Anda di halaman 1dari 11

A.

VALIDITAS

Menurut Standard (1999), Validitas atau kesahihan merupakan dukungan

bukti dan teori terhadap penafsiran skor tes sesuai dengan tujuan penggunaan tes

(dalam Mardapi, 2012: 37). Bila kita ingin mengukur kemampuan bahasa

seseorang, maka harus ada definisi tentang kenmapuan bahasa, dan definisi inilah

yang menjadi dasar untuk menafsirkan skor hasil tes. Menurut standard (1999),

apabila skor tes yang digunakan ditafsirkan lebih dari satu makna, maka setiap

penafsiran atau pemaknaan harus divalidasi (dalam Mardapi, 2012: 38). Proses

validasi merupakan pengumpulan bukti-bukti untuk memberi dasar saintifik

penafsiran skor tes. Menurut Cronbach (1971), sebenarnya dalam proses validasi

itu tidak bertujuan untuk memvalidasi tes, tetapi melakukan validasi terhadap

interpretasi data yang diperoleh melalui prosedur tertentu (dalam Mardapi, 2012:

39). Ketepatan interpretasi hasil suatu tes harus berdasarkan bukti-bukti yang

mendukung. Harus ada beberapa bukti validitas tes penting yang sesuai dengan

tujuan penggunaan tes. Bukti validitas itu diperoleh melalui akumulasi bukti-bukti

yang mendukung penafsiran skor suatu tes.

Tes yang baik harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah digunakan.

Bisa saja dikembangkan tes yang sangat akurat hasilnya, tetapi pelaksanaannya

memerlukan dukungan fasilitas dan kemampuan yang sulit dipenuhi. Oleh karena

itu, akurasi / kecocokan hasil suatu tes juga harus disertai dengan kemudahan

penggunaannya. Dalam riset penddikan, validitas merupakan hal yang sangat

penting karena berkaitan dengan kecocokan alat ukur dengan sasaran ukur, atau

sejauh mana alat ukur dapat benar-benar menggambarkan apa yang hendak

1
diukur. Menetapkan validitas sebuah tes dalam riset pendidikan merupkan hal

yang sulit karena variabel-variabel yang digunakan biasanya adalah konsep-

konsep abstrak, seperti intelegensi, motivasi, minat dan kedisiplinan. Konsep-

konsep ini tidak memiliki realitas yang konkret sehingga eksistensinya harus

diinferensi melalui sarana yang tidak langsung. Dari sifat kecocokan, validitas

dapat dibagi kedalam beberapa jenis, yaitu: content validity (validitas isi),

criterion validity (validitas kriteria) dan construct validity (validitas

konstruk/konsep).

Validitas isi membutuhkan analisis rasional dari orang yang ahli dalam

bidang yang dikembangkan alat ukur tersebut atau professional judgment.

Analisis validitas isi dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis

secara kualitatif dilakukan berdasarkan masukan dari para ahli melalui Focus

Group Discussion (FGD). Sedangkan analisis kuantitatif, salah satunya adalah

dengan melihat koefisien atau indeks.

Menurut Friedenberg, (1995), validitas kriteria adalah kemampuan suatu

tes untuk memprediksikan performansi pada pengukuran yang lain. Validitas ini

digunakan untuk memperbaiki alat ukur melalui uji coba alat ukur. Contohnya

TOEFL melalui komputer untuk menggantikan atau mendampingi TOEFL dengan

pensil dan kertas. Kriteria tersebut merupakan perilaku yang dapat digunakan

untuk memprediksi skor tes. Kriteria yang dimaksudkan dapat berupa alat tes lain

yang standar yang dapat mengukur atribut yang sama. Validitas kriteria

merupakan kecocokan di antara prediktor dengan kriteria. Ada dua sasaran ukur

yakni sasaran ukur prediktor (menghasilkan skor prediktor) dan sasaran ukur

2
kriteria (menghasilkan skor kriteria). Misalkan sasaran ukur prediktor adalah ujian

masuk penerimaan mahasiswa baru, sasaran kriterianya adalah keberhasilan

mereka sebagai mahasiswa. Validitas kriteria ditujukan kepada baik atau tidaknya

predictor (skor prediktor). Jika validitas kriteria baik, maka alat ukur prediktor

(skor prediktor) dapat digunkan untuk berbagai keperluan sejenis.

Konstruk merupakan suatu teori penting yang mendasari instrument. Pada

tes yang sama, dapat dibuat beberapa instrumen dengan konstruk yang berbeda

tergantung dari teori dan ahli yang mengembangkannya. Validitas konstruk

dikemukakan oleh L. J Cronbach dan P.E. Meehl pada tahun 1955. Validitas

konstruk menunjukkan seberapa tepat pengukuran suatu variabel terhadap

maksud sesungguhnya dari variabel tersebut. Variabel konstruk adalah variabel

yang abstrak yang merupakan hasil konstruksi para pakar, misalnya: intelegensi,

motivasi, minat dan kedisiplinan.

B. VALIDITAS ISI

Validitas isi membutuhkan analisis rasional dari orang yang ahli dalam

bidang yang dikembangkan alat ukur tersebut atau professional judgment.

Validitas ini memastikan bahwa pengukuran memasukkan sekumpulan item yang

memadai dan mewakili yang mengungkap konsep. Validitas isi pada pengukuran

adalah kecocokan diantara isi alat ukur dengan isi sasaran ukur (atribut). Agar

dapat dicocokkan, sasaran atribut perlu dideskripsikan secara cukup jelas. Untuk

keperluan pencocokan, biasanya isi sasaran ukur disusun dalam bentuk

spesifikasi, meliputi: bahan atau materi dan tujuan hasil belajar. Pencocokan

3
dilakukan butir demi butir melalui pencocokan dengan spesifikasi. Butir yang

dinilai tidak baik atau tidak penting dapat dibuang, diperbaiki atau diganti.

Semakin item skala mencerminkan kawasan atau keseluruhan konsep yang

diukur, semakin besar validitas isi. Validitas isi dilakukan untuk memastikan

apakah isi kuisioner suah sesuai dan relevan dengan tujuan studi. Perkiraan

validitas isi dari tes diperoleh dengan menyeluruh dan sistematis dalam

memeriksa item tes untuk menentukan sejauh mana mereka mencerminkan dan

tidak mencerminkan domain konten (Kowsalya dkk., 2012: 701). Bukti validitas

isi sering dijelaskan melalui: face validity (validitas tampang/wajah/muka) dan

logical validity (validitas logis).

Validitas tampang adalah validitas isi yang dasar dan sangat minimalis.

Gregory (1992) menjelaskan bahwa validitas tampang hanya sekedar tahap

penerimaan orang pada umumnya (pengguna tes) terhadap fungsi pengukuran tes,

serta tidak berhubungan dengan statistics validity seperti koefisien atau indeks.

Validitas tampang merupakan kecocokan wajah alat ukur dengan responden yang

menanggapinya, misalnya: alat ukur untuk anak kecil lebih cocok berbicara

tentang permainan sehingga bahasa didalam alat ukur harus sederhana serta

mudah dipahami, kemudian tulisan harus relatif besar dan alat ukur untuk para

manajer lebih cocok berbicara tentang saham, kurs valuta asing sehingga bahasa

didalam alat ukur harus sesuai dengan bahasa usahawan, kemudian tulisan

berukuran biasa saja. Kecocokan tampang bermanfaat untuk meningkatkan minat

untuk menanggapi pertanyaan di dalam alat ukur.

4
Analisis lanjutan setelah validitas tampang adalah validitas logis yaitu

prosedur penilaian kelayakan isi item melalui penilaian yang bersifat kulalitatif

oleh panel ahli. Prosedur ini selanjutnya menghasilkan validitas logis atau

merupakan tinggi rendahnya kesepakatan di antara para ahli yang menilai

kelayakan suatu skala pengukuran (Azwar, 2012: 112). Lawshe (1975)

mengusulkan rasio validitas isi atau Content Validity Ratio (CVR) untuk

mengukur derajat kesepakatan para ahli dari satu item yang dapat

mengekspresikan tingkat validitas konten melalui indikator tunggal yang berkisar

dari -1 sampai dengan 1.

C. KOEFISIEN/INDEKS RASIO VALIDITAS ISI – LAWSHE’S CVR

Lawshe’s CVR (Content Validity Ratio) merupakah salah satu metode

yang secara luas digunakan untuk mengukur validitas isi yang dikembangkan oleh

Lawshe (1975). Pendekatan ini pada dasarnya adalah sebuah metode untuk

mengukur kesepakatan di antara penilai tentang pentingnya item tertentu. Lawshe

(1975) mengusulkan bahwa setiap penilai atau Subject Matter Experts (SME)

yang terdiri dari panel juri untuk menjawab pertanyaan untuk setiap item dengan

tiga pilihan jawaban yaitu (1) esensial/penting, (2) sesuai tapi tidak

esensial/penting, (3) tidak diperlukan/tidak penting. Menurut Lawshe, jika lebih

dari setengah panelis menunjukkan bahwa item penting/esensial, maka aitem

tersebut memiliki setidaknya validitas isi. Formula yang diajukan oleh Lawshe :

5
N

CVR=
[ ( )]
ne −
2

( N2 )
-1 ≤ CVR ≤ 1

ne < ½ N => CVR < 0

ne = ½ N => CVR = 0

ne > ½ N => CVR > 0

dimana,

CVR : Content Validity Ratio

ne : Jumlah anggota panelis (SME) yang menjawab “penting”

N : Jumlah total panelis (SME)

Perhitungan CVR dilakukan pada tiap item. Skor CVR tiap item ini

selanjutnya dibandingkan dengan skor minimal CVR dengan taraf penerimaan

0,05 sebagaimana terdapat pada table berikut:

Tabel 1. Skor Minimal CVR dengan Taraf Penerimaan 0,05

6
Kategorisasi Nilai CVR Lawshe (1975) menyajikan sebuah tabel CVR nilai

minimum berdasarkan uji signifikansi satu pohak (one tail) dengan p = 0,05.

Karena nilai CVR tergantung pada jumlah panel, maka nilai CVR tergantung pada

jumlah panel yang digunakan . Sebagai contoh, Lawshe menyimpulkan bahwa

nilai CVR dari 0,29 akan baik‐baik untuk 40 panelis yang digunakan, sebuah

CVR dari 0,51 akan cukup dengan 14 panelis, tapi CVR minimal 0,99 akan

diperlukan dengan tujuh atau lebih sedikit Panelis.

CONTOH KASUS:

Seorang peneliti ingin menguji validitas isi dari 1 item pertanyaan pada kuisioner.

Sebanyak 14 orang panel ahli (SME) dijadikan penilai dengan memilih 3 pilihan

jawaban yaitu: penting, sesuai tidak penting dan tidak diperlukan.

Tabel 2. Data Contoh Validitas Isi –Lawshe’s CVR

SME PENILAIAN
A Penting
B Penting
C Penting
D Penting

7
E Tidak penting
F Penting
G Penting
H Penting
I Penting
J Tidak penting
K Penting
L Penting
M Sesuai, tidak penting
Dari 14 orang SME, 11 orang menyatakan item tersebut penting, 1 orang

menyatakan sesuai tapi tidak penting dan 2 orang menyatakan tidak diperlukan.

Dari data tersebut dapat dihitung koefisien/indeks CVR sebagai berikut:

CVR=
[ ( )]
ne −
2

( N2 )
14

CVR=
[ ( )]
11−
2

( 142 )
CVR=0,5714

Nilai CVR positif menunjukkan bahwa setidaknya setengah panelis (SME)

menilai item ini penting/essensial. Semakin tinggi nilai CVR (positif) maka

semakin penting dan semakin tinggi validitas isinya. Koefisien/indeks CVR yang

diperoleh diatas (0,5714) lebih besar jika dibandingkan dengan skor minimal

(minimum value) CVR dengan taraf penerimaan 0,05 yang harus dicapai untuk 14

orang SME (0,51), sehingga menunjukkan bahwa item yang digunakan sudah

memenuhi validitas isi yang baik.

8
D. REFRENSI

Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lawshe, C. H. (1975). A Quantative Approach to Content Validity. Personnel

Psycology, (28), 563-575

Mardapi, D. (2012). Pengukuran Penilaian & Evaluasi Pendidikan. Cetakan 1.

Yogyakarta: Nuha Litera.

Sekaran, U. (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

9
Tugas Mata Kuliah: Konstruksi Instrumen

KOEFISIEN/INDEKS RASIO

VALIDITAS ISI – LAWSHE’S CVR

Oleh:

Widowati Pusporini (15701261007)

Andhita Dessy Wulansari (15701261012)

PROGRAM STUDI S3

10
PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

11

Anda mungkin juga menyukai