Anda di halaman 1dari 86

1

Daftar Isi

Praktikum Histologi
Gabriela Kawab, Wines Pabidang……………………………………………………………………..………………………………………………………………3 – 15

Praktikum Patologi Anatomi


Pirma A. Parhusip, Olyvia I.C. Lense…………..……………………………………………………………………………………………………………………16 – 34

Praktikum Biokimia
Aisyah N. F. Amrullah, Natasya C. May..............................................................................................................................................35 - 43

Praktikum Biokimia
Aisyah N. F. Amrullah, Natasya C. May..............................................................................................................................................44 – 53

Praktikum Parasitologi
Desi W.D Yampapy, Wines Pabidang…………………………………………………………………………………………..……………………………..……54 – 65

Praktikum Mikrobiologi
Gabriela Kawab, Ketrina Burdam………………………………………………………….…………………………….…………………………………..……..66 – 74

Praktikum Farmasi
Claudia J. Pontoh Dan Debrina Tendean………………………………………………………………………………………………………..…………….…75 – 79

Praktikum Patologi Klinik


Mila A. Moi, Samuel C.G.I Kwando…………………………………………………………………………………………………………………….……………..80 - 86

2
Praktikum Histologi
Gabriela Kawab, Wines Pabidang
1. Ginjal
1) Penampang ginjal

Ket : C (Korteks ginjal)


M (Medula ginjal)

2) Korteks ginjal
Cari dan pelajari :
 Glomerulus
 Kapsul Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman)→ Warnanya lebih tua
 Kutub/polus vaskular dan kutub/polus tubular
 Apparatus Jukstaglomerular (tdd sel-sel jukstaglomerular, makula densa, dan sel
polkissen/mesangial ekstraglomerular)
 Tubulus kontortus proksimal →Intinya bulat, dan intinya berjauhan dengan inti
yang lain, dinding tidak jelas, dan terdapat brush border.
 Tubulus kontortus distal→ Epitel selapis kuboid, batas antar selnya jelas, jarak
inti sel dengan inti yang lain berdekatan, tidak ada brush border.
 Processus Ferreini (jaringan medula yang terdapat di korteks) → terdiri dari
duktus koligens dan ansa Henle segmen tebal pars desendens dan pars asendens.
 Sel podosit→ pada kapsul Bowman pars viseral.
 Sel endotel→ terdapat pada glomerulus
 a/v arkuata (cari di antara bagian korteks dan bagian medula)
 a/vinterlobularis

3
Ket : Capsular space ( Ruang
Bowmann)→ isinya urin
primer/cairan ultrafiltrat
Urinary pole ( Polus tubular)
→ dari polus tubular, urin
selanjutnya masuk ke tubulus
kontortus proksimal.

4
Ket : BC- Kapsula Bowman, Ket : DC-Tubulus kontortus distal,
Pod-Podosit, DC-Tubulus PC-Tubulus kontortus proksimal, BB-
kontortus distal, MD-Makula brush border
densa, JG-Sel
jukstaglomerular

3) Medula ginjal
Cari dan pelajari :
 Ansa Henle segmen tebal pars desendens→ Mirip seperti tubulus kontortus proksimal,
tapi tidak terdapat brush border.
 Ansa Henle segmen tipis→ Epitel selapis gepeng, lumennya kosong.
 Ansa Henle segmen tebal pars asendens→ Mirip seperti tubulus kontortus distal
 Duktus koligens→ Epitel selapis kuboid, inti bulat kebiruan, sitoplasmanya jernih dan
batas antar selnya jelas.
 Duktus papillaris Bellini→ Epitel selapis silindris.
 Papila renis
 Kolumna kortikalis Bertini (jaringan korteks yang terletak di medula)
 Kaliks minor
 a/v interlobaris

5
Duktus koligens

6
Duktus papilaris Bellini Duktus papilaris Bellini

Kaliks minor

7
8
9
2. Ureter

Tunika Epitel transisional:


Mukosa

 Tebal epitel (jumlah lapisan selnya)


 Sel Payung
Lamina Jaringan ikat longgar
Propria
Tunika Terdiri atas lapisan-lapisan otot polos:
Muskularis

10
 longitudinal (luar), sirkular (tengah), longitudinal (dalam) pada bagian DISTAL
ATAU
 hanya sirkular (luar) dan longitudinal (dalam) pada bagian PROKSIMAL
Tunika Jaringan ikat longgar
Adventisia

11
3. Vesika Urinaria

Tunika Mukosa Epitel transisional:

 Tebal epitel (jumlah lapisan selnya)

12
 Kalau Sel Payung Menggembung berarti Vesika Urinaria sedang KOSONG
 Kalau Sel Payung Memipih berarti Vesika Urinaria sedang PENUH

Lamina Propria Jaringan ikat longgar


Tunika Otot polos berlapis-lapis, membentuk anyaman tak beraturan.
Muskularis
Tunika Tentukan organ yang ada di sediaan saudara memiliki tunika serosa atau tunika adventisia
Serosa/Adventisia

4. Uretra

13
5. Prostat

Sediaan: Prostat
Cari dan pelajari:
1. Uretra pars prostatika
Epitel Transisional
(proksimal dari duktus
ejakulatorius)

Epitel bertingkat silindris


– epitel silindris berlapis (
pada bagian distal duktus
ejakulatorius)

6. Penis

Sediaan: Penis
Cari dan pelajari:

1. Uretra Pars Membranasea  Epitel


Silindirs Berlapis

14
2. Korpus Kavernosum Uretra (Corpus
Cavernosum Urethrae = CCU) atau
bisa disebut dengan Uretra Pars
Spongiosa

5. Lumen Uretra pars spongiosa Epitel Berlapis Silindris

Semoga bosan liat gambar-gambarnya, karena kata dokter kalau sudah bosan berarti sudah tau.

Selamat Belajar

15
Praktikum Patologi Anatomi
Pirma A. Parhusip, Olyvia I.C. Lense

PRAKTIKUM PA 1
1. Ginjal Tapal Kuda (Horse Shoe Kidney)
Merupakan suatu kelainan kongenital di ginjal. Kadang menyatu di satu kutub/pole
(lebih sering di pole bawah), kadang menyatu di kedua kutub.Pada kondisi ini biasanya
pasien tidak memiliki kelainan apapun karena ultrastrukturnya normal, fungsional ginjal
masih baik.Kelainannya hanya terdapat pada struktur anatominya, ginjalnya bisa berada
ditengah atau tidak di tempat seharusnya, sehingga berefek pada letak ureter.Jika
jalurnya tidak pada anatomis normal, seringkali berakibat stasis (krn belokannya banyak
jadi aliran urin menuju kandung kemih melambat) sehingga meningkatkan terjadinya
infeksi saluran kemih.

Ginjal tapal kuda yang menyatu di


kedua kutub

ginjal

Kandung
kemih

16
2. Polycystic Kidney Disease

2 TIPE:
• AUTOSOMAL DOMINANT POLYCYSTIC KIDNEY DISEASE
• DEWASA, bisa hidup kemudian akan meninggal (sekitaran umur 40) setelah
ginjal rusak berat karena banyak kista menyebabkan ginjal membesar. Ketika
kista terbentuk, dia akan menekan jaringan disekitarnya sehingga menekan
glomerulus juga dan akan mengganggu filtrasi.
• PROGNOSIS LEBIH BAIK
• GAGAL GINJAL SAAT DEWASA
• Gen PKD1 dan PKD2

• AUTOSOMAL RECESSIVE PKD


• FATAL, seringkali penderita meninggal setelah lahir
• Gen PKHD1

17
3. Glomerulonefritis pasca-infeksi inflamasi pada glomerulus (yang dibahas adalah pasca
inflamasi Streptococcus

neutrofil

Glomerulus yang berproliferasi dgn banyak neutrophil, dan lesi crescent (bulan sabit)

Bakteri yang punya kemiripan dengan komponen ginjal atau punya ketertarikan pada
komponen ginjal akan berjalan dan nancep di ginjal’e terus infeksi. Setelah infeksi, akan
ada sisa protein dari bakteri tersebut yang tertinggal di organ filtrasi ginjal dan kemudian
akan menyebabkan peradangan pada glomerulus, contohnya pada infeksi Streptococcus
betahemolyticus yang nefritogenik. Maka dari itu akan terdapat banyak neutrophil.

Endapan imun yang terdapat di mesangial dan sering terjadi kerusakan di dinding
kapiler, maka pasien biasanya akan mengalami hematuria. Karena hematurianya terjadi
di gromerulus di bagian proximal, dan perjalanannya akan sangat jauh ke kandung kemih
maka warna urinnya sudah mulai coklat, bukan merah segar, seperti teh atau coca cola.

Hiperseluler
Proliferasi eksudatif: neutrofil
TIDAK EKSKLUSIF
KONFIRMASI DENGAN IF (Immunofluorosensi)  IgG, C3c

Data Klinis:
• Pasca infeksi, biasanya faringitis
• Protein ASTO (Anti Streptolisin O) tinggi pada serum jika etiologi adalah
Streptococcus

18
Secara histologi ginjal terbagi menjadi 4 kompartemen dan masing masing punya
penyakitnya :
1. Glomerulus  glomerulonephritis
2. Tubulus
Terjadi secara bersamaan
3. Interstisium
4. Vaskular/pembuluh darah

4. Nefritis Interstitialis Acute Tubular Injury

glomerulus

Perhatikan, pinggiran tubulus pada sediaan korteks ini terlihat attach. Lihat ada yang
kayak terlepas”. Titik-titik hitam itu sel radang semua. Jarak antara tubulus juga
berjauhan karena pembengkakan interstisium. Tubulus proksimal di korteks juga jadi
mudah terkena jejas iskemik, karena vili/brush border sehingga menyebabkan
permukaan reabsorpsinya itu luas dan menyebabkan kerusakannya lebih berat dari epitel
tubulus lain.

Tubulus biasanya terkena kalo ada jejas iskemik atau saat kurang O2 pada darah tempat
tubulus tersebut berada, atau karena toksin. Kalo interstisium itu terjadi peradangan jika ada
reaksi hipersensitivitas atau reaksi alergi. Pada kasus ini akan dilihat biopsy ginjal dari
seorang anak yang disengat banyak lebah. di dalam ginjalnya terdapat banyak sekali protein
sengatan lebah yang akan masuk ke urin, sehingga ada kontak dengan tubulus. Interaksi
protein dengan tubulus ini menyebabkan epitel tubulus lepas-lepas (attach). Toksin pada
lebah itu juga menyebabkan reaksi hipersensitivitas (di sediaan itu tipe IV) yang menyerang
interstisium sehingga ditemukan banyak sel radang dan kebanyakan adalah limfosit dan
kadang ada eosinophil (pada hipersensitivitas tipe I). Ketika sel epitel tubulus lepas-lepas
maka akan tertumpuk pada lumen tubulus sehingga menyebabkan sumbatan dan oligouria.
Ketika ada penumpukan di tubulus, epitel yang sdh terlepas menyebabkan lumen tidak
memiliki pelapis, maka cairan yang tertumpuk akan keluar ke interstisium dan menyebabkan
edema interstisium. Edema akan menekan tubulus sehingga aliran urin lebih tersumbat lagi,
dan arena oligouria yang menyebabkan kreatinin naik, maka dapat terjadi gagal ginjal. Pada
sediaan ini, glomerulus normal, tidak hiperseluler, dan tidak banyak sel radang.

19
5. Gagal Ginjal Kronik dan Pyelonefritis Kronik
Pada gagal ginjal kronik terjadi kerusakan ginjal yang masif sehingga ginjal tidak
berfungsi lagi, tapi penyebabnya tidak diketahui. Ginjal diketahui telah rusak karena
glomerulusnya sudah habis, tidak berfungsi, sklerotik, tapi penyebabnya tidak diketahui.
Pada pyelonephritis kronik, ginjalnya sama-sama tidak berfungsi tapi penyebab yang
diketahui adalah ascending infection atau ISK berulang sehingga menyebabkan banyak
radang pada ginjal. Salah satu penyebab pyelonephritis adalah batu ginjal yang
menyebabkan penumpukan bakteri. Bakteri akan menginfeksi epitel pelviokalises dan
kemudian naik sampai ke korteks
a. Nefrolithiasis

PERHATIKAN BATUNYA, memenuhi Batu Staghorn


pelviokalises sehingga batunya berbentuk
staghorn (tanduk rusa)

b. Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah salah satu komplikasi batu ginjal. Karena adanya sumbatan,
urin akan memenuhi rongga pelviokalises dan menekan korteks. Pada kondisi ini,
jika kita ambil sebagian korteks ginjalnya, dan potong tipis

20
c. Pyelonefritis

Putih : rongga
pelviokalises,
ungu: epitel
pelviokalises

LAPISAN UROTHELIAL EROSIF


INFILTRASI BERAT SEL RADANG

Pyelonefritis kronik adalah suatu penyakit kronik yang patogenesisnya dimulai dari
daerah pyelum atau pelviokalises.Terlihat bahwa epitelnya terlepas/erosive akibat
radang. Pada stroma juga terdapat banyak sel radang

tubulus

Folikel Folikel Limfoid


limfoid ditemukan pada sel
radang berat (ini
folikel limfoid
sekunder karena
ada sentrum
germinativum)
Atrofi tubulus
Tubular
thyroidization
Glomerulus yang mengalami
sklerotik total (bulatan
merah)

21
d. Penyakit Ginjal Kronik
Glomerulus yang
kapsula
bowmannya
menebal &
glomerulosklerotik

Glomerulosklerosis Difus. Tubulus (yang dilingkar merah) berisi protein yang


mengeras disebut sebagai tiroidisasi

Glomerulosklerosis dengan pewarnaan Trikrom. Jaringan ikat berwarna hijau


kebiruan jadi bisa dilihat dengan mudah mana glomerulus yang sklerotik

22
6. Karsinoma Sel Ginjal (neoplasma pada orang dewasa)
Makroskopik
Bentuknya adalah suatu massa yang tumbuh di ginjal bagian korteks dan tumbuh dari
epitel tubulus proksimal. Sitoplasma epitelnya mengandung lemak sehingga warnanya
kekuningan dan agak jernih, nama lengkapnya jadi karsinoma sel ginjal varian sel jernih
(mencakup sekitar 70-80% karsinoma sel ginjal). Merupakan tumor ganas tapi jarang
ditemukan mitosis.

Mutasi gen vHL gen yang menginduksi berbagai jenis protein yang membantu
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah) makanya pada karsinoma sel ginjal
terdapat banyak pembuluh darah. Banyak sel yang tersusun di sekeliling pembuluh
darah. Kadang bentuknya seperti lobul (bulat), alveolar (menempel di dinding pembuluh
darah, dan trabecular (memanjang).

Inti sel pleomorfik dan sitoplasma jernih

23
7. Nefroblastoma (neoplasma pada anak, hampir seluruh pasiennya <5tahun)

Tersusun dari sel mesenkimal [berupa stroma], blastemal [bentuknya seperti telor, kecil,
tidak beraturan], epithelial [sel-sel terorganisasi kadang membentuk tubulus dgn lumen
di tengah]

Mutasi gen WT1. Gen ini berperan pada embryogenesis ginjal

Differensiasi otot polos dari sel-sel mesenkimal

24
Praktikum PA 2

Tentir PA 2 ini ada 2 bagian, yaitu Kandung Kemih dan Prostat.

A. Kandung Kemih
Patologi kandung kemih terdiri dari Sistitis dan Karsinoma Urotelial.

1. Sistitis (Kronik dan Polipoid)


(catatan: menurut dokter, kita tidak diminta untuk membedakan antara sistitis kronik dan
polipoid, jadi nanti waktu ujian tidak perlu membedakan antara 2 itu cukup jawab saja
sistitis kronik)
Sistitis adalah radang pada kandung kemih.

Kandung kemih dilapisi oleh sel epitel transisional (urotelium). Ketika terjadi radang
maka akan memicu proliferasi fibroblas sehingga area radang tersebut akan menebal dan
membentuk seperti tonjolan-tonjolan.

Beberapa komplikasi dari sistitis kronik: hematuria dan pielonefritis.

Pada sistitis kronik, kita akan menemukan:


- Sel epitel/uroteliumnya yang erosif (rusak/putus-putus), ada juga yang fibrotik
(menebal) (A)
- Pada lapisan bawah sel epitel masih nampak lamina basalis yang merupakan
dasar/”lantai” dari sel epitel tersebut  sel-sel kecil, inti bulat, tampak seperti garis
pink (B)

25
- Sel epitelnya masih punya polaritas dan
maturasi, artinya:
 Polaritas = arah sel masih
sama dengan kondisi normal
 Maturasi = makin bertambah
matang
- Sel-sel radang kronik (limfosit dan sel
plasma) di lamina propria (lapisan di bawah
sel epitel) (C)
- Lamina propria sembab  tampak
renggang/agak bening-putih karena
mengandung banyak air (D)

26
- Pembuluh darah yang berisi banyak eritrosit dan sel radang. Pembuluh darah ini
terbagi menjadi 2 jenis:
 Kongestif : banyak eritrosit, terjadi pada kondisi yang pasif (E)
 Hiperemik : jumlah sel radang lebih banyak/hampir sama dengan eritrosit,
yang merupakan suatu tanda infeksi karena normalnya sel radang hanya
sedikit di pembuluh darah, terjadi pada kondisi yang aktif (F)
 untuk bedakan, lihat saja bentuk sel darah di dalamnya

27
2. Karsinoma Urotelial
Pada sediaan karsinoma urotelial ini kita akan melihat transisi/peralihan dari area yang non-
neoplastik ke area yang neoplastik.

Neoplastik adalah suatu kondisi dimana terjadi proliferasi sel yang tidak terbatas.
Normalnya, sel epitel akan mengalami proliferasi dan bertumbuh terus namun tidak
bertambah tebal karena ada mekanisme apoptosis/kematian sel yang terprogram sehingga
akan seimbang antara jumlah sel yang baru membelah dan sel yang mati.

Pada kondisi neoplasia:


 sinyal untuk sel agar stop membelah tidak berfungsi, contohnya mutasi pada gen p53
yang merupakan guardian of the genes atau gen yang menjaga sel dari mutasi genetik
akibat kerusakan DNA.
 Sinyal untuk sel agar apoptosis tidak berjalan  normalnya sel yang tua akan mati

Akibatnya, sel yang proliferasi dengan berbagai mutasi tersebut akan terus membelah bahkan
mengalami mutasi tambahan secara terus-menerus, salah satu bentuk mutasinya adalah sel
menjadi memiliki kemampuan untuk menghasilkan protein yang bisa merusak lamina basal
dan epitelnya menjadi invasif(*) atau bertumbuh ke arah lamina propria  inilah yang
disebut sebagai karsinoma.

(*) jika sudah menjadi tipe invasif atau disebut juga infiltratif karena bertumbuh ke arah
lamina propria  prognosisnya lebih buruk.

28
Ciri-ciri/yang dapat ditemukan:
- Lingkaran hitam : area normal atau non neoplastik
- Lingkaran merah : area neoplastik  tampak tonjolan karena proliferasi sel
epitel ke arah dalam (ke arah lamina propria)

- Gambaran polaritas dan maturitas yang sudah terganggu, yang terjadi karena epitel
tersebut sudah mengalami mutasi  sudah tidak bisa dibedakan antara sel basal, sel
payung, dan sel-sel transisionalnya (bedakan bentuk/susunan sel pada gambar di atas
antara yang normal dan neoplastik)
- Sel-sel berinti pleomorfik atau beragam bentuk  karena sudah mengalami mutasi

29
- Inti sel membesar  karena DNA dari setiap sel dapat berbeda-beda dan aktif 
mengakibatkan rasio antara inti, anak inti, dan sitoplasma menjadi meningkat (NC
ratio/rasio antara inti sel dan sitoplasma menjadi tinggi)
- Mudah ditemukan sel-sel dalam tahap mitosis  karena mengalami mutasi dan
proliferasi terus-menerus

B. Prostat
Patologi prostat terdiri dari Hiperplasia Prostat dan Adenokarsinoma Prostat.

1. Hiperplasia Prostat
Hiperplasia prostat merupakan masalah yang hampir selalu dialami oleh laki-laki usia tua,
namun bukan suatu bentuk atau proses neoplastik/keganasan.

Gejala: lower urinary track symptoms (LUTS) yang terdiri dari nokturia, disuria,
frekuensi, urgensi, pancaran urine lemah, harus mengejan saat berkemih, dan perasaan
tidak lampias setelah berkemih karena urine tidak keluar sepenuhnya dari kandung kemih.

30
Yang dapat dilihat/ditemukan:
- Asinus
Asinus dilapisi oleh 2 lapis sel yaitu sel basal dan sel luminal.
 Sel luminal (panah merah): terletak dekat lumen, bagian dalam, akan
menghasilkan sekret. Bentuk selnya adalah sel epitel silindris.
 Sel basal (panah hijau): terletak dekat stroma/lamina propria. Bentuk selnya
adalah epitel kuboid atau gepeng.

Kedua komponen ini memiliki banyak reseptor androgen, sehingga akan mengalami
proliferasi atau pembelahan ketika ada stimulus berupa hormon androgen yang aktif yaitu
dihidrotestosteron (DHT)  prostat membesar  sel basal dan luminal makin bertambah
banyak.

*bayangkan analoginya seperti seorang anak yang sedang tumbuh gigi banyak tapi gusinya
hanya segitu-segitu saja  giginya akan tumbuh saling bertumpuk karena ruang gusinya
tidak bertambah besar ukurannya.

Begitu pun pada sel-sel ini. Akibat proliferasi terus-menerus sementara “ruangan”nya tidak
bisa bertambah besar, namun karena epitel lebih fleksibel daripada rahang dan gusi maka
lamina basalnya akan membentuk lipatan/tonjolan papilar ke dalam lumen asinus,
tujuannya untuk memperluas area permukaan (konsepnya sama seperti mikrovili pada usus,
yaitu dengan adanya vili-vili atau lipatan-lipatan tersebut maka luas permukaannya akan
semakin besar)  lihat gambar di atas.

31
Sel lamina yang terus berproliferasi tersebut juga akan terus menghasilkan sekret  sekret
akan mengeras selapis demi selapis  membentuk struktur yang disebut corpora amilacea.

 Clue dari dokter: jika ditemukan asinus yang berisi corpora amilacea maka itu
adalah tanda dari asinus yang sifatnya non-neoplastik atau bukan karsinoma

2. Adenokarsinoma Prostat
Adenokarsinoma artinya suatu neoplasma atau keganasan yang berasal dari pertumbuhan
monoklonal (dari 1 tipe sel) yang infiltratif atau menyelip di antara jaringan yang normal.
Pada adenokarsinoma prostat seringkali gejala yang dirasakan adalah sama dengan gejala
pada hiperplasia prostat di atas. Petanda tumor prostat adalah prostate spesific antigen
(PSA) yang dideteksi di serum/darah.

Yang dapat ditemukan adalah:


- Gambaran proliferasi asinus tanpa sel basal, jadi hanya sel luminalnya saja yang
mengalami proliferasi sehingga tampak seperti asinus-asinus kecil dan hanya 1 lapis
sel
- Masih bisa ditemukan area yang normal, dan di antaranya ada asinus-asinus kecil
tersebut
- Asinus-asinus baru tersebut lama kelamaan akan bergabung membentuk gambaran
kribriformis (seperti rongga-rongga atau saringan berlubang-lubang)  lama-lama
menjadi solid.

Pola pertumbuhan asinus kecil menjadi kribriform lalu menjadi solid itu disebut sebagai pola
Gleason.

Semakin tinggi pola Gleason  semakin buruk diferensiasinya  skor Gleason bisa
digunakan untuk menentukan derajat keganasan dan prognosis.

32
Karena gambaran hiperplasia prostat dan karsinoma prostat hampir mirip dengan gejala yang
juga mirip, maka cara untuk membedakan antara asinus non-neoplastik yang merupakan
tanda dari hiperplasia prostat dengan asinus neoplastik dari karsinoma prostat adalah:

- Lihat jumlah sel yang menyusun asinus tersebut


 Asinus neoplastik pada adenokarsinoma prostat (lingkaran hitam)  hanya 1
lapis sel yaitu sel luminal
 Asinus non-neoplastik pada hiperplasia prostat (bintang merah)  ada 2 lapis
sel yaitu sel basal dan sel luminal

33
- Lihat bentuk asinusnya
 Asinus neoplastik pada adenokarsinoma prostat  kecil-kecil bergerombol
 Asinus non-neoplastik pada hiperplasia prostat  Besar, ada bentuk seperti
cekungan ke dalam lumen, atau ada corpora amilacea

34
Praktikum Biokimia
Aisyah N. F. Amrullah, Natasya C. May

Pengantar :

 2 fungsi utama Ginjal  mengeliminasi sisa-sisa metabolisme dalam bentuk larutan &
mempertahankan homeostasis cairan tubuh.
 Urin normal orang dewasa1200-1500 mL / hari.
 Secara fisiologis maupun patologis volume urin dapat bervariasi.
 Pembentukan urin dipengaruhi oleh cairan yang masuk dan jenis makanan.
 Diet tinggi protein  meningkatkan pembentukan urin sebab urea yang terbentuk pada proses
metabolisme protein mempunyai efek diuretik.
 suhu lingkungan tinggi volume urin berkurang.
 Volume urin yang diperlukan untuk mengeksresi produk metabolisme tubuh adalah 500 mL.
 Poliuria (volume urin meningkat) ditemukan pada  diabetes insipidus (akibat tidak adanya
hormon anti diuretik, volume urin / hari ±10 – 20 L) & diabetes melitus (volume urin ± 5 – 6 L /
hari).
 Oligouria (volume urin berkurang) ditemukan pada  demam, nefritis akut, glomerulonefritis
kronis, gangguan hari akut, diare & gagal jantung.
 Anuri (tidak terbentuk urin) pada periode tertentu  dapat terjadi pada keadaan syok, nefritis
akut, keracunan air raksa atau batu ginjal.
 Rasio urin siang (pk.08.00 – 20.00) & malam (pk. 20.00 – 8.00) adalah 2 : 1, kadang-kadang
3 : 1. Pada kelainan ginjal rasio ini dapat berubah bahkan terbalik.
 Normal urin berwarna kuning muda, jernih dengan bau khas dan dipengaruhi jenis makanan.
Berat jenis urin 24 jam  1,003 – 1,030. pH bersifat asam (pH 6.0) & sangat bervariasi antara 4,9
sampai 8,0.
 Kandungan zat dalam urin 24 jam:
- Klorida sebagai NaCl :  10 g
- Ca++ , Mg++ dan iodium : sedikit
- Urea :  20 – 30 g
- Kreatinin : 1,5 g
- Amonia : 0,7 g
- Asam urat : 0,7 g
 Selain itu juga ditemukan sulfat, fosfat, oksalat, asam amino, vitamin, hormon & enzim.
 keadaan abnormal ditemukan glukosa, benda keton, protein & berbagai senyawa lain (pigmen
empedu, darah & porfirin) yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
penyakit tertentu.
 Dalam saluran kemih dapat terjadi batu sebagai akibat menurunnya kelarutan senyawa tertentu
dalam urin. Kira-kira satu per tiga batu saluran kemih terdiri dari Ca fosfat, Ca karbonat dan Mg-
amonium fosfat.
 Pembentukan batu terjadi akibat peningkatan ekskresi kalsium, infeksi dan peningkatan pH.
Dalam urin juga dapat ditemukan batu oksalat dan batu asam urat.
 Pengumpulan urin 24 jam digunakan bahan pengawet  toluen, sebab dapat terjadi perubahan
senyawa dalam urin akibat kerja bakteri dalam urin.
 Pada wanita hamil dalam urin ditemukan hCG (human Chorionic Gonadotropin) yang dihasilkan
oleh plasenta. Hormon ini memberi hasil positif pada uji kehamilan.

35
Yang dipraktikumkan :
1. Sifat fisik urin
Dalam mengamati sifat urin, yang perlu diamati adalah:
a) Volume urin yang dikumpulkan dalam 24 jam.
 Cara pengumpulan urin 24 jam  Urin pertama hari tertentu (misalnya pk.6.00) dibuang.
Semua urin mulai waktu itu sampai dengan waktu yang sama pada hari berikutnya
dikumpulkan. Seluruh urin tersebut harus disimpan dalam keadaan dingin dengan toluen
sebagai pengawet.
 Hasil praktikum  volume Urin  diukur menggunakan tabung panjang. pengukuran
dilakukan tiap 100 ml. Hasil-nya  10 kali yang berarti 100 ml dan 1 kali pada 73 ml.
Sehingga hasil akhir volume urin  1.073 L.

b) Berat Jenis Urin yang telah di konversi


 Normal berat jenis urin 24 jam 1,020 dengan kisaran 1,016 sampai 1,024.
 Berat jenis urin bervariasi  Setelah minum sejumlah besar air, berat jenis urin akan turun
sampai 1,002 & bila berkeringat banyak berat jenis urin dapat mencapai 1,040.
 Variasi berat jenis urin normal diakibatkan oleh kandungan urea, NaCl dan fosfat.
 Berat jenis urin pada keadaan patologis akan berubah. Berat jenis urin pada penderita diabetes
melitus akan meningkat akibat adanya glukosa dalam urin.
 Penetapan berat jenis urin digunakan urinometer.
 Penetapan berat jenis urin dapat memperkirakan kandungan zat padat dalam urin. Jumlah zat
padat urin dihitung dengan cara mengkalikan 2 angka terakhir berat jenis dengan 2,6
(=Koefisien Log). Angka yang diperoleh menyatakan gram zat pada dalam 1 liter urin.

c) pH urin
 Cara mengukur  Isilah gelas ukur 100 mL dengan urin (bahan pengawet harus dibuang
terlebih dahulu). Letakkan urinometer di dalamnya. Urinometer akan mengapung dan tidak
boleh menyentuh dinding tabung. Baca angka pada urinometer yang bersesuaian dengan
permukaan urin dalam tabung. Catat suhu urin tersebut. Tiap urinometer telah ditera untuk
suhu tertentu dan tertulis pada alat. Bila suhu urin tidak sama dengan suhu tera alat, perlu
dilakukan koreksi pada angka yang ditunjukkan oleh urinometer.
 Tiap perbedaan 3oC di atas suhu tera alat berat jenis urin harus ditambah 0,001 dan tiap
perbedaan 3oC dibawah suhu tera alat berat jenis urin harus dikurangi 0,001.

d) Warna urin.
e) Kejernihan urin tembus / tidak tembus cahaya.
f) Suhu cara mengukur: Masukkan alat pengukur suhu ke urin dan tunggu 5 menit. Lalu lihat
hasilnya.

Hasil :
Volume urin 24 jam : 1.073 L
Berat jenis : 1,020
pH :7
warna : kuning
kejernihan : Jernih karena tembus cahaya
Suhu : 32oC

36
2. Uji Indikan (Obermeyer)
 Bahan makanan akan diserap dari usus halus & sisa makanan yang tidak diserap akan terus ke
usus besar, kemudian terjadi penyerapan air sehingga secara gradual isi usus akan menjadi lebih
padat. Dalam usus besar terjadi proses fermentasi dan pembusukan terhadap sisa bahan makanan
oleh pengaruh enzim-enzim bakteri usus yang akan menghasilkan gas seperti CO +, metan,
hidrogen, nitrogen dan H+S serta asam asetat, asam laktat dan asam butirat.

 Dalam usus besar, asam amino akan mengalami dekarboksilasi oleh enzim bakteri usus
menghasilkan amin toksik (ptomain). Asam amino triptofan akan membentuk indol dan skatol.
Indol dan skatol akan diserap dari usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasi menjadi indoksil.
Indoksil akan berkombinasi dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk indikan (indoksil
sulfat). Indikan akan dieksresi ke dalam urin dan merupakan salah satu sulfat etereal dalam urin.

 Indikan dalam urin berasal dari proses pembusukan asam amino triptofan dalam usus, bukan
berasal dari katabolisme protein dalam tubuh. Ekskresi indikan ke dalam urin memberi gambaran
proses pembusukan dalam usus. Pada keadaan normal, dalam sehari diekskresi 10-20 mg. Variasi
ekskresi terutama ditentukan oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan meningkatkan
ekskresi indikan dalam urin & sebaliknya pada makanan tinggi karbohidrat. Bila terjadi
peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada stagnasi isi usus juga akan terjadi
peningkatan ekskresi indikan urin. Peningkatan indikan dalam urin juga dapat ditemukan bila ada
dekomposisi protein dalam tubuh oleh bakteri, seperti gangren.

 Indikan dalam urin ditetapkan dengan uji Obermeyer.


 Dasar Pereaksi Obermeyer yang mengandung FeCl3 dalam HCl pekat mengoksidasi gugus
indoksil membentuk biru indigo yang larut dalam kloroform.

Reaksi pembentukan indikan :

 Dalam usus :
Triptofan  Indol dan Skatol.

 Dalam hati :

Bahan dan perekasi :


1. Urin.
2. Pereaksi Obermeyer  Larutkan 6,7 g feri klorida (FeCl3.6H2O) dalam asam klorida pekat
(berat jenis 1,19) & encerkan sampai volume 1000 mL dengan asam yang sama.
3. Kloroform.

37
Pelaksanaan :
Pipetkan ke dalam tabung reaksi.

Larutan Tabung
Urin 4 mL
Peraksi Obermeyer 4 mL
Diamkan beberapa menit
Kloroform 1,5 mL
Campur dengan membalik-balik tabung kira-kira 10 kali (jangan dikocok).
Kloroform akan mengekstraksi biru indigo.

Hasil :

tidak menghasilkan warna biru indigo, melainkan warna kuning teh dan
terdapat endapan gelembung – gelembung bening dibawahnya.

Cat: apabila mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asam amino


triptofan / esensial (yang didapatkan dari hewan), maka didapatkan warna
biru indigo pada pengujian.

3. Penetapan kadar kreatinin urin (Folin)


 Kreatinin merupakan produk katabolisme kreatin fosfat dalam otot.
 Normal  sebesar 1 – 1,8 g dan diekskresi ke dalam urin dalam 24 jam.
 Ekskresi kreatinin dalam urin dapat dijadikan indeks masa ototcadangan energi.
 Ekskresi kreatinin bersifat konstan dan tidak tergandung pada diet, sehingga dapat dinyatakan
sebagai koefisien kreatinin (dalam mg) dibanding dengan berat badan (dalam kg).
 Eksresi kreatinin dalam urin berkurang pada keadaan kelaparan dan atrofi otot dan
meningkat bila terjadi peningkatan katabolisme jaringan seperti demam.
 Koefisien kreatinin
- laki-laki : 20 – 26 mg/kg berat badan/24 jam
- wanita : 14 – 22 mg/kg berat badan/24 jam
 Dasar/prinsip  Kreatinin bereaksi dengan larutan pikrat alkalis (reaksi Jaffe) menghasilkan
senyawa kompleks (tautomer kreatinin pikrat) berwarna kuning jingga.

38
 Cara kerja/Pelaksanaan :
Pipetkan ke tabung flakon 15 mL

Larutan Blanko Standar 1 Standar 2 Uji 1 Uji 2


Akuades 100 μL - - - -
Standar - 100μL 100μL - -
Urin - - - 100μL 100 μL
Larutan asam pikrat
2 mL 2mL 2 mL 2 mL 2 mL
jenuh
NaOH 150μL 150 μL 150 μL 150 μL 150 μL

Kocok perlahan-lahan dan diamkan 25 menit. Encerkan dengan akuades sampai volume 10mL,
campur dengan membalik-balik labu. Bacalah serapan pada panjang gelombang 540 nm

Hasil :

39
4. Uji Benedict semikuantitatif
 Dikatakan semikuantitatif karena tidak diukur menggunakan spektofotometerdan hanya untuk
dibandingkan berdasarkan warna endapan.
 Glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion
logam tertentu dalam larutan alkalis, sehingga uji ini tidak spesifik terhadap glukosa, gula lain
yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberi hasil yang positif (contohnya vitamin C).
 Dasar/PrinsipGugus aldehil atau keton bebas gula akan mereduksi kuprioksida dalam peraksi
Benedict menjadi kuprooksida yang berwarna.
 Dengan uji ini dapat diperkirakan secara kasar (semikuantitatif) kadar gula dalam urin.

Bahan dan pereaksi :


1. Urin normal
2. Larutan glukosa 0,3 %
3. Larutan glukosa 1%
4. Larutan glukosa 5%
5. Peraksi Benedict
Larutan 173 g Na sitrat dan 100 g Na karbonat dalam kira-kira 800 mL akuades (perlu
pemanasan).
Larutan 17,3 g kristal tembaga sulfat dalam 100 mL akuades. Tambahkan larutan tembaga
sulfat ke dalam larutan sitrat-karbonat sambil terus diaduk. Encerkan dengan akuades sampai
volume 1000 mL

40
Pelaksanaan :
Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4
Pereaksi Benedict 2,5 mL 2,5 mL 2,5 mL 2,5 mL
Urin 4 tetes - - -
Larutan glukosa 0,3% - 4 tetes - -
Larutan glukosa 1 % - - 4 tetes -
Larutan 5 % - - - 4 tetes
Panaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit atau didihkan diatas api kecil selama 1
menit. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan. Endapan berwarna hijau, kuning atau merah
menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja tidak berartu reaksi positif.
catatan : ada di BPP (bahan dan pereaksinya)

Penafsiran :
Warna Penilaian Kadar
Biru jernih Negatif 0
Hijau/kuning hijau + <0,5%
Kuning/kuning kehijauan ++ 0,5 – 1,0%
Jingga +++ 1,0 – 2,0%
Merah ++++ > 2,0%

Berdasarkan praktikum kelompok A 


Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Tabung 1 Tabung 2
Pereaksi Benedict 2,5 mL 2,5 mL
Urin normal 4 tetes -
Urin patologis - 4 tetes
Panaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit atau didihkan diatas api kecil selama 1
menit. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan. Endapan berwarna hijau, kuning atau merah
menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja tidak berartu reaksi positif.

Hasil :
Tabung Warna
1 Biru jernih (negatif)  normal
2 Kuning kehijauan (positif/++)  sakit/patologis

41
5. Uji Protein
 Normalnya dalam urine tidak ada protein.
 Jika ditemukan (cincin di atas lapisan HNO3 pekat pada uji heller) dan juga (endapan pada uji
koagulasi) berarti menandakan urin tersebut patologis/gangguan/sakit.

Uji Heller
Bahan dan peraksi :
1. urin dan urin yang mengandung protein
2. Asam nitrat pekat
Pelaksanaan :
Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Tabung 1 Tabung 2
Asam nitrat pekat 2 mL 2 mL
Miringkan tabung reaksi dan tambahkan perlahan-lahan
Urin normal 2 mL -
Urin patologis - 2 mL
Hasil positif ditandai oleh terbentuknya cincin di atas lapisan HNO 3
pekat

Uji Koagulasi
Bahan dan peraksi
1. Urin dan urin yang mengandung protein
2. Asam asetat 2%
Pelaksanaan :
Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Tabung
Urin jernih (bila perlu disaring terlebih dahulu) 5 mL
Didihkan. Endapan yang terbentuk adalah protein atau fosfat
Asam asetat 2% 5 tetes
Bila endapan tetap adan menandakan ada protein sebab fosfat akan larut dalam suasana
asam

Hasil :

42
6. Uji benda keton (Rotera)
 Benda keton (asam β-hidroksibutirat, asam asetoasetat dan aseton) tidak ditemukan dalam urin
normal.
 Benda keton dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus, alkoholisme dan pada kelaparan
yang berkepanjangan, terjadi gangguan metabolisme karbohidrat yang disertai peningkatan
metabolisme lipid.
 Pada keadaan-keadaan tersebut, terjadi peningkatan produksi benda keton dalam hati yang
selanjutnya akan diekskresi ke dalam urin.
 Benda keton dalam urin dapat ditetapkan dengan uji Rothera.
Bahan dan pereaksi :
1. Urin dan urin yang mengandung benda keton
2. Kristel amonium sulfat
3. Larutan Na nitroprusid 5%
4. Amonium hidroksida pekat

Pelaksanaan :
Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Tabung
Urin (normal/patologis) 5 mL
Kristal amonium sulfat Ditambah sampai jenuh
Na nitroprusid 5% 2-3 tetes
Amonium hidroksida pekat 1-2 tetes
Campur, diamkan 30 menit. Hasil positif ditandai oleh warna ungu.

Hasil

43
Praktikum Fisiologi
Aisyah N. F Amrullah, Natasya C. May

Diuresis (Homeostasis Dan Imbangan Cairan)


Alat Yang Diperlukan
1. Air putih 1300 cc
2. Air teh 300 cc
3. Air gula (75 gr gula dalam 300 cc air)
4. Gelas plastik penampung urine ukuran 250 cc
5. Gelas ukur
6. Multistix
7. Jam
8. Timbangan badan
9. Sfigmomanometer air raksa
10. Tisu, sarung tangan
11. Ergometer sepeda (Monark)
12. Stopwatch
13. Heart rate monitor
14. Pakaian dan sepatu olahraga (khusus untuk perlakuan D)

Tata Kerja
1. Tiap golongan dibagi menjadi 10 kelompok (8 kelompok perlakuan dan 2 kelompok
kontrol). Mahasiswa akan melaksanakan 4 macam perlakuan, masing-masing
perlakuan dilaksanakan oleh 2 kelompok.
2. Setiap kelompok menentukan satu orang percobaan (OP) dengan kriteria jenis
kelamin laki-laki, sehat, berat badan, usia dan keadaan hidrasi dalam kisaran rata-rata
golongan.
3. Pagi hari OP minum air sekitar 2-3 gelas. 2 jam sebelum praktikum dimulai OP
makan siang + minum di laboratorium Fisiologi.
4. Satu jam sebelum praktikum dimulai ditimbang berat badannya.
5. Kemudian OP buang air kecil (BAK) dan menampung urinnya. Selanjutnya OP
menjalani rangkaian pemeriksaan berupa:
- penimbangan berat badan (usahakan OP menggunakan pakaian dan sepatu yang
sama selama percobaan berlangsung)
- pengukuran tekanan darah pada lengan kanan dalam posisi duduk
- pengukuran volume urin menggunakan gelas ukur
- pengukuran Berat Jenis (BJ) pada detik ke 45, pH pada detik ke 60, dan
kadar glukosa pada detik ke 30 dengan menggunakan multistix
(Cara menggunakan multistix dapat dilihat pada petunjuk di botol multistix)
Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir laporan baris U-pra.

44
6. Saat praktikum dimulai OP buang air kecil dan menjalani rangkaian pemeriksaan
yang sama dengan langkah #5. Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir laporan baris
U-0.
7. OP menjalani salah satu perlakuan A/B/C/D, sesuai tata cara.
8. Setelah perlakuan, OP buang air kecil dan menjalani rangkaian pemeriksaan sesuai
langkah #5 pada menit ke-30, menit ke-60, dan menit ke-90. Hasil pemeriksaan
dicatat pada formulir laporan baris U-30, U-60, dan U-90.
9. Setelah menjalani masing-masing perlakuan, OP tidak diperkenankan makan dan
minum, serta aktivitas fisik minimal saja.

P-D.1. Mengapa aktivitas fisik OP dibatasi minimal?


 Tujuannya agar OP tidak kehilangan cairan melalui keringat & respirasi  percobaan
yang dilakukan bisa mendapatkan hasil yang akurat.

I. PERLAKUAN A: Minum Air


1. Setelah menampung U-pra, dan U-0, OP minum 1300 cc air, dalam waktu kurang
dari 10 menit.

P-D.2. Apa maksud pemberian minum 1300 cc air?


 Untuk mengetahui apakah jumlah air berlebihan yang masuk akanbanyak dikeluarkan
juga agar osmolaritas cairan tubuh terjaga.
2. Tiga puluh menit setelah selesai minum, OP buang air kecil dan melakukan
rangkaian pemeriksaan sesuai tata cara yang telah dijelaskan pada tata kerja langkah
#8.
P-D.3. Apa efek yang diharapkan terjadi?
 Konsumsi air dalam jumlah besar  kelebihan air harus dikeluarkan dari tubuh tanpa
mengeluarkan solute di dalamnya yang penting untuk menjaga homeostasis tubuh 
Ginjal megeluarkan air dalam jumlah besar, namun partikel solute tidak
dikeluarkandalam jumlah besar  pengeluaran urine yang encer dalam jumlah besar
 BJ urin.
 Air yang masuk melalui sistem pencernaan  dialokasikan menjadi plasma darah 
kenaikan yang cukup besar dalam jumlah volume plasma darah  meningkatnya TD.
 Berdasarkan hasil  peningkatan TD tidak terlalu besar  tubuh melakukan
kompensasi untuk menjaga agar TD tidak begitu tinggi.
 Air yang masuk melalui sistem pencernaan  dialokasikan menjadi plasma darah 
kenaikan yang cukup besar dalam jumlah volume plasma darah  meningkatnya TD.
 Berdasarkan hasil  peningkatan TD tidak terlalu besar  tubuh melakukan
kompensasi untuk menjaga agar TD tidak tinggi sekali.

45
II. PERLAKUAN B: Minum Air Teh
1. Setelah menampung U-pra, dan U-0, OP minum 300 cc air teh, dalam waktu kurang
dari 10 menit.
2. Tiga puluh menit setelah selesai minum, OP buang air kecil dan melakukan rangkaian
pemeriksaan sesuai tata cara yang telah dijelaskan pada tata kerja langkah #8.

P-D.4. Apa efek yang diharapkan terjadi?


 Kafein bekerja dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosine dalam sel
saraf yang akan memaCu produksi hormone adrenalin  menyebabkan peningkatan
tekanandarah, sekresi asam lambung dan aktifitas otot serta perangsangan hati untuk
melepaskansenyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan energy ekstra.
Dengan meminum air teh  menghasilkan urin yang lebih banyak di bandingkan
perlakuan yang meminum air putih biasa / air gula dikarenakan teh mengandung
kafein yang mempengaruhi terhadap laju filtrasi Glomerulus dan menurunkan
reabsorpsi natrium.

III. PERLAKUAN C: Minum Air Gula


1. Setelah menampung U-pra, dan U-0, OP minum 300 cc air gula, dalam waktu kurang
dari 10 menit.
2. Tiga puluh menit setelah selesai minum, OP buang air kecil dan melakukan rangkaian
pemeriksaan sesuai tata cara yang telah dijelaskan pada tata kerja langkah #8.

P-D.5. Apa efek yang diharapkan terjadi?


 Volume urin terjadi penurunan  dengan mengkonsumsi air gula maka kadar
glukosa dalam darah juga meningkat dan osmolaritas juga bertambah  akan
dideteksi oleh osmoreseptor di hipotalamus sehingga memicu keluarnya ADH 
Sehingga dapat terjadi peningkatan reasorbsi air di tubulus koligens untuk mencegah
air keluar  urin menjadi pekat.
 Glukosa di urin negatif  menunjukkan bahwa glukosa yang dikonsumsi masih
berada dibawah Tm (transport maximum)  Maka tidak akan keluar lewat urin,
melainkan direabsorpsi total sehingga kadar glukosa di darah akan meningkat. Tetapi,
hal ini akan memicu sekresi dari insulin dari kelenjar pankreas, yang selanjutnya
glukosa akan disimpan dalam bentuk lain oleh insulin sehingga kadar glukosa di
darah akan menurun perlahann. Tetapi ada pengecualian untuk orang yang memiliki
penyakit DM  dimana glukosa di dalam darah dapat meningkat sampai kadar yang
sangat tinggi  muatan glukosa yang difiltrasi melebihi Tm akibatnya terjadi
eksresi glukosa di dalam urin.
 Volume urin dan berat jenis  semakin banyak volume urin yang keluar atau
semakin encer urinnya  maka berat jenisnya juga semakin kecil.
 Volume urin yang keluar atau semakin encer urin  maka BJ juga semakin kecil.

46
IV. PERLAKUAN D: Anaerobic exercise (olahraga anerobik)
1. Setelah menampung U-pra, dan U-0, OP minum 300 cc air, dalam waktu kurang dari 10
menit. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dan denyut nadi (menggunakan
heart rate monitor).
2. OP melakukan pemanasan mengayuh sepeda selama 5 - 10 menit dengan cara selang-
seling 30" kayuhan maksimal dengan beban dan 30" istirahat (pemberian beban dilakukan
oleh pembimbing). Pemanasan dilakukan sampai denyut nadi OP mencapai  150/menit.
Denyut nadi pemanasan dicatat.
3. Setelah selesai pemanasan, OP istirahat 3 - 5 menit.
4. OP mulai mengayuh hingga mencapai kecepatan maksimal, setelah itu anaerobic exercise
dimulai dengan cara meningkatkan beban hingga maksimal sambil tetap mempertahankan
kayuhan maksimal (dibutuhkan waktu 3 - 4 detik untuk mencapai kecepatan dan beban
maksimal). Kemudian OP mengayuh dengan beban dan kecepatan maksimal selama 30
detik. Setelah selesai anaerobic exercise, dilakukan pencatatan denyut nadi.
5. Pendinginan dilakukan dengan cara mengayuh sepeda dengan kecepatan dan beban
rendah selama 2 - 3 menit.
6. Tiga puluh menit setelah selesai anaerobic exercise, OP buang air kecil dan melakukan
rangkaian pemeriksaan sesuai tata cara yang telah dijelaskan pada tata kerja langkah #8.
 BB menurun  karena air merupakan 60% yang mengisi tubuh. Dikarenakan air yang
keluar (diakibatkan miksi + olahraga)tidak diimbangi oleh air yang masuk maka hal
tersebut dapat mempengaruhi berat badan walaupun hanya sedikit dan tidak
signifikan.
 TD dan volume urin cenderung menurun  karena volume cairan dalam tubuh
berkurang setelah exerciseakibat pengeluaran keringat, akibatnyatubuh melakukan
kompensasi untuk mencegah pengeluaran urin dengan caramenurunkan tekanan darah
arteri. Dikarenakan tekanan darah arteri menurun,sehinggaaliran darah ke ginjal pun
ikut menurun yang mengakibatkan filtrasi pada glomerulus juga menurun.
Pengeluaran tersebut tidak diimbangi oleh asupan cairan yang cukup sehingga tubuh
akan cenderung mencegah pengeluaran air berlebihan dengan carameningkatkan
reabsorbsi pada tubulus ginjal,sehingga urin yang dikeluarkan semakin sedikit.
 BJ urin yang meningkat dikarenakan kadar zat terlarut yang tinggi, dikarenakan tubuh
banyak kehilangan air pada saat OP melakukane exercise sehingga ginjal melakukan
reabsorbsi air lebih keras pada tubulus,akibatnya zat terlarut lebih banyak di
sekresikan dan mengakibatkan berat jenis urin meningkat dan urin menjadi lebih
pekat.
 Keasaman urin seharusnya bertambah pada saat pengambilan urin pertama setelah
exercises yang ditandai dengan menurunnya pH  karena adanya penumpukan asam
laktat sebagai hasil dari metabolisme anaerobik. Kemudian, pada pengambilan urin
selanjutnya  keasamannya akan kembali berkurang karena asam laktat telah
diekskresikan semua  pH akan mengalami peningkatan kembali.

47
V. Kontrol (E)
1. Setelah menampung U-pra, dan U-0, OP minum 300 cc air putih, dalam waktu
kurang dari 10 menit.
2. Tiga puluh menit setelah b.a.k untuk U-0, OP buang air kecil dan melakukan
rangkaian pemeriksaan sesuai tata cara yang telah dijelaskan pada tata kerja langkah
#8.
 BB yang sedikit demi sedikit mengalami penurunan dikarenakan volume cairan
didalam tubuh juga berkurang karena dipaksa untuk melakukan BAK 30 menit
sekali.
 TD yang cenderung normal namun mengarah ke penurunan disebabkan karena
tubuh mengeluarkan cairan berlebih sehingga tubuh berkompensasi untuk
menahan cairan dalam tubuh dengan cara menurunkan tekanan darah, dengan
begitu darah yag melewati glomerulus juga akan sedikit dan cairan yang keluar
menjadi urin akan berkurang.
 Penjelasan mengenai volume urin mengalami penurunan ini mirip dengan
penjelasan TD yang menurun, untuk berkompensasi agar darah yang melewati
glomerulus sedikit.
 BJ dan pH urin berkaitan dengan ADH  ADH berperan dalam pengaturan
konsentrasi urin, sehingga juga turut mengatur osmolaritas plasma dan konsenrasi
natrium.

48
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM DIURESIS
Nama OP: Markus Mili Berat Badan sebelum U-PRA: 65 kg

Kelompok: C Jenis Perlakuan: Minum Air

Laju
Periode antar Berat Tekanan
Waktu Volume produksi
pengambilan BJ Warna pH Glukosa Badan darah
pengambilan urin (ml) urin
(menit) (kg) (mmHg)
(ml/menit)

Kuning
U-PRA 8.58 330 1,005 6 - 65 122/80
keruh

Kuning
U-0 9.48 237 50 4,74 1,010 6 - 64 112/78
keruh

pk. 9.54 s/d


Pelaksanaan perlakuan
pk. 9.57

Kuning
U-30’ pasca perlakuan 10.27 70 39 1,74 1,015 6 - 66 110/74
keruh

U-60’ pasca perlakuan 10.57 368 30 12,26 1,005 Jernih 6 - 65 120/88

U-90’ pasca perlakuan 11.27 470 30 15,67 1,005 Jernih 6 - 65 110/80

Volume urine total setelah perlakuan 908

49
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM DIURESIS

Nama OP: Samuel Berat Badan sebelum U-PRA: 55 kg

Kelompok: D Jenis Perlakuan: Minum Air Gula

Laju
Volume Periode antar Berat Tekanan
Waktu produksi
urin pengambilan BJ Warna pH Glukosa Badan darah
pengambilan urin
(ml) (menit) (kg) (mmHg)
(ml/menit)

Kuning
U-PRA 8.58 339 1,010 6 - 55 121/80
muda

Kuning
U-0 9.49 321 51 6,29 1,005 6 - 55 120/80
bening

pk. 9.58 s/d


Pelaksanaan perlakuan
pk. 9.59

Kuning
bening
U-30’ pasca perlakuan 10.29 38 40 0,95 1,025 6 - 55 120/80
lebih
gelap

U-60’ pasca perlakuan 10.59 15 30 0,5 1,025 Kuning 6 - 54 118/80

U-90’ pasca perlakuan 11.29 12 30 0,4 1,030 Kuning 6 - 54 116/80

Volume urine total setelah perlakuan 65

50
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM DIURESIS

Nama OP: Adi Khoir Berat Badan sebelum U-PRA: 56 kg

Kelompok: E Jenis Perlakuan: Minum teh

Laju
Volume Periode antar Berat Tekanan
Waktu produksi
urin pengambilan BJ Warna pH Glukosa Badan darah
pengambilan urin
(ml) (menit) (kg) (mmHg)
(ml/menit)

U-PRA 9.00 58 1,000 Kuning 6 - 56 110/82

U-0 9.54 31 54 0,57 1,020 Kuning 6 - 56 110/60

pk. 10.01 s/d


Pelaksanaan perlakuan
pk. 10.08

U-30’ pasca perlakuan 10.36 39 42 0,93 1,010 Kuning 7 - 56 108/78

U-60’ pasca perlakuan 11.16 95 40 2,375 1,010 Kuning 7 - 55 112/84

U-90’ pasca perlakuan 11.36 - - - - - - - - -

Volume urine total setelah perlakuan 134

51
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM DIURESIS
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM DIURESIS
Nama OP:Desianus Berat Badan sebelum U-PRA: 62,5 kg
Waa
Kelompok: A Jenis Perlakuan: Olahraga Anaerobik
Laju Berat Tekanan
Volume Periode antar
Waktu produksi
urin pengambilan BJ Warna pH Glukosa Badan darah
pengambilan urin
(ml) (menit) (kg) (mmHg)
(ml/menit)
Kuning
U-PRA 8.58 130 1,010 6 - 62 120/80
jernih
Kuning
U-0 9.51 123 53 2,32 1,010 6 - 62 128/80
jernih
pk. 10.04 s/d
Pelaksanaan perlakuan
pk. 10.14
Kuning
U-30’ pasca perlakuan 10.44 28 53 0,52 1,025 6 - 62 118/80
pekat
U-60’ pasca perlakuan 11.14 25 30 0,83 1,015 Kuning 7,5 - 62 120/68
U-90’ pasca perlakuan 11.44 18 30 0,6 1,015 kuning 7,5 - 62 118/76
Volume urine total setelah perlakuan 71

Tekanan darah dan denyut nadi OP dengan perlakuan D (Anaerobic Exercise)


Sebelum pemanasan 128/80 mmHg 71 /menit
Setelah pemanasan 140/86 mmHg 155 /menit
Setelah exercise 146/80 mmHg 146 /menit

52
Nama OP: Rijal Ichsan Berat Badan sebelum U-PRA:
Said
Kelompok:B Jenis Perlakuan: Kontrol
Laju
Volume Periode antar Berat Tekanan
Waktu produksi
urin pengambilan BJ Warna pH Glukosa Badan darah
pengambilan urin
(ml) (menit) (kg) (mmHg)
(ml/menit)
Kuning
U-PRA 9.02 70 1,020 agak 6 - 60 120/90
pekat
Kuning
U-0 9.52 29 50 0,58 1,020 agak 6 - 60 118/70
pekat
pk. 9.54
Pelaksanaan perlakuan s/d pk.
9.55
Kuning
U-30’ pasca perlakuan 10.25 24 33 0,72 1,020 agak 6 - 59 118/78
pekat
Kuning
U-60’ pasca perlakuan 10.55 20 30 0,6 1,020 agak 6 - 60 112/70
pekat
Kuning
U-90’ pasca perlakuan 11.25 20 30 0,6 1,020 agak 6 - 60 110/70
pekat
Volume urine total setelah perlakuan 64

53
Praktikum Parasitologi
Desi W.D Yampapy, Wines Pabidang

Parasit
 Parasit yang dapat menyebabkan kelainan pada ginjal antara lain protozoa
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, Trichomonas
vaginalis, cacing filaria Wuchereria bancrofti dan trematoda Schistosoma
haematobium.
 Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax  Dapat menyebabkan komplikasi
malaria berupa gagal ginjal akut, sedangkan Plasmodium malariae menyebabkan
kelainan ginjal yang bersifat menahun.
 Wuchereria bancroftiMenyebabkan kelainan klinis berupa chyluria (cairan limfe
dalam urin) dan pembengkakan skrotum akibat sumbatan pembuluh limfe genital
(hidrokel).
 Schistosoma haematobiumMenyebabkan Urinary Schistosomiasis (skistosomiasis
kandung kemih) dengan gejala utama hematuria dan dapat terjadi kanker kandung
kemih pada kasus yang tak diobati.
 Trichomonas vaginali sadalah protozoa atrial yang lebih dikenal sebagai penyebab
vaginitis dan fluor albus pada wanita; akan tetapi pada pria dapat menyebabkan
urethritis.

Penegakan Diagnosis
 Untuk menegakan diagnosis infeksi parasit tersebut dilakukan pemeriksaan
laboratorium secara mikroskopik maupun non mikroskopik.
 Pemeriksaan mikroskopik yaitu sediaan apus darah tebal dan tipis dengan pulasan
giemsa untuk diagnosis malaria, sediaan apus darah tebal yang diambil malam hari
untuk diagnosis filariasis atau pemeriksaan cairan hidrokel atau kiluria.
 Diagnosis pasti Schistosomiasis haematobium dilakukan dengan menemukan telur
pada urin dan feses.
 Pemeriksaan non mikroskopik malaria dan filariasis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan imunoserologi dengan rapid diagnosis tes (RDT) untuk deteksi
antigen atau antibody.

54
A. Sediaan Demonstrasi Gambar

1a. Plasmodium falciparum,Stadium trofozoit


Sediaan darah tipis, pewarnaan Giemsa
Perhatikan:
- Ukuran eritrosit terinfeksi normal/ eritrosit
tidak membesar.
- Ukuran parasit : 1/6 SDM
- Bentuk : Cincin (inti/kromatin berwarna
merah, sitoplasma biru), marginal, accole,
multiple infection.

1b. Plasmodium falciparum,Stadium skizon


Sedian darah tipis, pewarnaanGiemsa
Perhatikan:
- Ukuran eritrosit terinfeksi normal/ eritrosit
tidak membesar.
- Parasit : terdiri dari 2 – 24 merozoit dan
Terlihat pigmen berwarna hitam

A : eritrosit normal
B : Merozoit menyebar
C : Pigmen hitam
D : Stadium skizon

55
Plasmodium falciparum –
stadium trofozoit

2a. Plasmodium vivax


Stadium trofozoit
Sedian darah tipis (PewarnaanGiemsa)
Perhatikan :
- Eritrosit muda (retikulosit)/ eritrosit membesar
dan ada titik2 Schuffner
- Bentuk parasit : irregular (inti berwarna
merah & padat, sitoplasma biru bentuk
amuboid)

2b. Plasmodium vivax


Stadium skizon
Sedian darah tipis (Pewarnaan Giemsa)
Perhatikan :
- Eritrosit muda (retikulosit)/ eritrosit membesar
dan ada titik2 Schuffner
- Parasit : terdiri dari 2 – 24 merozoit
(mengisi seluruh eritrosit), terdapat pigmen
Berwarna coklat berkumpul

56
3a.Plasmodium malariaeStadium trofozoit
Sedian darah tipis, pulasanGiemsa
Perhatikan:
- Ukuran eritrosit terinfeksi normal (pada
eritrosit tua)/eritrosit tidak membesar, tidak
tampak titik2.
- bentuk parasit: inti memanjang berwarna
merah, sitoplasma berwarna biru melintang
pada eritrosit

3b. Plasmodium malariae Stadium skizon


Sedian darah tipis, pulasan Giemsa
Perhatikan:
- Eritrosit terinfeksi normal (pada eritrosit tua)/
tidak membesar, & tidak tampak titik2.
- Parasit: Mengisi seluruh eritrosit, jumlah
merozoit 8 - 12, tersusun seperti bunga
- pigmen kasar di tengah

57
4. Rapid test untukdeteksi antigen Plasmodium
Spesimen : whole blood dan plasma
Marker Antigen:
1. PfHRP2 Spesifik untuk P. falciparum
2. Lactate Dehidrogenase Plasmodium sp &
Aldolase Plasmodium Untuk semua
plasmodium.
Interpretasi :
Garis pada tanda C (control) sajanegatif
Garis pada tanda C (control)& T1 (PfHRP2)P.
falciparum
 Garis pada tanda C (control),T1
(PfHRP2),T2 (LDH/aldolase)  Infeksi
P. falciparum atau infeksi campur
 Garis pada tanda C (control), T2
(LDH/aldolase)  Infeksi non-falciparum
 Tidak ada garis C (control) yang
muncul Invalid, tes harus diulang

5.Wuchereriabancrofti Mikrofilaria pada sedian


darah yang diwarnai Giemsa
Perhatikan :
- Perbandingan ruang kepala (cephalic space) :
panjang kepala = lebar kepala
- Ada sarung badan yang berwarna pucat

58
6. RDT filariasis untuk deteksi antigen
Wuchereria bancrofti
Spesimen :Whole blood, serum, plasma (tanpa
antikoagulan).
Pembacaan hasil:
 Hasil tes positif bila terlihat dua garis pada
test Strip menunjukan infeksi akut
 Hasil tes negatif bila terlihat 1 garis pada
test Strip: tidak ada infeksi

7a. Schistosoma haematobium


Stadium telur
- Bentuk oval, berisi mirasidium
- Mempunyai duri lancip di ujung posterior

7b. Schistosoma sp.


Stadium dewasa
- Ukuran 12-26 mm x 0.3-0.5 mm
- Cacing jantan > dari pada cacing betina
- Cacing betina meempel di canalis
gynecophorus cacing jantan.
- Badan berduri

59
A. Pemeriksaan laboratorium & penanganan sampel
1. Pemeriksaan malaria
a) Pemeriksaan sediaan apus darah
 Pemeriksaan sediaan darah (SD)dilakukan dengan pemeriksaan SD tebal
dan tipis (gold standard) yang diwarnai dengan Giemsa 3% selama 45-60
menit lalu dilihat di bawah mikroskop.
 Sediaan yang positif akan memperlihatkan morfologi dan karakteristik
Plasmodium berbagai stadium yaitu stadium trofozoit, skizon dan gametosit.

Pemeriksaan sediaan darah tebal


Untuk melihat adanya parasit aseksual Plasmodium dapat dilakukan
dengan mengambil darah ujung jari kemudian diletakkan pada objek gelas
dan dibiarkan kering, kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa 3%.
Pemeriksaan dengan darah tebal berguna untuk pemeriksaan kualitatif dan
kuantitatif.

Pemeriksaan sediaan darah tipis


Sediaan darah tipis Berguna untuk mengindentifikasi stadium dan
spesies parasit malaria. Cara pewarnaan sama dengan pemeriksaan darah
tebal namun sebelum diwarnai dengan Giemsa, sediaan darah difiksasi
dulu dengan metanol murni.

b) Pemeriksaan dengan Rapid diagnostic test (RDT) malaria


 RDT Metode alternatif untuk menegakkan diagnosis malaria, terutama
digunakan pada tempat yang tidak mempunyai sarana mikroskopis dan teknisi
terampil.
 Prinsip kerja RDT yaitu mendeteksi antigen (protein) beredar dalam darah
pasien dengan monoklonal antibodi spesifik. Pemeriksaan RDT bersifat
kualitatif menggunakan metoda imunokromatografi. Tes yang tersedia di
pasaran saat ini mendeteksi:
 HRP-2 (Histidinerich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan
gametosit muda Plasmodium falciparum.
 Enzim parasit lactate dehydrogenase (pLDH) & aldolase yang di
produksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual (P. falciparum, P. vivax,
P. Malariae, & P.ovale).

Berdasarkan kemampuan mendeteksi Plasmodium, RDT yang beredar pada


umumya ada 2 jenis yaitu :

 Single Mampu mendiagnosis hanya infeksi P. falciparum.


 Combo Mampu mendiagnosis infeksi P. falciparum dan non-falciparum.

60
2. Pemeriksaan filariasis bancrofti
Pemeriksaan darah tebal
Dilakukan malam hari (pukul 20.00-12.00, sekitar jam 9) dari darah perifer (finger
prick), dibuat sediaan apus darah tebal. Setelah kering, sediaan dilisiskan lalu
dibiarkan kering, difiksasi dengan methanol dan dipulas giemsa. Hasil dikatakan
positif bila ditemukan mikrofilaria.

Pemeriksaaan konsentrasi atau dengan filtrasi.


Teknik ini lebih sensitive karena volume darah yang diambil 1-3 ml. Spesimen
adalah darah vena dengan antikoagulan yang selanjutnya diproses untuk
dikonsentrasikan atau diliwatkan pada filter 3-5um, Mikrofilaria yang
terperangkap pada filter dapat dilihat dengan mikroskop setelah dipulas giemsa.

Pemeriksaan imunoserologi dengan RDT


 Pemeriksaan dilakukan berdasarkan deteksi antigen beredar dengan
monoclonal antibody spesifik.
 Antigen beredar dapat ditemukan pada stadium prepaten, occult filariasis
maupun pada penderita asimtomatik amikrofilaremia. Antigen beredar
terdapat dalam serum, urin, air susu ibu maupun cairan hidrokel penderita baik
pada siang hari maupun malam hari, sehingga pengambilan sempel dapat
dilakukan siang hari. Hasil positif RDT menunjukan adanya infeksi aktif.

3. Pemeriksaan Schistosoma haematobium


Telur Schistosoma haematobium Biasanya ditemukan dalam urin, tetapi pada infeksi
berat dapat juga ditemukan dalam feses. Pengambilan urin dapat dilakukan selama 24
jam tanpa pengawet. Urin dapat diperiksa dengan mikroskop setelah dilakukan
sedimentasi atau sentrifugasi.

B. Membuat sediaan apus darah malaria


Spesimen : Darah jari
Alat dan Reagensia:
1. Kaca objek
2. Lancet
3. Kapas kering
4. Kapas alkohol
5. Rak pewarnaan
6. larutan Giemsa 3%
7. Methanol
8. Botol semprot berisi akuades
9. Tissue, plastik sampah, container pembuangan benda tajam

61
Cara :
1. Bersihkan salah satu ujung jari dengan kapas alkohol, lalu tusuk dengan lancet
2. Tetes darah pertama dibersihkan dengan kapas kering untuk menghilangkan
bekuan darah dan sisa alkohol.
3. Teteskan setetes darah di satu sisi kaca objek Untuk membuat sediaan darah
tipis.
4. Selanjutnya 2-3 tetes darah pada bagian tengah kaca objek Untuk membuat
sediaan darah tebal.
5. Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas.
6. Pembuat sediaan darah tipis: Ambil kaca objek baru kemudian tempelkan
ujungnya ke darah dengan sudut 45° sampai darah tersebut menyebar sepanjang
sisi lebar kaca objek, kemudian geser kaca objek dengan cepat ke arah yang
berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga didapatkan sediaan hapus (seperti
bentuk lidah).

7. Pembuatan sediaan darah tebal: ke tiga tetes darah tebal dihomogenkan


memakai ujung kaca objek dengan cara memutar ujung kaca objek searah jarum
jam, sehingga berbentuk bulatan dengan diameter 1 cm.

8. Keringkan sediaan darah secara alami.


9. Setelah kering, sediaan darah tipis difiksasi dengan methanol. Jangan sampai
terkena sediaan darah tebal.
10. Letakkan pada rak pewarna dengan posisi darah berada diatas. Warnai dengan
larutan Giemsa 3% dengan cara menuangkan dari tepi hingga menutupi seluruh
permukaan kaca sediaan. Biarkan selama 30 menit.
11. Cuci sediaan darah dengan air bersih secara perlahan dari tepi kaca sediaan
sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih.
12. Keringkan sediaan darah dan periksa dibawah mikroskop.

62
C. Rapid Test untukdiagnosis infeksi P. malariae (non P. falciparum).
Target antigen : LDH atau Aldolase
Hasil : 2 garis merah pada tanda C dan T2

D. Membuat sediaan apus darah filaria


Spesimen : Darah jari
Alat dan Reagensia:
1. Kaca objek
2. Lancet
3. Kapas kering
4. Kapas alkohol
5. Rak pewarnaan
6. larutan Giemsa 3%
7. Methanol
8. Botol semprot berisi akuades
9. Tissue, plastik sampah, container pembuangan benda tajam

Cara :
1. Bersihkan salah satu ujung jari dengan kapas alkohol, lalu tusuk dengan lancet.
2. Tetes darah pertama dibersihkan dengan kapas kering untuk menghilangkan
bekuan darah dan sisa alkohol.
3. Teteskan 3 tetes darah (masing-masing 20 μl) di tiga titik berbeda pada kaca objek
(lihat gambar), selanjutnya memakai ujung kaca objek lain buat hapusan
memanjang dari masing masing tetesan darah tersebut.

63
4. Keringkan sediaan darah secara alami.
5. Hemolisis sediaan darah dengan meneteskan air di atas sediaan darah atau rendam
dalam air hingga sel darah merah terhemolisis (sediaan darah berwarna putih).
6. Keringkan sediaan darah yang sudah dihemolisis.
7. Setelah kering, sediaan darah difiksasi dengan metanol.
8. Letakkan sediaan darah pada rak pewarna dengan posisi darah berada diatas.
Warnai dengan larutan Giemsa dengan cara menuangkan dari tepi hingga
menutupi seluruh permukaan kaca sediaan. Biarkan selama 30 menit.
9. Cuci sediaan darah dengan air bersih secara perlahan dari tepi kaca sediaan
sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih.
10. Keringkan sediaan darah dan periksa dibawah mikroskop.

E. Pemeriksaan Rapid Test Filaria bancrofti


 Ambil satu test card
 Buka dan beri nama saudara serta tanggal
 Bersihkan jari tengah atau jari manis
 Tusuk dengan lancet
 Ambil 100 μl darah jari dengan pipet kapiler (coated with anticoagulant EDTA
atau heparin).
 Buka test card
 Tempelkan pipet kapiler ke padding kapas

Hindari :
 Meneteskan darah langsung dari jari
 Menutup kartu tes sebelum reaksi mencapai area pink
 Membaca hasil sebelum atau melebihi 10 menit.

64
F. Pewarnaan dengan Giemsa (tapi ini tidak di praktikumkan)
 Buat larutan giemsa 3% yang baru
 Fiksasi sediaan darah tipis dengan methanol absolut ( jangan sampai mengenai
sediaan apus tebal)
 Tuang giemsa hingga menutupi permukaan kaca objek, menutupi sediaan apus
tebal maupun tipis
 Biarkan selama 30-45 menit
 Cuci dibawah air mengalir
 Keringkan & baca.

65
Praktikum Mikrobiologi
Gabriela Kawab, Ketrina Burdam

Aspek yang penting saat pemeriksaan mikrobiologi adalah :

1. Pengumpulan dan Pengelolaan Spesimen


Dimulai dari pengumpulan urinnya, terus pelabelan yang meliputi nama pasien, nama
pengirim, jenis pengambilan urin (suprapubik/midstream/kateter) dan waktu serta tanggal
pengambilan urin. Bila urin lebih dari 24 jam tidak dibawa ke lab maka urin tersebut tidak
dapat diperiksa karena bisa saja koloni bakterinya semakin banyaj, jadi hasilnya nanti
tidak akurat. Selain itu juga, keadaan wadah penampung misalnya, pecah, tutupnya tidak
kuat, dan tumpah. Maka urin tersebut tidak bisa diperiksa. Semua proses mulai dari
pengumpulan dan pengelolaan disebut dengan preanalitik. Selanjutnya, urin akan
diperiksa.

2. Specimen processing dan kultur urin


Hasil dari pengumpulan urin kemudian dibawa ke lab untuk diperiksa, proses ini disebut
dengan analitik

3. Interpretation of microbiology laboratory result


Setelah di analisis, baru kita membuat interpretasi dari hasil tersebut. Sehingga dapat
menetapkan seseorang terinfeksi atau tidak yang di analisis berdasarkan jumlah kuman
yang tumbuh.

Dari dua slide ini


menunjukkan bahwa
penyebab tersering untuk
ISK adalah E.coli

66
1. Pengambilan dan Pengumpulan Urin :
a. Clean Midstream urine

Untuk mengambil urin porsi tengah atau clean midstream :


- Bersihkan dulu bagian luar dari alat kelamin dengan NaCl
- Pipis seperti biasa, pipis yang pertama kali keluar tidak ditampung
- Pipis yang berikutnya baru ditampung di sterile container

b. Pungsi Suprapubik

Urin diambil langsung pada sumbernya :


- Pasien disuruh minum 2-3 liter air agar buli-bulinya teraba
- Jika sudah teraba oleh dokter, kemudian gunakan spuit untuk mengambil urin
- Jika volumenya sudah cukup dengan kebutuhan lalu pindahkan ke sterile
container untuk dibawa ke lab

67
c. Sterile bag collection

Ini digunakan untuk anak-anak yang belum bisa pipis sendiri atau belum toilet
training seperti pada bayi :
- Jadi sterile bag ini ditempelkan, lalu tunggu sampai si baby pipis manja
- Jika sudah maka urin langsung diambil dan dipindahkan ke sterile container

d. The Urinary cateter


Tiga gambar disamping dan dibawah ini mau menunjukkan pengambilan urin pada
orang yang pakai kateter :
- Jadi kita tidak bisa mengambil urin langsung dari
kantongnya karena sudah tercampur dengan banyak
kuman. Jadi, kalau mau ambil urin kita ambil di
sampling port
- Pengambilannya juga bisa tanpa menggunakan
jarum, lhoo. Jadi, jarumnyan dilepas trus pake
tabungnya saja. Seperti gambar dibawah ini :

68
2. Media Transport
Jadi setelah ditampung atau dikumpulkan maka urin
akan dibawa ke lab. Maka dari itu, untuk menjaga
kesterilan, keamanan, kenyamanan dan demi kebaikan
spesimen maka akan diisi dalam wadah yang
menjamin hal-hal yang sudah disebutkan sebelumnya.
Media transport yang digunakan adalah sterile
container. Kriteria container yang baik, yaitu steril,
kering, bermulut lebar/besar dan tidak mudah
bocor/pecah. Dibawah ini adalah sterile container dan
loop yang sudah dikalibrasi. Nah, ukuran loop ini 0,01
dan 0,001. Jadi, kalau kita mau tau seseorang
terinfeksi atau tidak dari jumlah bakterinya maka kita
harus hitung nilainya :

- Misalnya, kita mengunakan loop ukuran 0,01 pada medium ditemukan jumlah
koloni yang tumbuh ada 1000. Tentukan apakah si A terinfeksi atau tidak ?
 0,01 = 1/100 µl
 satuan dari koloni itu ml jadinya kalau mau hitung ini kita masukan angka
1000 ml

Penyelesaian :
 1/100 x 1000 x 1000 (jumlah koloni pada medium)
 10.000 atau 103 CFU/mL  si A tidak terinfeksi, karena kalo positif
teriinfeksi maka jumlah bakterinya 100.000 atau 105 CFU/mL

3. Kultur Urin
Untuk kultur urin kita menggunakan dua medium, yaitu Agar Mc Conkey dan Agar
darah. Kalau Mc Conkey jelas medium pertumbuhan untuk E.coli. Sedangkan, kalau agar
darah itu bersifat umum, semua bakteri bisa tumbuh disitu baik bakteri gram positif atau
gram negatif.
 Pengambilannya :
 Permukaan medium diambil
menggunakan loop yang sudah
dikalibasi dengan cara seperti
menggeser permukaan loop ke atas
medium
 Lalu di inkubasi selama semalam
 Setelah itu kita lakukan ini
Isolation of colonies,Biochemical
tests, Drug susceptibility test lalu
diinkubasi lagi semalaman
 Baru dilihat deh jumlah koloninya

69
4. Tes Biokimia
Setelah dikultur kita lanjut dengan tes biokimia yang menggunakan karbohidrat yang
difermentasi.

Dengan ini juga kita bisa lihat Identifikasi komersial menggunakan API :

Jadi caranya yaitu :


 masukan bakteri dan sudah diwarnai dengan pewarnaan gram
 kita baca skornya seperti pada gambar diatas, lalu masukan skor pada software
yang ada di komputer
 Terus software tersebut akan membaca skor-skor tsb dalam semalam sekaligus
uji sensitivitas.

5. Antibiotic susceptibility tests (Uji Kepekaan


Antibiotik)
 Menggunakan cakram (kertas saring) yang telah
dicelupkan ke dalam suatu larutan antibiotik
dengan dosis tertentu dan diletakkan pada
lempeng yang mengandung bakteri uji
 Diameter zona Hambatan pertumbuhan bakteri
yang tampak menunjukkan adanya kepekaan
bakteri tersebut terhadap antibiotik (sesuai
standar NCCLS /CLSI)
 Standar pengenceran : Mc Farland 0,5

70
Jadi gambar yang diatas ni penjelasannya :
- Swab bakteri yang ada dipermukaan medium
- Terus tempel dengan antibiotik lalu di inbukasi
- Setelah itu kita ukur lebar zona lambat

Dari gambar ini kita lihat ada zona hambat yang bulat-bulat itu. Misalnya kita kasih Penicilin
20 ml ke medium tersebut , terus kita lihat kalau nilai penicilin itu 28-29 itu artinya Resisten.
Jadi kita tidak akan kasih obat itu. Terus gambar sebelahnya kita lihat tidak ada penicilinya,
berarti diameternya 0 jadi interpretasinya penicilin resisten. Misalnya, kita kasih
Chloramphenicol 14 ml, rangenya 12-15 berarti intermediet. Terus kita kasih lagi Gentamisin
20 ml, rangenya itu 12-15 berarti Gentamisisn sensitif.

Jadi, intinya adalah :


 Di bawah range berarti Resisten
 Diantara range berarti Intermediet
 Diatas range berarti Sensitive

6. Cara Tabung
Cara tabung adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan minimum
inhibition consentration (MIC) atau disebut juga konsentrasi hambat minimal (KHM),
cara kerjanya yaitu antibiotic yang ingin kita uji kita encerkan lalu di isi pada tabung dan
kita ururtkan antiobiotiknya dari yang tertinggi hingga yang terendah, kemudian kita
masukan kuman yang akan kita uji ke dalam tabung yang berisi antiobitik tadi.

Kemudian kita diamkan hingga 24 jam lalu kita melihat dimana nilai MIC, cara kita
menginterpretasikan hahsilnya yaitu dengan melihat kejernihan dari setiap tabung, jadi
kalau tabungnya warnanya masih keruh tandanya antibiotic tersebut tidak bisa
menghambat kuman tersebut, dan jika tabungnya jernih maka antibiotic tersebut mampu
menghambat kuman tersebut. Lihat gambar dibawah ini.

71
 Kepekaan di ukur dengan melihat konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (MIC = KHM)

Nilai MIC ada pada tabung nomor 2.

7. E-test Strip
Merupakan cara baru yaitu modifikasi
dari cara cakram dan cara tabung. Cara
ini dia juga akan membentuk zona
hambat yang bentuknya elips
kemudian dia akan menunjukkan
angkanya pada strip yang ditaruh di
atas zona hambat tersebut, cara
menginterpretasikannya yaitu dengan
melihat angka yang tepat berada di
ujung zona hambat. Lihat gambar

Cara ini pada umumnya lebih dipakai untuk penelitian karena harganya mahal, jadi kita
lebih menyarankann cara cakram.

8. Novobiocin test
Cara ini untuk membedakan staphylococcus epidermidis dan staphylococcus
saprophyticus.
 Staphylococcus epidermidis (sensitive-terhadap Novobiocin)
 Staphylococcus saprophyticus (resistant- terhadap Novobiocin), merupakan bakteri
gram positif, dan sering menyebabkan ISK pada wanita.

Resisten yang tidak ada zonanya itu


bakteri Staphylococcus
saprophyticus, yang ada zonanya
itu sensitive berarti bakteri
Staphylococcus epidermidis

72
9. Proteus
Adalah salah satu bakteri yang bertanggung jawab adanya benda asing yang masuk ke
dalam tubuh sehingga menyebabkan ISK, cirri dari proteus jika ditumbuhkan pada
medium dia mejalar seperti gambar di bawah ini.

10. Tes urease


Tes ini untuk melihat kemampuan bateri memecah urea menjadi asam ammonia.
Tes nya yaitu kita melihat reaksi pada tabung pada gambar di bawah ini, jika warna
kuning itu artinya negative dan jika merah maka hasilnya positif. Contoh bakterinya
yaitu proteus sp.

73
11. Bakteri gram positif dan negative
 Staphylococcus sp.
Gram positif, morfologi cocus bergerombol seperti anggur.

 Escherichia coli
Gram negative, morfologi cocobasil.

 Candida sp.
Gram positif, morfologi oval.

74
Praktikum Farmasi
Claudia J. Pontoh Dan Debrina Tendean

Tujuan:
1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan penggunaan obat dan alat kesehatan
terkait dengan pemberian obat parenteral
2. Mahasiswa mengenal contoh interaksi obat dan mekanisme yang mendasarinya
3. Mahasiswa mengenal dasar penulisan resep terapi parenteral
4. Mahasiswa mengetahui cara perhitungan jumlah dan tetesan pemberian infus

I. PRAKTIKUM INTERAKSI OBAT

Pendahuluan
Inkompatibilitas dapat terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak
dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat tersebut menyebabkan terjadinya interaksi
langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan
endapan, perubahan warna, dan sebagainya, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini
biasanya berakibat inaktivasi obat.
Bagi seorang dokter, interaksi farmaseutik yang penting adalah interaksi antar obat suntik dan
interaksi antara obat suntik dengan cairan infus.

Bahan dan alat


Satu kelompok besar disediakan 1 ampul Diazepam 10mg/2ml dan 1 flacon aqua pro
injection (di meja depan).
Setiap 1 kelompok kecil Mahasiswa disediakan :
 4 spuit 1cc untuk mengambil diazepam (tandai spuit dengan label)
 4 spuit 3cc untuk mengambil Dx 5%, RL, NS, dan Water for injection (tandai spuit
dengan label)
 4 tabung reaksi
 1 kolf Dx 5% 500 ml, 1 kolf RL 500 ml, 1 kolf NS 500 ml

75
Jadi, dalam setiap 1 kelompok kecil akan dibagi lagi menjadi 4 subkelompok. Setiap orang
yang ada di subkelompok mengerjakan tugas yang telah dibagi. Setelah itu, masing-masing
orang mengambil alat dan bahan yang akan kerjakan. Setelah semua telah mengambil alat
dan bahan yang akan dicampurkan, selanjutnya masing-masing akan mencampurkan obat
yang telah diambil dan akan melihat bagaimana reaksi dari campuran obat tersebut. Berikut
ini adalah hasilnya:

1. Dextrose 5% (D5) 5mL + Diazepam 0,1 mL  saat D5 dicampurkan dengan


diazepam hasilnya bagaikan minyak yang masuk ke air, namun diazepamnya larut.
Mengapa diazepam larut? Karena kadar D5 lebih tinggi daripada diazepam,
perbandingannya 40 : 1. Namun apabila kadar D5 tidak mencapai 40 (< 40), maka
diazepam akan mengendap di dasar tabung (tidak larut).

2. Aminofilin 1,5 mL + injeksi Vit. C 1 mL  Saat aminofilin dan Vit. C dicampur,


hasilnya adalah warna kuning jernih. Mengapa? Karena, Aminofilin mempunyai sifat
basa dan Vit. C sifatnya asam, sehingga mereka akan berikatan, dan saat Vit. C di
teteskan (dicampurkan) dengan aminofilin, maka Vit. C akan tersebar merata (jadinya
warna kuning jernih).

3. Aminofilin 2 mL + Defenhidramin 0,5 mL  Saat aminofilin dan + defenhidramin,


hasilnya adalah defenhidramin tidak larut (terlihat ada kabut di tabung) dalam
aminofilin.

4. Fenitoin 2 mL + Dextrose 5% (D5) 2 mL  Saat fenitoin dan D5 dicampur,


hasilnya adalah fenitoin tidak terlarut (seperti air + minyak). Mengapa? Karena,
fenition hanya bisa larut pada pH yang tinggi ≥ 12, sedangkan dextrose pH nya < 12.

5. Semua obat di bawah ini akan dicampur dengan Diazepam 0,2 mL, diantaranya:
 NaCl (NS: normal salin) 2 mL.
 D5 2 mL
 Ringer laktat (RL) 2 mL
 Water for injection 2 Ml
Keempat obat diatas saat berinteraksi dengan diazepam, kelarutannya sangat rendah.
Diazepam tidak dapat berinteraksi dengan obat yang memiliki kandungan cairan.
Tetapi jika perbandingan diazepam dan obat yang mengandung cairan 1 : 40, maka
ada kemungkinan untuk diazepam dapat larut.

76
2. Bentuk Sediaan Obat dan Peresepan
 Kita akan memperlajari Bentuk Sediaan Obat (BSO) + alat penunjang yang
disediakan (display) dan juga cara membuat resepnya berdasarkan kasus-kasus yang
diberikan saat praktikum.

Kasus
1) Dehidrasi ringan/sedang, umur pasien 7 tahun dengan BB 22 kg.
Rencana terapi : Cairan Rehidrasi Oral (CRO) 75 ml/kgBB/3 jam.
Jawaban:
 Perhitungan dosis : Dosis sediaan obat (mL) x BB = 75 ml x 22 kg = 1650 ml/kg
 Obat yang diberikan sirup Pedialyte : 1 botol 500ml jadi pasien membutuhkan 3 atau
4 botol karena pasien membutuhkan dosis obat 1650 ml untuk 3 jam.
 Penulisan Resep:
R/ Sol pedialyte fls 500 ml No. III
S habiskan dalam 3 jam atau S habiskan satu botol setiap jam atau S. u.c. (aturan
pakai sudah diketahui)
(paraf)

2) Dehidrasi berat, umur pasien 1,5 tahun dengan BB 12 kg.


Rencana terapi : Rehidrasi Intravena (IV)
Dosis untuk: Umur < 12 bulan : 30ml/kgBB/1 jam dilanjutkan 70/kgBB/5 jam.
Umur > 12 bulan : 30ml/kgBB/30 menit dilanjutkan 70ml/kg BB/3 jam
Pilihan IVFD:
- Ringer Lactate
- Asering
- NaCl 0,9%
Hitung juga berapa tetes cairan/menit yang diberikan.
Jawaban:
 Perhitungan dosis: karena pasien anak-anak > 12 bulan, maka menggunakan dosis:
30ml/kgBB/30 menit dilanjutkan 70ml/kg BB/3 jam
30ml/kgBB/30 menit = 30 ml x 12 kg = 360 ml/30 menit
70ml/kg BB/3 jam = 70 ml x 12 kg = 840 ml/3 jam
Jadi total dosis yang dibutuhkan pasien adalah 1200 ml.
Karena yang dipilih sediaan infusnya adalah Ringer Lactate yang 500 ml, maka
pasien membutuhkan 3 botol infus.
 Penulisan Resep: (Resep obat + resep infus set + IV cath) = LENGKAP
R/ infus Ringer Lactate kolf 500 ml No. III
S pro infus
(paraf)
R/ infus set No. I
S pro infus
(paraf)
R/ IV cath 24 G No. I
S pro infus
(paraf)

77
 Penghitungan berapa tetes cairan/menit yang diberikan
Normalnya pada anak 20 tetes/menit dan pada dewasa 60 tetes/menit. Karena
pasiennya anak-anak sehingga:
360 ml x 20 tetes
o Untuk yang 360 ml/30 menit = = 240 tetes/menit.
30 menit
840 ml x 20 tetes
o Untuk yang 840 ml/3 jam = = 93 tetes/menit
180 menit
 Jika diberikan obat injeksi Ceftriakson, maka penulisan resepnya adalah:
(resep obat injeksi + pelarutnya (water for injection) + resep spuit)
R/ injeksi Ceftriakson 1 gr vial No. I
S pro injeksi
(paraf)
R/ WFI flc 25 ml No. I
S pro injeksi
(paraf)
R/ spuit 5 cc No. I
S pro injeksi
(paraf)

3) Tanpa dehidrasi, umur pasien 4 tahun dengan BB 18 kg.


Rencana terapi : memberikan Cairan Rehidrasi Oral (CRO), 10ml/kgBB/diare dan 2-5
ml/kgBB/muntah.
Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu dan saat ini suhu 38.5˚C. pasien
akan diberikan Parasetamol selama 3 hari dengan aturan pakai minum 3x sehari dan
diminum bila panas.
Dosis parasetamol : Dosis untuk dewasa: 500mg/x
Dosis untuk anak : 10-15 mg/kgBB/x
Bentuk sediaan yang tersedia : tablet, drops dan sirup.
Jawabaan:
a. Penanganan diare
Perhitungan dosis :
o Diare : 10ml/kgBB/diare = 10 ml x 18 kg = 180 ml
o Muntah : 2-5 ml/kgBB/muntah = 2 ml x 18 kg dan 5 ml x 18 kg = 36 – 90 ml
Penulisan Resep:
R/ Sol Pedialyte fls 500 ml No. IV
S 1 gelas prn diare, ½ gelas prn muntah
(paraf)

78
b. Penanganan demam
Perhitungan dosis:
o 10-15 mg/kgBB/x = 10 mg x 18 kg dan 15 mg x 18 kg = 180-270 mg
o Perlu diketahui bahwa 1 sendok sirup paracetamol kekuatan obatnya adalah
120 mg/5 ml, sehingga agar mudah diberikan kita ambil dosis yang mudah
dibagi 120 yaitu 240 mg (masih di dalam range 180-270 mg). Jadi untuk sekali
minum itu 2 sendok.

Penulisan resep:
R/ Sirup Paracetamol 120 mg/5 ml fls No. I
S 3 dd c.orig II (10 ml) prn demam
(paraf)

79
Praktikum Patologi Klinik
Mila A. Moi, Samuel C.G.I Kwando

MAAF TEMAN-TEMAN.. DOKTER TRA JELAS JADI YANG BUAT TENTIR JUGA
BINGUNG MAU NULIS APA? KEMARIN KITA PRAKTIKUM CUMA DI SURUH ISI-
ISI DATA TERSEBUT SEPERTI KASUS TERJADI PENINGKATAN APA, NORMAL
ATAU TIDAK, TES-TES YANG DILALUKAN MENGHASILKAN WARNA APA
UNTUK POSTIF / NEGATIF. TEMAN-TEMAN BALIK LIHAT YANG TELAH DI ISI
MASING-MASING YAH…

Urinalisis :
Pengumpulan bahan urin yang terbaik adalah urin pagi hari karena dapat didapatkan kadar
yang tinggi dari semua zat terlarut dalam urin dengan cara pengambilan terbaik yaitu urin
pancar tengah (mid stream urine).

Wadah penanpung urin harus


- bersih, kering. Jika mengandung detergen & antiseptic menghasilkan postif palsu
- dibuat dari kaca atau plastik, mulut lebar + penutup
- untuk hemosiderin urin penampungnya direndam HCL 0,4 M 24 jam seta dibilas
dengan air suling
- sertakan identitas penderita, ruanganm jam, jenis urin serta pengawet dengan catatan
jangan letakkan pada tutp botol, tetapi pada dinding botol.

bila urin tidak segera diperiksa dalam 1 jam simpan urin dalam kulkas pada suhu 2-8 C, jika
mau diperiksa lagi urinya bairakan dulu dalam suhu kamar serta jangan lupa
menghomogenkan urin sebelum dilakukan pemeriksaan.

Untuk tes nitrit  diambil dari urin pertama pagi hari dan urin berada pada kanudng kemih
minimal 4 jam.

Untuk pemeriksaan bilirubin dan urobilinogen segeralah periksa urinnya

Urin yang ditunda terlalu lama akan menyebabkan pertumbuhan kuman  meningkatkan pH,
turunnya kadar glukkosa urin dan hasil darah urin yang positif palsu oleh peroksida yang
dihasilkan kuman.

Pengambilan urin :
- langsung ke penampung
- mid stream / urin porsi tengah
- kateterisasi  resiko isk > pada biakan
- aspirasi suprapubic  menghindari kontaminasi vagina
- urin bag untuk bayi dan anak kecil

80
Jenis contoh urin
- urin sewaktu untuk pemeriksaan rutin
- urin pagi hari untuk pemeriksaan rutin dan tes kehamilan
- urin postprandial untuk DM ? dugaanya (glikosuria) ditampung 1,5 – 3 jam sehabis
makan
- urin puasa untuk pemeriksaan DM atau dugaannya
- urin 12 jam/ 24 jam unruk pemeriksaan kuantitatif zat kimia, Ca, P, asam urat, Na
K,Cl, CCT,UCT
- untuk biakan

Pengawet urin
- sebaiknya urinya segar / < 1 jam
- jika tunda simpan pada lemari es pada t’C tanpa pengawet sehingga akan mengalami
dekomposisi :
 bakteri memecah ureum  amoniak + CO2
 pH urin menjadi alkalosis karena sebagian amoniak menguap
 urin tidak dapat dipakai lagi untuk penetapan ureum
 glukosa dipakai bakterisebagai sumber energy sehingga tes glukosuria negative
palsu
 eritrosit, leukosit dan silinder rusak
 urobilinogen urin berubah

Jenis pengawet urin


- toluene 2 mL untuk urin 24 jam  glukosa, aseton, asam aseto asetat urin
- thymol 1 butir untuk urin 24 jam, jika kelebihan  proteinuria positif palsu
- formaldehid untuk mengawet sedimen 1-2 mL larutanya 40% untuk urin 24 jam, jika
kelebihan  mereduksi + pada benedict
- asam sulfat pekat untuk penetapan kuantitatif Ca dan nitrogen
- natrium carbonat untuk urobilinogen

Pemeriksaan urin
- Urin rutin 30 ml untuk makroskopik (volume, warna, kekeruhan, BJ, ph),
mikroskopik (sedimen), kimia (protein/albumin, glukosa/reduksi)
- Urin lengkap 30 mL untuk kimia – urin + keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar,
nitrit
- Proten bence jones utnuk urin segar 30 ml
- Pemeriksaan kuantitatif urin 24 jam, ukur volume dengan tepat – kocok kirim
sebagian untuk protein esbach, protein kuantitatif, asam urat, (dengan pengawet
toluene / thimol), Ca & fosfat ( pengawet asam sulfat), elektrolit Na+, K+, Cl-
(pengawet toluene/thimol
- Hemosiderin penampung khusus bebas besi
- Biakan mikroorganisme + resistensi menggunakan botol steril

81
A. pemeriksaan makroskopik urin
1) jumlah urin
- N : 1500-1800 mL/ jam
- Poliuria : > 200 mL/ jam
- Oliguria : 300-750mL/ jam
- Anuri : 0-300 mL/ jam

2) Warna urin
- N : kuning muda karena pigment urokhrom
- Dipengaruhi oleh : obat-obatan  rifampisin (merah), makanan  bit
(merah), penyakit  hepatitis (kuning tua / coklat)

3) Kejernihan
- N: jernih / segar
- Urin N yang mula-mula keruh disebabkan oleh : fosffat banyak, bakteri,
sedimen banyak, chylus, benda-benda koloid
- Urin keruh setelah didiamkan oleh: urat amorf, fosfat amorf, bakteri dalam
botol penampung

4) Berat jenis
- N: 1003-1030
- Tergantung: produksi urin, kompisis urin, fungsi pemekatan ginjal
- Cara mengukur menggunakan urinometer, refaktometer, carik celup

5) Bau urin
- N: bau khas
- Dalam keadaan tertentu : bau buah-buahan  DM. bau ammonia 
perombakan oleh bakteri. Bau busuk  Ca saluran kemih. Bau jengkol 
jengkol

6) Reaksi dan pH urin


- N : 4,5 -8
- Cara pengukur : kertas lakmus, kertas nitrasin, carik celup, pH meter.

82
B. Pemeriksaan Mikroskopik
- Cara kerja
10-15 urin disentrifus-2000 rpm, 15’, supernatant dibuang, disisakan 0,5 mL
ambil satu tetes diletakan diatas kaca objek, ditutup lagi dengan kaca, kemudian
lihat di bawah mikroskop. Urin yang digunakan urin pagi, sewaktu yang segar,
dan urin dengan pengawet (formaldehyde 40 %)

- Pewarnaan
Sternheimer Malbin (sel darah, epitel, silindris), sudan III/IV ( oval fat bodies),
prusian blue (hemosiderin  hemolisis intravascular), natif

- Cara pelaporan
Sel darah / LPB (objektif 40x)
Silinder / LPK (objektif 10x)
Unsure lain : semikuantitatif : (-) tidak ada, (=) ada sedikit, (++) ada banyak,
(+++) ada banyak sekali.

Macam- macam sedimen urin


1) Unsur organik
- Epitel N : sedikti, ↑ : radang.
a. Epitel transisional (pelvis ginjal hingga bagian atas uretra)
b. Epitel gepeng (uretra distal dan vagina)
c. Epitel tubuli ginjal  kerusakan ginjal ↑  PN, nekrosis tubular, intoksikasi
salisilat, reaksi penolakan tranplastasi ginjal.
- Eritrosit N: 0,1 /LPB
- Leukosist N: 0,5 /LPB, enzim leukosist ektrase : 5-15 /LPB, ↑ : infeksi
- Silinder : terbentuk di tubulus ginjal, biasanya tubulus distal atau collecting

a. Mekanisme terbentuknya presipitasi protein Tamm Horsfall di tubulus ginjal.


Matriks silinder pengumpulan sel-sel kedalam matriks tersebut
b. Faktor penunjang terbentuknya : berkurangnya aliran urin, suasana asam, urin
pekat, proteinuria.
c. Selalu berasal dari ginjal  kelainan ginjal
d. Jenis :
 Silindris hialin  paling sering, terdiri dari protein Tamm Horsfall, tidak
berwarna, homogeny, transporan, dijumpai pada urin normal.
 Silinder eritrosit  jika terdapat eritrosit didalam matriks protein hal ini
menandakan adanya hematuria. Hal ini dapat dilihat dari keadaan GNA,
silinder goodpasture, trauma ginjal, infrak ginjal.
 Silinder leukosit  sering membentuk silinder menjadi neutrofil. Degenerasi
sel membentuk silinder berbutir membentuk PNC;GNC
 Silinder berbutir/granula  Terbentuk dari deskuamasi sel epitel tubuli ginjal,
terjadi degenerasi dan nekrosis tubulus ginjal akibat infeksi virus (hepatitis,
CMV) dan biasa terjadi reaksi penolakan transplantasi ginjal.

83
 Silinder lilin  pada silinder ini tidak berwarna/ berwarna kuning/ atau abu-
abu, berasal dari silinder berbutir halus dengan degenerasi lebih lanjut.
Dijumpai pada GGK, neuropati diabetik, amyloidosis ginjal.
 Silinder lemak mengandung butir lemak bebas hasil dari degenerasi lemak
dari epitel tubuli. Dijumpai pada sindroma nefrotik, GNC, SLE. Biasa
disebabkan oleh parasit, spermatozoa, dan bakteri.
2) Unsur anorganik
Normalnya terdapat: kristal Ca oxalat, triple fosfat, urat amorf, fosfat. Tetapi pada
keadaan patologik di temukan: kristal kolestrol, cystine, leucine.

C. Pemeriksaan urin kimiawi


1. Hematuria
Terdapat darah di dalam urin, penyebabnya yaitu:
a. Kelainan ginjal
GN Infrak ginjal
Ginjal polikistik Kanker ginjal
TBC ginjal Batu ginjal
Hipertensi maligna Trauma ginjal

b. Kelainan saluran kemih bagian bawah


1) Sistitis akut
2) Batu saluran kemih
3) Trauma saluran kemih
4) Kanker saluran kemih
5) Kerja fisik berat

c. Kelainan hemostasis
1) Trombositopenia (idiopatic thrombocytopenic purpura)
2) Defisiensi factor pembekuan (disseminated intravascular coagulation)
3) Penggunaan obat antikoagulan

d. Karena adanya kontaminasi darah haid (pada perempuan)

2. Hemoglobinuria
Suatu keadaan adanya haemoglobin bebas didalam urin, akibat adanya proses
hemolisis intravaskuler, keadaan ini terjadi pada:

Transfusi darah in kompatibel Racun ular, kalajengking


Luka bakar luas Paroxysmal nocturnal
haemoglobinuria
Kerja fisik berat Paroxysmal cold haemoglobinuria
March haemoglobinuria

84
3. Mioglobinuria (adanya myoglobin dalam urin)
Myoglobin ini merupakan protein heme yang terdapat di otot lurik, berat
molekulnya 17.000 dalton, mudah di filtrasi di glomelurus dan mudah
diekskresikan, sangat toksik terhadap tubulus ginjal sehingga dapat menyebabkan
GGA. Di jumpai pada keadaan:

Crush injuries Trauma otot


Kerja fisik berat Polimiositis
Serangan stroke Kejang
Electric shock

4. Lemak dalam urin dapat berbentuk


a. Butir-butir bebas ukurannya beraneka ragam, warna kuning coklat. Butir-
butir ini tersusun dari kolestrol bebas, kolestrol ester, trigliserida (diwarnai
dengan pewarnaan sudan III)
b. Oval fat bodies
Dapat berasal dari sel tubulus ginjal yang telah mengalami degenerasi lemak,
sel PMN yang telah memakan butir-butir lemak. Di jumpai pada orang dengan
sindroma nefrotik, diabetes mellitus lanjut, ekslampsia, fraktur tulang panjang
(pelvis) karena lemak akan terlepas dari sumsum tulang dan akan masuk ke
sirkulasi darah dan di filtrasi oleh ginjal terjadilah emboli lemak.

Penyakit-penyakit ginjal
1. Sindroma nefrotik
Merupakan penyebab dari banyak penyakit yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas membrana basalis glomelurus. Ditandai dengan adanya proteinuria
masif, hipoalbuminuria, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria.
Dibagi menjadi dua:
a. Sindroma nefrotik primer, penyakit yang merupakan golongan ini:
 Lipoid nefrosis
 Glomerulosklerosis fokal

b. Sindroma nefrotik sekunder, penyakit yang termasuk golongan ini:


 Diabetes mellitus
 Amyloidosis
 Thrombosis vena renalis
 Pericarditis konstriktiva
 Infeksi seperti sifilis, malaria, dan TBC
 Toksemia gravidarum
 Tumor ganas eksternal

85
 Pemeriksaan laboratorium
 Dilihat apakah volume urin normal atau menurun
 Berat jenis normal atau sedikit meningkat
 Proteinuria terdapat dalam urin 5-30 gram/hari
 Sedimen lain yang di periksa: leukosit didapati mengalami peningkatan,
eritrosit (-), silinder hialin menetap, silinder berbutir dan silinder lemak.

86

Anda mungkin juga menyukai