OLEH:
KELOMPOK 4
KELAS 2F
D4 AKUNTANSI MANAJERIAL
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BALI
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas pada mata kuliah Akuntansi Biaya yang berjudul “Metode
Harga Pokok pesanan (Job Order Costing)” tepat pada waktunya. Adapaun tujuan
dari penulisan laporan ini adalah sebagai bahan pembelajaran mata kuliah
Akuntansi Biaya pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bali.
Dalam menyusun laporan ini penulis menyadari bahwa tersusunnya laporan
ini banyak memperoleh bantuan dari beberapa pihak yang bisa dijadikan pedoman
dan pegangan sehingga terselesaikannya penulisan laporan ini. Oleh karena itu pada
kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan baik moral maupun materiil kepada:
1. Dosen Pengampu Mata kuliah Akuntansi Biaya Ni Luh Nyoman Ayu Suda
Susilawati, S.E., M.M.
2. Anggota kelompok 4 kelas 2F.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat serta mampu memberikan tambahan pengetahuan kepada
para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
2.2 Aliran Kegiatan Perusahaan Manufaktur Dan Aliran Harga Pokok ........ 4
2.4 Sisa Bahan, Produk Rusak, Produk Cacat pada Metode Harga Pokok
Pesanan ................................................................................................................ 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode pengumpulan biaya
produksi untuk menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang
menghasilkan produk atas dasar pesanan. Atau Full Costing adalah metode
penentuan harga pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya
produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Di
dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun
tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan di
muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok
persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya
(elemen harga pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual.
Menurut metode full costing, karena produk yang dihasilkan ternyata menyerap jasa
FOH Tetap walaupun tidak secara langsung, maka wajar apabila biaya tadi
dimasukkan sebagai komponen pembentuk produk tersebut.
Tujuan dari penggunaan metode harga pokok pesanan adalah untuk
menentukan harga pokok produk dari setiap pesanan baik harga pokok secara
keseluruhan dari tiap-tiap pesanan maupun untuk persatuan. Dalam metode ini
biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok
produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk
pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.
Pada pengumpulan harga pokok pesanan dimana biaya yang dikumpulkan untuk
setiap pesanan/kontrak/jasa secara terpisah dan setiap pesanan dapat dipisahkan
identitasnya. Atau dalam pengertian yang lain, penentuan harga pokok pesanan
adalah suatu sistem akuntansi yang menelusuri biaya pada unit individual atau
pekerjaan, kontrak atau tumpukan produk yang spesifik. Dalam pembahasan kali
1
ini diuraikan lebih mendalam metode harga pokok pesanan dalam perusahaan yang
menggunakan full costing dalam penentuan harga produksinya. Uraian akan diawali
dengan siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur, kemudian dilanjutkan
dengan karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan,
serta karakteristik metode harga pokok pesanan. Dan diakhiri dengan pembahasan
metode harga pokok pesanan.
1.2.Rumusan Masalah
a. Bagaimana Karakteristik dari Metode Harga Pokok Pesanan?
b. Bagaimana aliran kegiatan perusahaan manufaktur dan aliran harga pokok
produk?
c. Bagaimana prosedur akuntansi biaya harga pokok pesanan?
d. Bagaimana perlakuan sisa bahan, produk rusak, produk cacat pada metode
harga pokok pesanan?
e. Apa itu kartu harga pokok pesanan?
1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui Karakteristikk dari Metode Harga Pokok Pesanan.
b. Untuk mengetahui aliran kegiatan perusahaan manufaktur dan aliran harga
pokok produk.
c. Untuk mengetahui prosedur akuntansi biaya harga pokok pesanan.
d. Untuk mengetahui perlakuan sisa bahan, produk rusak, produk cacat pada
metode harga pokok pesanan.
e. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kartu harga pokok pesanan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah
biaya overhead pabrik.
5. Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi
dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan
tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang
bersangkutan.
3
Karakteristik usaha perusahaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus – putus. Jika pesanan yang
satu selesai dikerjakan, proses produksi dihentikan, dan mulai dengan
pesanan berikutnya.
5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
4
a. Pengadaan (Procurement)
Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh atau mengadakan barang dan
jasa yang akan dikonsumsi dalam kegiatan produksi yaitu :
Pembelian, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku, bahan penolong
supplies pabrik dan barang lainnya yang akan dikonsumsi dalam kegiatan
produksi.
Perolehan jasa dari tenaga kerja langsung, tenaga kerja tidak langsung dan jasa
lainnya yang akan dikonsumsi dalam kegiatan produksi.
b. Produksi (production)
Produksi adalah kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Pada
kegiatan tersebut akan dikonsumsi bahan baku, tenaga kerja langsung, barang dan
jasa lainnya yang dikelompokkan dalam overhead pabrik.
c. Penyimpanan produk selesai (warehousing of finish goods)
Produk yang telah selesai diproduksi dari pabrik akan dipindahkan ke dalam
gudang produk selesai menunggu saat diual atau diserahkan kepada pemesan.
d. Penjualan produk selesai (selling of finish product)
Produk yang sudah laku dijual akan dikeluarkan dari gudang produk selesai
untuk dikirim kepada pembeli, dan perusahaan dapat membebani rekening
langganan atau pembeli.
5
c. Penyimpanan produk selesai akan membentuk harga pokok persediaan produk
selesai.
d. Penjualan produk, harga pokok persediaan produk selesai yang dijual akan
membentuk Harga Pokok Penjualan.
6
3. Akuntansi Biaya Overhead Pabrik
a. Pembebanan Biaya Overhead Pabrik
Biaya Overhead Pabrik ditentukan dimuka dengan menggunakan tarif
Produk Dalam Proses – BOP Rp xxx
Biaya Overhead Pabrik dibebankan Rp xxx
(Pembebanan BOP ke Produk)
7
BOP sesungguhnya lebih besar dari BOP dibebankan selisih
tidak menguntungkan atau unfavorable.
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan Rp xxx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp xxx
Selisih BOP (over applied) Rp xxx
(Menutup BOP dibebankan ke BOP Sesungguhnya)
BOP sesungguhnya lebih kecil dari BOP dibebankan, selisih
menguntungkan atau favorable.
2) Akuntansi Selisih BOP
Selisih biaya overhead pabrik ditutup ke rekening laba-rugi
Selisih tidak menguntungkan/Unfavorable (under applied)
Laba – Rugi Rp xxx
Selisih BOP (under applied) Rp xxx
Selisih menguntungkan/favorable (over applied)
Selisih BOP (Over applied) Rp xxx
Laba-Rugi Rp xxx
8
5. Akuntansi Penjualan atau Penyerahan Produk Kepada Pemesan
Piutang Dagang/Kas Rp xxx
Penjualan Rp xxx
(mencatat penjualan)
Harga Pokok penjualan Rp xxx
Persediaan Produk Selesai Rp xxx
(Mencatat Harga Pokok Penjualan)
2.4 Sisa Bahan, Produk Rusak, Produk Cacat pada Metode Harga Pokok
Pesanan
Dalam pengolahan produk untuk melayani pesanan, kemungkinan timbul
sisa bahan (scrap product), produk rusak (spoiled product), maupun produk cacat
(detective product). Bagi manajemen masalahnya adalah bagaimana dapat menekan
timbulnya sisa bahan, produk rusak, maupun produk cacat serendah mungkin.
Sedangkan dari segi akuntansi biaya timbul masalah untuk memperlakukan biaya
maupun penghasilan yang timbul dari sisa bahan, produk rusak maupun produk
cacat tersebut, dan bagaimana cara mengendalikannya. Di bawah ini akan dibahas
masalah tersebut.
1. Sisa Bahan
Dalam perusahaan manufaktur dapat timbul sisa bahan dari proses pengolahan
produk, yang disebut sisa bahan adalah bahan yang tersisa atau bahan yang rusak
di dalam proses pengolahan produk atau penyimpanan dan tidak dapat digunakan
kembali dalam peusahaan. Penyebab timbulnya sisa bahan dapat karena sifat bahan
baku yang dip roses atau karena sifat pengolahan produk atau karena bahan baku
tersebut lama disimpan. Misalnya, pada perusahaan konfeksi timbul sisa bahan
berupa sisa potongan tekstil yang tidak dapat dipakai, dalam perusahaan pembuatan
meubel dapat timbul sisa bahan berupa potongan papan yang tidak dapat dipakai.
Ditinjau dari dapat dijual atau tidaknya sisa bahan, maka sisa bahan dapat
dikelompokkan menjadi dua :
a. Sisa bahan yang tidak laku dijual
9
Sisa bahan yang tidak laku dijual timbul masalah akuntansi apabila untuk
membuang atau memusnahkan sisa bahan diperlukan biaya, misalnya supaya
tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup, perlakuan dari biaya
tersebut tergantung dari penyebab timbulnya sisa bahan.
1) Apabila sisa bahan terjadinya karena pengerjaan tertentu, biaya
pembuangan atau pemusnahan sisa bahan dapat untuk menambah elemen
biaya bahan baku pesanan yang bersangkutan.
2) Apabila sisa bahan secara normal terjadinya dalam perusahaan biaya
tersebut dapat diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik
sesungguhnya. Maka pada penyusunan budget biaya pembuangan atau
pemusnahan sisa bahan.
b. Sisa bahan yang laku dijual
Sisa bahan yang laku dijual menimbulkan masalah akuntansi atau perlakuan
hasil penjualan sisa bahan, dalam hal ini dapat digunakan tiga cara perlakuan
penghasilan penjualan sisa bahan yang dipengaruhi penyebab timbulnya sisa
bahan sebagai berikut :
1) Apabila timbulnya sisa bahan disebabkan karena bhan pengolahan pesanan
tertentu, hasil sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku atau
pengurang keseluruhan biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
2) Apabila timbulnya sisa bahan sifatnya normal di dalam suatu perusahaan,
perlakuan hasil penjualan dapat digunakan cara sebagai berikut :
a) Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya. Apabila metode ini digunakan maka pada awal
periode harus ditentukan besarnya budget penghasilan sisa bahan yang akan
mengurangi budget biaya overhead pabrik, sehingga tariff biaya overhead
pabrik yang dihitung sudah memperhitungkan hasil sisa bahan.
b) Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai penghasilan lain-lain.
Contoh 1 : sisa bahan tidak laku dijual, perlu biaya untuk memusnahkan
PT Adhi pada bulan agustus 1981 mengolah 2 macam pesanan yaitu
pesanan A-1 sebanyak 200 satuan produk dan pesanan A-2 sebanyak 100 satuan
10
produk, biaya overhead pabrik dibebankan kepada pesanan berdasarkan tariff
sebesar 50% dari biaya tenaga kerja lngsung. Biaya untuk setiap pesanan sebagai
berikut :
Pesanan A-1 Pesanan A-2
Elemen Biaya Jumlah
(200 satuan) (100 satuan)
Bahan baku Rp. 80.000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 120.000,00
Tenaga Kerja 60.000,00 40.000,00 100.000,00
Langsung
Overhead Pabrik
= 50% dari BTKL 30.000,00 20.000,00 50.000,00
Rp. 170.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 270.000,00
Dari pengolahan produk ternyata timbul sisa bahan sebanyak 50 kilogram yang
tidak laku dijual, untuk memusnahkan sisa bahan tersebut diperlakuakan biaya Rp
2.000,00 yang dibayar tunai.
Diminta membuat jurnal dan perhitungan harga pokok pesanan baik total
maupunsatuan apabila semua pesanan sudah selesai dan penyebab sisa bahan
sebagai berikut :
a. Sisa bahan disebabkan pengolahan Pesana A-2
b. Sisa bahan terjadi secara normal dalam perusahaan
Penyelesaian :
a. Sisa bahan disebabkan pesanan A-2
1) Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku 120.000,00
Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung 100.000,00
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik 50.00,00
Persediaan Bahan Baku
120.000,00
Biaya Gaji dan Upah 100.000,00
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan 50.000,00
(mencatat pembebanan biaya pada pesanan yang diolah)
11
Kas 2.000,00
(mencatat biaya pemusnahan sisa bahan dibebankan pada Pesanan A-2)
12
(mencatat biaya pemusnahan sisa bahan dibebankan pada Pesanan A-2)
3) Persediaan Produk Selesai 272.000,00
Barang Dalam Proses –Biaya Bahan Baku 122.000,00
Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung
100.000,00
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik
50.000,00
(mencatat harga pokok pesanan yang selesai)
Harga Pokok Satuan :
A-1 = 80.000,00 + 60.000,00 + 30.000,00 = 170.000,00 = 850,00 per satuan
100 satuan
13
(mencatat hasil penjualan sisa bahan sebagai pengurang biaya bahan baku
Pesanan A-2)
2) Persediaan Produk Selesai 266.000,00
BDP-BBB 116.000,00
BDP-BTKL 100.000,00
BDP-BOP 50.000,00
(mencatat harga pokok pesanan yang selesai)
a.2. Hasil penjualan sisa sebagai pengurang biaya produksi pesanan A-2 secara
keseluruhan :
1) Kas 4.000,00
BDP-BBB 1.600,00
BDP-BTKL 1.600,00
BDP-BOP 800,00
(mencatat alokasi hasil penjualan sisa bahan pada Pesanan A-2), perincian
:
14
2) Persediaan Produk Selesai 266.000,00
BDP-BBB 118.400,00
BDP-BTKL 98.400,00
BDP-BOP 49.200,00
(mencatat harga pokok pesanan yang selesai), harga pokok satuan sebagai
berikut :
A-1 = 80.000,00 + 60.000,00 + 30.000,00 = 170.000,00 = 850,00 per satuan
15
Pada uraian perlakuan hasil penjualan sisa bahan di muka, hasil penjualan
sisa bahan baru dicatat pada saat sisa bahan laku dijual, akibatnya perusahaan tidak
mengetahui jumlah persediaan sisa bahan yang belum terjual pada akhir periode.
Untuk mengatasi masalah tersebut apabila nilai sisa bahan relative tinggi dapat
diselenggarakan pencatatan terhadap persediaan sisa bahan dengan menggunakan
salah satu dari dua metode sebagai berikut :
1) Perusahaan pada kartu persediaan sisa bahan cukup jumlah phisik persediaan.
Sedangkan apabila sisa bahan di jual dalam jurnal didebit kas atau piutang
dagang dan di kredit rekening BDP atau BOP Sesungguhnya atau penghasilan
lain-lain, sesuai penyebab timbulnya. Mutasi phisik sisa bahan dimasukkan ke
dalam kartu persediaan sisa bahan.
Pada akhir periode dari saldo persediaan phisik sisa bahan yang ada pada kartu
sisa bahan, ditaksir besarnya nilai persediaan dan dicatat dengan mendebit
rekening Persediaan Sisa Bahan dan mengkredit rekening BDP atau BOP
Sesungguhnya atau Penghasilan lain-lain.
2) Diselenggarakan rekening Persediaan Sisa Bahan dan rekening Penghasilan
Ditangguhkan dalam pencatatan perusahaan, yang dapat diselenggarakan
dengan cara sebagai berikut :
a. Pada saat dipindahkan sisa bahan dari pabrik ke gudang, didebit rekening
Persediaan Sisa Bahan dan di kredit rekening BDP atau BOP sesungguhnya
atau penghasilan lain-lain sesuai penyebab timbulnya, sebesar kuantitas sisa
bahan dikalikan harga jual satuan dari sisa bahan.
b. Pada saat sisa bahan dijual, rekening Kas atau Piutang Dagang didebit dan
rekening Persediaan Sisa Bahan yang sesungguhnya tidak sama dengan
yang ditaksir, selisihnya akan mendebit atau mengkredit rekening BDP atau
rekening BOP sesungguhnya atau rekening Penghasilan lain-lain.
16
biaya produksi tiap pesanan digunakan Kartu Harga Pokok (Job Cost Sheet), yang
merupakan rekening/buku pembantu bagi rekening kontrol Barang Dalam Proses.
Rincian mengenai suatu pesanan dicatat dalam kartu biaya pesanan. Kartu ini
berfungsi sebagai rekening pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya
produksi tiap pesanan. Biaya produksi dipisahkan menjadi biaya produksi langsung
yaitu biaya yang langsung dalam proses produksi dan biaya overhead pabrik (BOP).
Biaya produksi langsung dicatat dalam kartu biaya pesanan yang bersangkutan
secara langsung baik bahan bakunya maupun biaya tenaga kerja langsungnya,
sedangkan biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik dicatat dalam
kartu biaya pesanan berdasarkan suatu tarif tertentu yang ditentukan dimuka.
Syarat penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan:
Biaya produksi harus dipisahkan ke dalam dua golongan, yaitu: biaya langsung
(BBB & BTKL) dan biaya tak langsung (selain BBB & BTKL).
Harga pokok per satuan produk dihitung dengan cara membagi jumlah biaya
produksi yang dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk
dalam pesanan yang bersangkutan.
17
Contoh kartu harga pokok pesanan
Contoh kasus
PT Eliona berusaha dalam bidan percetakan. Semua pesanan diproduksi
berdasarkan spesifikasi dari pemesan, dan biaya produksi dikumpulkan menurut
pesanan yang diterima. Pendekatan yang digunakan perusahaan dalam menentukan
harga pokok produksi adalah Full Costing. Untuk dapat mencatat biaya produksi,
tiap pesanan diberi nomor dan setiap dokumen sumber dan dokumen pendukung
diberi identitas nomor pesanan yang bersangkutan. Dalam bulan November 2017,
PT Eliona mendapat pesanan untuk mencetak undangan sebanyak Rp 1.500 lembar
dari PT Rimendi, harga yang dibebankan kepada pemesan tersebut adalah Rp 3.000
perlembar. Dalam bulan yang sama perusahaan juga menerima pesanan untuk
mencetak pamflet iklan sebanyak Rp 20.000 lembar dari Pt Oki dengan harga
dibebankan kepada pemesan sebesar Rp 1.000 perlembar. Pesanan dari PT Rimendi
diberi no 101 dan pesanan dari PT OKI diberi nomor 102. Berikut ini kegiatan
produksi dan kegiatan lain untuk memenuhi pesanan tersebut.
18
1. Pembelian bahan baku dan bahan penolong
Pada tanggal 3 november perusahaan membeli bahan baku dan bahan
penolong berikut ini:
Bahan Baku:
Untuk dapat mencatat bahan baku yang digunakan dalam pesanan perusahaan
menggunakan dokumen yang disebut bukti permintaan dan pengeluaran barang
gudang. Dokumen ini ditulis oleh bagian produksi dan diserahkan oleh bagian
19
gudang untuk meminta bahan yang diperlukan oleh bagian produksi. Bagian
gudang akan mengisi jumlah bahan yang diserahkan kepada bagian produksi pada
dokumen tersebut dan kemudian dokumen ini dipakai sebagai dokumen sumber
sebagai dasar pencatatan pemakaian bahan.
20
(Pemakaian bahan baku dan bahan penolong)
Dari contoh diatas biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam department
produksi sbb:
21
Kas Rp 20.400.000
(Pencatatan pembayaran gaji dan upah)
Misalnya biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, selain biaya bahan
penolong dan biaya tenaga kerja tak langsung, adalah sebagai berikut:
Biaya depresiasi mesin Rp 1.500.000
Biaya depresiasi gedung pabrik Rp 2.000.000
Biaya asuransi gedung pabrik dan mesin Rp 700.000
Biaya pemeliharaan mesin Rp 1.000.000
Biaya pemeliharaan gedung Rp 500.000
Jumlah Rp 5.700.000
22
Untuk mengetahui BOP yang dibebankan berdasarkan tariff menyimpang dari
BOP yang sesungguhnya terjadi, saldo rekening BOP yang dibebankan ditutup ke
rekening BOP yang sesungguhnya
Jurnal penutup sbb:
Biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp 8.850.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 8.850.000
(menutup rekening BOP yang dibebankan)
Selisih BOP yang dibebankan kepada produk dengan BOP yang sesungguhnya
terjadi dalam suatu periode akuntansi ditentukan dengan menghitung saldo
rekening BOP yang sesungguhnya.
Debet :
Pemakaian bahan penolong Rp 300.000
Distribusi biaya tenaga kerja Rp 3.000.000
BOP yang sesungguhnya terjadi Rp 5.700.000
Jumlah debet Rp 9.000.000
Kredit:
Jurnal penutup Rp 8.850.000
Jumlah kredit (Rp 8.850.000)
Selisih pembebanan Rp 150.000
Selisih BOP pada akhirnya dipindahkan ke rekening selisih BOP. Jika terjadi
selisih pembebanan kurang, maka dibuat jurnal:
Biaya overhead pabrik Rp 150.000
BOP sesungguhnya Rp 150.000
(selisih BOP)
23
Biaya bahan baku Rp 1.350.000
Biaya tenaga kerja Rp 900.000
Biaya overhead pabrik Rp 1.350.000
Jumlah harga pokok pesanan 101 Rp 3.600.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi tersebut adalan sbb:
Persediaan produk jadi Rp 3.600.000
Barang dalam proses biaya bahan baku Rp 1.350.000
Barang dalam proses biaya tenaga kerja Rp 900.000
Barang dalam proses biaya overhead pabrik Rp 1.350.000
(harga pokok barang jadi)
24
Persediaan produk jadi Rp 3.600.000
Pada contoh diatas telah disebutkan bahwa pesanan 101 berupa pesanan 1.500
lembar undangan dengan harga jual Rp 3.000 perlembar atau total harga Rp
4.500.000. maka jurnal yang dibuat untuk mencatat piutang kepada pemesan sbb:
Penjualan Rp 4.500.000
(mencatat penjualan)
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karakteristik sistem penentuan harga pokok pesanan antara lain:
a. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar pesanan,
b. Produk tergantung spesifikasi pesanan (bersifat homogen),
c. Produksi terputus-putus,
d. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan dan pengumpulan biaya
produksi dilakukan dengan membuat kartu harga pokok pesanan (job order
cost sheet), dan
e. Perhitungan harga pokok per unit produk dilakukan setelah produk pesanan
yang bersangkutan selesai dikerjakan dengan cara membagi harga pokok
produk pesanan dengan jumlah unit produk yang diselesaikan.
Yang perlu diperhatikan pada proses produksi lebih dari satu departemen yaitu
biaya produksi dan laporan harga pokok disajikan per departemen, tarif biaya
overhead pabrik per departemen. Pengelompokan rekening biaya produksi juga
didasarkan per departemen dan umumnya dibagi menjadi departemen biaya bahan
baku atau departemen lainnya.
Prosedur Akuntansi Biaya Harga Pokok Pesanan dapat dibagi menjadi 5, yaitu:
Akuntansi Biaya Bahan dan Suplies, Akutansi Biaya Tenaga Kerja, Akuntansi
Biaya Overhead pabrik, Akuntansi Produk Selesai dan Produk Dalam Proses Akhir
Periode, dan Akuntansi Penjualan atau Penyerahan Produk Kepada Pemesan.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://irmajhe.blogspot.co.id/2016/12/mengelola-kartu-biaya-produksi.html
http://repository.uin-suska.ac.id/1737/1/2013_2013113MEN.pdf
27