Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Singkong Karet

Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia.
Keunggulan dari tanaman ini adalah mudah tumbuh sekalipun pada tanah kering dan miskin
unsur hara serta tahan terhadap serangan penyakit maupun tumbuhan pengganggu (gulma).
Tanaman singkong ini juga mudah dibudidayakan karena perbanyakan tanaman ini umumnya
dengan stek batang (Suraya, 1996). singkong karet merupakan salah satu jenis singkong
beracun yang mengandung sianida (CN-) sehingga kurang dimanfaatkan, namun memiliki
berat 4 kali lipat berat singkong biasa.

Kandungan di dalam Daun Singkong Karet


Kandungan daun singkong diantaranya yaitu karet protein kasar 32,96 %, serat kasar
14,94 %, lemak 5,29 %, BETN 37,72 %, abu 8,37 % (Suraya, 1996). Singkong karet
mengandung racun yang dalam jumlah besar cukup berbahaya. Racun singkong yang selama
ini kita kenal adalah asam biru atau asam sianida. Baik daun maupun umbinya mengandung
suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru
atau HCN yang bersifat sangat toksik (Sosrosoedirdjo, 1993).
Kandungan sianida dalam singkong sangat bervariasi. Rata-rata kadar sianida dalam
singkong manis dibawah 50 mg/kg berat asal, sedangkan singkong pahit/racun diatas 50 mg/kg.
Menurut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg masih aman untuk dikonsumsi manusia
(Winarno, 1983).
Di samping itu singkong Karet mempunyal beberapa keunggulan diantaranya produksi
daunnya yang lebih tinggi karena fase vegetatif lebih panjang, tidak terjadi pembentukan umbi
clan tahan terhadap pemotongan daun, sehingga dapat menyediakan hijauan pakan ternak
secara lebih banyak clan kontinyu (Surayah, 1996).

Pakan daun singkong karet


Menurut Chapman (1998) Konsumsi pakan serangga diatur dan dipengaruhi oleh
konsentrasi nutrien tertentu didalam darahnya terutama asam amino dan gula. Defisiensi
nutrien menyebabkan hewan tersebut mencari pakan dan menentukan pakan. Setelah
mendekati pakan, hewan tersebut menggunakan organ sensornya dan reseptor kimiawi untuk
mengenali pakan. Susunan saraf pusat menerima rangsangan tersebut dan selanjutnya
ditanggapi dengan keputusan makan atau tidak.
Menurut Samsijah dan Kasumaputra (1975), kebutuhan utama larva sutera instar III
adalah air dan protein. Pada larva sutera IV dan V membutuhkan lebih banyak protein dan
karbohidrat terutama untuk pembentukan kelenjar sutera.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan Fitasari (2018) dapat menunjukkan
bahwa penggunaan jenis daun ketela pohon yang mendekati konsumsi daun Jarak yaitu daun
ketela pohon varietas Tambak Udang dan Karet dengan nilai konsumsi total 9.72±0.93 dan
10.04±0.77 g BK/ekor.

DAFTAR RUJUKAN
Chapman, R. F. (1998). The insects structure and function. 4th edition. United Kingdom:
Cambridge University Press.
Iskandar, S. A. & Fitasari, E. 2018. Pengaruh Perbedaan Tiga Jenis Daun Ketela Pohon
Terhadap Konsumsi Dan Konversi Pakan Ulat Sutera Samia cynthia. Universitas
Tribhuwana Tunggadewi, Malang
Samsijah, & Kusumaputra, A. S. (1975). Pemeliharaan ulat sutera (Bombyx mori L.) (Bagian
Per). Bogor: Lembaga Penelitian Hutan.
Surayah, A. 1996. Daun Singkong Dan Pemanfaatannya Terutama Sebagai Pakan Tambahan.
Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sosrosoedirdjo, R.S.. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Jakarta : CV. Yasaguna.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai