PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah objek pajak penghasilan BUT?
2. Bagimanakah penentuan laba bentuk usaha tetap?
3. Bagaimana perlakuan pajak atas penghasilan kena pajak dari suatu BUT yang
ditanamkan kembali di Indonesia?
4. Apa yang dimaksud dengan penyusutan?
5. Bagaimana metode dan tarif penyusutan?
6. Bagaimana contoh dati penyusutan?
1
7. Apa yang dimaksud dengan Amortisasi?
8. Bagaimana metode dan tariff Amortisasi?
9. Bagaimana Amortisasi berdasarkan metode satuan produksi?
10. Apa yang dimaksud dengan Revaluasi (penilaian kembali aktiva tetap)?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak.
1. Teori Asuransi
Negara melindungi jiwa, raga, harta dan hak – hak karenanya rakyat harus
membayar pajak yang diibaratkan premi asuransi atas jaminan perlindungan.
2. Teori Kepentingan
Beban pajak berdasarkan pada kepentingan masing – masing inividu warga.Makin
besar kepentingannya, makin besar juga pajak yang harus dibayarkannya.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya.
Pendekatan untuk mengukur daya pikul :
a.Unsur Objektif : Besarnya Penghasilan.
b.Unusur Subjektif : besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dalam teori ini dikatakan bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat
harus sadar bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga negara.
5. Teori Asas Daya Beli
Menurut teori ini pajak adalah penarikan daya beli masyarakat, maka akibat dari
pemungutan pajak harus merupakan pemeliharaan keejahteraan.
3
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4
b. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya adalah:
Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten,atau
hak-hak lainnya
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau
diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga
yang berkenaan dengan usaha perbankan.
3. PERLAKUAN PAJAK ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI SUATU BUT YANG
DITANAMKAN KEMBALI KE INDONESIA
Perlakuan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (bersifat final),
kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Penanaman kembali
tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
b. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
akte pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan;
c. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun
pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut;
dan
d. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi
komersial.
Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali, wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada
Dirjen Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPh tahun pajak diterima atau
diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
5
Bagian ketiga: Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi
4. PENYUSUTAN
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 11 secara
umum berisi ketentuan mengenai penyusutan untuk harta berwujud , penyusutan atau
depresiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harga tetap berwujud dan
amortisasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harga tetap tidak berwujud dan
harga perolehan harta sumber alam.
TARIF DEPRESIASI
KELOMPOK HARTA
MASA MANFAAT SALDO
BERWUJUD GARIS LURUS
MENURUN
I. Bukan Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% –
6
7. CONTOH PENGHITUNGAN PENYUSUTAN
Contoh :
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai
masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,00. Penghitungan penyusutan atas
harta tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus:
Tahun Harga perolehan % Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2009 Rp. 1.000.000,00 25% Rp.125.000,00 Rp. 875.000,00
2010 25% Rp. 250.000,00 Rp. 625.000,00
2011 25% Rp. 250.000,00 Rp. 375.000,00
2012 25% Rp. 250.000,00 Rp. 125.000,00
2013 25% Rp.125.000,00 Rp. 0
Cara perlakuan sisa nilai buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang
disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada
akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan
sekaligus.
8. AMORTISASI
Ketentuan mengenai amortisasi harta tak berwujud di atur dalam UU PPh No.
36 Tahun 2008 Pasal 11A Ayat (1) dan (1a) yang menyatakan :
“Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-
bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan
tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir
masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.”
7
“Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang
usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.”
Sesuai Pasal 11A Ayat (4) yang menyatakan: “Amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih
8
dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi.” Dalam hal ini, metode satuan produksi
dilakukan dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan
gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan
minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
9
12. REVALUASI (PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat
atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan mengatakan:
“Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali asset
dan factor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya
dengan penhasilan karena perkembangan harta”.
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan
dalan negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang
Dollar, yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak
terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Aktiva tetap yang dapat
dilakukan penilaian kembali adalah:
1. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak
guna bangunan
2. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di
Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.
Perlakuan pajak atas selisih lebih penilaian kembali aktiva
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku
fiskal semula dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 10%.
Contoh:
Pada akhir tahun 2008, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya.
Nilai buku fiskal aktiva yang dinilai kembali per 31 desember 2009 adalah
100.000.000,00. Nilai wajar aktiva tersebut adalah 150.000.000,00. Besarnya PPh atas
selisih lebih penilaian kembali aktiva adalah sebesar:
Nilai wajar aktiva Rp 150.000.000,00
Nilai buku fiskal aktiva Rp 100.000.000,00 –
Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp 50.000.000,00
PPh = Rp 50.000.000,00 x 10%
=Rp 5.000.000,00 (bersifat final)
10
2. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap
perisahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok
aktiva tetap tersebut.
3. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian aktiva tetap
perusahaan.
Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal
tahun pajak yang bersangkutan.
2. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahum
pajak yang bersangkutan.
3. Perhitungan penyusutan dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak tersebut.
Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa
manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan.
11
BAB VI
PENUTUP
KESIMPULAN
Penentuan subjek pajak sangat penting dalam sistem pemungutan PPh karena
subjek pajak adalah pihak yang dituju untuk membayar Pajak Penghasilan. Saat bentuk
usaha tetap menjadi subjek pajak dan pada saat yang bersamaan sekaligus juga
menjadi wajib pajak luar negeri, adalah pada saat orang pribadi atau badan luar negeri
mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia. Pemenuhan kewajiban perpajakan
BUT dipersamakan dengan wajib pajak dalam negeri. Bentuk usaha tetap antara lain
berkewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebagai sarana
untuk menetapkan besarnya pajak terutang dalam suatu tahun pajak, serta pengenaan
pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif umum
seperti yang berlaku untuk wajib pajak dalam negeri pada umumnya.
SARAN
1. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam pembuatan tax treaty diharapkan akan
membantu investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia dengan
perlindungan hukum dan pengenaan pajak yang tepat sehingga mampu pula
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.
2. Indonesia harus segera melaksanakan deregulasi dan debirokratisasi dalam bidang
perdagangan terutama dalam bidang perpajakan sebagai salah satu sumber
penerimaan negara untuk kemandirian bangsa Indonesia serta peningkatan sumber
daya manusia aparat perpajakan Indonesia. Apalagi dengan akan dibukanya Economy
Community ASEAN dalam waktu dekat ini dimana Indonesia belum mempunyai
regulasi untuk mempersiapkan hal ini
12
DAFTAR PUSTAKA
Wirawan B.Ilyas. Pajak Penghasilan, (Jakarta : Lembaga Penerbit UI, 2007);
Siti Resmi. Perpajakan Teori & Kasus. (Yogyakarta : Salemba Empat, 2007);
Gunadi. Pajak Internasional, (Jakarta : Fakultas Ekonomi UI,2007);
Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2006).
Zakaria, J. (2005). Perlakuan Perpajakan terhadap Badan Usaha Tetap. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
http://foreverlove-devdevia.blogspot.co.id/2014/01/bentuk-usaha-tetap-makalah-
perpajakan.html
Anonymous. 2012. Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi. [Online]. Tersedia dalam:
https://catarts.wordpress.com/2012/04/12/penyusutan-amortisasi-dan-revaluasi/. [12
Oktober 2017].
Awaluddin, Ishak. 2017. Perpajakan Pembahasan Sesuai Aturan Pelaksanaan Perpajakan
Terbaru 2017. K-Media: Yogyakarta.
13