Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PROMOSI KESEHATAN

INDIVIDU

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar promosi kesehatan

Dosen : Icca Stella Amalia, SKM.,MPH

Oleh :

Feggy Anket Hasferaca CMR0170045

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan laporan ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini
saya buat dengan judul “Promosi Kesehatan”. Untuk itu kami menyusun aporan ini dengan
harapan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami lagi tentang materi Dasar Promosi
Kesehatan untuk memperlancar proses pembelajaran. Namun demikian, tentu saja dalam
penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan dan pemilihan
kata yang tepat. Dengan ini, kami memohon maaf jika dalam pembuatan laporan ini banyak
kekurangan. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Kuningan, November 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN....................................................................................................3
B. IDENTIFIKASI MASALAH..................................................................................7
C. TUJUAN PENYELESAIAN MASALAH..............................................................7
D. DESKRIPSI DAN ANALISIS MASALAH...........................................................8
E. KESIMPULAN.........................................................................................................9
F. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

2
A. PENDAHULUAN
a) Dewasa ini, derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih belum memuaskan.
Di Jawa Timur, pada tahun 2012 jumlah kematian bayi yang berusia kurang dari
1 bulan mencapai 5.904 jiwa. Di Kabupaten Jember, jumlah kematian bayi dan
jumlah kematian ibu masih tinggi. Kematian ibu dan kematian bayi di Kabupaten
Jember termasuk tertinggi di Jawa Timur. Kabupaten Jember menjadi
penyumbang terbesar kematian bayi di Jawa Timur dengan jumlah kematian bayi
mencapai 424 jiwa. Sedangkan untuk kematian ibu, Kabupaten Jember menjadi
penyumbang tertinggi kedua setelah Surabaya dengan jumlah kematian ibu
mencapai 43 kasus. Berdasarkan Data Kematian Maternal tahun 2008 (Dinkes
Kab Jember, 2008), tercatat sebanyak 16 (43,24%) kematian ibu dari 37 kematian
ibu di Kabupaten Jember terjadi dengan catatan estafet penolong persalinannya
adalah dukun bayi. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
(Linakes) di Kabupaten Jember pada trimester I tahun 2013, hanya mencapai 83%
dari seluruh jumlah ibu hamil di Kabupaten Jember. Sedangkan pertolongan
persalinan oleh non-tenaga kesehatan (dukun bayi) mencapai 17% pada tahun
2013 (Humas Dinkes Kabupaten Jember, 2013). Masih rendahnya cakupan
Linakes di Kabupaten Jember, tidak lepas dari masih banyaknya pertolongan
persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi, khususnya di daerah-daerah pedesaan.
Jumlah dukun bayi di Kabupaten Jember sendiri melebihi jumlah bidan yang ada.
Jumlah dukun bayi mencapai angka 1.195 orang sedangkan jumlah bidan hanya
444 orang. Adapun solusi dari Departemen Kesehatan RI atas tingginya
pertolongan persalinan oleh tenaga non-kesehatan khususnya oleh dukun bayi
adalah dicetuskannya program kemitraan bidan dan dukun bayi. Kemitraan Bidan
dengan Dukun sendiri adalah suatu bentuk kerjasama bidan dan dukun yang saling
menguntungkan dengan prinsip keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan dalam
upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai
penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan
menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan
kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dan dukun serta melibatkan seluruh
unsur/elemen masyarakat yang ada (Kemenkes RI). Namun, hingga tahun 2013
pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun khususnya di Kabupaten Jember,
dirasa belum berhasil. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya angka kepesertaan

3
dukun bayi dalam program kemitraan bidan-dukun yang dilaksanakan di
Kabupaten Jember serta masih banyaknya dukun bayi yang belum tercatat di
Puskesmas setempat. Berdasarkan profil Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Puskesmas tahun 2013 tercatat tingkat kepesertaan dukun bayi dalam kemitraan
bidandukun hanya mencapai 90%. Jumlah seluruh dukun yang terdapat di
Kabupaten Jember tahun 2013 sebanyak 1195 hanya 1075 dukun bayi yang
bermitra. Angka tersebut masih jauh di bawah target yang diharapkan Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember dari pelaksanaan program kemitraan bidan-dukun,
yaitu kemitraan aktif dukun bayi 100% di Kabupaten Jember.
b) Mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, dikembangkan paradigma
pembangunan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan
preventif tanpa harus mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan
demikian program promosi kesehatan mendapat peran yang penting dalam
pembangunan kesehatan dan penopang utama bagi setiap program kesehatan
(Depkes RI, 2008). Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh dan untuk bersama
masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, mampu berperilaku mencegah
timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan. (Depkes RI, 2008). Salah
satu masalah atau gangguan kesehatan yang cukup mendapat perhatian saat ini
adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Diperkirakan 15% balita
di dunia memiliki kekurangan berat badan, dibeberapa negara, tercatat 1 dari 3
anak meninggal setiap tahunnya akibat buruknya kualitas gizi (Anonim, 2013).
Prevalensi kurang gizi secara nasional berdasarkan hasil Riset Kesehatan Daerah
(Riskesda) tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0%
gizi kurang. (Depkes RI, 2008). Propinsi Sumatera Utara (2010), prevalensi gizi
buruk sebesar 7,8%, dan gizi kurang 13,5%, hal ini menunjukkan bahwa
prevalensi gizi buruk di Sumatera Utara masih lebih tinggi atau sekitar dua kali
prevalensi gizi buruk nasional. Untuk Kota Medan, pada tahun 2012 ditemukan
sebanyak 124 kasus gizi buruk, dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu
menjadi 131 orang balita. Kasus terbanyak ditemukan di kecamatan Medan
Helvetia yaitu sebanyak 13 kasus.
Berbagai strategi telah dikembangkan untuk pencegahan dan penanggulangan
masalah gizi kurang dan gizi buruk yang ditemukan yaitu dengan dilaksanakannya

4
upaya pencegahan melalui pendekatan komprehensif, yang mengutamakan
promosi kesehatan (advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat) dan
upaya penanggulangan berupa kegiatan pengobatan dan pemulihan bagi penderita
gizi buruk. Berdasarkan uraian di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan
penelitian mengenai analisis implementansi strategi promosi kesehatan yang telah
dilakukan di Kota Medan selama ini (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan
masyarakat) dan pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan
gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.
c) Monosodium glutamat (MSG) banyak dipakai untuk keperluan rumah tangga
maupun industri makanan dan diperjualbelikan secara bebas. Bahan penguat rasa
sudah lama akrab dikalangan ibu rumah tangga karena biasa digunakan sebagai
penyedap makanan. Produk-produk makanan yang beredar dipasaran sekarang ini
banyak mengandung macam-macam bahan aditif makanan, salah satu contohnya
penguat cita rasa.1 MSG dalam jumlah tertentu masih dianggap aman, namun
demikian, untuk kesehatan konsumen, sebagai antisipasi adanya efek buruk yang
mungkin terjadi bila mengkonsumsi dalam jumlah besar, penggunaannya harus
dibatasi. Beberapa negara industri dan maju menetapkan konsumsi MSG yang
masih bisa ditoleransi sebesar 0,3-1 gram per hari.2 Selama puluhan tahun MSG
masih dikaitkan dengan penyebab penyakit kanker, serangan jantung, obesitas,
asma, serta penyakit lainnya, bahkan berpengaruh pada kecerdasan.3 Promosi
kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pemberdayaan
masyarakat, yaitu memperoleh pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat
sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat
menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan.4 Promosi kesehatan tidak lepas dari
media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik
dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan sasaran
dapat memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang positif.5 Metode
penyampaian pesan dan informasi dalam promkes diantaranya adalah metode
audio visual (lihat-dengar) dan metode cetak (buku saku) yang masing-masing
metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan MSG di desa ini
berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10 Maret
2013, dari 12 ibu rumah tangga yang diobservasi, 11 orang diantaranya pernah
dan masih menggunakan MSG sebagai penyedap rasa masakannya. Sampel tidak

5
mengetahui dosis/takaran penggunaan MSG bahkan hanya dengan menggunakan
perkiraan saja, dan sebagian dari sampel berasumsi bahwa masakan yang tidak
ditambahi MSG akan terasa kurang enak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan pengaruh promosi kesehatan metode audio visual dan
metode buku saku terhadap peningkatan pengetahuan penggunaan monosodium
glutamat (MSG) pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari
Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul. Monosodium glutamat (MSG) banyak
dipakai untuk keperluan rumah tangga maupun industri makanan dan
diperjualbelikan secara bebas. Bahan penguat rasa sudah lama akrab dikalangan
ibu rumah tangga karena biasa digunakan sebagai penyedap makanan. Produk-
produk makanan yang beredar dipasaran sekarang ini banyak mengandung
macam-macam bahan aditif makanan, salah satu contohnya penguat cita rasa.1
MSG dalam jumlah tertentu masih dianggap aman, namun demikian, untuk
kesehatan konsumen, sebagai antisipasi adanya efek buruk yang mungkin terjadi
bila mengkonsumsi dalam jumlah besar, penggunaannya harus dibatasi. Beberapa
negara industri dan maju menetapkan konsumsi MSG yang masih bisa ditoleransi
sebesar 0,3-1 gram per hari.2 Selama puluhan tahun MSG masih dikaitkan dengan
penyebab penyakit kanker, serangan jantung, obesitas, asma, serta penyakit
lainnya, bahkan berpengaruh pada kecerdasan.3 Promosi kesehatan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu
memperoleh pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai dengan
lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya
sendiri dibidang kesehatan.4 Promosi kesehatan tidak lepas dari media karena
melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami,
sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan sasaran dapat memutuskan
untuk mengadopsinya perilaku yang positif.5 Metode penyampaian pesan dan
informasi dalam promkes diantaranya adalah metode audio visual (lihat-dengar)
dan metode cetak (buku saku) yang masing-masing metode memiliki kelebihan
dan kekurangan. Penggunaan MSG di desa ini berdasarkan observasi yang telah
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10 Maret 2013, dari 12 ibu rumah tangga
yang diobservasi, 11 orang diantaranya pernah dan masih menggunakan MSG
sebagai penyedap rasa masakannya. Sampel tidak mengetahui dosis/takaran
penggunaan MSG bahkan hanya dengan menggunakan perkiraan saja, dan

6
sebagian dari sampel berasumsi bahwa masakan yang tidak ditambahi MSG akan
terasa kurang enak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
pengaruh promosi kesehatan metode audio visual dan metode buku saku terhadap
peningkatan pengetahuan penggunaan monosodium glutamat (MSG) pada ibu
rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten
Bantul.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
a) Dukun Bayi
1. Mengapa dukun bayi dan bidan belum bermitra dengan baik?
b) Gizi Buruk
1. Sebutkan strategi promosi kesehatan terhadap gizi buruk pada balita?
2. Apa upaya promotif dan preventif terhadap gizi buruk pada balita ?
3. Bagaimana pemberdayaan kader posyandu?
4. Bagaimana pemberdayaan pada ibu dan anak terhahap gizi buruk?
5. Bagaiamana peran posyandu dimasyarakat terutama masyarakat
medan?
6. Siapa yang mendukung pemberdayaan masyarakat terhadap gizi
buruk?
7. Langkah apa yang dilakukan untuk menanggulangi gizi buruk?
c) Penggunaan MSG
1. Bagaimana cara untuk mengganti MSG sebagai bahan penyedap?
2. Apa hubungan antara MSG dan audio visual?
3. Bahaya yang timbul ketika menggunakan MSG berlebih?

C. TUJUAN PENYELESAIAN MASALAH


Untuk mengetahui bagaimana penyeselesaian setiap masalah yang ada
dengan kegiatan promosi kesehatan dengan bijak dan baik.

7
D. DESKRIPSI DAN ANALISIS MASALAH
a) Kemitraan dukun bayi dan bidan
1. Dikabupaten Jember di Jawa Timur memiliki tingkat kematian ibu
yang tinggi dikarenakan masih banyak daerah yang cakupannya tidak
dapat ditolong persalinannya oleh tenaga kesehatan karena daerah
pedesaan sehingga banyak yang ditolong oleh dukun bayi.
2. Tingginya angka kematian ibu di kabupaten Jember di Jawa Timur.
3. Menggunakan strategi bina suasana dengan melakukan kemitraan
antara bidan dan dukun bayi untuk mengurangi angka kematian ibu
dan menurut hasil penelitian sudah berjalan dengan baik tetapi maish
ada kekurangan karena adanya dukun bayi yang tidak mau
berkerjasama. Sehingga diberikan edukasi antara ibu hamil,dukun
bayi, dan bidan.
b) Gizi buruk di Helventia Medan
1. Implementasi pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan
dan apakah ada pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam
pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia
Kota Medan tahun 2014. Di Helventia sudah dilakukan dengan
bermitra dengan LSM, tenaga kesehatan, dan lain- lain tetapi tidak
membawa hasil yang baik karena hanya bersifat musiman dan banyak
kegiatan lain tetapi tidak melibatkan masyarakatnya. Di Helventia
Kota Medan juga para ibu tidak membawa anaknya ke posyandu dan
tidak menimbangnya. Rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi buruk
juga salah satu penyebab karena tidak melibatkan masyarakat dalam
kegiatan yang dilakukan pemerintah.
2. Kurangnya pengetahuan ibu, kegiatan apapun kurang melibatkan
masyarakat.
3. Dengan melakukan promosi kesehatan dengan bina suasana yang
dapat langsung dirasakan oleh masyarakat tersebut seperti
memberikan edukasi kepada ibu bahwa memeriksakan anaknya ke
posyandu sangat penting. Dan memberikan edukasi kepada kader
untuk mengupayakan agar ibu membawa anaknya untuk ditimbang

8
ke posyandu. Dan LSM, tenaga kesehatan, RW, RT juga turut
mendukung kegiatan yang ada.
c) Penggunaan MSG
1. Banyak ibu rumah tangga menggunakan MSG pada saat masak tanpa
mengetahui takaran yang baik dan banyak ibu rumah tangga yang
kurang mengetahui apa itu MSG dan lain- lain. Sehingga mereka
menggunakan MSG sesuai dengan takaran masing- masing.
2. Kurangnya pengetahuan tentang MSG dan takaran yang seharusnya.
3. Sudah dilakukan kegiatan dengan metode audio-visual dan buku saku
dan berhasil untuk meningkatkan pengetahuan tentang MSG.

E. KESIMPULAN
a) Kemitraan dukun bayi dan bidan
Kematian ibu sangat tinggi, banyak masyarakat yang masih
menggunakan jasa dukun bayi, melakukan kemitraan antara dukun bayi dan
bidan, dan memberikan edukasi.
b) Gizi buruk
Tingginya angka gizi buruk, kurangnya pengetahuan dan kegiatan yang
dilakukan kurang berjalan dengan baik, melakukan bina suasana dan edukasi
dengan promosi kesehatan.
c) Penggunaan MSG
Penggunaan MSG yang tidak benar, kurangnya pengetahuan tentang takaran
MSG dan tanpa MSG masakan kurang enak, melakukan kegiatan dengan
metode audio- visual dan metode buku saku untuk mengkatkan pengetahuan.

F. DAFTAR PUSTAKA
Surya wibowo, Dyah suryani.(2013,September). Pengaruh promosi kesehatan
metode audio visual dan metode buku saku terhadap peningkatan pengetahuan
penggunaan monosodium glutamat (msg) pada ibu rumah tangga. KESMAS, Vol.7,
No.2

Anda mungkin juga menyukai