Anda di halaman 1dari 19

LATIHAN SEKALIGUS PR

PERPAJAKAN 1
IDA BAGUS NYOMAN SUKADANA, SE MM, CPTT

Lembar Kerja
Nama : Anggita Tria Desy
NIM : 202160367
PR PAJAK KAMIS

BAGIAN A SOAL PILIHAN GANDA

1. Pengelompokkan pajak berdasarkan sifatnya adalah


A. Pajak Langsung dan tidak langsung
B. Self assessment dan official assessment
C. Pajak Objektif dan Subjektif
D. Pajak Pusat dan pajak Daerah
Jawaban : C. Pajak Objektif dan Subjektif

2. Hutang pajak dapat terhapus karena kondisi dibawah ini kecuali


A. Pembayaran
B. Daluwarsa
C. Meninggal Dunia
D. Kompensasi
Jawaban : C, Meninggal Dunia

3. Online sistem yang digunakan untuk pelaporan pajak adalah


A. e Filing
B. e Registration
C. e Billing
D. e SPT
Jawaban : A. e Filing

4.Asas Pengenaan pajak yang digunakan di Indonesia adalah


A. Asas Sumber untuk wajib pajak Luar Negeri
B. Asas Kebangsaan untuk Wajib Pajak Dalam negeri
C. Asas Domisili untuk wajib pajak luar negeri
D. Asas Domisili untuk Wajib Pajak Dalam dan Luar Negeri
Jawaban : B. Asas Kebangsaan untuk Wajib Pajak Dalam dan Luar Negeri

5.Penetapan bea masuk yang tinggi untuk produk impor merupakan salah satu fungsi pajak
yaitu
A. Budgetair
B. Regularend
C. Stabilitas
D. Redistribusi
Jawaban : B. Regularend

6 .Jenis pajak yang dikelompokkan sebagai pajak tidak langsung dan objektif, dipungut oleh
pemerintah daerah dengan self assessment system adalah
A. Pajak restoran
B. PKB
C. PPN dan PPn BM
D. Bea Meterai
Jawaban : C. PPN dan PPn BM

7. Rommy dan Yully bekerja sebagai pegawai pada PT Cinta Bersemi dan masing-masing
sudah memiliki NPWP, kemudian mereka menikah tanpa perjanjian pisah harta, maka
A. NPWP Yully tidak bisa dihapuskan
B. Rommy dan Yully harus memiliki NPWP masing-masing
C. Yully bisa melakukan penghapusan NPWP
D. Kewajiban perpajakan suami istri harus terpisah
Jawaban : C. Yully bisa melakukan penghapusan NPWP

8.NPWP untuk kasus dibawah ini dapat dihapuskan kecuali


A. Wanita yang sudah bercerai dengan suaminya
B. Wanita menikah dengan perjanjian pisah harta
C. Wanita menikah tanpa perjanjian pisah harta
D. Wanita yang tidak menikah
Jawaban : C. Wanita menikah tanpa perjanjian pisah harta

9.WP A diketahui memiliki harta berupa rumah tinggal dan mobil namun belum memiliki NPWP,
atas temuan data tersebut, maka PKP dapat menerbitkan NPWP
A. Secara Paksa
B. secara langsung
C. Secara jabatan
D. Secara manual
Jawaban : A. Secara Paksa

10.Wajib Pajak yang menggunakan pencatatan akan menghasilkan laporan berupa


A. Laporan keuangan
B. Rekapitulasi Pendapatan dan pengeluaran
C. Laporan Rugi Laba dan neraca
D. Rekapitulasi Peredaran Bruto
Jawaban : B. Rekapitulasi Pendapatan dan pengeluaran

11.Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah terkait dengan jenis pajak


A. Bea Masuk
B. PPN dan PPnBM
C. Pajak Bumi dan Bangunan
D. Pajak Penghasilan
Jawaban : B. PPN dan PPnBM

12.Pembukuan menurut ketentuan pajak dapat dilakukan dengan


A. Accrual basis
B. Cash basis
C. Accrual basis dan cash basis
D. Tidak ada jawaban benar
Jawaban : C. Accrual basis dan cash basis
13.Wajib Pajak yang sudah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri
berdasarkan
A. Semiself Assesment System
B. Self Assesment System
C. Official Assesment System
D. Witholding System
Jawaban : B. Self Assesment System

14.Apabila WP menggunakan pencatatan, maka yang harus dicatat adalah


A. Omzet / penjualan bruto saja
B. Pendapatan dan pengeluaran
C. Pendapatan, biaya, harta, utang
D. Semua transaksi harus tercatat
Jawaban : D. Semua transaksi harus tercatat

15.WP Jono memiliki usaha toko bahan bangunan, dimana omzetnya dalam 1 tahun sebesar 4
Milyar, maka
A. Jono Wajib Pembukuan
B. Jono tidak boleh menggunakan pencatatan
C. Jono boleh memilih menggunakan pembukuan
D. Jono Wajib Pencatatan
Jawaban : D. Jono Wajib Pencatatan

BAGIAN B SOAL ESSAY (BOBOT 50 %)


SETIAP SOAL MEMILIKI BOBOT YG SAMA 10 %, PILIH DAN JAWAB CUKUP 5 SOAL SAJA

1. Dengan diterbitkannya UU Cipta Kerja merupakan upaya negara untuk memenuhi hak
warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi Rakyat Indonesia. Dalam
bidang Perpajakan, UU Cipta Kerja merevisi sejumlah UU Perpajakan salah satunya adalah
UU KUP. Jelaskan Pokok-pokok perubahan UU KUP yang diatur dalam UU Cipta Kerja
khusus Klaster KUP !

Jawaban : Omnibus Law UU Cipta Kerja telah membuat perubahan pada beberapa undang
-undang perpajakan, termasuk UU KUP, dalam rangka memenuhi hak-hak warga negara
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Berikut ini adalah perubahan-perubahan
penting pada UU KUP dalam klaster pajak:

- Subjek Pajak: UU KUP sekarang menetapkan bahwa orang pribadi yang merupakan
warga negara Indonesia atau orang asing yang berada di Indonesia selama lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang berada di Indonesia untuk satu tahun pajak
dan berniat untuk tinggal di Indonesia, adalah subjek pajak.

- Pajak Dividen: Undang-undang menghapuskan pajak penghasilan atas dividen yang


diterima oleh individu dan badan dalam negeri yang diinvestasikan di Indonesia.
- SPLN: Undang-undang ini memperkenalkan kategori wajib pajak baru yang disebut
"SPLN" (Bentuk Usaha Tetap Luar Negeri) untuk wajib pajak asing yang tidak memiliki
bentuk usaha tetap di Indonesia tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia.

- Penyelesaian Sengketa Pajak: Undang-undang ini memperkenalkan mekanisme baru


untuk menyelesaikan sengketa pajak melalui pembentukan pengadilan pajak.

Perubahan-perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kemudahan berusaha di


Indonesia, meningkatkan investasi, dan menciptakan iklim usaha yang lebih baik.

2. Pajak memiliki sifat memaksa, sehingga negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang
tidak melakukan pembayaran pajak.. Dalam UU Cipta Kerja terdapat perubahan besaran
sanksi bunga yang sebelumnya ditetapkan 2% per bulan menjadi menggunakan dasar
suku bunga acuan.
a. Berikan pendapat Anda apakah pengenaan sanksi pajak dapat meningkatkan
kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak
Jawaban : Pengenaan sanksi pajak adalah cara pemerintah untuk menegakkan
kepatuhan pajak dan mencegah ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan.
Namun, efektivitas sanksi pajak dalam meningkatkan kepatuhan sukarela masih
menjadi perdebatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa denda dapat
meningkatkan kepatuhan sukarela dengan mendefinisikan standar perilaku yang patuh,
mendefinisikan konsekuensi atas ketidakpatuhan, dan menyediakan sarana penegakan
hukum. Di sisi lain, penelitian lain menunjukkan bahwa denda mungkin tidak efektif
dalam meningkatkan kepatuhan sukarela, dan bahkan dapat menimbulkan konsekuensi
yang tidak diinginkan seperti mengurangi kepercayaan terhadap sistem perpajakan dan
meningkatkan persepsi ketidakadilan.

Kesimpulannya, meskipun pengenaan sanksi pajak mungkin diperlukan untuk


menegakkan kepatuhan pajak, namun hal tersebut belum tentu dapat meningkatkan
kepatuhan sukarela. Faktor-faktor lain seperti kepercayaan terhadap sistem perpajakan,
keadilan, dan manfaat yang dirasakan dari membayar pajak juga dapat berperan dalam
menentukan kepatuhan sukarela.

b. Menurut pendapat Anda, apakah pengenaan sanksi menggunakan dasar suku bunga
acuan akan lebih tepat diterapkan dalam perhitungan sanksi bunga?
Jawaban : Pada dasarnya penggunaan suku bunga acuan sebagai dasar penghitungan
denda pajak merupakan pendekatan yang lebih tepat. Hal ini dikarenakan suku bunga
acuan merupakan cerminan yang lebih akurat dari kondisi perekonomian saat ini dan
diperbaharui secara berkala oleh bank sentral. Selain itu, penggunaan suku bunga
acuan memungkinkan pendekatan yang lebih fleksibel dan adil dalam menghitung
denda, karena memperhitungkan lamanya waktu pembayaran pajak yang tertunggak
dan jumlah pajak yang terutang. Secara keseluruhan, penggunaan suku bunga acuan
sebagai dasar penghitungan denda pajak merupakan pendekatan yang lebih modern
dan efektif yang kemungkinan besar akan menguntungkan wajib pajak dan pemerintah.

3. Dalam pelaksanaan Self Assesment System, Direktorat Jenderal Pajak berwenang


melakukan penetapan NPWP dan PKP secara jabatan. Jelaskanlah bilamana melakukan
penetapan NPWP dan PKP secara Jabatan ! dan Berikan Dasar hukumnya !

Jawaban : Dalam pelaksanaan Self Assessment System, Direktorat Jenderal Pajak


memiliki kewenangan untuk menetapkan NPWP dan PKP secara jabatan. Penetapan
NPWP dan PKP secara jabatan dilakukan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Dasar hukum penetapan NPWP dan PKP
secara jabatan tercantum dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Penetapan NPWP dan PKP secara jabatan merupakan mekanisme bagi pemerintah untuk
memastikan Wajib Pajak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Mekanisme ini
dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan sistem self assessment dan memastikan
bahwa semua wajib pajak memenuhi kewajibannya untuk mendaftarkan diri dan
memperoleh NPWP. Penetapan NPWP dan PKP secara jabatan dilakukan melalui proses
pemeriksaan atau berdasarkan data/informasi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.

4. Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun Nomor 6 tahun 1983 yang diperbarui dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

a. Sebutkan Kewajiban - kewajiban Wajib Pajak.

Jawaban : Berdasarkan hasil penelusuran, kewajiban wajib pajak antara lain:

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

2. Memberikan data yang akurat dan lengkap terkait kewajiban perpajakannya


3. Membayar pajak tepat waktu dan penuh

4. Melaporkan dan memotong pajak sebagaimana diwajibkan oleh hukum

5. Bekerja sama dengan audit dan investigasi pajak

6. Menyimpan catatan dan dokumen pajak untuk jangka waktu tertentu

Kewajiban-kewajiban tersebut tercantum dalam Undang-Undang Ketentuan Umum


dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan peraturan perpajakan lainnya. Kegagalan
dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan hukuman dan sanksi yang
dijatuhkan oleh otoritas pajak.

b. Jelaskan mengenai Hak- hak Wajib Pajak.

Jawaban : Sesuai dengan Bill of Rights Wajib Pajak, wajib pajak memiliki beberapa
hak yang melindungi mereka dalam berurusan dengan otoritas pajak. Beberapa hak
tersebut antara lain:

o Hak untuk mendapatkan informasi: Wajib pajak memiliki hak untuk mengetahui
apa yang perlu mereka lakukan untuk mematuhi undang-undang perpajakan.
Mereka berhak mendapatkan penjelasan yang jelas tentang hukum dan prosedur
dalam semua formulir, instruksi, publikasi, pemberitahuan, dan korespondensi
pajak. Setiap kali wajib pajak menerima pemberitahuan dari otoritas pajak, badan
tersebut harus menjelaskan alasannya untuk menghubungi mereka

o Hak untuk mendapatkan layanan yang berkualitas: Wajib pajak memiliki hak
untuk menerima bantuan yang cepat, sopan, dan profesional dari otoritas pajak.
Mereka memiliki hak untuk mengharapkan otoritas pajak memberikan informasi
yang akurat dan tepat waktu, serta menanggapi pertanyaan mereka secara tepat
waktu
o Hak untuk membayar tidak lebih dari jumlah pajak yang benar: Wajib pajak
memiliki hak untuk hanya membayar pajak yang terutang secara hukum. Mereka
dapat menjadwalkan janji temu dengan situs Volunteer Income Tax Assistance
(VITA) setempat untuk mengerjakan pengembalian pajak mereka secara gratis
o Hak untuk mengajukan keberatan kepada otoritas pajak: Wajib pajak memiliki
hak untuk menentang posisi otoritas pajak dan didengar pendapatnya. Mereka
memiliki hak untuk mengajukan banding atas keputusan IRS di forum
independent.
o Hak untuk mempertahankan perwakilan: Wajib pajak memiliki hak untuk
menyewa pengacara ketika berurusan dengan otoritas pajak. Mereka juga
memiliki hak untuk mengetahui bahwa jika mereka tidak mampu membayar
pengacara, mereka mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan dari
Klinik Wajib Pajak Berpenghasilan Rendah.
o Hak atas sistem pajak yang adil dan merata: Wajib pajak memiliki hak untuk
mengharapkan sistem pajak mempertimbangkan semua fakta dan keadaan yang
dapat mempengaruhi kewajiban mereka, kemampuan membayar, atau
kemampuan untuk memberikan informasi secara tepat waktu. Mereka memiliki
hak atas sistem pajak yang adil dan merata

c. Sebutkan Sanksi – sanksi Perpajakan yang ada di Indonesia

Jawaban : Sanksi pajak, yaitu:

1. Sanksi Administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan
pajak berdasarkan UU

No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
terakhir dirubah

dengan UU no 16 tahun 2010.

2.Berkaitan dengan Bunga

3.Berkaitan dengan Kenaikan

4.Sanksi Pidana sehubungan dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-


undangan perpajakan

khususnya dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

5. Sebut dan jelaskan alur banding pajak! Sertakan penjelasan singkat dan jangka waktu
antara satu tahap dengan tahap lainnya.
Jawaban : Berikut ini adalah langkah demi langkah proses pengajuan banding pajak atau
"banding pajak" di Indonesia:

1. Surat Keputusan Keberatan: Wajib pajak yang tidak setuju dengan ketetapan
pajak harus terlebih dahulu mengajukan keberatan resmi kepada otoritas pajak
dalam waktu tiga bulan setelah menerima ketetapan pajak

2. Permohonan Banding: Jika keberatan ditolak, wajib pajak dapat mengajukan


banding ke Pengadilan Pajak dalam waktu tiga bulan setelah menerima surat
penolakan

3. Surat Uraian Banding: Pengadilan Pajak akan meminta banding tertulis dari wajib
pajak, yang dikenal sebagai "Surat Uraian Banding" (SUB), dalam waktu 14 hari
setelah menerima banding

4. Surat Bantahan: Jika Pengadilan Pajak menerima banding, wajib pajak dapat
mengajukan tanggapan tertulis kepada Pengadilan Pajak dalam waktu 30 hari
setelah menerima salinan SUB, yang dikenal sebagai "Surat Bantahan”.

5. Sidang Banding Dimulai/Sidang Formal: Pengadilan Pajak akan menjadwalkan


sidang dalam waktu enam bulan setelah menerima permohonan banding.
Selama sidang, Pengadilan Pajak akan memeriksa bukti dan argumen yang
diajukan oleh kedua belah pihak

6. Putusan Banding: Pengadilan Pajak akan mengeluarkan keputusan dalam waktu


30 hari setelah sidang. Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan tersebut,
mereka dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari
setelah menerima keputusan tersebut.

6. Integrasi NIK sebagai NPWP bertujuan untuk perluasan basis pajak dan meningkatkan
penerimaan pajak sebagaimana diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam KTP sebagai pengganti Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi akan semakin memudahkan Wajib Pajak orang
pribadi dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sejak
ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan ditandainya Kepemilikan NPWP oleh Wajib Pajak,
dalam pelaksanaan kewajiban pajak, Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dalam bidang
perpajakan tertuang dalam Undang-undang. Jelaskan mengenai hak dan kewajiban dasar
Wajib Pajak dalam bidang perpajakan? Dan Berikan Dasar Hukumnya !

Jawaban : Integrasi NIK sebagai NPWP bertujuan untuk memperluas basis pajak dan
meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia. Dengan adanya integrasi NIK sebagai
NPWP, wajib pajak akan mendapatkan lebih banyak kemudahan dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Sebagai wajib pajak, mereka memiliki hak dan kewajiban di
bidang perpajakan. Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban dasar wajib pajak di
Indonesia:

Hak wajib pajak:

- Hak untuk mendapatkan informasi mengenai peraturan dan prosedur perpajakan

- Hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dari otoritas pajak

- Hak untuk membayar tidak lebih dari jumlah pajak yang benar

- Hak untuk menantang posisi otoritas pajak

- Hak untuk mendapatkan perwakilan

- Hak untuk mendapatkan sistem pajak yang adil dan merata


Kewajiban pembayar pajak:

- Mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP

- Mengajukan SPT dan membayar pajak tepat waktu

- Menyimpan catatan yang akurat tentang transaksi keuangan mereka

- Untuk bekerja sama dengan otoritas pajak dalam audit dan investigasi

Dasar hukum dari hak dan kewajiban tersebut tercantum dalam Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan peraturan perpajakan lainnya.

7. PT. Sinar Matahari merupakan perusahaan yang baru berdiri pada awal tahun 2021. Pada
tanggal 10 Februari 2021, PT Sinar Matahari mendaftarkan NPWP sekaligus dikukuhkan
sebagai PKP. Berdasarkan data dalam transaksi perpajakan, jenis pajak yang harus
disetorkan dan dilaporkan oleh PT Sinar Matahari adalah PPh Pasal 21/26, PPh Pasal
23/26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 25, PPN, dan SPT Tahunan. PT Sinar Matahari juga
membayar tagihan PBB dan Pajak Kendaraan Bermotor atas kepemilikan gedung kantor
dan kendaraan bermotor, serta membubuhkan bea meterai atas semua faktur penjualan
yang diterbitkan.
a. Sebutkan dan jelaskan sistem pemungutan pajak masing-masing atas pajak yang
harus disetor dan dilaporkan oleh PT Sinar Matahari!
Jawaban : PT Sinar Matahari merupakan perusahaan baru yang didirikan pada awal
tahun 2021. Berdasarkan data transaksi pajak, jenis pajak yang harus dibayar dan
dilaporkan oleh PT Sinar Matahari adalah PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh
Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 25, PPN, dan SPT Tahunan. Berikut adalah sistem
pemungutan masing-masing pajak tersebut:

1. PPh Pasal 21/26: Pajak ini dipungut oleh pemberi kerja dari gaji karyawan dan
dibayarkan kepada otoritas pajak. Pemberi kerja harus melaporkan dan membayarkan
pajak ini kepada otoritas pajak setiap bulannya

2. PPh Pasal 23/26: Pajak ini dipungut oleh pembeli barang atau jasa dari penjual dan
dibayarkan kepada otoritas pajak. Pembeli harus melaporkan dan membayar pajak ini
kepada otoritas pajak setiap bulan

3. PPh Pasal 4 ayat 2: Pajak ini dipungut oleh otoritas pajak dari penghasilan wajib
pajak. Wajib pajak harus melaporkan dan membayar pajak ini kepada otoritas pajak
setiap bulannya

4. PPh Pasal 25: Pajak ini dipungut oleh otoritas pajak dari penghasilan wajib pajak.
Wajib pajak harus melaporkan dan membayar pajak ini kepada otoritas pajak setiap
bulan

5. PPN: Pajak ini dipungut oleh penjual barang atau jasa dari pembeli dan dibayarkan
kepada otoritas pajak. Penjual harus melaporkan dan membayar pajak ini kepada
otoritas pajak setiap bulan

6. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT): Pajak ini dibayarkan dan dilaporkan oleh wajib
pajak setahun sekali. Wajib pajak harus menyerahkan SPT tahunan kepada otoritas
pajak pada akhir Maret setiap tahunnya.

b. Kelompokkan jenis-jenis pajak yang harus disetorkan oleh PT Sinar Matahari tersebut
berdasarkan golongan, sifatnya dan lembaga pemungutnya!

Jawaban : Berdasarkan informasi yang diberikan, jenis-jenis pajak yang harus dibayar dan
dilaporkan oleh PT Sinar Matahari dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori
berdasarkan sifat dan lembaga yang memungutnya:

1. Pajak Penghasilan:
- PPh Pasal 21/26
- PPh Pasal 23/26
- PPh Pasal 4 ayat 2
- PPh Pasal 25

Pajak-pajak ini dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan didasarkan pada
pendapatan yang diperoleh PT Sinar Matahari.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN):


- PPN
Pajak ini dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan didasarkan pada nilai
tambah pada setiap tahap produksi dan distribusi.
3. Pajak Lainnya:
- SPT Tahunan
- PBB
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Bea Meterai

SPT Tahunan adalah surat pemberitahuan pajak tahunan yang harus diisi oleh semua
wajib pajak. PBB dan Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak properti yang dibayarkan
kepada pemerintah daerah. Bea Meterai adalah bea meterai yang harus dibayarkan atas
semua faktur penjualan yang diterbitkan oleh PT Sinar Matahari.

Dasar hukum dari pajak-pajak tersebut tercantum dalam berbagai peraturan perundang-
undangan perpajakan, termasuk Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN).

8. KPP Pratama Serpong melakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Bintang


Cemerlang yang dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara Sebesar 10
Milyar. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PT. Bulan Purnama
yang ternyata terdapat selisih antara jumlah penjualan berdasarkan SPT Masa PPN
dengan jumlah omzet yang dilaporkan dalam SPT (dilaporkan lebih kecil dari omzet yang
sebenarnya).
Terhadap 2 kasus di atas :
a. Berdasarkan 2 kasus di atas, berikan pendapat Anda tindakan apa yang dilakukan oleh
KPP Pratama Serpong!
Jawaban : Berdasarkan informasi yang diberikan, KPP Pratama Serpong telah
mengambil tindakan sebagai berikut:

1. Melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap SPT PT Bintang Cemerlang dan


menemukan bahwa perusahaan tersebut dengan sengaja menyampaikan SPT PPN
yang tidak mencerminkan transaksi yang sebenarnya dan berpotensi menimbulkan
kerugian negara.

2. Melakukan pemeriksaan atas SPT Tahunan PT Bulan Purnama dan menemukan


adanya ketidaksesuaian antara penjualan yang dilaporkan dalam SPT PPN dengan
jumlah penjualan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Berdasarkan temuan tersebut, KPP Pratama Serpong dapat melakukan tindakan lebih
lanjut, antara lain:

1. Menerbitkan surat ketetapan pajak kepada PT Bintang Cemerlang atas PPN yang
kurang dilaporkan dan mengenakan sanksi atas penyampaian SPT yang tidak benar
secara sengaja.

2. Menerbitkan surat ketetapan pajak kepada PT Bulan Purnama atas pendapatan


yang kurang dilaporkan dan mengenakan denda atas penyampaian SPT yang tidak
benar.

3. Melakukan pemeriksaan pajak terhadap kedua perusahaan tersebut untuk


mengetahui sejauh mana ketidakpatuhan mereka terhadap peraturan perundang-
undangan perpajakan.

Dasar hukum dari tindakan-tindakan tersebut tercantum dalam berbagai peraturan


perundang-undangan perpajakan, antara lain Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU
PPN).

b. Jelaskan juga sanksi yang akan dikenakan atas temuan dari masing-masing kasus
tersebut!
Jawaban : Untuk kasus pertama, di mana PT Bintang Cemerlang dengan sengaja
menyampaikan SPT Masa PPN yang tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya
dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 10 miliar, maka dapat dikenakan sanksi
sebagai berikut:

o Sanksi Administrasi: Fiskus dapat mengenakan sanksi administrasi berupa


teguran tertulis, denda paling banyak Rp1 miliar, atau pencabutan NPWP wajib
pajak.

o Sanksi Pidana: Otoritas pajak juga dapat mengajukan tuntutan pidana terhadap
wajib pajak atas penggelapan pajak, yang dapat berakibat pada hukuman penjara
hingga enam tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

 Untuk kasus kedua, di mana terdapat perbedaan antara penjualan yang dilaporkan
dalam SPT PPN dan pendapatan aktual yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PT Bulan
Purnama, sanksi berikut dapat dikenakan:

o Sanksi Administratif: Fiskus dapat mengenakan sanksi administrasi berupa


teguran tertulis, denda paling banyak Rp 5 miliar, atau pencabutan NPWP wajib
pajak

o Pemeriksaan Pajak: Otoritas pajak juga dapat melakukan pemeriksaan pajak


untuk menentukan jumlah pajak yang sebenarnya terutang oleh PT Bulan
Purnama berdasarkan jumlah pendapatan aktual yang dilaporkan dalam SPT
Tahunan
 Penting bagi wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan untuk menghindari
sanksi-sanksi ini dan menjaga hubungan baik dengan otoritas pajak.

9. PT. Maskerindo Perkasa terdaftar di KPP Tigaraksa Tangerang. Atas penyampaian SPT
Tahunan 2018 telah dilakukan pemeriksaan, kemudian diterbitkan SKPKB dengan jumlah
tagihan Rp 800.000.000 pada tanggal 20 Februari 2020 dan tanggal jatuh tempo
pembayaran 22 Maret 2020. Sampai dengan tanggal jatuh tempo PT Maskerindo tidak
juga melakukan pembayaran atas SKPKB tersebut.
a. Tindakan apa yang dapat dilakukan oleh KPP atas penerbitan SKPKB yang tidak dilunasi
oleh PT Maskerindo tersebut? Jelaskan masing-masing tahapannya?
Jawaban : a. Atas penerbitan SKPKB yang belum dilunasi oleh PT. Maskerindo, Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dapat mengambil tindakan sebagai berikut:

o Pemberitahuan dan Waktu Pembayaran Tambahan: KPP dapat mengirimkan


pemberitahuan resmi kepada PT. Maskerindo Perkasa untuk mengingatkan
mereka tentang kewajiban pembayaran pajak yang belum dilunasi. Dalam surat
pemberitahuan ini, KPP biasanya memberikan waktu tambahan untuk
pembayaran sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
o Pemanggilan untuk Penjelasan: Jika PT. Maskerindo Perkasa tetap tidak
melakukan pembayaran setelah pemberitahuan, KPP dapat memanggil
perusahaan untuk memberikan penjelasan. Pada tahap ini, PT. Maskerindo dapat
mencoba mencari solusi lain atau menjelaskan mengapa mereka tidak setuju
dengan jumlah tagihan.
o Penyitaan Aset: Jika PT. Maskerindo Perkasa gagal membayar pajak setelah
pemanggilan, KPP dapat mengambil tindakan tegas seperti menyita aset
perusahaan. Ini bisa berarti penyitaan rekening bank, kendaraan, atau aset
lainnya yang berharga. Tujuan penyitaan ini adalah untuk membayar pajak yang
belum dibayar.
o Pengadilan Pajak: Jika langkah-langkah awal tidak menghasilkan pembayaran
yang cukup, KPP dapat membawa kasus ini ke Pengadilan Pajak. Di Pengadilan
Pajak, PT. Maskerindo Perkasa akan memiliki kesempatan untuk membela diri
dan membuktikan bahwa jumlah tagihan yang tercantum dalam SKPKB tidak
sesuai. Pengadilan akan memutuskan apakah PT. Maskerindo harus membayar,
dan berapa banyak yang harus mereka bayar.
o Eksekusi Putusan Pengadilan: Jika Pengadilan Pajak memutuskan PT.
Maskerindo harus membayar pajak, KPP dapat mengambil tindakan eksekusi
untuk memaksa perusahaan tersebut membayar. Ini mungkin berarti penyitaan
lebih lanjut atau tindakan hukum lainnya.

b. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh PT Maskerindo atas terbitnya SKPKB tersebut
apabila PT. Maskerindo tidak menyetujui jumlah tagihan yang tercantum dalam SKPKB
tersebut?
Jawaban : Jika PT. Maskerindo tidak menyetujui jumlah tagihan yang tercantum dalam
SKPKB yang disebutkan di bawah ini, mereka dapat melakukan langkah-langkah berikut:
o Pembelaan kepada KPP: PT. Maskerindo Perkasa memiliki hak untuk
mengajukan pembelaan secara tertulis kepada KPP. Dalam pembelaan ini,
mereka harus menjelaskan mengapa mereka tidak setuju dengan jumlah tagihan
yang tercantum dalam SKPKB dan memberikan bukti dan argumen yang
mendukung klaim mereka.

o Negosiasi: PT. Maskerindo Perkasa dapat mencoba bernegosiasi dengan KPP


untuk mencapai kesepakatan mengenai jumlah yang harus dibayarkan. Ini dapat
mencakup berbicara dengan perwakilan KPP dan berunding.
o Pengajuan Keberatan: Jika negosiasi dengan KPP tidak menghasilkan
kesepakatan, PT. Maskerindo memiliki hak untuk mengajukan keberatan resmi
terhadap SKPKB. Keberatan ini harus diajukan dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku dan harus didukung dengan bukti
yang kuat.
o Pengadilan Pajak: PT. Maskerindo dapat mengajukan kasus mereka ke
Pengadilan Pajak jika KPP tidak menanggapi keberatan tersebut atau jika
keberatan tersebut ditolak. Di sana, mereka dapat mempertahankan argumen
mereka dan membuktikan bahwa jumlah tagihan tidak benar.
o Penyelesaian Tambahan: Jika diizinkan oleh KPP, PT. Maskerindo Perkasa dapat
mencoba menyelesaikan masalah ini melalui metode alternatif seperti mediasi
atau arbitrase.

Penting untuk diingat bahwa proses ini dapat berbeda tergantung pada hukum pajak
yang berlaku di wilayah tersebut. Perusahaan harus berkonsultasi dengan penasihat
pajak atau pengacara pajak yang kompeten untuk arahan yang lebih rinci dan sesuai
dengan kasus mereka.

BAGIAN C SOAL KASUS (BOBOT 35 %)


Soal 1. Penyetoran dan Pelaporan Pajak (BOBOT 15 %)
PT. Corona Viruse merupakan Wajib Pajak yang sudah terdaftar menjadi PKP sejak berdiri
tahun 2015. Dalam melakukan kewajiban perpajakannya, PT Corona Viruse berusaha untuk
melakukan penyetoran dan pelaporan pajak secara tepat waktu. Namun selama masa PPKM
dan WFH, beberapa kali penyetoran dan pelaporan pajak PT Corona Viruse mengalami
keterlambatan. Adapun data beberapa penyetoran dan pelaporan pajak pada periode Juni –
Agustus 2021 adalah sebagai berikut :
a. SPT Tahunan PPh Badan 2020 dengan status kurang bayar sebesar Rp 520.500.000
disetorkan tanggal 2 Juni dan pelaporan dilakukan tanggal 5 Juni 2020. Sebelumnya PT
Corona Viruse tidak mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT 2020.
b. PPh Pasal 21 masa Juni 2021 dengan jumlah kurang bayar sebesar Rp 42.520.800
disetorkan tanggal 12 Juli 2021 dan dilaporkan tanggal 22 Juli 2021.
PPh pasal 21 Masa Juli 2021 dengan jumlah Kurang bayar sebesar Rp 22.480.000
disetorkan dan dilaporkan tanggal 31 Agustus 2021
c. Angsuran PPh Pasal 25 Juni, Juli dan Agustus 2021 masing-masing sebesar Rp
80.000.000 baru disetorkan tanggal 15 September 2021
d. PPh Pasal 23 masa Juli 2021 sebesar Rp 4.250.000 disetorkan 18 Agustus 2021 dan
dilaporkan tanggal 23 Agustus 2021, sedangkan PPh Pasal 23 Agustus Rp 12.520.000
disetorkan tanggal 13 September 2021 sedangkan pelaporannya 20 Agustus 2021.
e. PPh Pasal 4 ayat 2 atas pembayaran sewa ruangan kantor masa Juli 2021 sebesar Rp
30.000.000 disetorkan tanggal 11 Agustus 2021 dan dilaporkan tanggal 31 Agustus 2021.
f. PPN kurang bayar masa Juni 2021 Rp 325.240.000 disetorkan tanggal 2 Agustus 2021
dan dilaporkan tanggal 3 Agustus 2021, sedangkan PPN masa Agustus 2021 dengan
status lebih bayar Rp 42.450.000 di laporkan tanggal 30 September 2021.

Pertanyaan:
1. Tentukan batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak untuk masing-masing jenis pajak
diatas dan jelaskan apakah penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT.
Corona Viruse sudah sesuai dengan ketentuan pajak!
Jawaban : Berikut adalah batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak untuk masing-
masing jenis pajak yang dilaporkan oleh PT. Corona Viruse:

 SPT Tahunan PPh Badan 2020: Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan
2020 adalah tanggal 31 Maret 2021, sedangkan batas waktu pembayaran adalah
tanggal 30 April 2021. Oleh karena itu, penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan
oleh PT. Corona Viruse untuk SPT Tahunan PPh Badan 2020 terlambat.
 PPh Pasal 21: Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir, sedangkan batas waktu pelaporan adalah
tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Oleh karena itu, penyetoran
dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT. Corona Viruse untuk PPh Pasal 21 masa
Juni dan Juli 2021 terlambat.
 Angsuran PPh Pasal 25: Batas waktu penyetoran dan pelaporan angsuran PPh Pasal 25
adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Oleh karena itu,
penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT. Corona Viruse untuk angsuran
PPh Pasal 25 Juni, Juli, dan Agustus 2021 terlambat.
 PPh Pasal 23: Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23 adalah tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir, sedangkan batas waktu pelaporan adalah
tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Oleh karena itu, penyetoran
dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT. Corona Viruse untuk PPh Pasal 23 masa
Juli dan Agustus 2021 terlambat.
 PPh Pasal 4 ayat 2: Batas waktu penyetoran PPh Pasal 4 ayat 2 adalah tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir, sedangkan batas waktu pelaporan adalah
tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Oleh karena itu, penyetoran
dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT. Corona Viruse untuk PPh Pasal 4 ayat 2
atas pembayaran sewa ruangan kantor masa Juli 2021 terlambat.
 PPN: Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPN adalah tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Oleh karena itu, penyetoran dan pelaporan pajak yang
dilakukan oleh PT. Corona Viruse untuk PPN kurang bayar masa Juni 2021 terlambat,
sedangkan pelaporan PPN lebih bayar masa Agustus 2021 dilaporkan tepat waktu.
Dari data yang diberikan, PT. Corona Viruse terlambat dalam melakukan penyetoran dan
pelaporan pajak untuk beberapa jenis pajak yang dilaporkan.
2. Tentukan jenis sanksi yang akan dikenakan dan besarnya sanksi atas setiap keterlambatan
penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT Corona Viruse!
Jawaban :
 SPT Tahunan PPh Badan 2020: PT. Corona Viruse akan dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
 PPh Pasal 21: PT. Corona Viruse akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
 Angsuran PPh Pasal 25: PT. Corona Viruse akan dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
 PPh Pasal 23: PT. Corona Viruse akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
 PPh Pasal 4 ayat 2: PT. Corona Viruse akan dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
 PPN: PT. Corona Viruse akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3. Bagaimana tata cara penagihan atas sanksi tersebut?
Jawaban : Tata cara penagihan atas sanksi administrasi yang dikenakan kepada PT.
Corona Viruse dapat dilakukan melalui surat tagihan pajak yang dikirimkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) kepada PT. Corona Viruse. PT. Corona Viruse dapat melakukan
pembayaran sanksi administrasi tersebut melalui bank yang ditunjuk oleh DJP atau melalui
e-filing. Jika PT. Corona Viruse tidak membayar sanksi administrasi tersebut, DJP dapat
melakukan tindakan penagihan melalui surat paksa, penyitaan harta benda, atau tindakan
hukum lainnya
Jawaban :
Soal 2. Penetapan dan Ketetapan Pajak (BOBOT 10%)
Atas kasus dibawah ini, hitunglah besarnya sanksi yang akan dikenakan disertai dengan dasar
hukum atas pengenaan sanksi tersebut! Suku bunga dapat mengikuti suku bunga acuan pada
table dibawah.
a. PT Sinovac melakukan pembetulan atas SPT Tahunan 2020 yang sudah disampaikan pada
tanggal 30 April 2021. Jumlah kurang bayar sebelum pembetulan Rp 500.000.000. Jumlah
kurang bayar setelah pembetulan Rp 800.000.000. Atas kekurangan pembayaran karena
pembetulan dilakukan pembayaran pada tanggal 15 September 2021.
b. PT Moderna terlambat menyetorkan SPT Masa PPN Juni 2020 dengan jumlah kurang
bayar Rp 224.800.000. Pembayaran baru dilakukan pada tanggal 05 September 2020.

c. PT Novavax baru menyetorkan Kurang Bayar dalam SPT Tahunan 2020 pada tanggal 12
Agustus 2021 dengan jumlah kurang bayar Rp 480.000.000

d. PT Astrazeneca mempunyai kewajiban untuk menyetorkan angsuran PPh Pasal 25 masa


Juni 2021 sebesar Rp 80.000.000. Namun karena mengalami kesulitan cash flows
Angsuran tersebut tidak disetor, sehingga oleh KPP ditagih dengan STP (Surat Tagihan
Pajak) tertanggal 18 September 2021.
Catatan : lihat suku bunga berlaku pada tabel dibawah
Jawaban :
a. PT Sinovac melakukan pembetulan atas SPT Tahunan 2020 yang sudah disampaikan pada
tanggal 30 April 2021. Jumlah kurang bayar sebelum pembetulan Rp 500.000.000. Jumlah
kurang bayar setelah pembetulan Rp 800.000.000. Atas kekurangan pembayaran karena
pembetulan dilakukan pembayaran pada tanggal 15 September 2021.

- Besarnya sanksi yang akan dikenakan:


- Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang
dibayar sebelum dan sesudah pembetulan.
- Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar
sebelum dan sesudah pembetulan.
- Dasar hukum pengenaan sanksi:
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

b. PT Moderna terlambat menyetorkan SPT Masa PPN Juni 2020 dengan jumlah kurang bayar
Rp 224.800.000. Pembayaran baru dilakukan pada tanggal 05 September 2020.

- Besarnya sanksi yang akan dikenakan:


- Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
- Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Dasar hukum pengenaan sanksi:
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

c. PT Novavax baru menyetorkan Kurang Bayar dalam SPT Tahunan 2020 pada tanggal 12
Agustus 2021 dengan jumlah kurang bayar Rp 480.000.000.

- Besarnya sanksi yang akan dikenakan:


- Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
- Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Dasar hukum pengenaan sanksi:
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

d. PT Astrazeneca mempunyai kewajiban untuk menyetorkan angsuran PPh Pasal 25 masa


Juni 2021 sebesar Rp 80.000.000. Namun karena mengalami kesulitan cash flows Angsuran
tersebut tidak disetor, sehingga oleh KPP ditagih dengan STP (Surat Tagihan Pajak) tertanggal
18 September 2021.

- Besarnya sanksi yang akan dikenakan:


- Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
- Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Dasar hukum pengenaan sanksi:
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

Soal 3. Pemeriksaan dan Sanksi (BOBOT 10%)


PT Pfizer sudah menyetorkan dan menyampaikan SPT Tahunan 2018 secara tepat waktu yaitu
pada tanggal 30 April 2019 dengan jumlah PPh terutang sebesar Rp 1.200.000.000.
Kemudian oleh KPP dilakukan pemeriksaan atas SPT Tahun 2018 dan kemudian diterbitkan
SKBKB pada tanggal 8 April 2021.
Jumlah PPh terutang berdasarkan hasil pemeriksaan Rp 1.500.000.000
Jumlah PPh terutang berdasarkan SPT Rp 1.200.000.000
Selisih PPh Kurang Bayar Rp 300.000.000

a. Jelaskan sanksi yang akan dikenakan atas kasus di atas, dan hitunglah besarnya sanksi
tersebut (sertakan dasar hukumnya)!
b. Bagaimana tata cara penagihan atas sanksi tersebut!
Jawaban ;
a. Sanksi yang akan dikenakan atas kasus di atas adalah sanksi administratif berupa denda.
Dasar hukumnya adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.04/2014
tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda di Sektor Jasa
Keuangan[2][4]. Besarnya sanksi denda dihitung dengan rumus sebagai berikut:

- Jumlah PPh Kurang Bayar x Suku Bunga Tunggakan x Jangka Waktu Tunggakan

Suku Bunga Tunggakan dihitung sebesar 2% per bulan, dan Jangka Waktu Tunggakan
dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan[1][2][4]. Sehingga,
besarnya sanksi denda yang harus dibayar oleh PT Pfizer adalah:

- Rp 300.000.000 x 2% x 24 bulan = Rp 144.000.000

b. Tata cara penagihan atas sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 4/POJK.04/2014 tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif
Berupa Denda di Sektor Jasa Keuangan[2][4]. PT Pfizer harus membayar sanksi denda
tersebut melalui penyetoran ke rekening OJK atau cara lain yang ditentukan oleh OJK. Jika
PT Pfizer tidak membayar sanksi denda tersebut, OJK dapat melakukan penagihan melalui
pemotongan dari rekening PT Pfizer atau melalui lelang aset PT Pfizer.

Tabel Suku Bunga Acuan


Pasal 8
Pasal 19 (2,2a) Pasal 9 Pasal 8 ayat Pasal 13
Periode
(1,2,3) (2a,2b), Pasal 5 (2,2a)
14 (3)
2-30 Nov 2020 0,57% 0.99% 1.40% 1,82%
1-31 Des 2020 0,53% 0.94% 1.36% 1,78%
1-30 Jan 2021 0,51% 0.93% 1.34% 1,76%
1-28 Feb 2021 0,51% 0.92% 1.34% 1,76%
1-31 Mar 2021 0,52% 0.94% 1.35% 1,77%
1-30 Apr 2021 0,56% 0.97% 1.39% 1,81%
1-31 Mei 2021 0,55% 0.96% 1.38% 1,80%
1-30 Juni 2021 0,54% 0,95% 1,37% 1,79%
1-31 Juli 2021 0,54% 0,95% 1,37% 1,79%
1-31 Agustus
2021 0,54% 0,95% 1,37% 1,79%
1-30 September
2021 0,52% 0.94% 1,36% 1,77%

SELAMAT MENGERJAKAN

Anda mungkin juga menyukai