Anda di halaman 1dari 19

2.

Menghitung effect size


Pengukuran effect size dapat dikelompokkan ke dalam dua klasifikasi besar, yaitu
perbedaan mean yang distandardisasi dan ukuran asosiasi atau proporsi varians yang
dijelaskan. Juga dikenal sebagai (d family dan r family). Keduanya kemudian dapat
ditransformasi menjadi nilai f sehingga dapat dibandingkan satu dengan yang lain, selain juga
untuk mendapatkan ukuran effect size yang distandardisasi.
a. The d family: menilai perbedaan antar kelompok
Kelompok dapat dibandingkan pada variabel dikotomis atau kontinu. Ketika kita
membandingkan kelompok pada variabel dikotomis (misalnya, keberhasilan versus
kegagalan, diperlakukan versus tidak diobati, kesepakatan versus ketidaksepakatan),
perbandingan mungkin didasarkan pada probabilitas anggota kelompok yang diklasifikasikan
ke dalam salah satu dari dua kategori. Pertimbangkan eksperimen medis yang menunjukkan
bahwa kemungkinan pemulihan adalah p dalam kelompok perlakuan adalah q dalam
kelompok kontrol. Setidaknya ada tiga cara untuk membandingkan kelompok-kelompok ini:
 Pertimbangkan perbedaan antara dua probabilitas (p – q).
 Hitung rasio risiko atau risiko relatif (p/q).
 Hitung rasio odds (p/(1 – p))/(q/(1 – q)).
1) Kelompok dibandingkan pada hasil dikotomis
Untuk data dari studi prospektif, seperti uji coba secara acak, yang pada awalnya
dilaporkan sebagai jumlah kejadian dan non-kejadian dalam dua kelompok (2 x 2 tabel),
peneliti biasanya menghitung rasio risiko, rasio odds, dan/atau selisih risiko. Data ini dapat
direpresentasikan sebagai sel A, B, C, dan D, seperti ditunjukkan pada Tabel.
Tabel 2. 2. Nomenklatur untuk Tabel 2 x 2
Kejadian Bukan Kejadian N
Perlakuan A B n1
Kontrol C D n2

 Risk Difference (RD)


Perbedaan risiko adalah perbedaan antara probabilitas suatu peristiwa atau hasil
yang terjadi dalam dua kelompok. Kita dapat menghitung risiko suatu kejadian (seperti
risiko kematian) pada masing-masing kelompok (misalnya, diobati dan kontrol). Selisih
dalam risiko ini kemudian menjadi ukuran efek (selisih risikonya). Risk Difference adalah
selisih antara dua resiko, misalnya resiko pada kelompok treatmen adalaah 0,05 dan
resiko pada kelompok kontrol adalah 0,10, maka risk difference adalah -0,05.
Risk difference didefinisikan sebagai:
A C
RiskDiff = −
n1 n2
Dengan varian yaitu
AB CD
V RiskDiff = +
n31 n32
Sehingga standard error (SE) dari risk defference yaitu
SERiskDiff =√ V RiskDiff
 Risk or Rate Ratio (RR)
Risiko atau rasio tingkat atau risiko relative adalah membandingkan kemungkinan
suatu peristiwa atau hasil yang terjadi dalam satu kelompok dengan kemungkinan itu
terjadi di kelompok lain. Kita dapat menghitung risiko suatu kejadian (seperti risiko
kematian) pada masing-masing kelompok (misalnya, diobati dan kontrol). Rasio risiko ini
kemudian menjadi ukuran efek (risk ratio).
Formula untuk menghitung risk ratio adalah sebagai berikut:
A /n1
RiskRatio=
C/n2
Kemudian untuk menghitung log risk ratio adalah sebagai berikut
Log RiskRatio = ln (RiskRatio)
dengan varian yaitu:
1 1 1 1
V logRiskRatio = + + +
A n1 C n2
Dengan standard error (SE) yaitu
SElog Risk Ratio=√ V log Risk Ratio
 Odds Ratio (OR)
Rasio peluang, yaitu membandingkan peluang suatu peristiwa atau hasil terjadi
dalam satu kelompok dengan kemungkinan itu terjadi di kelompok lain. Kita dapat
menghitung kemungkinan kejadian (seperti rasio kematian terhadap kehidupan) di setiap
kelompok (misalnya, diobati dan kontrol).
Risk ratio dan odds ratio terkait erat tetapi menghasilkan angka yang berbeda.
Kedua indeks membandingkan kemungkinan suatu peristiwa atau hasil yang terjadi dalam
satu kelompok dibandingkan dengan yang lain, tetapi yang pertama mendefinisikan
kemungkinan dalam hal probabilitas sementara yang terakhir menggunakan peluang.
Formula untuk menghitung odds ratio adalah
AD
OdssRatio=
BC
Formula log oods ratio yaitu
log𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = ln(𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜)
Sedangkan varians ditentukan melalui formula berikut
1 1 1 1
V log Odds Ratio= + + +
A B C D
dan Standard Error (SE) dari odds ratio yaitu
SElog Odds Ratio=√ V logOdds Ratio
Perlu diingat bahwa proses perhitugan log odds ratio di atas dalam log unit,
sehingga setelah memperoleh nilai summary effect, maka nilai tersebut kita ubah kembali
menjadi odds ratio dengan persamaan
𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = exp (log𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜)
𝐿𝐿𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = exp(𝐿𝐿ln𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜)
dan
𝑈𝐿𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = exp(𝑈𝐿ln𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜)
Sebagai contoh di mana siswa memiliki pilihan untuk mendaftar di kelas yang
diajarkan oleh dua guru yang berbeda:
1. Aristoteles adalah guru yang brilian tapi tangguh yang secara rutin mengecewakan
80% muridnya.
2. Socrates dianggap sebagai "soft touch" yang gagal hanya 50% dari murid-muridnya.
Siswa mungkin lebih memilih Socrates daripada Aristoteles karena ada peluang
lulus yang lebih baik, tetapi seberapa besar perbedaan ini? Singkatnya, seberapa besar
Efek Socrates dalam hal kegagalan? Atau, seberapa besar Efek Aristoteles dalam hal
kegagalan? Kedua efek dapat diukur dengan menggunakan peluang atau rasio risiko.
Untuk menghitung rasio peluang yang terkait dengan hasil tertentu, kita akan
membandingkan peluang hasil tersebut untuk setiap kelas. Rasio odds satu berarti bahwa
tidak ada perbedaan antara kedua kelompok yang dibandingkan. Dengan kata lain,
keanggotaan kelompok tidak berpengaruh pada hasil minat. Rasio kurang dari satu berarti
hasilnya lebih kecil kemungkinannya pada kelompok pertama, sedangkan rasio lebih
besar dari satu berarti lebih kecil kemungkinannya pada kelompok kedua. Dalam hal ini
peluang gagal di kelas Aristoteles adalah 0,80 hingga 0,20 (atau empat banding satu,
direpresentasikan sebagai 4:1), sedangkan di kelas Socrates peluang gagal adalah 0,50
hingga 0,50 (atau satu banding satu, direpresentasikan sebagai 1:1). Karena peluang gagal
di kelas Aristoteles empat kali lebih tinggi daripada di kelas Socrates, rasio peluangnya
adalah empat (4:1/1:1).
Untuk menghitung rasio risiko, juga dikenal ahli epidemiologi sebagai: risiko
relatif, kita dapat membandingkan probabilitas gagal di kedua kelas. Risiko relatif gagal
di kelas Aristoteles dibandingkan dengan kelas Socrates adalah 0,80/0,50 atau 1,6. Atau,
risiko relatif gagal di kelas Socrates adalah 0,50/0,80 atau 0,62 dibandingkan dengan
kelas Aristoteles. Rasio risiko satu berarti ada risiko gagal yang sama di kedua kelas.
Dalam contoh ini, baik rasio peluang maupun rasio risiko menunjukkan bahwa siswa
berada dalam bahaya lebih besar untuk gagal di kelas Aristoteles daripada di kelas
Socrates, tetapi rasio peluang memberikan skor yang lebih tinggi (4) daripada rasio risiko
(1,6). Nomor mana yang lebih baik? Biasanya rasio risiko akan lebih disukai karena
mudah ditafsirkan dan lebih konsisten dengan cara berpikir orang. Juga, rasio odds
cenderung membuat perbedaan kecil dari semua proporsi. Misalnya, jika Aristoteles
memiliki sepuluh siswa dan dia gagal sembilan, bukan delapan seperti biasanya, rasio
odds untuk membandingkan tingkat kegagalan dua kelas melonjak dari empat (4:1/ 1:1)
hingga sembilan (9:1/1:1). Rasio peluang meningkat lebih dari dua kali lipat meskipun
jumlah siswa yang gagal hanya meningkat sedikit. Salah satu cara untuk mengimbanginya
adalah dengan melaporkan logaritma dari rasio odds.

2) Kelompok dibandingkan pada hasil yang berkelanjutan


Ketika kita membandingkan kelompok pada variabel kontinu (misalnya, usia, tinggi
badan, IQ) praktik yang biasa dilakukan adalah mengukur perbedaan skor rata-rata atau rata-
rata setiap kelompok.
Dalam contoh Alzheimer, peneliti menemukan bahwa skor IQ rata-rata untuk kelompok
yang dirawat adalah 13 poin lebih tinggi dari skor rata-rata yang diperoleh untuk kelompok
yang tidak diobati. Apakah ini perbedaan besar? Kita tidak dapat mengatakan kecuali kita
juga mengetahui sesuatu tentang penyebaran, atau standar deviasi, dari skor yang diperoleh
dari pasien. Jika skor tersebar luas, maka kesenjangan 13 poin antara rata-rata tidak akan
terlalu aneh. Tetapi jika skornya tersebar tipis, perbedaan 13 poin dapat mencerminkan
perbedaan substansial antara kelompok.
Untuk menghitung selisih antara dua kelompok kita kurangi rata-rata dari satu
kelompok dari yang lain (M1 - M2) dan membagi hasilnya dengan standar deviasi (SD) dari
populasi dari kelompok sampel. Satu-satunya bagian yang rumit dalam perhitungan ini adalah
mencari tahu deviasi standar populasi. Jika nilai ini tidak diketahui, beberapa nilai perkiraan
harus digunakan sebagai gantinya. Ketika dia awalnya mengembangkan indeks ini, Cohen
(1962) tidak jelas tentang bagaimana memecahkan masalah ini, tetapi sekarang setidaknya
ada tiga solusi. Solusi ini disebut sebagai Cohen's d, Glass’s delta atau Δ, dan Hedges' g.
 Cohen's d
Cohen's d merupakan perbedaan rata-rata standar yang tidak dikoreksi antara dua
kelompok berdasarkan deviasi standar. Formulasi untuk menghitung standar deviasi atau
simpangan baku pada Cohen’s d adalah sebagai berikut:
' M 1−M 2
Cohe n s d =
SD pooled
Kegunaan Cohen's d adalah dapat terbantunya peneliti untuk menghitung, menafsirkan
dan menghargai effect size. Sebagai contoh, peneliti menemukan latihan berhitung yang dapat
meningkatkan nilai rata-rata di SD A sebesar 5 poin pada saat diadakannya tes. Ini
memungkinkan bahwa orang tertentu saja yang dapat memahami apa artinya 5 poin.
Peningkatan 5 poin tersebut sulit untuk diinterpretasikan karena maknanya terlalu luas. Jika
ada tabel konversi yang dilengkapi bersama basil tes, maka lima poin dapat diterjemahkan
dengan mudah. Oleh karena itu, peneliti dapat melakukan standardisasi pada perbedaan nilai
rata-rata tes tersebut. Perubahan pada tes tersebut dapat diamati sebagai d = 15/5 = 0,33 atau
sepertiga dari standar deviasi.
Ada berbagai pendekatan untuk menginterpretasikan nilai d = 0,33. Salah satunya
adalah nilai d tersebut dibandingkan dengan nilai referensi yang diberikan Cohen (1988),
yaitu
 0 < d ≤ 0,2 (efek kecil)
 0, 2 < d ≤ 0,5 (efek sedang)
 0,5 < d ≤ 0,8 (efek besar)
 d > 0,8 (efek sangat besar)
Jika effect size besar, maka ini berarti perbedaan rata-rata antar kelompok besar. Jika
effect size sedang, maka ini berarti perbedaan rata-rata antara kelompok satu dengan lainnya
tidak besar, tidak juga kecil. Nilai besar kecil tersebut tergantung pada peneliti untuk
membuat penilaiannya sendiri dengan mempertimbangkan semua keadaan, termasuk melihat
selang kepercayaan pada penduga titik.
Nilai yang dipakai untuk standardisasi atau penstandar (standardizer) pada Cohen's d
adalah standar deviasi yang terpilih sebagai unit pengukuran d. Bagilah effect size di satuan
asli (perbedaan rata-rata baku) oleh penstandar untuk mendapatkan d. Hal ini penting untuk
memahami d sebagai rasio dari efek yang diamati dibagi dengan standar deviasi. Pembilang
dan penyebut dinyatakan dalam satuan asli dan keduanya membutuhkan perhatian
interpretatif. Nilai d jelas sensitif terhadap pembilang tetapi nilai d juga sangat sensitif
terhadap penyebutnya, yaitu standar deviasi yang digunakan sebagai penstandar
(standardizes).
 Glass’s delta
Adalah perbedaan rata-rata standar yang tidak dikoreksi antara dua kelompok
berdasarkan standar deviasi kelompok kontrol. Formulasi untuk menghitung standar deviasi
atau simpangan baku pada Glass’s Δ adalah sebagai berikut:
M 1−M 2
Glass ’ s Δ=
SD control

 Hedges' g
Adalah perbedaan rata-rata standar yang dikoreksi antara dua kelompok berdasarkan
deviasi standar tertimbang yang dikumpulkan. Formulasi untuk menghitung standar deviasi
atau simpangan baku pada Hedges’ g adalah sebagai berikut:
M 1−M 2
Hedges ’ g= ¿
SD pooled
Ketiga indeks ini, Cohen's d, Glass’s delta atau Δ, dan Hedges' g menyampaikan
informasi tentang effect size dalam satuan standar deviasi. Skor 0,5 berarti bahwa perbedaan
antara kedua kelompok setara dengan setengah standar deviasi, sedangkan skor 1,0 berarti
perbedaannya sama dengan satu standar deviasi. Semakin besar skornya, semakin besar
efeknya. Salah satu keuntungan melaporkan ukuran efek dalam istilah standar adalah bahwa
hasilnya bebas skala, yang berarti mereka dapat dibandingkan di seluruh studi. Jika dua
penelitian secara independen melaporkan effect size d = 0,5, maka efeknya identik dalam
ukuran.

b. The r family: mengukur kekuatan suatu hubungan


Kelompok kedua effect size mencakup berbagai ukuran asosiasi yang menghubungkan
dua atau lebih variabel. Banyak dari ukuran ini adalah variasi pada koefisien korelasi.
Koefisien korelasi (r) mengkuantifikasi kekuatan dan arah suatu hubungan antara dua
variabel, katakanlah X dan Y (Pearson 1905). Variabel dapat berupa dikotomis atau kontinu.
Korelasi dapat berkisar dari -1 (menunjukkan hubungan linier negatif sempurna) hingga 1
(menunjukkan hubungan linier positif sempurna), sedangkan korelasi 0 menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antar variabel. Beberapa ukuran asosiasi yang lebih umum adalah sebagai
berikut:
Indeks Korelasi

1) Pearson Product Moment


Korelasi Pearson Product Moment, merupakan pengukuran parametik, akan
menghasilkan koefesien korelasi yang berfungsi untuk mengukur kekuatan hubungan linier
antara dua variabel. Jika hubungan dua variabel tidak linier, maka koefesien krelasi pearson
tersebut tidak mencerminkan kekuatan hubungan dua variabel yang sedang diteliti, meski
kedua variabel mempunyai hubungan kuat. Simbol untuk korelasi Pearson adalah “p” jika
diukur dalam populasi, dan “r” jika di ukur dalam sampel. Korelasi Pearson mempunyai jarak
-1 sampai dengan +1. Jika koefisien korelasi adalah -1, maka kedua variabel yang diteliti
mempunyai hubungan linier sempurna negatif. Jika koefisien korelasi adalah +1, maka kedua
variabel yang diteliti mempunyai hubungan sempurna positif. Jika koefisien korelasi
menunjukkan angka 0, maka tidak tidak terdapat hubungan antara dua variabel yang dikaji.
Jika hubungan dua variabel linier sempurna, maka sebaran data tersebut akan membentuk
garis lurus. Sekalipun demikian pada kenyataannya kita akan sulit menemukan data yang
dapat mementuk garis linier sempurna.
Ada beberapa persyaratan untuk dapat menggunakan Korelasi Product Moment, yaitu:
(a) sampel diambil dengan teknik random (acak); (b) data yang akan diuji harus homogen; (c)
data yang akan diuji juga harus berdistribusi normal; (d) data yang akan diuji bersifat linier.
Korelasi Pearson Product Moment dirumuskan sebagai:
N ∑ XY −(∑ X )( ∑ Y )
r xy =
√ ¿ ¿¿
Keterangan:
r xy : koefisien korelasi
N : banyak data
X : skor item
Y : skor total
XY : hasil perkalian skor item dan skor total
2
X : hasil kuadrat skor item
Y2 : hasil kuadrat skor total
(ΣX)2 : hasil kuadrat total jumlah skor item
(ΣY)2 : hasil kuadrat total jumlah skor total
Contoh kasus:
Seorang peneliti ingin mengatahui hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar
pada mata pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria. Untuk ini, peneliti melakukan
penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 30 subjek. Setelah diberikan instrumen
penelitian berupa sekala motivasi belajar, dan dilihat hasil prestasi belajar mata pelajaran
Fisika, diperoleh data sebagai berikut:
Data 7a: Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Mahasiswa
No Prestasi Belajar Motivasi Belajar
1 46.00 5.00
2 56.00 7.00
3 57.00 6.00
4 84.00 7.00
5 53.00 6.00
6 88.00 9.00
7 51.00 5.00
8 96.00 9.00
9 86.00 9.00
10 75.00 7.00
11 63.00 9.00
12 68.00 7.00
13 70.00 6.00
14 65.00 8.00
15 70.00 6.00
16 54.00 5.00
17 76.00 5.00
18 86.00 8.00
19 90.00 8.00
20 70.00 9.00
21 80.00 9.00
22 67.00 9.00
23 56.00 6.00
24 68.00 6.00
25 54.00 5.00
26 68.00 5.00
27 65.00 8.00
28 77.00 8.00
29 66.00 8.00
30 98.00 9.00
Dengan taraf signifikansi (galat/p) = 0,05 (5%), apakah ada hubungan antara motivasi belajar
dengan prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria?
Solusi
1. Hipotesis
Ho Tidak ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar pada mata
: pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria
Ha: Ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar pada mata pelajaran
Fisika siswa kelas X SMA Ceria
2. Cara memasukkan data ke SPSS
 Membuka file baru. Klik File New > Data
 berikan nama variabel yang diperlukan, dalam kasus ini terdapat dua variabel yaitu
motivasi belajar dan prestasi belajar kemudian klik Variabel View (kanan bawah) lihat
Gambar 1.

Gambar 1 SPSS Data Editor


 Isikan nama variabel pada kolom Name (misal: motivasi, dan prestasi,) maksimal 8
karakter, setelah itu tekan Tab dan secara otomatis akan muncul di kolom Type
(Numerik), pada kolom Width isikan angka 8 dan pada Decimal isikan angka 2 (dengan
kondisi default).
 Maka muncul tampilan sebagai berikut:

Gambar 2 SPSS Data Editor


 Kolom Label dapat diisikan keterangan untuk melengkapi kolom Name (misal: motivasi,
untuk menamai motivasi belajar siswa –prestasi, untuk menamai prestasi belajar).
 Setelah pengisian selesai > Klik data view, Untuk mengisikan data, isikan data 7a
(motivasi dan prestasi belajar siswa) tersebut di atas pada kolom motivasi dan prestasi
dengan mengetikkannya ke bawah.
 Maka muncul tampilan sebagai berikut:

Gambar 3 SPSS Data Editor


3. Menyimpan data
 Klik File > Save atau Ctrl C > kemudian berilah nama yang anda inginkan (misal: data
A). Data SPSS akan tersimpan dalam file ekstensen .sav
4. Pengolahan data
 Klik Analyze > Correlate > Bivariate..

Gambar 4 SPSS Data Editor


 Setelah keluar gambar seperti dibawah ini Klik variable prestasi-motivasi dan pindahkan
ke kotak Variable dan pada kotak correlation coeficients pilih person, pada kotak test of
signicance pilih two-tailed dan pilih flag significant correlationt (kondisi default).
Gambar 5 Bivariate Correlation
 Kemudian Klik OK
5. Output SPSS
 Hasil output SPSS dapat disimpan dengan cara klik File > Save > kemudian berilah nama
yang anda inginkan (misal: output 7)
 Adapun output SPSS dapat dilihat sebagai berikut:

6. Interpretasi output SPSS


 Pada tabel Correlation, diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,642, dengan
signifikansi sebesar 0,000.
 Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan
membandingkan taraf signifikansi (p-value) dengan galatnya.
 Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima
 Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
 Keputusan:
Pada kasus ini terlihat bahwa koefisien korelasi adalah 0,642 dengan signifikansi 0,000.
karena signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak, berarti Ha diterima. Artinya ada hubungan yang
signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika siswa
kelas X SMA Ceria.
 Apakah koefisien korelasi hasil analisis korelasi product moment tersebut signifikan
(dapat digeneralisasikan) atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan r tabel. (Lihat r
tabel product moment dengan taraf signifikansi 0.5 (5%))
Pengujian:
 Jika r hitung > r tabel, maka Ho ditolak
 Jika r hitung < r tabel, maka Ho diterima
 Dengan taraf kepercayaan 0.05 (5%), maka dapat diperoleh harga r tabel sebesar 0.361.
Ternyata harga r hitung lebih besar dari pada r tabel (0.642 > 0.361), sehingga Ho ditolak
dan Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan
prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria. Data dan harga
koefisien yang diperoleh dalam sampel tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi di
mana sampel diambil atau data tersebut mencerminkan keadaan populasi.
 Berdasarkan hasil koefisien korelasi tersebut juga dapat dipahami bahwa korelasinya
bersifat positif, artinya semakin tinggi motivasi belajar maka akan dibarengi dengan
semakin tinggi pula prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria.
 Dengan memperhatikan harga koefisien korelasi sebesar 0.642, berarti sifat korelasinya
kuat sekali.
7. Kesimpulan
 Penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar
dengan prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria. Hal ini
berarti bahwa prestasi belajar itu sangat berhubungan dengan motivasi belajar.
 Berdasarkan harga koefisien korelasi sebesar 0,642, di mana harga korelasinya bersifat
positif, artinya semakin tinggi motivasi belajar maka akan dibarengi dengan semakin
tinggi pula prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika siswa kelas X SMA Ceria
[ CITATION Abd19 \l 1033 ].

2) Korelasi Spearman
Merupakan korelasi non-parametik. Koefisien korelasi ini mempunyai simbol r (rho).
Pengukuran dengan menggunakan korelasi Spearman digunakan untuk menilai adanya
seberapa baik fungsi monotik (suatu fungsi yang sesuai perintah) arbiter digunakan untuk
menggambarkan hubungan dua variabel dengan tanpa membuat asumsi distribusi frekuensi
dari variabel-variabel yang diteliti. Nilai koefisien korelasi dan kreteria penilaian kekuatan
hubungan dua variabel sama dengan yang digunakan dalam korelasi Pearson. Penghitungan
dilakukan dengan cara yang sama dengan korelasi Pearson, perbedaan terletak pada
hubungan data kedalam bentuk rangking sebelum dihitung koefisien korelasinya.
Rumus Korelasi Spearman Rank (ρ = rho) adalah:

ρ=1−
∑ d 2i
2
n(n −1)
Keterangan:
ρ : nilai korelasi Spearman
2
d : selisih setiap pasangan rank
n : jumlah pasangan rank untuk Spearman (5 < n < 30)
Note: Rumus ini digunakan jika tidak ada nilai yang sama untuk setiap variabel. Jika pun ada
nilai yang sama, maka tidak lebih dari 20% jumlahnya.
3) Kendall's Tau
Korelasi Kendall’s Tau digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan dua variabel.
Data yang digunakan bersekala ordinal dan tidak harus berdistribusi normal.
Rumus Kendall's Tau adalah sebagai berikut:
2s
T=
N ( N−1)
dimana: S adalah total skor seluruhnya (grand total), yang merupakan jumlah skor urutan
kewajaran pasangan data pada salah satu variabel. Jika urutan ranking wajar diberi skor +1,
jika urutan ranking tdk wajar diberi skor –1. N adalah banyaknya pasangan ranking.
4) Koefisien Korelasi Point-Biserial
Korelasi ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara data interval atau rasio
dengan data dikotomi (murni).
Rumus Koefisien Korelasi Point-Biserial adalah sebagai berikut:
x1 −x2
r pbi = √ pq
SDt
Keterangan:
r pbi : korelasi point-biserial
x1, x2 : mean jenjang 1 & 2
SD t : simpangan deviasi total
p : proporasi (n/N)
q :1–p
5) Koefisien Phi

Korelasi ini digubakan untuk analisis hubungan antara data nominal dikotomi dangan
data dikotomi. Kita mempunyai dua peubah, peubah I dan peubah II yang hasil amatannya
disajikan dalam bentuk tabel Kontingensi 2 x 2.
Berikut di bawah ini adalah tabel phi, yang berfungsi sebagai tabel penolong dalam
proses perhitungan phi. Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa koefisien korelasi phi
melibatkan 2 kategori pada kedua peubah atau kedua variabel.
Tabel penolong uji phi
Kategori Peubah II Kategori Peubah II Total
1 2
1 a b a+b
2 c d c+d
Total a+b c+d n
Rumus Koefisien Phi adalah sebagai berikut:
ad−bc
ϕ=
√(a+b)(c+ d)( a+c)( b+d )
dengan: a,b,c,d adalah frekuensi observasi pada tabel kontingensi.
Perlu diketahui bahwa nilai phi mempunyai rentang diantara –1 dan 1. Nilai phi tersebut
didapat dari perhitungan chi square. Hubungannya dengan chi square adalah seperti rumus di
bawah ini:
2 X2 2 2
ϕ= atau X =n ϕ
n
6) Koefisien Kontingensi Pearson (C)
Kontingensi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara data nominal
(politomi) dengan data nominal (politomi). Kontingensi C adalah uji korelasi yang spesifik
untuk data berskala nominal. Selain itu uji ini juga paling sering atau lazim digunakan
dibandingkan uji koefisien korelasi data nominal lainnya.
Uji ini sangatlah erat kaitannya dengan uji chi-square. Sebab berdasarkan rumus uji
koefisien ini, bahwa tidaklah mungkin koefisien ini dapat dihitung tanpa terlebih dahulu
mengetahu nilai dari chi-square. Jadi, logikanya adalah hitung terlebih dahulu chi-square,
baru kemudian hitung koefisien kontingensi.
Rumus Kontingensi C adalah sebagai berikut:

X2
C=
√ X 2+ N
Sedangkan untuk menghitung Chi square (X2) digunakan rumus:
Keterangan:
C : kontigensi
N : banyak data
X2 : chi-square
O : (observation): Fo: frekuensi hasil pengamatan
E : (expectation) Fe: frekuensi yang diharapkan
7) Cramer's V
Kolerasi ini dapat digunakan untuk mengukur kekuatan asosiasi untuk tabel kontingensi
dari berbagai ukuran dan umumnya dianggap lebih unggul daripada C. Koefisien Cramer
adalah uji asosiatif apabila skala data nominal dengan kategori tiap baris dan kolom lebih dari
2. Koefisien cramer digunakan untuk mengukur asosiasi dari Tabel kontingensi r x c, di mana
r atau c lebih dari 2.
c adalah kolom, sedangkan r adalah baris. C dapat diartikan sebagai variabel terikat atau
variabel dependen. Sedangkan r adalah variabel bebas atau variabel independen. Istilah yang
mudah dipahami apabila sebuah variabel mempunyai kategori lebih dari dua, adalah disebut
dengan K. Jadi kalau pernyataan bentuk tabel 2 x k, artinya variabel bebas 2 kategori,
sedangkan variabel terikat lebih dari 2 kategori. Sehingga pada uji koefisien cramer, tepatnya
bentuk tabel adalah k x k.
Rumus Cramer's V adalah sebagai berikut:

X2
C=

n(t−1)
Dengan t adalah banyak baris atau kolom yang lebih kecil.
8) Goodman and Kruskal’s lambda (λ)
λ digunakan ketika X dan Y diukur pada skala nominal (atau kategoris) dan mengukur
peningkatan persentase dalam memprediksi nilai variabel dependen yang diberikan nilai
variabel independen.
Pengukuran asosiasi untuk variabel skala nominal berdasarkan logika pengurangan proporsi
kesalahan (PRE/ Proportional Reduction in Error). Peritungan lambda sama dengan perhitungan PRE,
Adapun formulasinya adalah:
E1−E2
PRE=
E1
Dimana, E1 = errors of prediction made when the independent variable is ignored
(jumlah kesalahan tidak ada hubungan). Dan E2 = errors of prediction made when the
prediction is based on the independent variable (jumlah kesalahan untuk hubungan yang
sempurna).
Proporsi Indeks Varians
1) Coefficient of determination
R2 adalah suatu indikator yang menggambarkan berapa banyak variasi yang dijelaskan
dalam model. Koefisien determinasi R2, digunakan dalam analisis regresi bivariat. Nilai
koefisien determinasi berada pada rentang angka nol (0) dan satu (1). Jika nilai koefisien
determinasi yang mendekati angka nol (0) berarti kemampuan model dalam menerangkan
variabel terikat sangat terbatas. Sebaliknya apabila nilai koefisien determinasi variabel
mendekati satu (1) berarti kemampuan variabel bebas dalam menimbulkan keberadaan
variabel terikat semakin kuat.
Nilai dari R2 dapat dicari dengan menggunakan rumus:
b1 ∑ x 1 y + b2 ∑ x 2 y +… b n ∑ x ny
R 2=
∑ y2
R kuadrat sebenarnya juga didapatkan dengan cara yang sama dengan eta kuadrat, yaitu
mencari besarnya proporsi varians dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independent. R kuadrat dapat dicari dengan persamaan berikut, jika kita melakukan analisis
regresi lebih dari satu variabel independen pada satu variabel dependen:
2 JK Regresi
R=
JK total
Jika kita melakukan regresi hanya dari satu variabel independen pada satu variabel
dependen maka R kuadrat dapat dihitung dengan mengkuadratkan korelasi antara kedua
variabel tersebut. R kuadrat juga dapat dicari dengan menghitung kuadrat dari korelasi
antarvariabel dependen dengan prediksi variabel dependen, atau dapat dinyatakan dalam
persamaan:
R2=r 2Y Ý

Dalam hal ini, Y merupakan nilai dari variabel dependen, sedangkan Ý merupakan nilai
dari prediksi variabel dependen.
2) Eta Squared
ɳ2 merupakan ukuran yang bias (biased) ketika jumlah subjek dalam sampel sedikit. Eta kuadrat
atau rasio korelasi (tidak dikoreksi) umum digunakan dalam ANOVA. Formulasi eta squared dapat
dinyatakan secara umum:

2 JK A
η=
JK total
Dalam penelitian yang menggunakan uji t sebagai analisisnya, nilai dari η2 didapatkan
dengan menghitung kuadrat dari korelasi point biserial antara variabel independen (yang
berupa variabel pengelompokan subjek) dengan variabel dependen, dapat dinyatakan sebagai
berikut:
2 2 t2
η =r pb=
t 2 +df
3) Omega Squared
ω 2 merupakan koreksi dari ɳ2 ketika jumlah subjek dalam penelitian relatif sedikit. Ini
dilakukan karena ɳ2 merupakan ukuran yang bias (biased) ketika jumlah subjek dalam sampel
sedikit (Olejnik dan Algina, 2000: 2003). Dalam penelitian dengan jumlah subjek yang besar,
kedua ukuran ini akan memiliki perbedaan yang kecil atau bahkan tidak ada. Penelitian ini
akan menganalisis kedua ukuran ini untuk mempertahankan sebanyak mungkin informasi
yang didapat dari setiap penelitian. Omega squred dapat dinyatakan secara umum dalam
persamaan berikut:
JK A −M K error
ω 2=
JK total −MK error

4) Cohen’s f Squared
Cohen’s f Squared digunakan sehubungan dengan uji-F yang terkait dengan ANOVA
dan regresi berganda. F digunakan untuk mengukur penyebaran rata-rata di antara tiga atau
lebih kelompok.

Menghitung effect size menggunakan SPSS (Tabel 1.2 Paul D Ellis)


Di dalam Tabel 1.2 effect size yang terkait dengan beberapa teknik analisis yang lebih
umum dicantumkan bersama dengan prosedur SPSS yang relevan untuk perhitungannya.
Tabel 1.2 Menghitung effect size menggunakan SPSS
Analisis Effect Size Prosedur SPSS
Tabulasi silang Koefisien phi φ Analyze, Descriptive Statistics,
(Crosstabulation) Crosstabs; Statistics; pilih Phi
Pearson’s C Analyze, Descriptive Statistics,
Crosstabs; Statistics; pilih Contingency
Coefficient
Cramer’s V Analyze, Descriptive Statistics,
Crosstabs; Statistics; pilih Cramer’s V
Goodman and Kruskal’s Analyze, Descriptive Statistics,
lambda (λ) Crosstabs; Statistics; pilih Lambda
Kendall’s tau (τ) Analyze, Descriptive Statistics,
Crosstabs, Statistics – select Kendall’s
tau-b jika tabel berbentuk persegi atau
tau-c jika tabel persegi panjang
Uji t Cohen’s d Analyze, Compare Means, Independent
(independent) Glass’s Δ Samples T Test, kemudian gunakan mean
Hedges g grup dan SD untuk menghitung d, atau g
eta2 (η2) dengan tangan menggunakan persamaan
dalam teks Analyze, Compare Means,
Independent Samples T Test, kemudian
hitung η2 = t2/(t2 + N − 1)
Korelasi analisis Korelasi Pearson (r) Analyze, Correlate, Bivariate – pilih
(correlational Pearson
analysis) Korelasi parsial (rxy.z) Analyze, Correlate, Partial
Korelasi point biserial (rpb) Analyze, Correlate, Bivariate – pilih
Pearson (salah satu variabel harus
dikotomis)
Korelasi Spearman’s rank Analyze, Correlate, Bivariate – pilih
(ρ) Spearman
Multi regresi R2 Analyze, Regression, Linear
adj 2
(multiple R Analyze, Regression, Linear
regression) ΔR2 Analyze, Regression, Linear, masukkan
prediktor dalam blok, Statistics – pilih R
squared change
Korelasi part and partial Analyze, Regression, Linear, Statistics –
pilih Part and partial correlations
Standardized betas Analyze, Regression, Linear
Logistik regresi Logits Analyze, Regression, Binary Logistic
Odds ratios Seperti di atas, lalu ambil the antilog of
the logit by exponentiating the coefficient
(eb)
%Δ Seperti di atas, lalu (eb-1) x 100
ANOVA eta2 (η2) Analyze, Compare Means, ANOVA,
kemudian hitung η2 dengan membagi
jumlah kuadrat antar kelompok dengan
jumlah total kuadrat
Cohen’s f Analyze, Compare Means, ANOVA,
kemudian ambil the square root of η2/(1 −
η2)
Analisis Effect Size Prosedur SPSS
2 2
ANCOVA eta (η ) Analyze, General Linear Model,
Univariate, Options – pilih Estimates of
effect size
MANOVA Parsial eta2 (η2) Analyze, General Linear Model,
Multivariate, Options – pilih Estimates of
effect size

Anda mungkin juga menyukai