Anda di halaman 1dari 27

OPTIMALISASI PEMANFAATAN ASBUTON

UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR


JALAN NASIONAL

Kelompok : 2 (Dua)
Ketua/NIP : Bernath Marulitua Sinaga (199206272019031007)
Anggota/NIP : 1. Christyelse Luciawati Hutabarat (199207022019032012)
2. Bayu Aristiwijaya (199311172019031006)
3. Adib Afdholi (199210272019031007)
4. Annisa Ayu Fajarini (199205222019032008)
5. Fahmi Hanshori (199410132019031007)
6. Rizky Anta Restiyanti (199311082019032010)
7. Munawaroh (199502012019032012)
8. Putri Kamilatussaniah (199512122019032009)
9. Rina Wibowo (199304162019032012)

PUSLITBANG KEBIJAKAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 35/PRT/M/2006
tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton Untuk Pemeliharaan dan Pembangunan
Jalan bahwa Aspal Buton yang selanjutnya disebut Asbuton adalah aspal alam dari
Pulau Buton yang berbentuk batuan (rock asphalt) campuran batu kapur, pasir, dan
bitumen. Asbuton telah ditemukan pada tahun 1924, namun setelah 95 tahun
ditemukan, penggunaannya belum optimal. Sumber daya Asbuton yang tersedia
sebanyak 663 juta ton dengan kandungan bitumen 132 juta ton. Dengan jumlah deposit
Asbuton yang mencapai 650 juta ton, menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil
aspal alam terbesar di dunia. Kadar aspal yang terkandung dalam Asbuton bervariasi,
antara 10-40%. Ini merupakan kadar aspal yang cukup besar dibandingkan dengan
kadar aspal alam negara-negara lain seperti Amerika (12-15%) dan Perancis (6-10%).
Menurut Asosiasi Pengembang Aspal Buton Indonesia (ASPABI), total konsumsi
Asbuton total konsumsi Asbuton dalam negeri periode 2007-2018 baru sebesar 407.840
ton atau sama dengan 0.06 persen dari cadangan deposit Asbuton. Pada 2018
penggunaan Asbuton dilakukan pada jalan sepanjang 709 km dengan menggunakan
Asbuton sebanyak 58.879 ton.
Usulan pemakaian Asbuton akan terus ditingkatkan dalam waktu 5 tahun ke
depan, untuk kebutuhan aspal guna membangun jalan nasional akan meningkat dari
70.000 ton hingga 400.000 ton hingga tahun 2023. Begitupun jumlah Asbuton juga akan
ditingkatkan dari 200.000 ton, meningkat menjadi 3.400.000 di tahun 2023 dan substitusi
terhadap aspal minyak sebesar 25 persen setiap tahun. Hal ini sejalan dengan target
visium PUPR 2030 bahwa jalan 99 persen mantap yang terintegrasi antarmoda dengan
memanfaatkan sebanyak-banyaknya material lokal dan menggunakan teknologi recycle.
Hingga tahun 2019 Indonesia tercatat mengimpor sekitar 75 persen aspal
konvensional. Nilai impornya hampir USD700 juta. Asbuton belum tergali secara optimal
dan masih sekitar 10 persen izin usaha pertambangan untuk Asbuton. ASPABI
menyebutkan bahwa jenis aspal alam yang dikenal di dunia saat ini adalah dari Trinidad
Lake Asphalt (TLA) Pulau Trinidad di Laut Karibia dan aspal alam di Pulau Buton
(Asbuton). Dari segi cadangan, Asbuton jauh lebih besar dari TLA. Cadangannya
mencapai 663 juta ton, sementara usia pemanfaatan cadangannya ditaksir 200 tahun ke
depan. Asbuton saat ini dinilai lebih murah dan efisien. Asbuton juga memiliki kelebihan,
yaitu titik didihnya lebih tinggi dari aspal minyak dan ketahanan Asbuton yang cukup
tinggi terhadap panas, sehingga membuatnya tidak mudah meleleh. Melihat potensi
yang ada, maka saat ini diperlukan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk bisa
memaksimalkan pengembangan Asbuton di tanah air, khususnya penggunaan Asbuton
sebagai bahan baku perkerasan jalan.

1.2. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi, antara lain:
1. Adanya cadangan Asbuton sebanyak 663 juta ton, tetapi belum dapat digunakan
secara maksimal, dan masih mengandalkan aspal pen 60 atau aspal konvensional.
2. Teknologi pengolahan/ekstraksi/pemurnian Asbuton mentah dan teknologi
penghamparan/pencampuran yang belum dikembangkan, sejauh ini baru
dikembangkan Asbuton campuran panas, Asbuton campuran hangat, Asbuton
campuran dingin, LPMA (Lapis Penetrasi Mastik Asbuton) dan CPHMA (Cold
Paving Hot Mix Asbuton).
3. Belum adanya standardisasi dan sertifikasi Asbuton yang berpengaruh pada
panggunaannya sebagai bahan dasar untuk pembangunan jalan menggantikan
aspal konvensional.
4. Karena belum adanya kejelasan dalam penggunaan Asbuton untuk infrastruktur
pembangunan jalan, maka prospek bisnis dan sosialnya tidak maksimal, serta
kurang baiknya sambutan dari Pemerintah Daerah dan pengusaha pertambangan
menambah kurang optimalnya pengembangan Asbuton.

1.3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui potensi
pengembangan Asbuton sebagai pengganti aspal konvensional dalam pembangunan
jalan nasional.
Adapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah dapat dijadikan sebagai
sarana untuk menyusun rekomendasi dalam pengembangan dan optimalisasi Asbuton
sebagai pengganti material aspal konvensional.
BAB II
DASAR TEORI DAN METODOLOGI

2.1. Teori Dasar


2.1.1. Asbuton
a. Pengertian Asbuton
Aspal Buton merupakan satu-satunya sumber daya aspal alam yang
ada di Indonesia. Aspal Buton atau yang selanjutnya disebut Asbuton adalah
aspal alam yang terkandung dalam deposit batuan yang terdapat di Pulau
Buton, Sulawesi Tenggara. Keunggulan Asbuton dibanding aspal lainnya
yaitu Asbuton merupakan aspal alam yang memiliki ketahanan dan elastisitas
yang tinggi dibandingkan dengan aspal ekstrasi. Jika terkena matahari dan
hujan, Asbuton akan semakin kuat dan padat, teksturnya pun elastis sehingga
kecil kemungkinan mengalami keretakan.
Sebagai produk yang dihasilkan langsung dari alam, Asbuton dapat
berfungsi menggantikan pemakaian produk aspal minyak yang digunakan
untuk pembangunan jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan
lingkungan di tingkat Kabupaten dan Kota. Asbuton juga dapat digunakan
sebagai bahan tambahan (modifier) untuk campuran perkerasan jalan
berkualitas tinggi untuk jalan arteri, jalan kolektor 1, jalan kolektor 2, jalan
kolektor 3, dan jalan kolektor 4 di tingkat jalan Provinsi, serta jalan Nasional
termasuk jalan bebas hambatan (jalan tol).
Asbuton dapat digunakan antara lain untuk memperkeras lapisan
permukaan sebagai pengganti aspal minyak, sebagai tegel dan menjadi block
Asbuton untuk trotoar, serta melapis bendung/embung agar kedap air.
Asbuton cocok untuk konstruksi berat karena aspal hasil ekstraksi dari
Asbuton tidak mengandung parafin dan sedikit kadar sulfur sehingga
kualitasnya lebih tinggi. Pengolahan dengan pemanas putar dapat
menghasilkan aspal butiran dengan kandungan bitumen antara 20–25%.
Asbuton dapat digunakan sebagai lapis permukaan jalan, fondasi atas jalan
dan fondasi bawah jalan (Asphalt treated sub base) yang dapat dilakukan
dengan cara campuran panas (hot mix) atau campuran dingin (cold mix).
Sejak tahun 2015 pemerintah RI juga telah mengarahkan
mengoptimalkan penggunaan Asbuton untuk pembangunan jalan, baik jalan
Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota.
b. Karateristik Asbuton
Aspal merupakan suatu material viskoelastis yang memiliki sifat fisika
antara lain: lunak pada temperature tinggi, rapuh pada temperature rendah,
serta sifat mekanik rendah dan elastis. Asbuton terdiri dari kandungan aspal
dan mineral. Pada dasarnya, bitumen mengandung tiga komponen penting
yang mempengaruhi karakteristik bitumen tersebut, yaitu asphaltene, resin
dan minyak. Kandungan aspal di dalam Asbuton mampu menggantikan aspal
minyak karena kualitasnya lebih baik daripada aspal minyak. Kandungan
aspal dalam Asbuton tersebut mencapai 40,9%.
c. Lokasi Penemuan Asbuton
Aspal merupakan material penting dalam pembuatan jalan di
Indonesia. Material lain yang sering digunakan untuk pembuatan jalan yaitu
beton berangka besi, di mana lebih mahal serta sulit dalam pengerjaan dan
perbaikannya. Dibandingkan material tersebut, terdapat aspal alam yang lebih
optimal untuk pembuatan jalan. Aspal alam ditemukan di dua tempat di dunia
ini yaitu Trinidad di Laut Karibia dan Pulau Buton, Indonesia, yang lebih
dikenal dengan Asbuton. Di Indonesia lokasi aspal alam ini terdapat di Pulau
Buton, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Sumber daya aspal alam di
Pulau Buton merupakan satu-satunya endapan aspal alam di Indonesia.

Gambar 2.1. Zona Sebaran Endapan Aspal di Pulau Buton


d. Kandungan Asbuton
Aspal batu Buton atau lebih dikenal dengan Asbuton, adalah batuan
alami dengan kandungan aspal yang banyak terdapat di Pulau Buton. Hingga
saat ini ada 2 (dua) daerah yang dikenal sebagai lokasi tambang Asbuton,
yaitu di daerah Kabungka dan Lawele, Sulawesi Tenggara. Sifat dari kedua
Asbuton tersebut berbeda, khususnya kandungan bitumennya.
Bitumen merupakan sisa dari minyak bumi yang memiliki berat jenis
besar dan terperangkap pada reservoir batuan. Kandungan bitumen pada
Asbuton dari Lawele sekitar 25–35% dan banyak mengandung silikat,
sedangkan bitumen pada Asbuton dari Kabungka sekitar 12–20% dan banyak
mengandung karbonat. Berbeda dengan aspal minyak, aspal dari Asbuton
diperoleh dengan cara di ekstraksi sehingga kandungan aspal seperti resin
dan fraksi ringan diharapkan masih terkandung didalamnya. Dengan
demikian, sifat dari aspal minyak sedikit berbeda dengan Asbuton.
Bitumen merupakan senyawa aromatik (minyak) yang mempunyai sifat
tidak dapat larut dengan air (H20), sehingga untuk melarutkan bitumen dengan
air diperlukan pengemulsi (emulgator). Hidrogen klorida (HCl) dalam
pembuatan Asbuton emulsi berfungsi untuk mengaktifkan emulgator dan
melunakkan mineral Asbuton, sehingga diperlukan HCl yang optimum agar
proses emulsi dalam pembuatan Asbuton emulsi dapat berjalan dengan baik
dan bisa mengikat bitumen seoptimal mungkin.
e. Deposit Asbuton di Indonesia
Aspal alam yang tersedia di pulau Buton mempunyai cadangan yang
sangat besar dan merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia. Deposit
Asbuton terbesar berada di teluk Sampolawa sampai dengan teluk Lawele
sepanjang 75 km dengan lebar 12 km, ditambah wilayah Ereke yang termasuk
wilayah kabupaten Muna.
Ilustrasi lokasi deposit aspal alam dari eksplorasi yang dilakukan
Alberta Research Council di daerah Lawele pada 132 titik pengeboran
diperoleh hasil bahwa ketebalan Asbuton berkisar antara 9 m sampai 45 m
atau ketebalan rata-rata 29,88 m dengan tebal tanah penutup 0-17 meter atau
rata-rata tebal tanah penutup 3,47 m pada luas daerah pengaruh Asbuton
seluas 1.527.343,5 m2.
f. Pengolahan Asbuton
Pengolahan Asbuton tidak dapat dilakukan dengan mudah. untuk
memproduksi Asbuton, pabrik harus mengolah Asbuton sesuai dengan
karakteristik yang dipersyaratkan oleh peneliti. Sebagai bahan alam, Asbuton
memiliki karakteristik kadar bitumen, sifat bitumen, kadar minyak ringan, kadar
air dan kandungan lain yang sangat bervariasi.
Dengan adanya variasi ini, proses pengolahan Asbuton menjadi
sangat kompleks. Perlu waktu yang relatif yang relatif panjang untuk
mensiasati variasi karakteritik Asbuton untuk menjadikannya lebih seragam.
Proses pengolahan yang lama disebabkan oleh adanya kandungan mineral
yang tinggi dalam batuan Asbuton, sementara teknologi pengolahan Asbuton
di Indonesia masih sangat minim.
g. Kelebihan Asbuton
Keunggulan Asbuton antara lain stabilitas perkerasan aspal lebih tinggi
jika dibandingkan dengn aspal minyak. Asbuton uga lebih tahan retak akibat
cuaca maupun lingkungan. Selain itu, Asbuton juga dinilai dapat menghemat
ketebalan perkerasan hingga 22% serta memiliki produk samping dengan
manfaat besar seperti high oil, bentonit serta mineral (fosfat dan kapur).
Kelebihan Asbuton yaitu titik leburnya lebih tinggi daripada aspal
minyak dan ketahanan Asbuton yang cukup tinggi terhadap panas
membuatnya tidak mudah meleleh. Deposit Asbuton dalam jumlah besar,
menjamin pasokan kebutuhan akan aspal. Dari pengujian yang dilakukan,
diperoleh hasil bahwa campuran beraspal ditambah Asbuton menghasilkan
aspal yang bermutu baik dengan kecenderungan sebagai berikut:
 Stabilitas Marshall dan dinamis campuran beraspal yang lebih tinggi;
 Meningkatkan umur konstruksi (dari hasil uji fatigue);
 Lebih tahan terhadap perubahan temperatur;
 Nilai modulus yang meningkat.
Kecenderungan tersebut terjadi karena Asbuton mengandung bahan
aromatik dan resin yang tinggi, sehingga di dalam campuran Asbuton
mempunyai daya lekat yang lebih tinggi (anti stripping) dan tingkat kelenturan
yang tinggi (fatigue life tinggi). Selain itu, Asbuton diketahui cocok digunakan
di lokasi dengan temperatur tinggi (tropis) dan heavy loaded highway.

2.1.2. Status Jalan


Menurut UU RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan umum
menurut statusnya terbagi atas jalan Nasional, jalan Provinsi, jalan Kabupaten,
jalan Kota dan jalan Desa.
 Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota Provinsi, dan jalan
strategis Nasional, serta jalan tol
 Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan Ibukota Provinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kota, atau
antar ibukota Kabupaten/Kota, dan jalan strategis Provinsi.
 Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
(diluar jalan Nasional dan jalan Provinsi), yang menghubungkan Ibukota
Kabupaten dengan Ibukota Kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah Kabupaten, dan
jalan strategis Kabupaten.
 Jalan Kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam Kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam Kota.
 Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam Desa, serta jalan lingkungan.

2.1.3. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Nasional


Pembangunan jalan Nasional di Indonesia merupakan misi dari Direktorat
Jenderal Bina Marga yaitu meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan
berkelanjutan. Sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No 26/PRT/M/2017
Visium Kementerian PUPR 2030 terkait pembangunan jalan Nasional
menargetkan kondisi jalan Nasional 99% mantap dengan yang terintegrasi antar
moda dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya material lokal dan
menggunakan teknologi recycle.
Untuk mewujudkan Visium Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 2030 tersebut, dicapai melalui tahapan:
a. Renstra 2017 – 2019
 Kondisi Jalan Mantab 94%
 Pembangunan Jalan Tol 824 km
 Pembangunan Jalan Baru 1.320 km
 Pembangunan Jembatan Baru/Fly Over 39.000 m
Jumlah anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 183 Triliun (ditambah Rp 202
Triliun dari investasi swasta)
b. Renstra 2020 – 2024
 Kondisi Jalan Mantab 97%
 Pembangunan Jalan Tol 1.500 km
 Pembangunan Jalan Baru 2.500 km
 Pembangunan Jembatan Baru/Fly Over 60.000 m
Jumlah anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 330 Triliun (ditambah Rp 243
Triliun dari investasi swasta)
c. Renstra 2025 – 2030
 Kondisi Jalan Mantab 99%
 Pembangunan Jalan Tol 2.000 km
 Pembangunan Jalan Baru 3.000 km
 Pembangunan Jembatan Baru/Fly Over 70.000 m
Jumlah anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 448 Triliun (ditambah Rp 390
Triliun dari investasi swasta)
Di dalam Dokumen Teknokratik Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga
Tahun 2020 – 2024, selain pembangunan jalan Nasional dilakukan juga
pembangunan jalan untuk mendukung sektor unggulan dan infrastruktur
perkotaan, meliputi:
 Dukungan jalan terhadap pembangunan pelabuhan baru
 Dukungan jalan terhadap pelabuhan penyeberangan
 Restrukturisasi jaringan jalan perkotaan
 Pembangunan jalan lingkar perkotaan di Metropolitan dan kota besar
 Dukungan jalan terhadap pembangunan bandara baru
 Dukungan jalan terhadap intermoda dengan jalur KA
 Dukungan jalan bagi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
 Dukungan jalan di Kawasan Industri
 Dukungan jalan Kawasan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)
 Dukungan jalan Koridor Ekonomi
 Dukungan jalan Kawasan tertinggal
 Dukungan jalan Kawasan perbatasan
 Dukungan jalan Kawasan perdesaan yang menjadi Prioritas Nasional
Selain pembangunan jalan nasional dan dukungan jalan prioritas dibentuk
juga program peningkatan aksesibilitas dan mobilitas wilayah yang meliputi:
 Konstruksi jalan bebas hambatan sepanjang 1.500 km
 Pemeliharaan Jalan Nasional 55.000 km
 Pembangunan Fly Over dan Underpass pada perlintasan kereta api dan Kota
Metropolitan 60.000 km
 Dukungan Jalan sub- Nasional 1.000 km
2.2. Metodologi Penelitian

Mulai

Identifikasi
Masalah

Perumusan
Masalah

Pengumpulan
Data

Kunjungan
Wawancara Studi Literatur
Lapangan

Data Sekunder :
1. Statistik Penggunaan Aspal Minyak
2. Jumlah Cadangan Aspal Buton
3. Data Impor Aspal Minyak
4. Data Kondisi Pembangunan Jalan Nasional

Analisis

Analisis Teknologi Analisis Kebijakan


Pengembangan Pemerintah

Rekomendasi
Kebijakan

Selesai

Kegiatan penelitian dimulai dengan menemukan dan mengidentifikasi


permasalahan yang ada, terkait dengan teknologi kelitbangan PUPR. Kemudian,
dilakukan perumusan permasalahan secara sekaligus pembatasan lingkup penelitian,
tujuan, serta manfaatnya. Proses pengumpulan data dilakukan melalui 3 (tiga) metode,
yakni wawancara dengan pakar kelitbangan PUPR, kunjungan lapangan maupun ke
Puslitbang Jalan dan Jembatan, serta studi literatur. Dari serangkaian kegiatan
terserbut, dihasilkan data-data yang akan mempermudah kegiatan analisis penelitian,
terutama yang terkait dengan pengembangan teknologi serta pengkajian ulang dari
kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Diharapkan dari analisis yang dilakukan
akan didapatkan output berupa rekomendasi kebijakan terkait optimalisasi teknologi
aspal buton untuk kepentingan pembangunan nasional.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kondisi Saat Ini


3.1.1. Pembangunan Jalan Nasional Saat Ini
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat terus berupaya melakukan pembangunan infrastruktur di Indonesia
terutama melalui pembangunan dan pengembangan jaringan jalan Nasional.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 03/PRT/M/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Bina Marga
bertanggungjawab langsung terhadap penanganan jaringan jalan Nasional.
Berasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat hingga akhir tahun 2018, panjang jaringan jalan Nasional di
Indonesia saat ini yaitu sepanjang 47.017 KM, yang terdiri dari panjang jalan
arteri primer sepanjang 18.152 KM dan jalan kolektor primer 1 sepanjang 28.865
KM dengan kondisi yaitu 91,9% atau 43.028 KM dalam kondisi Mantap dan
3.808 KM atau 8.1% dalam kondisi Tidak Mantap.
Pembangunan jalan Nasional terus diupayakan oleh Pemerintah melalui
berbagai program, salah satunya dengan pembagunan jalan bebas hambatan
atau jalan Tol. Seperti dikutip dari laman detik.com, berdasarkan data monitoring
BPJT per Juli 2019, panjang jalan tol yang sudah dioperasikan dalam rentang
2015 – 2019 (bulan Mei) mencapai 984,63 km. Realisasi pengoperasian jalan tol
terbanyak dalam setahun tercatat pada tahun 2018. Panjang jalan bebas
hambatan yang dioperasikan mencapai 449,8 km. Rinciannya, pada 2015,
panjang jalan tol yang dioperasikan mencapai 132 km, tahun 2016 mencapai 44
km, tahun 2017 mencapai 156,6 km, tahun 2018 mencapai 449,8 km dan hingga
bulan Mei tahun 2019 mencapai 202,3 km. Dengan proyeksi tambahan jalan tol
403,14 km, sampai akhir 2019, maka total panjang jalan tol yang dioperasikan
pada masa pemerintahan Presiden Jokowi tercatat 1.387,7 km. Angka ini lebih
tinggi dari target awal yang dicanangkan 1.000 km namun lebih rendah
dibandingkan target yang direvisi sepanjang 1.854 km.
Selain pembangunan jalan Tol, Sesuai dengan RPJMN 2015-209
Pemerintah Indonesia juga berencana untuk mebangun dan mengembangkan
2.650 KM jalan baru dengan fokus pada koridor jalan paralel Perbatasan
Kalimantan, jalan Perbatasan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jalan perbatasan
Papua, Jalan Trans Papua dan Jalan Lintas Pantai Selatan Jawa.
3.1.2. Impor dan Suply Aspal Pembangunan Jalan Nasional
Berdasarkan data perdagangan luar negeri yang dikompilasi oleh UN
Comtrade, pada tahun 2017 Indonesia mengimpor aspal senilai US$ 371
juta. Dengan jumlah tersebut Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor aspal
terbesar urutan ke-10 di dunia. Peringkat pertama masih dipegang oleh China
yang mana mengimpor aspal senilai US$ 2,52 miliar.

Impor (USD Juta)


2.527
2.500
2.219

2.000

1.500
1.146
1.000
743
541 516 508 463
500 406 371

-
China India USA Jepang Australia Meksiko Perancis Turki Inggris Indonesia

Sumber: UN Comtrade
Gambar 3.1. Negara Importir Aspal Tahun 2017

Setidaknya, sejak tahun 1990-an Indonesia tidak pernah lepas dari impor
aspal. Bahkan nilai impor aspal cenderung meningkat tiap tahun. Impor aspal
tertinggi terjadi pada tahun 2013, yang mana kala itu Indonesia membeli aspal
senilai US$ 664 juta. Sedangkan tahun lalu (2018), impor aspal Indonesia
mencapai US$ 460,1 juta.

Impor (USD Juta)


700 664
600 590,1
586,6
500 489,4 460,1
400 358,8
315,3 371,7
300 361
256,7
228,3
200
135
100 96,4
21,4 42,7 49,1
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber: UN Comtrade
Gambar 3.2. Perkembangan Impor Aspal Negara Indonesia Tahun 2003-2018 (USD
Juta)
Dilihat dari negara pemasok aspal impor, Singapura dengan luas wilayah
yang tidak lebih besar dari Kota Jakarta berhasil mendulang keuntungan dengan
menjual aspal ke Indonesia. Pada tahun 2018 nilai aspal yang masuk dari
Singapura mencapai US$ 247,2 juta atau lebih dari setengah total aspal impor.
Sementara Malaysia berada di posisi ke-2 sebagai pemasok aspal Indonesia
dengan nilai impor mencapai US$ 87,7 juta pada tahun 2018.
Impor (USD Juta)
247,2
250,0

200,0

150,0

100,0 87,7

50,0 39,1 33,0


11,7 9,8 8,2 6,9 6,4 3,2
-
Singapura Malaysia China Republik India Brazil Kuwait Iran Thailand Panama
Korea

Sumber: UN Comtrade
Gambar 3.3. Negara Pemasok Aspal Impor Indonesia Tahun 2018 (USD Juta)

3.1.3. Teknologi Pengolahan dan Kendala Pengembangan Asbuton


Penggunaan Asbuton di Indonesia hingga saat ini belum dapat dikatakan
maksimal. Akan tetapi melalui teknologi yang digagas oleh Pusjatan Kementerian
PUPR, penggunaan Asbuton sedikit demi sedikit sudah mulai diterapkan sebagai
bahan pengikat dalam perkerasan jalan. Berikut merupakan teknologi
pengolahan Asbuton berdasarkan teknik pencampuran:
a. Asbuton Campuran Panas
 Campuran beraspal panas aspal minyak dengan bahan tambah atau bahan
substansi Asbuton BGA. Prinsip penggunaannya adalah campuran
beraspal panas aspal minyak pen 60/70 ditingkatkan kualitasnya serta
dikurangi jumlah penggunaan aspal minyak dengan menambahkan BGA. T
 Asbuton campuran panas dengan bahan pengikat Asbuton BGA yang
diremajakan. Kualitas campuran ditargetkan setara dengan campuran
beraspal panas aspal minyak, meskipun hasil pengujian menunjukkan
kualitas yang lebih tinggi dari campuran aspal minyak. Keuntungan
Asbuton campuran panas dengan peremaja adalah dapat menggunakan
bahan peremaja berupa minyak berat yang relatif murah atau limbah.
 Campuran beraspal panas Asbuton Lawele berupa campuran beraspal
panas aspal minyak pen 60 dengan substitusi Asbuton Lawele. Kualitas
perkerasan jalan ditargetkan sama dengan campuran beraspal panas aspal
minyak pen 60 namun hasil pengujian laboratorium menunjukkan kualitas
yang tinggi. Keuntungan dari Asbuton campuran panas Lawele adalah
pemrosesan Asbuton Lawele yang banyak mengandung minyak ringan
(sekitar 7% dan penetrasi bitumen sekitar 183) relatif lebih mudah
dibanding memprosesnya menjadi BGA.
b. Asbuton Campuran Hangat
Campuran beraspal hangat (warm mix asphalt) adalah campuran
beraspal panas yang dengan berbagai cara dilakukan pencampuran sekitar
300C dibawah temperature pencampuran beraspal panas (hot mix asphalt).
Maksud utamanya adalah penghematan bahan bakar dan mengurangi emisi
gas CO2 (ramah lingkungan mengurangi penyebab Global Warming).
c. Asbuton Campuran Dingin
 Asbuton campuran dingin aspal emulsi
 Asbuton campuran dingin aspal cair (Lasbutag versi baru)
d. Lapis Penetrasi Mastik Abuton (LPMA)
Perkerasan jalan Lapis Penetrasi Mastik Asbuton (LPMA) ini secara prinsip
sama dengan penetrasi macadam namun dengan mengganti aspal minyak
dengan Mastik Asbuton yang berbentuk powder. Inovasi diharapkan terjadi
pada produk Asbuton yaitu mengandung bitumen dengan nilai penetrasi lebih
tinggi dari 60dmm, kadar air diatas 25% dan berbentuk powder.
e. Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)
Cold Paving Hot Mix Asbuton adalah campuran beraspal yang
mengandung Asbuton dan bahan lain (polimer) jika diperlukan. Percampuran
dilakukan di pabrik secara panas kemudian dipasarkan dalam keadaan siap
dihampar dan dipadatkan secara dingin (sesuai dengan temperatur udara)
sebagai bahan perkerasan jalan beraspal.
Disamping pemanfaatannya, masih terdapat banyak permasalahan yang
dihadapi dalam pengembangan Asbuton, antara lain:
 Inkonsistensi kualitas produksi Asbuton;
 Kadar kandungan bitumen;
 Penetrasi bitumen;
 Kadar ait Asbuton;
 Belum terjaminnya ketersediaan Asbuton pada saat pelaksanaan di lapangan;
 Ketidaksesuaian kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton dengan
demand proyek pengguna yang ditunjang oleh kebijakan Ditjen Bina Marga;
 Biaya transportasi pengiriman ke pengguna yang relatih mahal;
 Pola kerjasama antar produsen dan konsumen yang belum menemukan titik
harmonis;
 Pembagian wilayah kerja pemasaran dari produsen; dan
 Harga yang wajar, dengan perincian analisa biaya terhadap: harga bahan
baku Asbuton, biaya transportasi dan biaya pengolahan Asbuton butir.
Selain kelemahan diatas, beberapa kasus Asbuton terutama mengenai
quality control dan quality assurance, dimana hingga saat ini belum dapat
diimplementasikan secara optimal. Adanya deposit yang melimpah terkait
Asbuton menjadi tantangan tersendiri bagi para peneliti di Kementerian PUPR
dimana pemanfaatan Asbuton sebagai bahan pengikat pada perkerasan jalan
menggantikan aspal minyak yang harganya relatif tinggi belum dapat
dimaksimalkan. Disisi lain, penggunaan Asbuton sebagai bahan perkerasan jalan
pada kenyataannya tidak semudah menggunakan aspal minyak.
Berbagai permasalahan diatas sudah seharusnya dapat diatasi demi
keberhasilan pengembangan teknologi Asbuton di Indonesia. Apabila
permasalahan-permasalahan diatas dapat diatasi dengan baik, hal ini tentu saja
dapt berimbas pada optimalnya penggunaan Asbuton di Indonesia sehingga
kepercayaan dalam penggunaan Asbuton akan meningkat serta dapat mengatrol
nilai ekonomis dan kondisi pasar Asbuton itu sendiri.

3.1.4. Pemanfaatan Asbuton Saat Ini


Asbuton mulai digunakan pemerintah pusat sebagai bahan perkerasan
jalan dan diterapkan pada jalan sepanjang 709 km yang tersebar pada ruas jalan
di berbagai provinsi dimana jumlah Asbuton yang dibutuhkan sebesar 58.879
ton. Hal ini merupakan upaya untuk mendukung kebijakan peningkatan
penggunaan produk dalam negeri.
Penggunaan teknologi Asbuton juga sudah dilakukan oleh Kementerian
PUPR pada beberapa ruas jalan nasional. Pada tahun 2017 dilakukan replikasi
perdana teknologi Butur Seal dan CPHMA untuk jalan dengan lalu lintas rendah
hingga sedang di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini juga sekaligus
memperkenalkan teknologi Asbuton kepada Pemda dan Penyedia Jasa Tingkat
Provinsi, Kabupaten dan desa. CPHMA adalah produk campuran beraspal siap
pakai. Pencampuran dilakukan secara pabrikasi kemudian didistribusikan dalam
bentuk kemasan dan selanjutnya dihampar dan dipadatkan secara dingin (pada
temperatur udara). Teknologi ini bermanfaat untuk pembangunan jalan di daerah
terpencil dan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki akses ke alat pencampur
aspal (Asphalt Mixing Plan/AMP). CPHMA memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan campuran sejenis antara lain konstruksi perkerasan yang
lebih merata dan homogen serta kerataan permukaan yang lebih baik.

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2018


Gambar 3.4. Potensi Aspal Buton

Pemerintah berkomitmen memanfaatkan sebanyak-banyaknya material


lokal dan menggunakan teknologi recycle dalam pembangunan jalan 99%
mantap yang terintegrasi antarmoda. Hal ini terbukti dari penyerapan aspal buton
tiap tahun. Sejak tahun 2007, penggunaan Asbuton cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 2017 penyerapan Asbuton untuk pembangunan jalan
nasional sebayak 61.576 ton.

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2018


Gambar 3.5. Pemanfaatan Aspal Buton Tahun 2007-2017
Estimasi keseimbangan supply-demand menunjukkan bahwa di Pulau
Bali & Nusa Tenggara mengalami defisit sejumlah 1.203,67 ton, selanjutnya
Pulau Kalimatan mengalami defisit sejumlah 1.629,57 ton, lalu Pulau Maluku &
Papua mengalami defisit sejumlah 3.895,34 ton.

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2018


Gambar 3.6. Estimasi Keseimbangan Supply-Demand MPK Utama Tiap Pulau
Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2018

Total keseluruhan penggunaan aspal buton pada tahun 2018 adalah


sejumlah 61.107 ton untuk 726 km. Berdasarkan capaiannya, Balai Pelaksanaan
Jalan Nasional XIV Palu-Sulawesi Tengah paling banyak menyerap Asbuton
sejumlah 13.338 ton untuk 67,44 km, selanjutnya Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional XIII Makassar-Sulawesi Selatan menyerap aspal buton sejumlah 8.902
ton untuk 30,60 km, lalu Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Palembang-
Sumatera Selatan menyerap aspal buton sejumlah 6.819 ton untuk 107,11 km.

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2018


Gambar 3.7. Penggunaan Asbuton Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan
Nasional (BB/BPJN) I-XVIII Tahun 2018
Selain itu, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman juga tengah mengkaji potensi Asbuton untuk bisa diolah menjadi
bahan bakar roket padat. Walau demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih
lanjut mengenai potensi sumber daya alam berupa aspal alam ini. Pemerintah
menilai pemanfaatan Asbuton akan sangat berdampak positif untuk menekan
impor aspal yang selama ini mencapai hingga 500 juta dolar AS per tahun.
Pihak LAPAN sebagai pihak yang berkaitan langsung dengan hal ini
menilai perlu proses yang tidak murah untuk mengolah terlebih dahulu Asbuton
agar bisa dijadikan bahan bakar roket padat. Selain itu proses ini juga relatif
mahal karena Asbuton harus dipisahkan dulu karena bentuk aslinya berupa
bebatuan. Jadi batuan hitam diambil aspalnya, dan ini prosesnya perlu
biaya.Walaupun demikian, pemerintah juga terus berusaha mendorong
pemanfaatan Asbuton selain untuk pembangunan jalan karena potensi
cadangannya yang begitu besar.

3.2. Kondisi yang Diharapkan


Sub bab ini membahas optimalisasi pemanfaatan Asbuton sebesar-besarnya
untuk pembangunan jalan melalui serangkaian kebijakan yang perlu ditempuh
pemerintah dan stakeholders terkait. Memaksimalkan dan mengoptimalkan
pemanfaatan Asbuton untuk pembangunan jalan diberikan dalam skema berikut:

Gambar 3.8. Metode Optimalisasi Melalui Kerjasama dan Regulasi


3.3. Rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan Asbuton Untuk Pembangunan Jalan
Nasional
3.3.1. Pemetaan dan Penelitian Secara Komprehensif Deposit Asbuton
Survey dan pemetaan bertujuan untuk melakukan investigasi terhadap
kondisi eksisting lokasi pertambangan Asbuton. Pemetaan yang dilakukan
secara Geodesi untuk mengetahui luasan seluruh lokasi persebaran Asbuton
dan survei seismik secara geofisika dan pemetaan geologi untuk mengetahui
deposit Asbuton yang masih tersedia. Kegiatan pemetaan ini dimaksudkan untuk
mengetahui luasan dan deposit total Asbuton yang tersedia di alam untuk
kemudian menjadi pertimbangan pengelolaan pertambangan lebih lanjut.

3.3.2. Kebijakan Pemaksimalan Pengembangan Teknologi Asbuton


Teknologi Asbuton adalah salah satu contoh pengembangan teknologi
yang digagas Puslitbang Jalan dan Jembatan, Kementerian PUPR. Asbuton
yang dikembangkan lewat CPHMA telah membuktikan bahwa teknologi ini siap
diterapkan. Hanya saja, potensi penggunaan Asbuton sebagai pengganti aspal
minyak belum dapat dioptimalkan. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antar
sektor untuk dapat memaksimalkan upaya pengembangan teknologi Asbuton.
Pelaksanaan kerjasama dalam penelitian dapat dilakukan dengan
menggandeng instansi pemerintahan lain seperti LIPI maupun penelitian
kerjasama luar negeri seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 41
Tahun 2006. Kegiatan penelitian ini dapat dibentuk dengan MoU maupun kerja
sama organisasi (KSO). Kegiatan ini diharapkan menghasilkan teknologi-
teknologi baru dan pembuatan standar dan sertifikasi dari semua teknologi yang
ditemukan sehingga tidak ada kendala dalam penerapan di lapangan.

3.3.3. Pemaksimalan Rantai Pasok Asbuton melalui Hak Guna Usaha (HGU) dan
Konsesi Tambang
Untuk mendukung tersedianya rantai pasok dalam hal ini adalah suplai
Asbuton untuk kegiatan pembangunan infrastruktur jalan, perlu dilakukan
pembenahan dari segi lahan tambang Asbuton. Pada dasarnya untuk menjamin
usaha pertambangan perlu diterbitkan legalitas sebagai kejelasan dalam
penambangan dan pengelolaan. Kegiatan pertambangan Asbuton dapat dikelola
oleh sekelompok rakyat maupun perusahaan yang ditunjuk pemerintah.
Kegiatan pertambangan yang dikelola masyarakat perlu diatur dalam
bentuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diterbitkan Pemerintah Daerah
dalam hal ini Kepala Daerah sesuai PP No 23 Tahun 2010. Hal ini ditujukan
untuk menjamin usaha pertambangan, mengurangi konflik antar penambang,
menghindari penambangan ilegal dan keperluan ketersediaan jangka panjang,
memberikan advis dan bimbingan teknis kepada masyarkat dalam melaksanakan
pertambangan yang baik dan benar. Sedangkan untuk perusahaan yang
berminat atau yang ditunjuk pemerintah melakukan penambangan dapat
membentuk skema konsesi tambang dengan menerbitkan Hak Guna Usaha
(HGU). Kegiatan konsesi tambang tunduk pada aturan Undang- Undang Minerba
No 4 Tahun 2009 di mana kegiatan ini pada intinya memberikan jaminan dan
legalitas pada perusahaan yang melakukan penambangan dengan
memperhatikan aspek keberlajutan dan pengelolaan lingkungan.

3.3.4. Rekomendasi Pembuatan KPBU


Visium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun
2030 adalah jalan 99% mantap yang teintegrasi antar moda dengan
memanfaatkan sebanyak-banyaknya material lokal dan menggunakan teknologi
recycle. Hal ini didukung oleh kebijakan sasaran rencana strategis Direktorat
Jenderal Bina Marga yaitu meningkatkan dukungan konektivitas bagi penguatan
daya saing dan meningkatkan jalan Nasional. Peningkatan aksesibilitas dan
mobilitas wilayah antara lain:
a. Konstruksi jalan bebas hambatan 1.500 km
b. Pembangunan jalan nasional 2.500 km
c. Pemeliharaan jalan nasional 55.000 km
d. Pembangunan FO/UP pada perlintasan KA dan kota metropolitan 60.000 m
e. Dukungan Jalan Sub-Nasional 1000 km
Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dengan target capaian,
anggaran yang tersedia, dan juga investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan
visium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2030 terdapat
seperti tabel di bawah ini :
Target/Kondisi
Keterangan
2017-2019 2020-2024 2025-2030
Jalan Mantap 94% 97% 99%
Jalan Tol 824 km 1.500 km 2.000 km
Jalan Baru - 2.500 km 3.000 km
Jembatan Baru/FO 39.000 m 60.000 m 70.000 m
Anggaran 183 Triliun 330 Triliun 448 Triliun
Investasi 202 Triliun 243 Triliun 390 Triliun

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa anggaran yang tersedia untuk
mencapai target visium 2030 tidak mencukupi dan harus dibantu dengan
diadakannya investasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan kecukupan
pendanaan yang berasal dari investor pemerintah perlu untuk menetapkan
kebijakan sebagai alternatif pendanaan dengan skema Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha (KPBU). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 35
Tahun 2008 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur,
perlu mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim
investasi untuk mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur dan layanan berdasarkan prinsip-prinsip usaha yang sehat.
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha yang selanjutnya disebut
sebagai KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,
yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha
dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. Dalam hal
pengoptimalisasian pemanfaatan aspal buton sebagai bahan baku untuk
pemeliharaan dan pembangunan jalan dan mengingat masih banyaknya
cadangan aspal buton yang belum digali untuk dimanfaatkan, maka perlu
diterapkan skema KPBU untuk menarik minat investor menggunakan aspal buton
dalam pemeliharaan maupun pembangunan jalan. Penerapan skema KPBU
dalam rangka mendorong penggunaan aspal buton sebagai bahan baku untuk
pemeliharaan maupun pembangunan jaln diharapkan mampu meningkatkan
penggunaan sumber daya dalam negeri, mengurangi tingkat impor aspal
Indonesia dan pada akhirnya mampu mewujudkan visium Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mencapai kondisi 99% jalan
mantap dengan penggunaan sebanyak-banyaknya material lokal, dalam hal ini
aspal buton.

3.3.5. Rekomendasi Kebijakan Pemerintah untuk Pemanfaatan Asbuton


Seperti diketahui, aspal buton sendiri berasal dari Kabupaten Buton,
Sulawesi Tenggara. Demi memaksimalkan penggunaan aspal buton, Gubernur
Sulawesi Tenggara mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pembangunan
dan Pemeliharaan Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota. Pasal 5 ayat (1)
disebutkan bahwa “Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib
menggunakan Asbuton sebagai lapis permukaan jalan beraspal melalui Satuan
Kerja Perangkat Daerah masing-masing.” Hal ini berarti aspal buton tidak hanya
digunakan untuk pembangunan jalan nasional saja, tetapi di seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi wajib menggunakan Asbuton dalam
pembangunan jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota.
Dalam pasal 10 ayat 1 ditulis “Bagi Kabupaten/Kota yang dinilai tidak
melaksanakan secara optimal penggunaan Asbuton sebagai bahan perkerasan
jalan beraspal di wilayahnya maka pemerintah daerah tidak akan
mengalokasikan anggaran untuk bantuan kepada Kabupaten/Kota di bidang
pembangunan jalan.” Sanksi yang tertulis pada Perda Sulawesi Tenggara
tersebut merupakan suatu bentuk kewajiban yang mengharuskan
Kabupaten/Kota mengikuti semua arahan yang telah diatur. Karena apabila tidak,
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara akan mendapatkan sanksi tidak
mendapatkan alokasi anggaran bantuan pembangunan jalan.
Pembuatan kebijakan seperti yang telah dilakukan Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dijadikan suatu referensi untuk daerah-daerah
lain membuat kebijakan yang serupa, yaitu untuk mewajibkan semua daerah
menggunakan Asbuton sebagai bahan dalam pembangunan jalan. Diharapkan
kebijakan seperti itu dapat diterapkan ke seluruh Indonesia secara merata
sehingga penggunaan Asbuton dapat lebih dioptimalkan secara maksimal.
Kemenko Kemaritiman melalui Deputi Bidang Koordinasi SDA dan Jasa
mengurangi ketergantungan impor aspal dengan jalan mengoptimalisasikan
Asbuton agar lebih terserap dalam pembangunan jalan baik jalan Nasional,
Provinsi maupun Kabupaten/Kota melalui Kementerian PUPR, Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota dan juga Pertamina serta pelaku usaha lainnya, baik
dari BUMN maupun swasta. Selain itu, Kemenko Kemaritiman akan menyiapkan
standarisasi dan sertifikasi muti Asbuton olahan agar Sumber Daya Alam asal
Sulawesi Tenggara ini dapat memimpin pasar dunia.
Selain pembuatan regulasi yang bersifat mandatory (mengikat dan
memaksa serta dilakukan pemberian sanksi), perlu dilakukan sosialisasi
terhadap produk Asbuton kepada masyarakat dalam hal ini pelaku usaha dan
mitra kerja sama lainnya sehingga produk Asbuton dapat diterima dan dikenal
luas di kalangan masyarakat. Selain pengenalan produk perlu juga dilakukan
sosialisasi terhadap aturan dan regulasi yang dibentuk pemerintah dalam
pemanfaatan Asbuton ini. Regulasi yang harus disertai dengan roadmap
pemanfaatan, penggunaan dan keberhasilan dalam penerapannya di lapangan.
Lokasi penambangan dan pengolahan Asbuton terletak di wilayah
Sulawesi dan banyak yang mengeluhkan terkait distribusi dari produk ini, jika
dirasa penting dalam efektivitasnya, maka pemerintah diharapkan mampu
membuat zonasi dalam penerapan sementara penggunaan Asbuton ini sebelum
dibentuk metode baru dalam pengolahan dan distribusi produk, sehingga
penggunaannya dapat dimaksimalkan.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil analisis dan kajian yang dilakukan diperoleh beberapa poin:
1. Sampai saat ini pemerintah terus berusaha untuk memaksimalkan penyerapan
asbuton untuk bahan pembangunan jalan, terbukti dengan data yang diperoleh dari
Direktorat Jenderal Bina Marga bahwa pada tahun 2007 penyerapan asbuton sebesar
4000 ton, sedangkan pada tahun 2017 mencapai 54000 ton.
2. Sejauh ini telah ditemukan berbagai macam inovasi pengolahan asbuton menjadi
produk siap-terap pada pekerjaan perkerasan jalan (CPHMA, LPMA, aspal campuran
panas, aspal campuran hangat, dan aspal campuran dingin), namun penerapannya
masih sebesar 407.804 ton atau sama dengan 0.06 % dari cadangan deposit Asbuton
yang tersedia
3. Sudah terdapat beberapa perusahaan yang melakukan produksi asbuton untuk
diterapkan pada proyek infrastruktur jalan, namun perusahaan-perusahaan tersebut
belum mampu menyeragamkan kualitas produknya sehingga terjadi banyak kendala
dalam melakukan kontrol kualitas dari jalan berbahan asbuton yang telah dibangun.
4. Pemerintah terus berusaha untuk menggenjot penggunaan material lokal khususnya
asbuton dalam pembangunan jalan, namun belum ada regulasi yang jelas dari
pemerintah dalam mewadahi pelaku usaha produsen asbuton maupun penambang.
BAB V
SARAN

Setelah melakukan kajian dan analisis data terkait upaya pemerintah untuk
memaksimalkan penyerapan asbuton serta capaian pemerintah sejauh ini, maka ada
beberapa hal yang dapat disarankan guna meningkatkan penyerapan asbuton, antara lain:
1. Melakukan pemetaan deposit asbuton secara komprehensif untuk mengetahui luasan
dan cadangan asbuton yang tersisa.
2. Memaksimalkan penelitian dan pengembangan asbuton dengan melakukan kerjasama
penelitian lintas instansi dan kerjasama luar negeri sehingga diperoleh produk yang
memenuhi standar dengan kualitas yang seragam.
3. Memaksimalkan rantai pasok asbuton melalui pembentukan Izin Pertambangan Rakyat
(IPR) serta Hak Guna Usaha dalam konsesi tambang sehingga adanya legalisasi
dalam pertambangan asbuton untuk mencegah konfilk dan kerusakan alam.
4. Membuat Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk membantu
dalam pendanaan, pengelolaan, dan produksi asbuton melalui serangkaian kegiatan
standardisasi dan penyeragaman mutu produk.
5. Pemerintah harus menetapkan regulasi yang tegas agar produk asbuton dapat
berkualitas dan dapat diterapkan dalam pembangunan jalan. Kebijakan yang
ditetapkan harus bersifat mandatory, yaitu dengan adanya pemberian sanksi terkait
penggunaan produk asbuton.
6. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi produk asbuton, standar dan pedoman
produksi, serta regulasi pemanfaatannya.
Jika dirasa perlu, pemerintah dapat melakukan zonasi pemanfaatan asbuton untuk
efisiensi waktu dan biaya transportasi produk asbuton ke lokasi
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Iren. 2018. Balitbang PUPR & PT Wijaya Karya Tbk. Kerja Sama Produksi Aspal
Buton. Diakses pada 28 September 2019, dari https://ekonomi.bisnis.com

Berita Online Indonesia. 2019. Mengoptimalkan Aspal Buton Mengurangi Ketergantungan


Impor. Diakses pada 28 September 2019, dari https://indonesia.go.id

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2018. Rantai Pasok Pekerjaan Lahan Menggnakan Aspal Buton. Makalah
dipresentasikan pada Bimbingan Teknis Rantai Pasok, Agustus 9-10, Bali.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2019. Peran Direktorat Jenderal Bina Marga dalam Penyelenggaraan Infrastruktur
Nasional. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Hermadi, Madi dan Deded Permadi S. 2018. Teknologi Perkerasan Jalan dengan Campuran
Beraspal Panas Asbuton. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Kementerian Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 35/PRT/M/2006


tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pemeliharaan dan
Pembangunan Jalan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Nomor 03/PRT/M/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta: Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Puslitbang Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2018. Renstra Loka Penelitian dan Pengembangan Asbuton 2015 – 2019.
Bandung: Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun
2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 26
Tahun 2017 tentang Panduan Pembangunan Budaya Integritas di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010


tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Lembar Negara Republik Indonesia. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2008 Tentang Kerjasama


Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2008 tentang
Jalan. Jakarta: Sekretariat Negara.

Simorangkir, Eduardo. 2019. Hingga Akhir 2019, Jalan Tol yang Dioperasikan Capai 1.387
KM. Diakses pada 28 September 2019, dari https://finance.detik.com

United Nations. 2018. Import Data: Asphalt and Bituminous Minerals. Diakses pada 20
September 2019, dari https://comtrade.un.org

Anda mungkin juga menyukai