat hidup
tetapi dalam kondisi kerdil bahkan ada yang mati. Kondisi seperti ini bisa disebabkan karena
kegiatan reklamasi yang kurang tepat, yaitu dengan tidak membuat daerah datar dan teras pada
lahan bekas tambang. Akibatnya disaat hujan turun, terjadi erosi yang mengikis top soil dan
pupuk kandang yang ditebar di atas lahan yang telah dilakukan regrading. Jika hal ini dibiarkan
maka tanaman akan kekurangan makanan dari unsur hara yang berasal dari Top Soil.
Dapat dikatakan revegetasi yang dilakukan tidak berjalan optimum, dan seharusnya digunkan metode
teras untuk mengurangi dampak erosi yang terjadi pada lahan reklamasi.
Contoh Kasus
Reklamasi Lubang Sisa Tambang
Kamis, 31 Mei 2018 07:00 WIB
Pemerintah harus menindak tegas pengusaha yang lalai menunaikan kewajiban reklamasi
pertambangan. Berlarut-larutnya penutupan lubang bekas tambang tak bisa seenaknya dibiarkan. Selain
memicu kerusakan lingkungan, puluhan kecelakaan kerap terjadi di area lubang tambang.
Sejak 2012, kecelakaan itu telah merenggut 28 nyawa anak-anak. Ratusan lubang yang
menganga tersebar di sekujur Kalimantan Timur. Di Samarinda, misalnya, ada 232 lubang bekas
tambang yang terbengkalai. Lubang sisa tambang juga ditemukan di Kutai Kartanegara, Kutai Timur,
dan Berau. Pemerintah harus menuntaskan lebih dulu reklamasi pertambangan sebelum melelang
pengelolaan wilayah pertambangan baru ke publik.
Rencananya, pemerintah membuka penawaran 16 wilayah pertambangan baru bulan depan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menawarkan enam wilayah izin usaha pertambangan
khusus. Adapun pemerintah daerah menawarkan 10 wilayah izin usaha pertambangan. Sebagian besar
wilayah baru ini berisi batu bara. Rencana ini sebaiknya ditunda dulu.
Penangguhan ini dilakukan untuk memberi waktu agar proses pengurukan dan penghijauan
kembali setelah eksplorasi bisa maksimal. Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per
Januari lalu menunjukkan lahan yang berhasil direklamasi per tahun lalu baru 6.808 hektare. Sedangkan
lahan bekas tambang di Indonesia mencapai 557 ribu hektare. Itu memperlihatkan perbaikan tata kelola
pertambangan masih jauh dari memadai.
Salah satu penyebabnya adalah menumpuknya tunggakan dana pemulihan pascatambang. Per
Januari 2018, sekitar 5.000 pemegang izin menunggak setoran. Padahal penambang sudah harus
menganggarkan dana reklamasi sejak tahap eksplorasi dimulai.
Rincian tahapan rencana dan analisis dampak lingkungan yang akurat bahkan harus beres
sebelum eksplorasi dimulai. Reklamasi dilakukan paling lambat 30 hari setelah tak ada lagi kegiatan
penambangan. Semua kewajiban itu tertulis dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara serta
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Situasi ini diperburuk oleh lemahnya pengawasan, baik poleh emerintah pusat maupun daerah.
Perusahaan yang menyalahi regulasi dan standar kegiatan pertambangan masih saja dibiarkan leluasa
menjalankan kegiatan. Kementerian Energi memang pernah memberikan sanksi berupa penghentian
operasi sementara bagi penambang bandel melalui surat edaran nomor 1187/30/DJB/2017 pada Juni
tahun lalu. Namun surat itu tidak efektif karena hanya menambah 2 persen setoran pascatambang.
Dinas Pertambangan provinsi kudu lebih giat mengejar kewajiban perusahaan melunasi dana
reklamasi tambang sejak awal. Koordinasi antarlembaga amat diperlukan untuk menutup setiap celah.
Mereka harus awas memelototi seluruh proses reklamasi dan revegetasi. Bila ada yang melanggar
regulasi, pemerintah tidak boleh segan menjatuhkan sanksi pidana dan administrasi.
BAB III
PENUTUP
Pada pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabalitisai lahan yaitu mengupayakan
agar menjadi ekosistem yang berfungsi optimal atau menjadi ekosistem yang lebih baik. Reklamasi
lahan dilakukan dengan mengurug kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan
revegetasi lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan penanganan/pencegahan air asam
tambang. Penataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas
tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya.
Lahan pasca tambang memerlukan penanganan yang dapat menjamin perlindungan
terhadap lingkungan, khsususnya potensi timbulnya air asam tambang, yaitu dengan mengupayakan
batuan mengandung sulfida tidak terpapar pada udara bebas, serta dengan mengatur drainase. Bahan
galian yang mengandung komoditas masih mempunyai peluang untuk menjadi ekonomis perlu
penanganan dan penyimpanan yang baik agar tidak turun nilai ekonominya, serta apabila diusahakan
dapat digali dengan mudah.
Diupayakan agar tidak ada bahan tambang ekonomis yang masih tertinggal. Hal ini terutama
bahan galian yang potensial mengundang masyarakat atau PETI untuk memanfaatkannya, sehingga
akan mengganggu proses reklamasi, maka perlu disterilkan terlebih dahulu dengan menambang dan
mengolahnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.tempo.co/tag/kerusakan-lingkungan
https://1902miner.wordpress.com/2012/06/13/optimalisasi-kegiatan-reklamasi-lahan-pada-
bekas-tambang/