Anda di halaman 1dari 8

A.

Model Pengembangan Plomp


Rechey dan Nelson; Greeno, Collins dan Resnick adalah beberapa ahli pendidikan yang telah
atau pernah melakukan penelitian pengembangan (research and development) dalam bidang
pembelajaran (van den Akker, 1999). Teori-teori penelitian pengembangan banyak dikemukakan
oleh para ahli pendidikan misalnya oleh van den Akker, Nieveen, Berg, Moonen, dan Plomp dari
Universitas Twente Belanda; Gustafson, Reevers dari Universitas Georgia. Desain
pengembangannya bervariasi, yang satu mungkin berbeda dengan lainnya dipengaruhi oleh
karakteristik penelitian dan pendekatan penelitian yang dipakai.
Para ahli pendidikan memandang penelitian pengembangan (research and development)
berbeda dengan jenis penelitian lainnya. Pendekatan penelitian misalnya eksperimen, survey, dan
analisis korelasional oleh van den Akker (1999) digolongkan dalam pendekatan penelitian
tradisional yang memfokuskan pada pengetahuan diskriptif dan kurang menekankan pada
kepraktisan. Berbeda dengan penelitian tradisional, penelitian pengembangan menekankan pada
keduanya kontribusi praktis (practical constribution) dan kontribusi ilmu pengetahuan (scientific
constribution). Menurut Visscher-Voerman, Gustafson, dan Plomp (1999) paradigma penelitian
pengembangan terdiri dari empat paradigma: (1) paradigma instrumental (instrumental paradigm);
(2) paradigma komunikatif (communicative paradigm); (3) paradigma pragmatis (pragmatic
paradigm); dan (4) paradigma artistik (artistic paradigm).
Karakteristik dari paradigma instrumental adalah planning-by-objective, yakni rencana yang
didasarkan pada tujuan. Analisis kebutuhan dan masalah dilakukan di awal proses pengembangan.
Rumusan tujuan merupakan pusat dari model. Setelah merumuskan tujuan, menentukan alat-alat
yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Paradigma komunikatif ditentukan oleh keterlibatan
orang-orang dalam penelitian. Mereka memiliki pendapat dan persepsi yang berbeda-beda tentang
produk yang akan dihasilkan dalam penelitian pengembangan. Dengan adanya keterlibatan sosial
dalam penelitian, menjadikan pencapaian dan kesimpulan penelitian diperoleh melalui konsensus
dari berbagai pihak. Dengan demikian proses pengembangan dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan
sosial antar subjek (inter-subject).
Plomp (1997) menyatakan: ”we characterized educational design in short as method within
which one is working in systematic way towards the solving of a ‟make‟ problem”. Karakteristik
dari desain bidang pendidikan sebagai metode yang didalamnya orang bekerja secara sistematik
menuju ke pemecahan dari masalah yang dibuat.‟ Alasan dari penggunaan desain Plomp karena
dipandang lebih luwes dan fleksibel. Setiap langkah dalam Model Plomp memuat kegiatan
pengembangan yang dapat disesuaikan dengan karakteristik penelitiannya. Model umum untuk
memecahkan masalah bidang pendidikan yang dikemukakan Plomp (1997), yang dalam makalah
ini disebut model Plomp pada gambar 1. sebagai berikut:

Gambar 1. Model Umum untuk Memecahkan Masalah Bidang Pendidikan (Sumber:


Plomp, 1997)
Model Plomp tersebut di atas terdiri dari fase investigasi awal (prelimenary investigation),
fase desain dan pembuatan prototipe (design or prototyping phase), fase realisasi/konstruksi
(realization/construction), dan fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), dan
implementasi (implementation). Uraian penjelasan kegiatan yang terkandung dalam setiap fase
disajikan sebagai berikut:

1. Tahap Investigasi Awal (Preliminary Research)


Salah satu unsur penting dalam proses desain adalah mendefinisikan permasalahan
(definiting the problem) yang ada. Pada tahap investigasi awal dibutuhkan penyelidikan dan
penjabaran dari berbagai kesenjangan yang ada. Istilah preliminary research juga dikenal dengan
analisis kebutuhan atau analisis masalah. Unsur-unsur penting dalam investigasi adalah
mengumpulkan dan menganalisis informasi, mendefinisikan masalah dan merencanakan kegiatan
selanjutnya dalam merancang alternatif pemecahan masalah. Adapun analisis kebutuhan atau
masalah yang dilakukan berdasarkan hasil tinjauan langsung ke lapangan, studi literatur, pendapat
para ahli, sehingga dihasilkan alternatif pemecahan masalah.
Menurut Plomp dan Nieveen (2013) tujuan pada tahap ini adalah sebagai berikut ini.
a. Mendapatkan informasi mengenai permasalahan yang ada dan kemungkinan alternatif
solusinya.
b. Penentuan kerangka solusi tentatif.
2. Tahap desain
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendesain pemecahan masalah yang dikemukankan
pada fase investigasi awal. Plomp (1997) menyatakan karakteristik kegiatan dalam fase ini adalah
turunan dari semua bagian-bagian pemecahan, membandingkan dan mengevaluasi dari berbagai
alternatif, dan menghasilkan pilihan desain terbaik yang menjanjikan. Desain merupakan rencana
kerja atau cetak-biru untuk direalisasikan dalam rangka memperoleh pemecahan pada fase
realisasi/konstruksi. Desain merupakan rencana tertulis atau rencana kerja dengan format titik
keberangkatan dari tahap ini adalah pemecahan direalisasikan atau dibuat.
3. Tahap realisasi/konstruksi (realization/construction)
Titik awal pada fase ini adalah realisasi pemecahan masalah dengan kegiatan konstruksi atau
produksi (Plomp, 1997), seperti perkembangan kurikulum atau produksi materi audio-visual.
4. Tahap tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision)
Suatu pemecahan yang dikembangkan harus diuji dan dievaluasi dalam praktik. Evaluasi
adalah proses pengumpulan, memproses dan menganalisis informasi secara sistematik, untuk
memperoleh nilai realisasi dari pemecahan. Plomp dan van den Wolde (1992) menyatakan: Tanpa
evaluasi tidak dapat ditentukan apakah suatu masalah telah dipecahkan dengan memuaskan
Berdasarkan pada data evaluasi yang telah terkumpul dapat ditentukan pemecahan yang
memuaskan dan yang masih perlu pengembangan. Hal ini berarti ada tambahan yang mungkin
diperlukan dalam fase-fase sebelumnya yang disebut siklus balik (feedback cycle). Siklus dilakuan
berulang kali sampai pemecahan yang diinginkan tercapai.
Plomp dan Nieveen (2013) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang
dapat dipilih dalam melakukan evaluasi formatif seperti berikut ini.
Gambar 2. Lapisan Evaluasi Formatif
(Sumber: Plomp and Nieveen, 2013)

1) Self evaluation dilakukan oleh peneliti dengan mengecek desain dari beberapa daftar checklist
pada karakteristik yang penting dari komponen prototipe yang dikembangkan.
2) Peninjauan oleh pakar (expert review) memberikan penilaian dan saran-saran terhadap produk
yang dikembangkan.
Peneliti
3) Evaluasi secara one to one pada peserta target yang representatif. beserta satu atau
beberapa target kelompok yang representatif bersama-sama melakukan penilaian terhadap
produk yang dikembangkan. Biasanya dilakukan secara face to face.
4) Kelompok kecil (small group) atau mikro-evaluasi. Kelompok kecil dari pengguna target seperti
peserta didik menggunakan bagian-bagian dari produk yang dikembangkan di luar
pengaturannya secara normal. Di sini kegiatan utama yang dilakukan evaluator adalah
mengamati dan mewawancarai responden.
5) Uji lapangan (field test) atau uji coba (try-out). Beberapa pengguna dalam kelompok terbatas
menggunakan produk pada kondisi yang sebenarnya. Jika evaluasi fokus pada praktikalitas
produk, maka kegiatan evaluasi yang dapat dilakukan berupa observasi, wawancara, dan
mengisi kuesioner. Jika evaluasi terfokus pada efektivitas dari produk, maka evaluator dapat
meminta laporan pembelajaran atau memberikan sebuah tes.
5. Tahap implementasi (implementation)
Setelah dilakukan evaluasi dan diperoleh produk yang valid, praktis, dan efektif; maka
produk dapat diimplementasikan untuk wilayah yang lebih luas. Plomp (1997) menyatakan:
“Solutions have to be introduced, in other words, have to be implemented.” Pemecahan (solusi)
harus dikenalkan. Dengan perkataan lain, harus diimpementasikan. Implementasi ini dapat
dilakukan dengan melakukan penelitian lanjutan penggunaan produk pengembangan pada wilayah
yang lebih luas.
Model Pengembangan Plomp sebagai salah satu model yang sering digunakan dalam
penerapannya ditemukan berbagai kelebihan dan kekurangan. Menurut Rochmat (2012)
kelemahan model Plomp yaitu tahapan model ini sedikit lebih rumit sehingga pengaplikasiannya
sedikit membutuhkan waktu serta tenaga yang lebih, sedangkan kelebihaan dari model Plomp yaitu
dikembangkan melalui tahapan yang tidak sederhana, sehinggi hasil dari pengembangannya lebih
bermutu dan teliti serta tahapan evaluasi sebelum implementasi yang dilakukan dapat menjamin
keefisiensian penerapan pengembangan yang dilakukan.

Contoh Model Pengembangan PLOMP


Contoh 1
Judul Penelitian: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi
Masalah Realistik untuk Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir sebagai Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII.
Penelitian Tesis ini ditulis oleh Dewa Made Mertayasa, Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Juli 2012. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan suatu produk berupa perangkat pembelajaran matematika
berorientasi masalah realistik untuk model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
sebagai upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII. Perangkat pembelajaran
yang dikembangkan meliputi buku siswa, buku petunjuk guru dan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Pengembangan perangkat pembelajaran ini mengikuti prosedur pengembangan
produk dari Plomp yang meliputi lima tahap yakni (1) investigasi awal, (2) desain, (3)
realisasi/konstruksi, (4) tes, evaluasi, dan revisi serta (5) implementasi. Berikut adalah uraian dari
ke lima tahap tersebut (Mertayasa, 2012).
1. Tahap investigasi awal
Tahap ini sering disebut dengan analisis kebutuhan atau analisis masalah. Pada tahap ini
dilakukan kegiatan mengumpulkan dan menganalisis informasi, mengidentifikasi masalah,
mengkaji model pembelajaran yang sedang berlangsung, dan merencanakan suatu kegiatan
lanjutan. Hal-hal yang dilakukan adalah mengobservasi pelaksanaan pembelajaran matematika
yang sedang berlangsung, mengkaji perangkat pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
matematika selama ini, memberikan kuesioner dan melakukan wawancara dengan guru
matematika kelas VIII untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran
matematika, dan mengumpulkan dokumen mengenai hasil belajar matematika siswa yang ditinjau
dari skor ulangan akhir semester dan ulangan harian. Dari hasil analisis, diupayakan solusinya
dengan menerapkan model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir. Agar penerapan
model pembelajaran tersebut dapat berjalan optimal, dikembangkan pula perangkat pembelajaran
matematika berorientasi pada masalah realistik. Salah satu materi matematika yang dapat
dikembangkan adalah materi mengenai bangun ruang sisi datar. Hal ini didasari atas pertimbangan
bahwa materi ini berkaitan dengan kehidupan siswa dan sangat memungkinkan dibuatkan
masalah-masalah matematika realistic
2. Tahap desain
Tahap ini bertujuan untuk mendesain pemecahan yang telah diidentifikasi pada tahap
investigasi awal. Kegiatan yang dilakukan adalah menyusun draf perangkat pembelajaran dan
instrumen yang diperlukan. Draf perangkat pembelajaran yang disusun meliputi buku siswa, buku
petunjuk guru, dan RPP. Sedangkan instrumen yang disusun meliputi: (a) lembar validasi meliputi
lembar validasi buku siswa, lembar validasi buku petunjuk guru, dan lembar validasi RPP, (b)
lembar keterlaksanaan perangkat pembelajaran, (c) angket respons siswa terhadap keterlaksanaan
perangkat pembelajaran, (d) angket respons guru terhadap keterlaksanaan perangkat pembelajaran,
dan (e) tes hasil belajar matematika siswa.
3. Tahap realisasi/konstruksi Solusi yang telah berhasil didesain pada tahap sebelumnya
direalisasi sehingga menghasilkan suatu prototipe. Dalam hal ini draf perangkat pembelajaran
yang telah tersusun, selanjutnya direalisasikan menjadi perangkat pembelajaran yang masih berupa
prototipe 1.
4. Tahap tes, evaluasi, dan revisi
Pada tahap ini, prototipe yang dihasilkan harus diuji dan dievaluasi dalam praktik. Dalam
hal ini perangkat pembelajaran yang berhasil direalisasikan dilihat kualitasnya, yaitu dengan
melakukan beberapa hal diantaranya: menguji validitas prototipe 1. Prototipe 1 yang dihasilkan
pada tahap realisasi diuji validitasnya oleh ahli (sebagai validator). Validator yang dimaksud
adalah dua orang dosen dari Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Analisis dilakukan
berkaitan dengan kesesuaian rancangan perangkat dengan kriteria validitas perangkat yang
ditetapkan. Berdasarkan hasil uji validitas kemudian dilakukan revisi (jika diperlukan) sehingga
diperoleh perangkat pembelajaran dalam bentuk prototipe 2. Kegiatan validasi dilakukan hingga
diperoleh perangkat pembelajaran dengan kategori valid. Setelah diperoleh perangkat
pembelajaran yang valid (prototipe 2) selanjutnya dilakukan uji coba lapangan. Kegiatan uji coba
ini bertujuan untuk memperoleh kepraktisan dan keefektivan dari perangkat pembelajaran yang
dikembangkan. Uji coba dilakukan pada pembelajaran matematika di kelas. Kegiatan uji coba
dibagi menjadi tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap pelaksanaan, observasi dan evaluasi,
serta refleksi.
6. Tahap implementasi
Tahap ini berkaitan dengan pengimplementasian prototipe final pada lingkup yang lebih
luas. Pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan hanya
sampai memperoleh prototipe final yang siap untuk diimplementasikan pada lingkup yang
lebih luas. Hal ini didasarkan atas pertimbangan: (a) keterbatasan waktu penelitian, (b)
memerlukan keterlibatan siswa yang banyak, dan (c) memerlukan beberapa sekolah yang
berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini tidak sampai pada tahap implementasi melainkan
hanya sampai pada uji coba lapangan yakni suatu upaya untuk melakukan evaluasi dan
revisi hingga diperoleh suatu prototipe final yang siap diimplementasikan pada lingkup
yang lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN
Plomp, Tj. 1997. Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds). Educational &
Training System Design: Introduction. Design of Education and Training (in
Dutch).Utrecht (the Netherlands): Lemma. Netherland.Faculty of Educational Science and
Technology, University of Twente.
Plomp, Tj & Wolde, J. van den. 1992. The General Model for Systematical Problem Solving. From
Tjeerd Plomp (Eds.). Design of Educational and Training (in Dutch). Utrecht (the
Netherlands): Lemma. Netherland. Faculty of Educational Science and Technology,
University of Twente. Enschede the Netherlands.
Plomp, T. 2013. An Introduction to Educational Design Research. Netherland: SLO.
Plomp, T; Nieven, N; Gustafon, K; Branch, R.M; dan van den Akker, J (eds). 1999. Design
Approach and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher.
Rochmat. 2012. Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika. Jurnal
Kreano, ISSN : 2086-2334 Diterbitkan Oleh Jurusan Matematika FMIPA UNNES Volume
3 Nomor 1, Juni 2012 (Online) (http// ipi.136826.pdf), diakses tanggal 29 Januari 2019

Mertayasa, D. M. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi

Masalah Realistik untuk Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir sebagai

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII. Tesis (Online), (http://

ejournal.undiksha.ac.id) diakses 22 januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai