Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang terpenting di

Indonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 34 Propinsi, dengan jumlah

kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (16.000 kasus gigitan), serta

belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sesingga selalu

diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia

maupun pada hewan.

Virus rabies merupakan prototipe dari genus Lyssa-virus dari famili

Rhabdoviridae. Virus rabies termasuk golongan virus RNA. Sebagian besar

sumber penularan rabies ke manusia di Indonesia, disebabkan oleh gigitan anjing

yang terinfeksi rabies (98%) dan lainnya oleh kera dan kucing. Infeksi rabies baik

pada hewan maupun manusia yeng telah menunjukkan gejala dan tanda klinis

rabies pada otak (encephalomyelitis) berakhir dengan kematian.

Terdapat 10 provinsi sebagai daerah bebas rabies, dari 34 provinsi di

Indonesia yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI

Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Kalimantan Barat.

Ada tiga indikator yang digunakan dalam memantau upaya pengendalian rabies,

yaitu: kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), kasus GPHR yang diberi

vaksin anti rabies (VAR), dan jumlah kasus klinis Lyssa/rabies.

Sampai saat ini belum terdapat obat yang efektif untuk menyembuhkan

rabies. Akan tetapi dapat dicegah dengan pengenalan dini gigitan hewan penular

rabies dan pengelolaaan/penatalaksanaan kasus gigitan/pajanan sedini mungkin.


BAB II

KASUS

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. S

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Wombo Induk

Jaminan Kesehatan : BPJS

Tanggal Pemeriksaan : 11 Desember 2015

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Luka pada paha kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan luka pada paha kanan sejak ± 30 menit

sebelum ke Puskesmas. Paha pasien luka akibat digigit anjing saat pasien berjalan

pulang dari sekolah. Anjing tersebut tiba-tiba menyerang dan langsung menggigit
paha pasien. Setelah menggigit pasien, anjing tersebut langsung lari dan belum

bisa ditangkap. Luka berdarah (+), nyeri (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan serupa (-)

Riwayat Penyakit keluarga :

Keluhan serupa (-)

Genogram

Keterangan:

= Pasien

Riwayat Pengobatan : (-)

Kondisi Lingkungan :

Pasien tinggal di Desa Wombo Induk, dan bersekolah di Sekolah Dasar di


dekat rumahnya. Menurut orang tua pasien, terdapat banyak hewan anjing
disekitar perumahan pasien. Sebagian besar rumah di desa ini memiliki anjing
peliharaan untuk menjaga kebun tanaman penduduk. Namun orang tua pasien
kurang mengetahui apakah anjing-anjing tersebut sudah mendapatkan vaksin anti
rabies atau tidak.
PEMERIKSAAN FISIK

Status generalisata : Sakit Sedang

Tingkat kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :

Nadi : 100 kali/itmenit

Pernapasan : 20 x/men

Suhu aksilla : 37 °C

Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam. konjungtiva

anemis (-), sklera ikterus (-), pupil bulat isokor diameter

± 3 mm.

Tenggorokan – leher : Tonsil dan faring normal

Thoraks :

Inspeksi : Permukaan dada simetris kanan=kiri

Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (-), Vokal

Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor bilateral

Auskultasi : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki -/-,Wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi :Iktus cordis teraba di SIC V linea

midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung kesan normal


Auskultasi : BJ I/IIreguler, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar, benjolan (-)

Auskultasi : Peristaltik kesan normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak

teraba

Ekstremitas :

Atas :Deformitas (-), Akral Hangat (+)

Bawah : Regio femoralis dextra, tampak vulnus

morsum sebanyak 2 buah. Diameter luka

masing-masing 1,5cm dan 1cm, kedalamam

luka ± 1cm dan 0,5cm. Aktif berdarah (+),

edem di sekitar luka (+), nyeri tekan (+),

suhu kulit sekitar luka hangat.


Gambar 1. Lokasi gigitan anjing di paha kanan dan pencucian luka gigitan

DIAGNOSIS KERJA

Susp. Rabies ec. Animal Bite

ANJURAN PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan spesimen otak anjing di laboratorium

PENATALAKSANAAN

- Medikamentosa
o Amoxicilin syr 3x1 cth

o Paracetamol syr 3x1½ cth

o Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) + Serum Anti Rabies (SAR)

- Non Medikamentosa

o Cuci luka gigitan memakai sabun/deterjen dengan air mengalir

selama 10-15 menit

o Beri anti septik pada luka gigitan (povidoneiodine, alkohol 70%,

dll).
BAB III

PEMBAHASAN

Aspek Klinis

Pada kasus ini, pasien anak berumur 7 tahun datang ke PKM Wani dengan

keluhan luka pada paha kanan ± 30 menit sebelum ke Puskesmas. Paha pasien

luka akibat digigit anjing saat pasien berjalan pulang dari sekolah. Anjing tersebut

tiba-tiba menyerang dan langsung menggigit paha pasien namun setelah

menggigit pasien, anjing tersebut langsung lari dan belum bisa ditangkap.

Rabies juga disebut penyakit anjing gila merupakan penyakit infeksi akut

pada susunan saraf pusat (otak) yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini

merupakan penyakit zoonosa (zoonosis) yaitu penyakit infeksi yang ditularkan

oleh hewan ke manusia melalui pajanan atau Gigitan Hewan Penular Rabies

(GHPR) yaitu anjing, kera, musang, anjing liar, kucing.

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan

cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang

masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan

dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit,

kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).

Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun

di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti

di atas.
Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies

Gambar 1. Penanganan gigitan hewan

Gejala rabies :

1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri

ditenggorokan selama beberapa hari.


2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat

bekas luka. Kemudiandisusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang

berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan

gejala hiperhidrosis,hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.

Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya,

yang sangat khaspada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang

sangat terkenal diantaranya ialahhidrofobi.Kontraksi otot-otot Faring dan

otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangsensorik seperti

meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinarkemata

atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita. Pada stadium ini

dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa dan tahikardi. Gejala-gejala eksitasi

ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal.

4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi

Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,

melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena

gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejalaparesis

otot-otot pernafasan.

Masa inikubasi virus rabies dari masuk melalui gigitan sampai timbul

gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun. Pada umumnya 3-8
minggu. Menurut WHO rata-rata 30-90 hari. Variasi masa inkubasi ini

dipengaruhi oleh letak luka gigitan, semakin dekat dengan otak seperti diatas bahu

gejala klinis akan cepat muncul, juga kedalaman luka, jenis virus dan jumlah virus

yang masuk.

Gambar 2. Patomekanisme rabies

Penularan rabies pada manusia maupun hewan lain terjadi melalui GHPR

yang terinfeksi rabies, jilatan pada kulit yang lecet, cakaran, selaput lendir mulut,

hidung, mata, anus dan genitalia terutama oleh anjing (98%), kera, monyet, dan
kucing. Penularan dari orang ke orang langsung dapat terjadi melalui saliva/cairan

ludah penderita rabies mengenai/masuk ke mukosa orang lain.

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila

memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum

Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar

luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping

itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin anti tetanus,

anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR)

disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan

mempertimbangkan beberapa hal, seperti:

a. Luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak

berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi,

ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.

b. Luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka

berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu

(muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang

lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel).

c. Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies

atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada

kontak, maka tidak PERLU diberikan pengobatan VAR maupun SAR.


d. Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak

berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR

apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

Cara vaksinasi VAR Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) dilakukan

secara intramuskuler pada otot deltoid atau anterolateral paha (pada anak) dengan

dosis 0,5ml pada hari 0, 7, 21. Pada hari 0, vaksin diberikan 2x sekaligus pada

deltoid kanan & kiri. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR

sesudah digigit yaitu pemberian VAR pada hari 0,7,21 dan 90 beserta SAR dosis

tunggal bersamaan dengan pemberian VAR hari-0 dengan dosis 40IU/kg BB

(serum heterolog) sebelumnya harus di skin test, atau 20IU/kg BB (serum

homolog). Pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada daerah sekitar

luka dan setengah dosis intramuskuar yang berlainan dengan suntikan SAR.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat

Bilamana diketemukan satu kasus gigitan hewan, maka perlu diadakan

pelacakan terhadaphewan yang bersangkutan (melalui Dinas Peternakan

setempat), serta waspada adanyakemungkinan kasus-kasus gigitan tambahan yang

juga memerlukan tindakan pengamanansegera. Meskipun telah kita ketahui bahwa

kasus rabies pada manusia hampir selalu diakhiridengan kematian, namun sebagai

masyarakat dan petugas kesehatan kita harus memberikan perawatansemaksimal

mungkin pada penderita tersangka maupun telah positif rabies dengan tujuan

untuk meringankan penderitaan yangbersangkutan .


Dapat pula dilakukan pencegahan rabies dengan cara:

- Pemeliharaan hewan piaraan dilaksanakan penuh tangungg jawab dan

memperhatikan kesejahteraan hewan, tidak dibiarkan keluar pekarangan

rumah tanpa pengawasan dan kendali ikatan

- Berikan vaksin anti rabies pada hewan peliharaan secara berkala di Pusat

Kesehatan Hewan, dinas kesehatan hewan/peternakan atau ke dokter hewan

- Segera melapor ke puskesmas/rumah sakit terdekat apabila digigit oleh hewn

tersangka rabies

- Apabila melihat binatang dengan gejala rabies seperti perilaku hewan tak

mengenal pemiliknya, tak menuruti perintah pemiliknya, mudah berontak,

takut pada sinar sehingga hewan sembunyi di tempat redup/gelap, beringas,

menyerang objek yang bergerak, mata merah, liur berjatuhan, kelumpuhan

tenggorokan dan kaki, untuk segera laporkan pada Pusat Kesehatan Hewan

(Puskeswan), dinas peternakan.

- Aktif mengikuti penyuluhan mengenai bahaya gigitan binatang dan rabies,

agar masyarakat dapat mengetahui dan dapat melalukan penanganan awal

yang tepat jika ada kasus gigitan hewan disekitar lingkungannya.


BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

- Rabies juga disebut penyakit anjing gila merupakan penyakit infeksi akut

pada susunan saraf pusat (otak) yang disebabkan oleh virus rabies.

Penyakit ini merupakan penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia

melalui pajanan atau Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yaitu anjing,

kera, musang, anjing liar, kucing.

- Masi inkubasi virus pada umumnya 3-8 minggu. Menurut WHO rata-rata

30-90 hari. Variasi masa inkubasi ini dipengaruhi oleh letak luka gigitan,

semakin dekat dengan otak seperti diatas bahu gejala klinis akan cepat

muncul, juga kedalaman luka, jenis virus dan jumlah virus yang masuk.

- Pembersihan luka, pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti

Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) merupakan penanganan

pada kasus gigitan hewan.

Saran

- Pasien sebaiknya tetap menjadi kebersihan luka bekas gigitan untuk

mencegah infeksi sekunder.

- Masyarakat lebih aktif berperan pada pencegahan rabies dengan

melaporkan kasus gigitan anjing yang terjadi maupun tanda adanya anjing

gila disekitar lingkungan.


- Pihak Puskesmas sebaiknya menyediakan VAR dan SAR untuk

mengantisipasi adanya kejadian gigitan anjing sehingga pasien bisa

langsung segera ditangani.

- Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Peternakan untuk dilakukan

kegiatan vaksinasi binatang sebagai pecegahan penularan rabies.


Daftar Pustaka

1. KEMENKES RI. Situasi dan Analisis Rabies. 2014. Jakarta.

2. DEPKES RI. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanan Kasus Gigitan

Hewan Tersangka/Rabies di Indonesia. 2000. Jakarta.

3. Sudoyo, Setiyohadi, Alwi. Et.all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

2009. Jakarta: Internal Publishing.


LAPORAN KASUS

RABIES

Oleh :
NOVIA KARTIKA LESTARI
(N 111 13 014)

Pembimbing:
dr. FERAWATI ALTO, MM
drg. ELLI YANE. B, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2015

Anda mungkin juga menyukai