Anda di halaman 1dari 10

“PEMAKAIAN BAHASA YANG BAIK DAN BENAR PADA

PESERTA DIDIK”
Oleh: Nur Hudanil Isma
Sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing. Bahada Indonesia hanya digunakan
dalam komunikasi tertentu setiap dalam kegiatan resmi. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia istilah
yang dikenal adalah “huruf” walaupun yang dimaksud adalah”fonem”, untuk efektifnya pembelajaran
tentu perlu diadakan suatu penyesuaian dalam segi penerapanya. Pemahaman struktur fonologi dan
morfologi Bahasa Indonesia selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian Bahasa Indonesia yang baik
dan benar bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan
kemampuan berbahasa siswa.

Kata Kunci : Pemakaina bahasa, fonologi, morfologi

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa yang tidak luput
dari perbuatan kesalahan. Ardiana dan Yonohudiyono(1997:2.3) mengutip apa yang dikatakan
oleh Corder bahwa semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari berbuat kesalahan.
Kesalahan itu menjadi sumber inspirasi untuk menjadi benar. Dengan demikian, siswa belajar
menerapkan bahasa baku tidak akan terlepas dari kesalahan (Tribana, 2012)
Keberadaan bahasa Indonesia semakin memprihatinkan. Halim (1976:23) menyebutkan
bahwa masalah pemakaian bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa pengantar di segala
jenis tingkat pendidikan di negara Indonesia tampaknya masih merupakan masalah yang perlu
diperhatikan. Dalam berbahasaIndonesia sebagaian penutur kurang mampu berbahasa Indonesia
secara baik dan benar. Dalam suasana yang bersifat resmi, mereka menggunakan kata-kata atau
bahasa yang biasa digunakan dalam suasana tidak resmi atau kehidupan sehari- hari. Seperti kita
ketahui bahwa berbahasa Indonesia secara baik dan benar adalah berbahasa Indonesia sesuai
dengan suasana atau situasinya dan konteks pemakainnya. Sikap negatif terhadap bahasa
merupakan hal yang sangat berdampak buruk bagi perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian
penutur tidak mempertimbangkan tepat tidaknya ragam bahasa yang digunakan. Mereka
menganggap bahwa yang terpenting adalah telah berkomunikasi untuk menyampaikan informasi,
tanpa menghiraukan beberapa faktor luar bahasa. Martin, dkk. (1995:2) mengungkapkan
faktor-faktor luar bahasa antara lain: (1) sebagai salah satu peserta tutur dalam dunia pendidikan
adalah para peserta tutur, topik pembicaraan, tempat dan peristiwa berlangsungnya tuturan,
tujuan bertutur, sarana atau bentuk bahasa yang dipakai mahasiswa, (2) mahasiswa merupakan
salah satu objek yang dituntut untuk bias berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks
pemakaiannya. Hal ini dikarenakan karena mahasiswa adalah insan akademis yang merupakan
aset terbesar negara untuk melanjutkan perjuangan kemajuan negara, (3) berbicara serta
berinteraksi merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan
informasi. Hal ini juga yang semestinya ditanamkan untuk membuktikan bahwa berkomunikasi
secara lisan adalah proses komunikasi yang paling efektif, (4) bagi para mahasiswa, selain
untuk menyampaikan informasi, berbicara digunakan juga sebagai sarana untuk mencapai
tujuannya dalam meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Indonesia, (5) bahasa
Indonesia juga digunakan dalam indikator penyampaian
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakian ragam bahasa yang
serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan
“bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi
persyaratan kebaikan dan kebenaran bahasa (Moeliono, 1988:19-20). Salah satu wujud bahasa
baku adalah penggunaan kata yang mengikuti kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia sesuai
dengan kaidah morfologinya.
Sehubungan dengan pembelajaran bahasa Indonesia, salah satu aspek ranah kognitif
dalam Teori Taksonomi Bloom (Alwasilah,2010:132) dalam tujuan-tujuan pendidikan bahasa
Indonesia adalah penerapan kaidah bahasa (C-3). C-3 dalam konteks pembelajaran bahasa
Indonesia adalah penerapan bentuk kata baku pada penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Penelitian dan analisis kesalahan penerapan bahasa baku sangat penting dilaksanakan
dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan mengadakan analisis
kesalahan, guru dapat mengetahui dan meramalkan kesalahan yang dialami para siswa dalam
menggunakan kata baku untuk mengadakan perencanaan pembelajaran selanjutan sehingga
kesalahan yang sama tidak terulang lagi (Tribana:2012:7).

a. Pengertian Fonologi

Menurut Frank Parker (1994), fonologi merupakan suatu bidang yang mengkaji sisitem bunyi suatu
bahasa, yaitu rumus-rumus yang menentukan aspek sebutan, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997), fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut
fungsinya.

Dengan demikian fonologi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang bunyi bahasa atau ilmu tentang
perbendaharaan fonem sebuah bahasa. Fonem menurut Santoso (2004) adalah setiap bunyi ujaran dalam
satu bahasa yang berfungsi untuk membedakan arti.

Manurut tradisi barat, pengkajian bidang fonologi bermula sejak 200 tahun yang lalu, sekitar awal tahun
1800. Para ahli bahasa saat itu memulai pengkajian tentang perubahan bunyi bahasa dengan cara
membandingkan bunyi bahasa yang wujud dalam pelbagai bahasa yang berkaitan.

b. Cabang Fonologi

Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :

a) Fonetik

Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur dan
bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sedangkan menurut Samsuri (1994), fonetik
adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan
sebagai bidang linguistik (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sisitem bunyi suatu bahasa. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi dihasilkan.

Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa menjadi tiga, yaitu :

(a) fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi mempelajari bagaimana mekanisme
alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi
diklasifikasikan.

(b) fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi
itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, dan intensitasnya).

(c) Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.

Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik
artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu
dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan
fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.

b) Fonemik

Fonemik yaitu ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna.
Terkait pengertian tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan : 1) bidang
linguistik tentang fonem, 2) sistem fonem suatu bahasa, dan 3) prosedur untuk menentukan fonem suatu
bahasa.

Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan
makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b],[u]; dan [l], [a], [b], [u], jika hanya dibandingkan perbedaannya
hanya pada bunyi yang pertama, yaitu [l] dan [r], dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah
fonem yang berbeda adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

Telah disinggung di atas mengenai pengertian fonem, namun tidak ada salahnya melihat definisi fonem
dari sumber yang berbeda. MenurutSupriyadi (1992) fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil.
Pendapat tersebut dibuktikan dengan dengan cara menganalisis struktur fonologis kata dasar buku dengan
menggunakan diagram pohon seperti berikut.

Santoso (2004) berpendapat bahwa fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Hal
ini perlu dipahami agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan istilah fonem dan huruf.

Tabel di bawah ini akan menjelaskan tentang perbedaan antara fonem dan huruf.

Jumlah Fonem Susunan Huruf Jumlah Huruf

4 Adik 4

4 Ingat 5

4 Nyanyi 6
5 Pantai 6

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian antara fonem dan huruf (grafem) berbeda. Fonem
adalah satuan kebahasaan terkecil sedangkan huruf sedangkan grafem adalah gambaran dari bunyi
(fonem) dengan kata lain huruf adalah lambang fonem.

c. Sistem Fonologi dan Alat Ucap

Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem yang terdiri atas : 1) fonem vocal (6 buah), 2)
fonem diftong (3 buah), dan fonem konsonan (23 buah).

Alat ucap dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a) Artikular

Artikular adalah alat-alat yang dapat digerakkan atau digeser ketika bunyi diucapkan.

b) Titik Artikulasi

Titik Artikulasi adalah titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat disentuh atau didekati.

Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara terhadap aliran udara dari paru-paru sewaktu
seseorang mengucapkannya. Jika bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka
bunyi atau fonem yang dihasilakn adalah vokal. Fonem yang dihasilkan tergantung beberapa hal berikut :
a) posisi bibir, b) tinggi rendahnya lidah, dan c) maju mundurnya lidah.

Berdasarkan gerakan lidah ke depan dan ke belakang, vokal dibedakan atas :

a) vokal depan, terdiri dari /i/ dan /e/,

b) vokal tengah, terdiri dari /a/ dan /,

c) vokal belakang, terdiri dari /o/ dan /u/.

Berdasarkan tinggi rendahnya gerakan lidah, vokal dibedakan atas :

a) vokal tinggi, terdiri dari /i/, dan /u/,

b) vokal madya, terdiri dari /e/,/a/, dan /o/,

c) vokal rendah, terdiri dari /a/.

Berdasarkan bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas :

a) vokal bundar, terdiri dari /a/, /o/, dan /u/,

b) vokal tak bundar, terdiri dari /e/, /a/, dan /i/.

Berdasarkan renggang tidaknya ruang antara lidah, vokal dibedakan atas :

a) vokal sempit, terdiri dari/ i/, dan /u/,

b) vokal lapang, terdiri dari /a/, /e/, dan /o/.


Selanjutnya, jika bunyi ujaran ketika udara ke luar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah
bunyi konsonan. Halangan yang dijumpai mecam-macam, ada halangan yang bersifat seluruhnya, dan ada
pula yang sebagian, yaitu menggeser atau mengadukkan arus suara sehingga menghasilkan konsonan
bermacam-macam pula.

Klasifikasi konsonan dibedakan atas :

a) Konsonan bibir (bilabial), terdiri dari /p/, /b/, dan /m/.

b) Konsonan bibir gigi (labiodental), terdiri dari /f/, /v/, dan /w/.

c) Konsonan gigi (dental), terdiri dari /t/, /d/, /s/, /z/, /l/, /r/, dan /n/.

d) Konsonan langit-langit (palatal), terdiri dari /c/, /j/, /s/, /y/, dan /n/.

e) Konsonan langit-langit lembut (velar), terdiri dari /g/, /k/, /x/, dan /j/.

f) Konsonan pangkal (laringan), terdiri dari /h/.

Selain itu, klasifikasi lain konsonan adalah :

a) Konsonan letupan atau eksplosif, apabila aliran udara tertutup rapat, konsonan yang dihasilkan
adalah /p/, /t/, /c/, /k/, /b/, /d/, /j/, dan /g/.

b) Konsonan gerseran atau spiran, apabila aliran udara masih bisa keluar dalam aliran yang demikian
sempit, konsonan yang muncul adalah /f/, /s/, /z/, dan /x/.

c) Konsonan sengau atau nasal, jika udara keluar sebagian melalui hidung, konsonan yang muncul
adalah /m/, dan /n/.

d) Konsonan lateral, kalau uadara yang keluar melalui bagian kiri dan kanan lidah serta mengenai alur
gigi, konsonannya adalah /l/.

e) Konsonan getar, bila terjadi letupan berturut-turut, konsonannya adalah /r/.

Ada juga yang dinamakan konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara. Konsonan bersuara terjadi
karena bergetarnya selaput suara: /b/, /m/, /w/, /d/, /n/, /z/, /j/, /g/, /x/, dan /y/, sedangkan yang tidak
besuara adalah konsonan yang terjadi tanpa bergetarnya selaput suara: /f/, /t/, /s/, /c/, /k/, /h/, /r/, dan /l/.

d. Kedudukan Fonologi dalam Cabang-cabang Linguistik

Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam diskripsi dana analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi
berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang lain, misalnya morfologi,
sintaksis, dan semantik.

a) Fonologi dalam cabang morfologi

Bidang morfologi yang konsentrasinya pada tataran struktur internal kata, sering memanfaatkan hasil
studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara
{butUh} dan {bUtUh}, serta {butuhkan} setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan
morfem sufiks {-kan}.

b) Fonologi dalam cabang sintaksis


Bidang sintaksis yang berkonsentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu
berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?(kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah), ketiga
kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama, tetapi mempunyai maksud yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu intonasi, jedah,
dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, tetutama dalam bahasa
Indonesia.

c) Fonologi dalam cabang semantic

Bidang semantic, yang berkonsentrasi pada persoalan makna katapun, memanfaatkan hasil telaah
fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat bervariasi, dan tidak. Contoh kata {tahu}, dan
{tau} akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk ketika diucapkan secara bervariasi {dudUk}, dan
{dUdUk}, tidak membedakan makna. Hasil fonologislah yang membantunya.

B. Morfologi

a. Pengertian Morfologi

Menurut Verhaar (1984) morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian kata secara
gramatikal. Sedangkan Kridalaksana (1984) berpandapat bahwa morfologi adalah a) bidang linguistik
yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; b) bagian dari struktur bahasa yang mencakup
kata dan bagian-bagian kata, yaitu morfem. M. Faisal (2009) menyatakan bahwa morfologi merupakan
bagian dari tata bahasa, yang membahas tentang bentuk kata.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah kata.

b. Morfem

Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil, misalnya kata sutra jika dibagi menjadi su dan tra, bagian-bagian itu tidak dapat lagi disebut
morfem karena tidak mempunyai makna. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat dibagi menjadi bagian
yang lebih kecil (Badudu, 1985).

Berdasarkan criteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan morfem menjadi beberapa jenis. Penjenisan
ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982; Prawirasumantri,
1985). Penjelasannya sebagai berikut :

a) Ditinjau dari hubungannya

Terdiri dari :

(a) Hubungan struktur

Menurut hubungan struktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Morfem yang bersifat adiktif (tambahan) adalah morfem-morfem umumnya terdapat pada semua
bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain
penambahan yang satu dengan yang lain.
2. Morfem yang bersifat replasif (penggantian), yaitu morfem-merfem berubah bentuk atau berganti
bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan
jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris.

3. Morfem bersifat substraktif (pengurangan), misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa
ini, terdapat bentuk adjektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan.
Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut !

Betina Jantan Arti

/fos/ /fo/ Palsu

/bon/ /bo/ baik

/sod/ /so/ panas

/ptit/ /pti/ kecil

(b) Hubungan posisi

Dilihat dari hubungan posisinya, morfempun dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu 1. bersifat urutan, 2.
bersifat sisipan, dan 3. bersifat simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan
memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.

Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian, yaitu /ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu
bersifat berurutan karena yang satu terdapat sesudah yang lainnya.

Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat dilihat dari kata /telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk
kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi /t…unuk/+/-el-/.

Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /kehujanan/,
/kesiangan/, dan sebagainya. Bentuk /kehujanan/ terdiri dari /ke…an/ dan /hujan/, sedangkan /kesiangan/
terdiri dari /ke…an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan,
terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau
/siangan/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu (discontinuous morpheme).

b) Ditinjau dari distribusinya

Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :

(a) Morfem bebas

Menurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri
sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan
morfem yang diucapkan tersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah
termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk
gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat
dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.

(b) Morfem terikat


Menurut Santoso (2004), morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka morfem
ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus digabung dengan
morfem bebas. Menurut Samsuri (1994), morfem terikat tidak pernah di dalam bahasa yang wajar
diucapkan tersendiri. Morfem-morfem ini, selain contoh yang telah diuraikan pada bagian awal,
umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping itu ada juga bentuk-bentuk seperti – juang, -gurau, -tawa, yang
tidak pernah juga diucapkan tersendiri, melainkan selalu dengan salah satu imbuhan atau lebih. Tetapi
sebagai morfem terikat, yang berbeda dengan imbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi
dengan morfem terikat yang lain.

c. Proses Morfologis

Prosese morfologis menurut Samsuri (1985) adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan
morfem satu dengan morfem yang lain.

Proses morfologis meliputi sebagai berikut :

a) Afiksasi

Menurut Samsuri (1985), afiksasi adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks. Macam-
macam afiks adalah sebagai berikut :

(a) Prefiks (awalan), terdiri atas awalan pe(R)-, me(N)-, te(R)-, di-, be(R)-, dan pe(N)-.

(b) Infiks (sisipan), terdiri dari 3 macam, yaitu -el-, -em-, dan -er-.

(c) Sufiks (akhiran), bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, dan man. Akhiran
asli terdiri dari -an, -kan, -i, dan -nya.

(d) Konfiks (imbuhan gabungan senyawa), adalah gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan
sufiks (akhiran) yang merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Mendapat imbuhan pe(R)-an,
pe(N)-an, ke-an, dan be(R)-an.

b) Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun sebagian. Reduplikasi dalam
bahasa Indonesia dibagi sebagai berikut :

(a) Kata ulang seluruh

Kata ulang seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks.
Contoh : rumah menjadi rumah-rumah, orang menjadi orang-orang, dan meja menjadi meja-meja.

(b) Kata ulang sebagian

Kata ulang sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik awal maupun bagian akhir
morfem. Contoh : tatangga menjadi tetangga, luluhur menjadi leluhur, dan luluasa menjadi leluasa.

(c) Perulangan dengan perubahan fonem

Perulangan dengan perubahan fonem adalah morfem dasar yang diulang mengalami perubahan fonem.
Contoh: gerak menjadi gerak-gerik, lauk menjadi lauk-pauk, sayur menjadi sayur-mayur, dan balik
menjadi bolak-balik.

(d) Perulangan berimbuhan


Perulangan berimbuhan adalah perulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan dan mengalami
proses pembubuhan afiks. Contoh: main menjadi bermain-main, lihat menjadi melihat-lihat, dan kuda
menjadi kuda-kudaan.

d. Makna Kata Ulang

Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna struktural kata ulang menurut
Keraf (1978) adalah sebagai berikut.

1) Perulangan menggunakan makna banyak yang tak tentu. Perhatikan contoh berikut:

(a) Kuda-kuda itu berkejaran di padang rumput.

(b) Buku-buku yang dibelikan kemarin telah dibaca.

2) Pengulangan mengandung makna bermacam-macam. Contoh:

(a) Pohon-pohonan perlu dijaga kelestariannya. (banyak dan bermacam-macam pohon).

(b) Daun-daunan yang ada di pekarangan sekolah sudah menumpuk. (banyak dan bermacam-macam
daun).

(c) Ibu membli sayur-sayuran di pasar. (banyak dan bermacam-macam sayur).

3) Makna lain yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalah menyerupai atau tiruan dari
sesuatu. Contoh:

(a) Anak itu senang bermain kuda-kudaan. (menyerupai atau tiruan kuda).

(b) Andi berteriak kegirangan setelah dibelikan ayam-ayaman. (menyerupai atau tiruan ayam).

4) Mengandung makna agak atau melemahkan arti. Contoh :

(a) Perilakunya kebarat-baratan sehingga tidak disenangi oleh teman-temannya.

(b) Sifatnya masih kekanak-kanakan.

5) Menyatakan makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari:

(a) Intensitas Kualitatif, contohnya:

1. Ia mondar-mandir saja Pukullah kuat-kuat.

2. Anak itu belajar sebaik-baiknya.

(b) Intensitas kuantitatif, contohnya:

1. Kuda-kuda itu berlari kencang.

2. Anak-anak bermain bola di pekarangan rumah.

(c) Intensitas frekuantif, contohnya:

1. Ia menggeleng-gelengkan kepala.

2. sejak tadi.
6) Perulangan pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang berbalasan.Contoh :

(a) Kita harus tolong-menolong.

(b) Saat pertama kali bertemu mereka bersalam-salaman.

7) Perulangan pada kata bilangan mengandung makna kolektif. Contoh : Anak-anak berbaris dua-
dua sebelum masuk kelas.

Anda mungkin juga menyukai