Anda di halaman 1dari 3

Bohong

Belakangan ramai di ruang publik tentang berita bohong (hoax), baik di media sosial maupun di
media massa. Sebuah laman online mewartakan bahwa menulis berita palsu (hoax) memberikan
keuntungan materi yang menggiurkan. Disebutkan oleh seorang reporter dari media asing bahwa
penulis berita palsu bisa memperoleh penghasilan lebih dari 10 ribu dolar AS atau setara Rp. 135
juta per bulan.
Akan tetapi, kepalsuan, kebohongan atau hoax bukanlah hal yang mendatangkan maslahat. Oleh
karena itu, sikap Islam terhadap hoax sangat jelas dan tegas, yakni melarang.
Allah Ta’ala menegaskan di dalam Al-Qur’an, siapa suka menyebarkan berita bohong, maka
baginya siksa yang besar.
   
     
       
    
   
   
 
“Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di
antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka
baginya adzab yang besar.” (QS. An-Nur [24] 11).
Jangan Berbohong, Meski Untuk Melucu
Secara eksplisit ayat di atas menjelaskan perihal berita bohong yang dituduhkan oleh Abdullah
bin Ubay bin Salul terhadap Aisyah Radhiyallahu Anha yang sempat mengguncangkan
kehidupan Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam beserta seluruh keluarganya.
Jadi, orang yang berbicara tentang masalah ini dan menuduh Ummul Mukminin dengan tuduhan
keji, berhak mendapat balasan berupa adzab yang besar, baik mereka yang memulai, atau pun
yang mengumpulkan dan menyebarkan berita bohong tersebut.
Subhanallah, demikian sempurnanya ajaran Islam. Kegaduhan kehidupan di negeri ini tentang
berita bohong pun telah terpapar dengan jelas dan menyeluruh, baik dari kasus sampai dampak
dan bagaimana hukum Allah melihat berita bohong beserta para pelaku dengan beragam
keterlibatan dalam penyebaran.
Dengan demikian, masalah berita bohong di dalam Islam bukan perkara sepele. Dan, karena itu
harus benar-benar kita jauhi dalam kehidupan sehari-hari, sebab yang namanya adzab itu sudah
pasti berat, apalagi Allah tegaskan dengan adzab yang besar.
Karena begitu pentingnya kita berhati-hati dalam dusta alias bohong, Allah menyandingkan
bahaya keburukannya setelah dosa menyekutukan Allah Ta’ala.
   
  
 
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”
(QS. Al-Hajj [22]: 30).

Menistakan Diri Sendiri


Dengan demikian, jauhilah berbohong atau pun menyebarkan berita bohong. Sebab hal tersebut
mendatangkan banyak kerugian. Terlebih jika berbohong sampai menjadi tabiat diri.
Cecil G. Osborne dalam bukunya “The arts of getting along with people” menjelaskan bahwa
orang yang terbiasa berbohong tidak akan sadar bahwa ia berbohong.
Hukuman bagi pembohong adalah bahwa akhirnya mereka tidak dapat membedakan kebenaran
dengan kesalahan dan percaya pada kebohongan mereka sendiri. Orang semacam ini memiliki
perasaan rendah diri dan rasa tidak aman yang mendalam.
Pada akhirnya, itulah yang membuat ahli bohong semakin terjerumus pada kenistaan dengan
semakin kuatnya bibit kemunafikan di dalam diri.
“Ciri orang munafik ada tiga, jika berbicara ia berbohong, jika berjanji maka tidak ditepati, dan
jika dipercaya maka ia berkhianat.” (HR. Muslim).
Pembohong tidak bisa dipercaya. Bahkan, mereka yang lisannya berucap namun tidak dibuktikan
dengan tindakan pun, sudah terkategori berbohong.
Imam Az-Zuhri meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barangsiapa berkata kepada anak kecil,
‘Kemarilah aku beri kurma,’ kemudian dia tidak memberinya, maka ini adalah bohong.”
Abdullah bin Amir meriwayatkan, “Rasulullah berkunjung ke rumah kami ketika aku masih
kecil. Aku pergi keluar untuk bermain. Ibuku berkata, “Wahai Abdullah, kemarilah aku beri
kamu sesuatu.”
Rasulullah bertanya, “Apa yang ingin kamu berikan kepadanya?” Ibuku menjawab, “Aku akan
memberinya sebuah kurma.”
Maka Rasulullah bersabda, “Apabila kamu tidak memberikannya maka dicatat bagimu satu
kebohngan.” (HR. Ahmad).
Lantas bagaimana jika yang dibuat seseorang adalah berita, informasi yang tidak benar alias
bohong (hoax), kemudian itu disebarluaskan dan membentuk persepsi orang seperti tulisan
bohong yang menyebar tersebut. Tentu tidak dapat kita bayangkan betapa beratnya dosa dan
kenistaan diri yang akan Allah timpakan.
Selain akan menimbulkan keresahan di tengah kehidupan masyarakat, berbohong juga akan
menghancurkan integritas dan kredibilitas diri dalam waktu yang amat panjang.
Di akhir zaman, salah satu tandanya adalah umat akan semakin bingung dengan informasi yang
haq dan bathil. Bahkan saat ini, kata hoax justru dilontarkan kepada mereka yang selama ini
paling sibuk mengeluarkan hoax alias kebohongan.
Semoga perilaku ini tidak ada di kalangan kaum muslimin yang masih punya iman. Pepatah
mengatakan, “Sekali lancung keujian, seumur hidup orang tidak akan percaya.“ Semoga Allah
menjaga kita dari sifat munafik yang gemar membuat atau menebar berita bohong. Wallahu
a’lam.*

Anda mungkin juga menyukai