Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS KADAR INULIN PADA URIN TIKUS WISTAR

SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK UMBI GEMBILI


(Dioscorea esculenta) PER ORAL

Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
utuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Biologi

oleh
Najmah Zain
4411415047

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2019

i
DAFTAR ISI

ANALISIS KADAR INULIN PADA URIN TIKUS WISTAR SETELAH


PEMBERIAN EKSTRAK UMBI GEMBILI (Dioscorea esculenta) PER ORAL ................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. v

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 3

1.4 Penegasan Istilah ........................................................................................................ 3

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 5

2.1 Landasan Teori .......................................................................................................... 5

2.1.1 Gembili ........................................................................................................................ 5

2.1.2 Inulin ........................................................................................................................... 7

2.1.3 Tikus Wistar ............................................................................................................... 9

2.1.4 Farmakokinetika ...................................................................................................... 10

2.1.5 Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi .................................................. 11

2.2 Kerangka Berfikir .................................................................................................... 13

2.3 Hipotesis .................................................................................................................... 14

BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................................ 15

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................ 15

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 15

ii
3.3 Variabel yang diukur ............................................................................................... 15

3.4 Rancangan Penelitian .............................................................................................. 15

3.5 Alat dan Bahan ......................................................................................................... 16

3.6 Prosedur Penelitian .................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Karakteristik Umbi Gembili (Dioscorea esculenta) .................................... 6

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Umbi Gembili (Dioscorea esculenta) ........................................................ 6


2. Struktur Inulin ............................................................................................ 8
3. Tikus Putih Jantan Galur Wistar ................................................................ 9

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa dengan gugus terminal
glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β (2->1)
glikosidik. Inulin dari tanaman biasanya mengandung 20 sampai beberapa ribu unit
fruktosa. Hampir seiap fruktosa rantai linier inulin memiliki struktur GFn (G=unit
glukosa, F= unit fruktosa, dan n= jumlah unit fruktosa yang berikatan satu sama
Lain). Molekul yang lebih kecil dari inulin disebut fruktooligosakarida (FOS), yang
mengandung 2 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa (Roberfroid, 2005). Inulin
sangat luas penggunaannya di dalam industri pangan, baik di Eropa, USA maupun
Kanada. Penggunaan inulin tersebut sebagai pengganti gula dan lemak yang
menghasilkan kalori lebih rendah. Sifat fungsional inulin sebagai serat makanan
dapat larut (soluble dietaryfiber) sangat bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan
tubuh (Sardesai, 2008). Inulin dapat larut dalam air namun tidak dapat dicerna oleh
enzim-enzim dalam sistem pencernaan mamalia sehingga mencapai usus besar
tanpa perubahan struktur.
Inulin secara komersial diproduksi dari tanaman chicory (Cichorium intybus)
dan jerusalem (Helianthus tuberosus) dan umbi dahlia dalam jumlah besar. Inulin
merupakan fruktan yang dapat ditemukan pada akar dan umbi tanaman sebagai
cadangan karbohidrat. Umunya inulin ditemukan pada famili compositae dan
gramineae seperti jerusalem artichoke, chicory dan dahlia (Kumar et al., 2005).
Kebutuhan inulin di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan
tanaman ini tidak terdapat di Indonesia. Selama ini kebutuhan inulin di Indonesia
masih impor. Volume dan nilai impor inulin pada tahun 2008 1.420.522 kg dengan
nilai 4.664.245 US $ dan pada tahun 2010 4.021.679 kg dengan nilai 13.190.242
US $ (Biro Pusat Statistik, 2012). Oleh karena itu perlu dikembangkan produksi
inulin dari tanaman lokal di Indonesia. Adapun tanaman lokal penghasil inulin
yaitu umbi dahlia (Dahlia pinnata) dan umbi gembili (Dioscorea esculenta).

1
2

Inulin dari umbi gembili (Dioscorea esculenta) telah lama dikembangkan dan
diteliti, sedangkan inulin dari umbi gembili belum banyak dilakukan penelitian.
Inulin dari umbi gembili telah dikembangkan oleh Yuniastuti et al (2017)
melalui isolasi dan identifikasi inulin dari umbi gembili (Dioscorea esculenta).
Kandungan inuin dari umbi gembili sekitar 19.9% (Yuniastuti et al, 2017).
Sedangkan hasil penelitian Winarti (2011) menyatakan bahwa kandungan inulin
dari umbi gembili berkisar 2,88-14,77%. Menurut Winarti dkk (2011), kandungan
inulin dalam umbi gembili (Dioscorea esculenta) lebih besar dibanding kandungan
inulin dalam umbi-umbian lainnya.
Manfaat inulin yang berasal dari umbi gembili, yaitu mampu menurunakan
kadar glukosa darah tikus diabetik (Yuniastuti et al 2017). Peneliti lain
membuktikan bahwa ekstrak polisakarida larut air (PLA) pada umbi gembili
(Dioscorea esculenta) dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah pada
model tikus dengan kondisi hiperglikemia (Harjiono et al., 2012).
Inulin dihidrolisis dan diserap dalam usus halus. Di usus halus, Inulin
memiliki pengaruh dalam meningkatkan kerja vili usus serta memperbaiki
parameter darah, khususnya kolesterol dan glukosa dalam darah. Di usus halus,
kandungan inulin dapat bertahan lama yang kemudian difermentasi di usus besar.
Di usus besar, inulin di hidrolisis dan difermentasikan oleh mikroflora. Pada
ekskresi berupa feses inulin yang di fermentasikan sebesar 36,62-65%, sedangkan
pada urin sebesar 1%. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat
ketersediaan ekstrak inulin umbi gembili setelah pemberian per oral pada tikus.
Sehingga akan dilakukan dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk
menganalisis kadar inulin pada urin tikus setelah pemberian ekstrak umbi gembili
per oral.
3

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana kadar inulin pada urin tikus wistar setelah pemberian ekstrak umbi
gembili (Dioscorea esculenta) secara per oral?
1.2.2 Bagaimana laju ekskresi inulin dalam urin tikus setelah pemberian per oral
ekstrak umbi gembili (Dioscorea esculenta)?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui kadar inulin dalam urin tikus setelah pemberian per oral ekstrak
umbi gembili (Dioscorea esculenta).
1.3.2 Mengetahui laju ekskresi inulin setelah pemberian per oral ekstrak umbi gembili
(Dioscorea esculenta).

1.4 Penegasan Istilah


1.4.1 Umbi gembili (Dioscorea esculenta)
Dioscorea esculenta merupakan jenis umbi dari genus Dioscorea sp yang
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, protein, vitamin dan mineral.
Dioscorea esculenta atau umbi gembili diketahui memiliki kandungan inulin
yang paling banyak dibandingkan dengan umbi-umbi yang lain-lainnya. Umbi
gembili yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gembili (Dioscorea
esculenta) jenis jahe yang diperoleh dari kebun budidaya masyarakat desa
Somagede Kabupaten Banyumas.
1.4.2 Analisis Kadar Inulin
Inulin merupakan polimer-polimer dari fruktosa yang mengangdung ikatan
glikosidik. Inulin yang diberikan per oral pada tikus dalam penelitian ini
merupakan hasil ekstraksi dari umbi gembili. Analisis kadar inulin yaitu dengan
melihat kadar inulin tertinggi pada urin serta melihat laju ekskresi inulin yang
diperoleh melalui penampungan urin tikus selama 6 jam, 12 jam, 24 jam, dan 48
jam setelah pemberian ekstrak umbi gembili secara oral.
4

1.4.3 Ekstrak Inulin Umbi Gembili


Ekstrak inulin umbi gembili merupakan ekstrak dari tepung umbi gembili
yang dilarutkan dengan aquades dan CMCNa untuk mendapatkan ekstrak inulin.
Proses ekstraksi umbi gembili dilakukan di laboratorium Biokimia dan
laboratorium Fisiolgi Tumbuhan Universitas Negeri Semarang.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Mengetahui kadar inulin pada urin tikus setelah pemberian ekstrak umbi
gembili (Dioscorea esculenta) secara per oral.
2 Mengetahui laju ekskresi inulin ekstrak umbi gembili (Dioscorea esculenta)
dalam urin tikus setelah pemberian per oral.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai dasar menentukan frekuensi pemberian ekstrak umbi gembili.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Gembili

Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan umbi dari keluarga Dioscorea.


Kelompok Dioscoreaceae yang ada di Indonesia meliputi Dioscorea alata,
Dioscorea hispida, Dioscorea pentaphylla, dan Dioscorea bulbilfera. Keluarga
Dioscoreacea mempunyai keunggulan dapat tumbuh di bawah tegakan hutan
tetapi sampai saat ini masih merupakan tanaman subsiten, yaitu bukan tanaman
pokok yang dibudidayakan, karena pemanfaatannya masih terbatas. Keunggulan
dari kelompok dioscorea adalah mengandung senyawa bioaktif atau senyawa
fungsional, selain komponen yang berperan sebagai bahan pangan.

Gembili (Dioscoreaesculenta) mempunyai beberapa nama daerah, di


antaranya gembili, sudo, ubi aung, ubijaue, huwi, butul, dan lain-lain. Jenis ubi-
ubian ini berasal dari Indo China, kemudian menyebar ke Asia Tenggara,
Madagaskar, India Utara, dan Papua. Jenis tersebut dapat hidup di dataran
rendah hingga ketinggian 700 m mdpl. Di Afrika Barat ubinya dipakai sebagai
industri pati dari alkohol. Umbi yang kecil disebut gembili, sedangkan umbi
yang besar disebut gembolo. Pada umumnya dibudidayakan sebagai usaha
sambilan saja. Pada musim kemarau mengalami masa istirahat selama 1-6 bulan.
Menjelang musim hujan, umbi akan bertunas dan dipergunakan sebagai bibit.
Perbanyakan dapat dilakukan selain dengan umbinya, juga dapat dilakukan
dengan stek batang. Umbi gembili dapat mulai dipanen pada umur 8-9 bulan
setelah masa tanam (Hanarida dkk, 2005).

5
6

Gambar 1. Umbi Gembili (Dioscorea esculenta)

Kedudukan taksonomi gembili menurut Burkill (1917) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Phylum : Angiospermae
Class : Liliatae
Subclass : Liliadae
Ordo : Liliades
Familia : Dioscoreaceae
Genus : Dioscorea
Spesies : Dioscorea esculenta
Gembili merupakan jenis tumbuhan yang berbuah di bawah tanah. Jenis
umbi ini tumbuh merambat dan dapat mencapai tinggi antara 3-5 m dengan daun
berwarna hijau dan batang berduri di sekitar umbi serta terdapat duri berwarna
hitam. Umbi gembili menyerupai ubi jalar dengan ukuran sebesar kepalan tangan
orang dewasa, berwarna coklat muda dan berkulit tipis. Umbi tersebut berwarna
putih bersih dengan tekstur menyerupai ubi jalar dan rasa yang khas. Kulit
kupasan umbi dan umbi hasil buangan atau sisa juga dapat digunakan sebagai
pakan ternak atau bahkan cadangan makanan saat terjadi paceklik. Umbi tanaman
gembili umumnya digunakan sebagai sumber karbohidrat setelah dimasak atau
dibakar. Umbi tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran sayuran
setelah dimasak, direbus atau digoreng, dan dijadikan makanan pokok pengganti
beras. Umbi gembili memiliki karakteristik sebagai berikut:
7

Karakteristik Keterangan

Bentuk Bulat lonjng, kecil-kecil

Panjang 5 - 10 cm

Diameter 2.7 – 4 cm

Berat umbi 50 - 150 gr

Warna kulit Coklat muda, sedikit akar

Warna daging Putih bersih


Tabel 1. Karakteristik Umbi Gembili (Dioscorea esculenta)

Selain mengandung karbohidrat, protein, vitamin, gembili juga mengandung


senyawa inulin dengan kadar yang tinggi dibandingkan dengan umbi-umbian
yang lain (jenis Dioscorea).

2.1.2 Inulin
Inulin merupakan senyawa yang melimpah di alam setelah pati (Franck,
2003). Inulin termasuk senyawa yang potensial untuk dikembangkan. Potensi
utama inulin adalah dapat dijadikan high fructose syrup (HFS) dan fmcto-
oligosaccharides (FOS) (Ricca et al., 2007; Yuan el a1.,2006). HFS dan FOS
merupakan senyawa yang penting pada industri makanan, minuman, dan farmasi
(Tohamy, 2006). Inulin adalah salah satu karbohidrat yang berfungsi sebagai
prebiotik yang efektif, yaitu didefinisikan sebagai komponen pangan yang dapat
larut dalam air namun tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan
mamalia sehingga mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur dan
dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang
menguntungkan di dalam saluran pencernaan (Roberfroid, 1995). Inulin sangat
luas penggunaannya di dalam industri pangan, baik di Eropa, USA,
Canada,maupun Indonesia sebagai komponen (ingredient) dari berbagai jenis
produk pangan. Pemanfaatan inulin tersebut dapat digunakan sebagai pengganti
8

gula dan lemak yang menghasilkan kalori lebih rendah. Inulin dapat digunakan
sebagai komponen dari diet rendah lemak dan produk-produk rendah lemak.
Berikut merupakan struktur inulin

Gambar 2. Struktur Inulin

Inulin terdapat pada umbi tanaman dahlia, akar chicory (Chicorium


intybus), dan umbi Jerussalem artichoke (Helianthus tuberosus) dalam jumlah
besar (Franck, 2003). Inulin juga terdapat pada pisang, bawang perai, bawang
merah, bawang putih dan gandum dalam jumlah sedikit. Inulin yang berasal dari
umbi gembili (Dioscorea esculenta), mampu menurunakan kadar glukosa darah
tikus diabetik (Yuniastuti et al 2017). Ekstrak polisakarida larut air (PLA) pada
umbi gembili (Dioscorea esculenta) ini dapat membantu menurunkan kadar
glukosa darah pada model tikus dengan kondisi hiperglikemia (Harjiono et al.,
2012). Mekanisme Inulin dalam menurunkan kadar glukosa darah terdapat
beberapa tahap. Tahap pertama adalah memperlambat pengosongan lambung
dan menghambat penyerapan glukosa di usus halus. Inulin dapat mengurangi
kadar glukosa sesudah makan, saat puasa, dan juga dapat memperbaiki profil
insulin. Inulin dan serat dalam umbi gembili dapat meningkatkan viskositas
dalam saluran pencernaan. Peningkatan viskositas dalam pencernaan dianggap
sebagai faktor utama yang mempengaruhi kecepatan penyerapan glukosa.
Mekanisme kedua adalah inulin terfermentasi dalam usus besar menghasilkan
Short Chain Fatty Acid (SCFA). Inulin tidak berinteraksi dengan enzim
pencernaan dan tetap utuh hingga mencapai usus besar. Konsentrasi dan jumlah
9

SCFA dalam caecum dan kolon lebih tinggi ketika subtrat fermentasi ini adalah
serat pangan.
Dalam tubuh, inulin di distribusikan pada beberapa organ/ jaringan.
dihidrolisis dan diserap dalam usus halus. Di usus halus, Inulin memiliki
pengaruh dalam meningkatkan kerja vili usus serta memperbaiki parameter
darah, khususnya kolesterol dan glukosa dalam darah. Di usus halus, kandungan
inulin dapat bertahan lama yang kemudian difermentasi di usus besar. Di usus
besar, inulin di hidrolisis dan difermentasikan oleh mikroflora. Pada ekskresi
berupa feses inulin yang di fermentasikan sebesar 36,62-65%, sedangkan pada
urin sebesar 1%.
Kadar inulin dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya secara
spektofotometri. Pada cara ini, inulin dilarutkan dalam air panas dan dihidrolisis
dengan bahan lainnya.
2.1.3 Tikus Wistar
Tikus putih (Rattus norvegicus) atau yang dikenal sebagai Norway rat
merupakan hewan percobaan yang sering digunakan pada penelitian biomedis,
pengujian, dan pendidikan. Hal ini dikarenakan genetik yang terkarakteristik
dengan baik, galur yang bervariasi dan tersedia dalam jumlah yang banyak.
Tikus dan mencit untuk kepentingan penelitian atau laboratorium merupakan
jenis albino yang kehilangan pigmen melaninnya, sifat tersebut menurun pada
anak-anaknya (Barnett dan Anthony 2002). Taksonomi tikus putih menurut
Malley dan Komsara 2003, adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Devisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
10

Gambar 3. Tikus Putih Jantan Galur Wistar


Tikus wistar merupakan salah satu galur tikus paling populer yang
digunakan untuk penelitian laboratorium yaitu sebagai model dalam penelitian
biomedik (Johnson, 2012). Tikus wistar (albino) dikembangkan pertama kali di
Wistar Institute Philadelphia pada tahun 1906 dengan nama katalog WISTARAT
(Wistar Institute 2016). Karakteristik dari tikus wistar adalah kepala tikus yang
lebar, telinga panjang, dan memiliki panjag ekor yang kurang dari panjang
tubuhnya. Tikus wistar lebih aktif (agresif) dari pada jenis tikus lain seperti tikus
Sprague-Dawley (Sirosis, 2005).

2.1.4 Farmakokinetika
Farmakokinetika berasal dari kata pharmacon (obat) dan kinetics (sesuatu
yang berubah dengan bertambahnya waktu). Farmakokinetika adalah ilmu yang
mempelajari pergerakan obat di sepanjang tubuh serta proses perubahan bentuk
dan metabolisme obat dalam tubuh. Konsep farmakokinetika sangat penting
diaplikasikan dalam rangka pengembangan obat baru. Proses kenetika nya
meliputi absorbsi, distribusi dan eliminasi yaitu metabolisme dan ekskresi obat
(Nasution, 2015).

Pelepasan Obat dalam Obat dalam


obat dan sistem sirkulasi jaringan
pelarutan

Ekskresi dan Efek Farmakologi


metabolisme atau klinis
11

Gambar 4. Hubungan dinamik obat, produk obat, dan efek farmakologi (Shargel
dan Andrew, 1998).

Terdapat dua proses padafase farmakokinetika yaitu proses invasi dan


evasi (eliminasi). Invasi adalah proses pengambilan obat dari tubuh yang
meliputi absorpsi dan distribusi, sedangkan proses evasi merupakan penurunan
konsentrasi obat dari dalam tubuh meliputi biotransformasi dan ekskresi
(Mutschler, 1999). Menurut Shargel dan Andrew (1988), Parameter
farmakokinetik yang digunakan untuk menggambarkan model farmakokinetika
suatu obat bergantung dari kerumitan proses dan rute pemberian obat
2.1.5 Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi
1. Adsorbsi
Adsorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain (Setiawati,
2008).
Laju dan jumlah absorbsi obat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung,
pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorbsi. Laju absorbsi obat
ini dapat digambarkan secara matematik sebagai suatu proses order kesatu atau
order nol. Dalam model farmakokinetik ini sebagian besar menganggap bahwa
absorbsi obat mengikuti order kesatu, kecuali apabila anggapan absorbsi order nol
memperbaiki model secara bermakna atau teruji dengan percobaan. (Shargel dan
Yu, 2005). Penyerapan obat merupakan salah satu parameter farmakokinetik,
dimana obat masuk ke dalam sirkulasi darah serta terikat pada reseptor di dalam
jaringan dan akhirnya akan di eliminasi.
2. Distribusi
Obat yang telah melalui hati bersamaan dengan metabolitnya disebarkan
secara merata ke seluruh jaringan tubuh, khususnya melalui peredaran darah.
12

Lewat kapiler dan cairan ekstra sel (yang mengelilingi jaringan) obat diangkut ke
tempat kerjanya di dalam sel (cairan intra sel) yaitu organ atau otot yang sakit.
Dalam proses distribusi, obat akan melakukan aktivitasnya dalam tubuh jika
kosentrasi setempatnya cukup tinggi selama waktu yang cukup lama dan memiliki
penyaluran darah yang baik.
3. Metabolisme
Setelah proses distribusi (penyaluran obat ke tubuh/organ), maka di dalam
organ tersebut obat akan di metabolisme. Metabolisme obat terutama terjadi di
hati. Tempat metabolisme yang lain adalah dinding usus, ginjal, paru, darah, otak,
kulit, dan juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah
mengubah obat yang non polar menjadi polar agar dapat diekskresi melalui ginjal
atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif,
tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif atau menjadi toksik (Setiawati, 2008).
Reaksi metabolisme terjadi karena reaksi fase I dan reaksi fase II dimana
reaksi fase I berfungsi untuk mengubah molekul lipofilik menjadi molekul yang
lebih polar. Metabolisme fase I bisa meningkatkan, mengurangi, atau tidak
mengubah aktivitas farmakologik obat (Mycek et al, 2001). Sedangkan reaksi fase
II terjadi proses reaksi penggabungan (konjugasi). Dalam proses ini molekul obat
bergabung dengan suatu molekul yang terdapat di dalam tubuh sambil
mengeluarkan air, misalnya dengan zat-zat alamiah seperti asetilasi, sulfatasi,
glukuronidasi, dan metilasi (Tjay dan Rahardja 2007).
4. Ekskresi
Zat-zat dalam bentuk ion akan diekskresikan dengan mudah melalui urin
dan zat-zat lipofil serta zat-zat yang tak terionisasi akan dieksresikan lebih lambat
sehingga pada proses biotranformasi untuk meningkatkan sifat hidrofilnya
dimasukkan gugus –OH dan atau –COOH pada molekul zat tersebut. Pengeluaran
obat atau bahan obat yang masuk ke dalam tubuh diekskresikan melalui urin,
umumnya yang dikeluarkan melalui urin adalah metabolit. Obat atau bahan obat
dapat diekskresi melalui kulit dikeluarkan bersama keringat, paru-paru
dikeluarkan melalui pernapasan hal ini terjadi pada zat-zat yang mudah menguap
seperti alkohol, dan melalui empedu yang dikeluarkan oleh hati (Tjay dan
13

Rahardja, 2002). Mekanisme eksresi obat pada ginjal melalui transpor pasif dan
transpor aktif. Transpor pasif terjadi pada proses filtrasi di glomeruli obat dan
metabolitnya yang larut dalam plasma akan melewati dinding glomeruli secara
pasif dengan ultrafiltrat. Filtrat akan dipekatkan dalam tubuli dan zat-zat lipofil
akan berdifusi kembali secara pasif melalui membrane sel ke dalam darah
sehingga tidak mengalami ekskresi, kemudian zat-zat hidrofil akan dieksresi
melalui urin. Proses transpor aktif tubuli mensekeresikan secara aktif zat-zat
tertentu misalnya ion asam organis seperti vitamin C, penisilin, asan salisilat, dan
probenesid dengan bantuan enzim pengangkut (Tjay dan Rahardja, 2002).
13

2.2 Kerangka Berfikir


 Sifat fisika kiia obat
Umbi Gembili yang  Membran
mengandung Inulin dapat Absorbsi Inulin di  pH lambung dan
berfungsi sebagai saluran pencernaan oleh usus
antidiabetes, anti kanker usus halus  waktu pengosongan
dan melawan radikal bebas lambung
 sirkulasi darah

Inulin dihidrolisis dan di


fermentasi oleh bakteri
pada umumnya di Usus
Besar

Ekskresi (dalam bentuk


feses) Inulin didistribusikan
pada organ dalam tubuh
mamalia

Ekskresi inulin melalui


ginjal dalam bentuk urin
14

2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
analisis kadar inulin pada urin tikus wistar (mengetahui kadar inulin dalam urin dan laju
ekskresi inulin) yang diberikan ekstrak umbi gembili (Dioscorea esculenta) per oral
dengan dosis tunggal dan secara time series.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2019 di Laboratorium
Biokimia, Fisiologi Tumbuhan dan Kandang Tikus Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi : Tikus jantan galur Wistar dengan berat rata-rata 180-200 gr
2. Sampel : 6 ekor tikus Wistar dengan berat rata-rata 180-200 gr

3.3 Variabel yang diukur


Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas : Dosis efektif (100mg/kgBB) ekstrak inulin umbi gembili
2. Variabel kontrol : Analisis kadar inulin dalam urin tikus pada jam ke 6,
12, 24, dan 48 setelah pemberian per oral

3.4 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah time
series design dengan menggunakan dosis tunggal dan melakukan analisis
kandungan inulin dalam urin tikus menggunakan teknik spektrofotomeri.
Penelitian dengan time series design hanya menggunakan satu kelompok
pengamatan. Sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol (Sugiyono, 2013).
Desain time series yang akan dilakukan dalam peneitian ini, sebagai berikut:

X O1 O2 O3 O4

15
16

Keterangan:
X : Pemberian oral ekstrak inulin umbi gembili dosis tunggal
O1 : Pengukuran inulin pada urin tampung 6 jam
O2 : Pengukuran inulin pada urin tampung 12 jam
O3 : Pengukuran inulin pada urin tampung 24 jam
O4 : Pengukuran inulin pada urin tampung 48 jam

3.5 Alat dan Bahan


3.5.1 Alat yang digunakan dalam penelitian:
1. Kandang tikus untuk memelihara dan aklimatisasi
2. Kandang metabolisme diameter 25cm untuk menampung sampel urin
3. Botol minum untuk minum tikus selama tahap pemeliharaan
4. Alat sonde
5. Spet untuk mengukur urin tampung
6. Tube ukuran 1.5 ml
7. Alat sentrifugs
8. Plastik
9. Tali untuk mengikatkan plastik
10. Neraca ohaus
11. Spektrofotometer
12. Blender
13. Label
14. Shaker
15. Oven
16. Kertas saring
3.5.2 Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini:
1. Umbi gembili
2. Aquades
3. Ethanol
4. Tikus jantan putih galur Wistar dengan berat rata-rata 180-200gr
5. Larutan standar
17

3.6 Prosedur Penelitian


3.6.1 Persiapan penelitian
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi sebanyak 6 buah
kandang metabolisme dibersihkan, disusun dengan bagian tengah diberi jaring
untuk menampung feses agar tidak masuk tercampur dengan urin.
Mempersiapkan Spektrofotometri untuk analisis profil inulin dalam urin tikus.

3.6.2 Pembuatan Pati Gembili, Tepung Gembili, Ekstraksi Inulin, dan Analisis Kadar
Inulin
1. Pembuatan Pati Gembili, dan Tepung Gembili
Pembuatan pati gembili diawali dengan persiapan umbi gembili. Umbi
gembili dicuci bersih hingga kotorannya hilang. Setelah dicuci bersih, mengupas
kulit umbi gembili hingga bersih. Kemudian potong kecil-kecil agar memudahkan
saat diblender. Blender potongan umbi gembili dengan menambahkan air dengan
perbandingan umbi:air = 1:2 hingga menjadi bubur umbi. Bubur umbi diletakkan
dalam beker glass kemudian dilakukan pemanasan menggunakan waterbath
dengan suhu 80-900C selama 30 menit. Setelah dipanaskan, diamkan dan disaring
hingga mendapatkan sari umbi gembili yang diletakkan dalam wadah (beker
glass). Tambahkan etanol 90%, dan endapkan pada suhu -100C selama 24 jam.
Setelah mendapatkan endapan, lalu di sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm
selama 15 menit. Hasilnya akan terdapat endapan inulin.
Selanjutnya, mengambil endapan inulin dan menambahkan air 1:2.
Campuran endapan inulin dengan air dipanaskan dalam waterbath dengan suhu
80-900C selama 60 menit. Setelah dipanaskan dalam waterbath, kemudian
diamkan dan disaring. Hasil ekstrak dari penyaringan ditambahkan etanol 90%
dengan perbandingan 1:3. Diamkan dan endapkan pada suhu -100C selama 24
jam. Hasil endapan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit
menggunakan tabung reaksi kecil yang dimasukkan dalam alat sentrifugs. Setelah
mendapatkan hasil sentrifugasi, dilakukan pengeringan menggunakan oven pada
18

suhu 50-600C selama 10 jam. Hasil pengeringan berupa inulin bubuk/tepung


gembili.
2. Ekstraksi inulin
Menyiapkan tepung umbi gembili. Tepung umbi gembili ditambahkan air
dengan perbandingan 1:2 (b/v) yaitu 1kg tepung : 2 liter air. Campuran tepung
dengan air dididihkan pada suhu 80-900C selama 30 menit. Setelah selesai
dididihkan, diamkan dahulu agar tidak terlalu panas. Menyaring hingga diperoleh
pati umbi gembili. Selanjutnya pati umbi gembili ditambah etanol 90% 1:3 (b/v),
yaitu 100 gram pati : 300 ml etanol 90%. Campuran pati gembili dan etanol
diendapkan pada suhu -100C selama 24 jam. Mengambil endapan dan disentrifus
dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.
3. Analisis Kadar Inulin
Satu ml filtrat umbi gembili dengan ditambahkan 0,2ml sistein 1,5% dan
6ml H2SO4 70% dikocok. Kemudian menambahkan karbazol 0,12% dalam
larutan etanol. Kemudian dipanaskan pada suhu 600C selama 10 menit. Setelah
dipanaskan, dinginkan dan ukur absorbansinya pada panjang gelombang 560 nm.
Kurva standar dibuat dengan menggunakan contoh yang mengandung inulin lebih
dari 20 µg/ml.

3.6.3 Hewan coba


Penelitian ini menggunakan sebanyak 6 ekor tikus jantan galur wistar
berumur 2-3 bulan dengan berat rata-rata 180-200 gr. Jumlah hewan uji
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zhi et al. (2016) menggunakan 6
ekor tikus jantan galur wistar sebagai hewan uji dengan mengumpulkan urin 6
jam, 12 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah pemberian oral pada keenam tikus
sehingga memperoleh 24 sampel urin.
19

3.6.4 Pembuatan Larutan Stock


Penelitian ini menggunakan rutin sebagai larutan stock. Pembuatan
larutan stock dengan cara membuat larutan etanol 96% dan menimbang inulin
per berat badan tikus. Kemudian membuat suspensi larutan NaCMC yang
dilarutkan dalam aquades dan membuat larutan stock ekstrak dengan
menimbang 1gr ekstrak yang dilarutkan dalam 10ml NaCM.

3.6.5 Alur penelitian


1. Memasukkan enam ekor tikus ke dalam 6 kandang metabolisme, masing-masing
kandang berisi 1 ekor tikus dan diberi kode A,B,C,D,E, dan F.
2. Memberikan ekstrak inulin umbi gembili secara oral dengan dosis tunggal 100
mg/kgBB perekor tikus setiap har.
3. Bagian bawah kandang metabolisme diberi plastik untuk menampung urin dan
diikat dengan tali rafia
4. Mengambil sampel urin tikus pada jam ke 6, 12, 24, dan 48 setelah perlakuan per-
oral
5. Mengukur volume urin menggunakan spet ukuran 10 ml dan mengukur volume air
minum dalam botol menggunakan gelas ukur
6. Sampel urin dimasukkan ke dalam mikrotube ukuran 1,5 ml
7. Sampel urin disimpan dalam freezer -200C
8. Analisis dengan Spektrofotometer
20

3.6.6 Uji Inulin dalam Urin Tikus Menggunakan Spektrofotometer


Sampel urin sebanyak 24 sampel setiap sampel ditambahkan 1 ml
ZnSO4.7H2O 10%, dan ditambahkan 1 ml NaOH 0,5%. Larutan digoyangkan
secara perlahan hingga homogen. Setelah tercampur dan homogen, kemudian
saring menggunakan kertas saring sampai bebas dari bahan inuloid. Ambil 2 cc
hasil penyaringan dan masukkan dalam tabung kalorimeter.
Untuk uji pada urin, urin hasil tampung dilakukan proses deproteinisasi
Somogyi agar kandungan protein yang hadir dapat menghilangkan warna urin.
Filtrat tersebut diencerkan menggunakan air suling sampai menandung 0,25-30
mg% inulin. Filtrat urin encer ditambahkan 1cc reagen dan 7cc resorsinol tiourea
dari total 30% asam klorida untuk setiap tabung. Campur bahan sampel dan
melakukan pengocokan lembut , kemudian letakkan dalam waterbath dengan
suhu 80o selama 10 menit. Setelah 10 menit pindahkan tabung pada suhu ruang
sambil direndam air selama 5 menit pada kondisi gelap. Keringkan bagian luar
tabung, dan uji menggunakkan spektrofotometer (membaca serapan)
menggunakan filter dengan transmisi maksimum cahaya/ panjang gelombang
520nm untuk menetapkan kadar inulin dalam urin tikus. Dalam metode analisis
inulin pada urin ini, diperlukan blanko.
DAFTAR PUSTAKA

Barnett S., Anthony. 2002. The Story of Rats: Their Impact on Us and Our Impact on
Them. Crows Nest NSW: Allen and Uwin.
Hanarida I., M Hasanah., dan H Kurniawan. 2005. Teknik Konservasi ExSitu
Rejuvinasi, Karakterisasi, Evaluasi, Dokumentasi, dan Pemanfaatan Plasma
Nutfah. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
Bogor.
Harjiono E T., Sunarharum W B., Suwia I K. 2002. Efek Hipoglikemik Polisakarida
Larut Air Gembili (Dioscorea esculenta) yang Diekstrak dengan Berbagai
Metode. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 23 (1): 1-8.
Kumar G P., A Kunamnei., T Prabhakar., and Ellaiah. 2005. Optimization of Process
Parameters for the Production of Inulinase from a Newly Isolated Aspergillus
Niger AUP19. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 21: 1359-
1361.
Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC and Fisher, BD, 2001, Farmakologi: Ulasan
Bergambar, Edisi 2. New Jersey, p. 101-103.
Ou-yang Zhen C X., Wei Yuan., Qi Zhang W W., Zhao M., dan Juan Jin-ao. 2013.
Pharmacokinetic Study of Rutin and Quercetin in Rats After Oral
Administration of Total Flavones of Mulberyy Leaf Extract. Rev Bras
Farmacogn, 23: 776-782.
Prabowo A Y., Teti E., dan Indria P. 2014. Umbi Gembili (Dioscorea esculenta)
Sebagai Bahan Mengandung Senyawa Bioaktif. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 2: 3, 129-135.
Roberfoid M B. 2005. Introducing Inulin Type Fructans. British Journal of Nutrition,
93: 513-525.
Sardesai V M. 2003. Introdution to Clinical Nutrition. USA: Marcel Dekker, Inc.
Setiawati, A. 2008. Farmakologi dan Terapi. Pengantar Farmakologi, Edisi Kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Shargel, L., Yu, A., and Wu S. 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. 167 – 187.
Tjay T H dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

21
22

Tohamy E Y. 2006. Purification and Characterization of Exoinulinase Enzyme From


Streptomyces grysenus. Pakistan Journal of Biological Sciences, 9 (5): 911-
916.
Winarti S., Harmayani E., dan Nurismanto R. 2011. Karakteristik dan Profil Inulin
Beberapa Jenis Uwi (Dioscorea sp). Agritech. 31: 4, 378-382.
Yuniastuti AR., R S Iswari. 2018. Isolasi dan Identifikasi Inulin dan FOS dari
Dioscorea esculenta. Semarang: Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Negeri Semarang

Anda mungkin juga menyukai