Anda di halaman 1dari 29

Keterangan:

Seorang penulis, mengumpamakan aura sebagai berikut.


Aura adalah daya tarik seseorang yang terpancar pada diri seseorang. Dengan aura
orang bisa kagum dan tertarik karenanya. Aura yang terpancar dari gaya
bicaranya, tutur katanya, kepribadiannya, cara berjalannya, pemikiran-
pemikirannya, prinsip-prinsipnya, dan banyak hal yang bisa membuat orang bisa
kagum dan tertarik hatinya. Aura adalah roh hidup seseorang. Roh yang muncul
dalam dirinya. Roh yang membuat ia menjadi bernilai karenanya. Maka, Insan
manusia tanpa aura menjadi serasa kering karenanya, serasa gersang karenannya,
dan serasa mati dalam kehidupanya. Jadi, aura harus ada pada diri seseorang.
Dengan aura, supaya hidup seseorang menjadi bermakna dan sempurna sebagai
manusia.
Tiap orang mempunyai kesempatan hidup dan nasib yang berbeda. Seserang menjadi pemimpin,
mempunyai karisma yang tinggi, di segani, di hormati. Seseorang selalu sukses dalam melakukan
berbagai macam bisnis dan melakukan karirnya, dan lain sebagainya. Seseorang yang lain
mengalami kebalikannya. Hal ini bisa di terangkan dengan adanya aura dalam diri manusia. Sang
Pencipta yang mengatur segalanya adalah yang berkuasa dan yang berkehendak pada nasib
manusia, namun manusia berkewajiban berusaha merubah nasib dan keadaannya mencapai taraf
yang lebih baik dengan memahami potensi yang di milikinya, di antaranya adalah aura.
Sebenarnya, apakah aura itu? - Aura adalah cahaya yang dipancarkan oleh tubuh yang menAndakan
kondisi fisik, emosi kesehatan, mood dan lain-lain yang ditunjukan oleh warna yang berbeda. Aura
itu muncul dari aktifitas listrik yang menjalar di sel-sel syaraf kita. Seberapa besarkah listrik yang
ada di syaraf kita? Kecil banget, cuma beberapa elektron volt aja. Seperti yang pernah kita pelajari
dari sekolah, aliran listrik yang ada di syaraf kita pun seperti listrik yang menjalar di kabel listrik:
adanya medan elektromagnetik dari aliran listrik.
Aura adalah pancaran dari medan elektromagnetik yang ada di syaraf kita. Otak merupakan pusat
saraf manusia, milyaran sel saraf ada di otak. Itulah sebabnya kalau orang mengamati atau
memfoto aura, lebih mudah di sekitar kepala, bukan di kaki atau perut, karena disekitar kepala-lah
pancaran aura yang paling besar.
Penyelidikan mengenai aura manusia telah dimulai sejak tahun 1935 ketika seorang Profesor Rusia,
S. Kirlian mengembangkan suatu alat fotografi bertegangan tinggi untuk melihat medan energi di
tangan dan kaki manusia. Teknologi itu kemudian dikenal dengan nama Fotografi Kirlian. Sekitar
tahun 1985, beberapa ahli riset menemukan teknologi baru yang dikenal dengan Fotografi Aura.
Teknologi ini menggunakan sensor biofeedback pada kedua tangan dan mengirimnya ke kamera
kemudian mencetaknya dalam bentuk foto polaroid. Dari teknologi ini, dapat dilihat aura diri
sendiri secara statis yang tercetak dalam lembaran foto.
Aura yang menyelubungi manusia merupakan satu kesatuan yang terdiri dari ion-ion negatif dan
positif, bergerak terus-menerus dan bisa berubah bentuk sesuai yang kita inginkan. Jika sering
dilatih maka aura akan bertambah kuat dan besar, sehingga kita bisa membentuk gelombang energi
dengan frekuensi tertentu yang banyak kegunaannya, misalnya pengobatan medis, non-medis, dan
psikis; pertahanan diri; dan lain-lain. Hal ini bisa terjadi karena setiap kita meniatkan sesuatu, otak
akan mempunyai ide dimana ini akan mengakibatkan dikirimnya Gelombang Otak (Brainwave) pada
aura tubuh yang telah diperkuat.
Banyak orang ingin bisa membuka auranya, tujuannya bisa bermacam-macam. Namun intinya,
sekali aura Anda terbuka dan terpancar, maka kehidupan Anda juga akan berubah. Ada inner power
dan inner beauty yang terpancar dari tubuh Anda membuat orang di sekitar Anda lebih suka dan
kaming kepada Anda.
Untuk membuka dan meningkatkan aura bisa dengan banyak cara. Ada cara yang tradisional, semi
modern, dan benar-benar modern. Yang tradisional itu seperti ilmu pernafasan, chi, rei ki, meditasi
dan semacamnya. Yang modern, lebih mudah dan lebih cepat tentu saja dengan stimulasi
Gelombang Otak (Brainwave). Telah diketahui oleh banyak ilmuan bahwa semakin rendah
Gelombang Otak (Brainwave) manusia, maka semakin kuatlah aura yang terpancar.
Manfaat CD ini antara lain:
1. Membuka kekuatan tersembunyi dari aura seperti kharisma, daya tarik, pesona dan
kecantikan alami.
2. Membersihkan kotoran, kekusaman, dan energi negatif yang terdapat dalam aura Anda
3. Membuka semua hambatan-hambatan yang menghambat munculnya aura Anda
4. Membuat muka lebih bercahaya dan terlihat lebih cantik atau tampan.
5. Memberikan ketenangan dan kedamaian dalam hati
6. Pendukung untuk melatih diri melenyapkan semua emosi-emosi negatif seperti kesedihan,
kekecewaan, kecemasan, rasa kesal, marah, benci yang berlebihan dan lain-lain.
7. Karena Anda memiliki daya tarik dan wajah Anda lebih enak dipAndang, maka hal itu akan
mambantu Anda meraih kesuksesan dan mendapatkan banyak uang.

Gunakan CD ini setiap hari untuk mengubah hidup Anda. Namun ingat, kami tidak berharap Anda
menjadi pemimpi yang menginginkan segalanya terjadi dengan cepat dan instant. Janganlah
berangan-angan untuk mendapatkan hasil yang luar biasa hanya dalam sekali atau dua kali
mendengarkan CD ini. Para pengguna CD ini, termasuk kami, mulai merasakan perubahan dalam diri
setelah sekitar 1 minggu mendengarkan dengan rutin CD ini. kami juga merasakan kadang aura kami
naik-turun ketika emosi kami tidak stabil, sedang marah, benci, sedih, kecewa dan sebagainya. Jadi
selain menggunakan CD ini, sebaiknya Anda juga menjaga kesetabilan emosi agar hasilnya
maksimal.

Selain dengan Audio Terapi Gelombang Otak (Brainwave), Anda dapat menjaga aura Anda agar
pancaran aura Anda senantiasa positif, diantaranya :

 Jaga makanan dan minuman yang masuk, sehingga Anda yakin itu hak Anda dan halal,
jangan berlebihan dan tidak merugikan kesehatan.
 Olahraga yang cukup dan teratur. Dalam tubuh sehat terdapat jiwa yang sehat. Dalam
tubuh yang sehat terdapat aura yang cemerlang.
 Jaga kondisi selalu rileks dan memenuhi kebutuhan tubuh akan udara segar
 Istirahat dengan cukup, mengurangi rokok, hindari alkohol dan obat terlarang.
 Mengurangi gerak hati, gerak pikir dan kegiatan-kegiatan yang buruk.

Sumber : http://www.gelombangotak.com/membuka_aura.htm
Diposkan oleh dunia spiritual di 20.14 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: aura

spiritual modern

SPIRITUALITAS ABAD MODERN : REPOSISI ISLAM


DALAM KANCAH KEBANGKITAN AGAMA
Oleh : Drs. Ali Maksum, M.Ag.
Pendahuluan
Abad modern di Barat, yang dimulai sejak abad XVII, merupakan awal kemenangan supremasi rasionalisme,
empirisme, dan positivisme dari dogmatisme agama. Kenyataan ini dapat dipahami, karena abad modern Barat
dibangun atas dasar pemisahan antara ilmu pengetahuan dan filsafat dari pengaruh agama (sekularisme).
Perpaduan antara rasionalisme dan empirisme dalam satu paket epistemologi melahirkan apa yang oleh Huxley
disebut dengan metode ilmiah (scientific method).
Penemuan metode ilmiah yang berwatak empiris dan rasional secara menakjubkan membawa kemajuan ilmu
pengetahunan dan teknologi yang luar biasa. Industri dan berbagai macam penemuan ilmu pengetahuan
membawa kemudahan-kemudahan hidup, membuka wawasan kehidupan baru, dan melahirkan pola kehidupan
baru yang disebut modernisme. Modernisme ditandai dengan rasionalisme, kemajuan, dan sekularisme.
Dengan demikian, abad modern Barat adalah zaman ketika manusia menemukan dirinya sebagai kekuatan yang
dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Manusia dipandang sebagai makhluk yang hebat, yang
independen dari Tuhan dan alam. Manusia modern Barat sengaja melepaskan diri dari keterikatannya dengan
Tuhan (theomosphisme), untuk selanjutnya membangun tatanan manusia yang semata-mata berpusat pada
manusia (antropomorphisme). Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri, yang mengakibatkan terputusnya
dari nilai-nilai spiritual. Akibatnya, manusia modern Barat pada akhirnya tidak mampu menjawab persoalan-
persoalan hidup sendiri.
Modernisme akhirnya dirasakan membawa kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup. Timbul berbagai kritik
dan usaha pencarian baru. Manusia membutuhkan pola pemikiran baru yang diharapkan membawa kesadaran
dan pola kehidupan baru. Dalam hal kesadaran manusia, secara praktis, timbul gejala pencarian makna hidup
dan upaya penemuan diri pada kepercayaan-kepercayaan yang sarat dengan spiritualitas. "Organized Religion"
(agama yang terorganisasi) tidak selamanya dapat memenuhi harapan. Oleh sebab itu, bermunculan
kecenderungan untuk kembali kepada orisinalitas (fundamentalis), kharisma yang dapat menentukan (cults) dan
fenomena-fenomena yang luar biasa (magic).
Keberagaman manusia modern cenderung bersifat pencarian pribadi. Sudah barang tentu, ini selamanya tidak
membawa hasil yang positif. Sejumlah kelompok keagamaan sempalan (kultus-kultus atau sekte-sekte)
menunjukkan gejala-gejala negatif, bahkan bukan tidak mungkin dalam hal seperti ini terjadi manipulasi
keadaan dengan maksud mengambil keuntungan dari kehausan manusia-manusia yang kehilangan pegangan dan
orientasi hidup.
Dalam kaitannya dengan di atas, bagaimana Islam melihat krisis spiritual manusia modern? Dapatkah Islam
dijadikan sebagai alternatif pencarian-pencarian manusia masa mendatang? Inilah yang melatarbelakangi
pentingnya bahasan dalam paper ini.
Krisis Spiritualitas Manusia Modern
1. Kehilangan Visi Keilahian
Peradaban modern yang berkembang di Barat sejak zaman renaissance adalah sebuah eksperimen yang telah
mengalami kegagalan sedemikian parahnya, sehingga umat manusia menjadi ragu akan pertanyaan apakah
mereka dapat menemukan cara-cara lain di masa yang akan datang. Hal ini, seperti dikatakan oleh Hossein Nasr,
karena manusia modern yang memberontak melawan Allah, telah menciptakan sebuah sains yang tidak
berlandaskan cahaya intelek --jadi berbeda dengan yang kita saksikan di dalam sains-sains Islam Tradisional
pada masa kejayaan klasik-- tetapi berdasarkan kekuatan akal (rasio) manusia semata untuk memperoleh data
melalui indera, sehingga peradaban modern hanya ditegakkan di atas landasan konsep mengenai manusia yang
tidak menyertakan hal yang paling esensial dari manusia itu sendiri.
Akibat dari fenomena di atas, masyarakat Barat, yang sering digolongkan the post industrial society, suatu
masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang
serba mekanis dan otomat, bukannya semakin mendekati kebahagian hidup, melainkan sebaliknya, kian
dihinggapi rasa cemas justru akibat kemewahan hidup yang diraihnya. Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan
teknologi, sehingga tanpa disadari integritas kemanusiaannya tereduksi, lalu terperangkap pada jaringan sistem
rasionalitas teknologi yang sangat tidak human. Terhadap fenomena semacam ini, Hossein Nasr menggunakan
dua istilah pokok, yaitu axis dan rim atau centre dan periphery, untuk membedakan dua kategori orientasi hidup
manusia.
"Kehidupan di dunia ini tampaknya masih tidak memiliki horizon spriritual. Hal ini bukannya horizon spiritual
itu tidak ada, tetapi karena yang menyaksikan panorama kehidupan kontemporer ini sering kali adalah manusia
yang hidup di pinggir (periphery atau rim) lingkaran eksistensi, sehingga ia hanya dapat menyaksikan segala
sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Ia senantiasa tidak peduli dengan jari-jari lingkaran eksistensi dan sama
sekali lupa dengan sumbu atau pusat (axis atau centre) lingkaran eksistensi yang dapat dicapainya dengan jari-
jari tersebut.
Nasr berulang kali mengatakan, walaupun dengan ungkapan yang berbeda-beda, bahwa masyarakat modern
sedang berada di wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak menjauh dari pusat, baik yang menyangkut
dirinya sendiri maupun dalam lingkungan kosmisnya. Mereka merasa cukup dengan perangkat ilmu dan
teknologi, sebagai buah gerakan renaissance abad 16, sementara pemikiran dan paham keagamaan yang
bersumber pada ajaran wahyu kian ditinggalkan. Dengan ungkapan lebih populer, masyarakat Barat telah
memasuki the post-Christian era dan berkembanglah paham sekularisme. Sekularisasi, meminjam penjelasan
Peter L. Berger, dapat dibedakan menjadi dua bentuk; dalam arti sosial pemisahan institusi agama dan politik.
Yang lebih penting dalam konteks keagamaan adalah "adanya proses-proses penerapan dalam pikiran manusia
berupa sekularisasi kesadaran". Diperjelas oleh Harvey Cox tentang makna sekularisasi, yaitu: "terbebasnya
manusia dari kontrol ataupun komitmen terhadap nilai-nilai agama". Lebih lanjut, katanya, sekularisasi terjadi
ketika manusia berpaling dari "dunia sana" dan hanya memusatkan perhatiannya pada "dunia sini dan sekarang".
Proses sekularisasi kesadaran ini, menyebabkan manusia modern kehilangan self control sehingga mudah
dihinggapi berbagai penyakit rohaniah; ia menjadi lupa akan siapa dirinya, dan untuk apa hidup ini serta ke
mana sesudahnya. Nasr menulis:
"Masalah penghancuran lingkungan oleh teknologi, krisis ekologi, dan semacamnya, semuanya bersumber dari
penyakit amnesis atau pelupa yang diidap oleh manusia modern. Manusia modern telah lupa, siapakah ia
sesungguhnya. Karena manusia modern hidup di pinggir lingkaran eksistensinya; ia hanya mampu memperoleh
pengetahuan tentang dunia yang secara kualitatif bersifat dangkal dan secara kuantitatif berubah-ubah. Dari
pengetahuan yang hanya bersifat eksternal ini, selanjutnya ia berupaya merekonstruksi citra dirinya. Dengan
begitu, manusia modern semakin jauh dari pusat eksistensi, dan semakin terperosok dalam jeratan pinggir
eksistensi.
Menurut Nasr, begitulah perkembangan masyarakat Barat modern yang telah kehilangan visi keilahian, telah
tumpul penglihatan intellectusnya dalam melihat realitas hidup dan kehidupan. Istilah intellectus mempunyai
konotasi kapasitas "mata hati", satu-satunya elemen esensi manusia yang sanggup menatap bayang-bayang
Tuhan yang diisyaratkan oleh alam semesta.
Akibat intellectus di atas disfungsional, maka sesungguhnya apa pun yang diraih manusia modern yang berada
di pinggir (rim atau periphery) tidak lebih dari sekedar pengetahuan yang "terpecah-pecah" (fragmented
knowledge), tidak utuh lagi, dan bukanlah pengetahuan yang akan mendatangkan kearifan untuk melihat hakikat
alam semesta sebagai kesatuan yang tunggal, cermin keesaan dan kemahakuasaan Tuhan. Orang dapat melihat
realitas lebih utuh manakala ia berada pada titik ketinggian dan titik pusat. Nasr menandaskan, "yang lebih
tinggi sajalah (level eksistensi, pen.) yang dapat memahami yang lebih rendah".
Manusia untuk dapat mencapai level yang eksistensi, tentu harus mengadakan pendakian spiritual dan melatih
ketajaman intellectus. Ditandaskan Nasr, bahwa pengetahuan fragmentaris tidak dapat digunakan untuk melihat
realitas yang utuh kecuali padanya memiliki visi intellectus tentang yang utuh tadi. Kemudian dikatakan bahwa
dalam setiap hal pengetahuan yang utuh tentang alam tidak dapat diraih melainkan harus melalui pengetahuan
dari pusat (centre), atau axis,karena pengetahuan ini sekaligus mengandung pengetahuan tentang yang ada di
pinggir dan juga ruji-ruji yang menghubungkannya. Juga dikatakan, manusia dapat mengetahui dirinya secara
sempurna, hanya bila ia mendapat bantuan ilmu Tuhan, karena keberadaan yang relatif hanya akan berarti bila
diikatkannya apa Yang Absolut, Tuhan.
Penyebab "kejatuhan" (fallen) manusia Barat modern, apabila dilacak ke belakang, akan ditemukan pada aliran
filsafat dualisme Cartesian, yang mendapat tempat di Barat. Sejak rasionalisme yang tersistematisasikan ini
berkembang, manusia hanya dilihat dari sudut fisiolois-lahiriah. Dualisme Cartesian membagi relitas menjadi
dua: realitas material dan realitas mental, atau realitas fisik dan realitas akal (rasio), sementara dimensi
spiritualnya tercampakkan. Padahal, katanya, konsepsi metafisikan pada mulanya merupakan "ilmu
pengetahuan suci" (scientia sacra) atau "pengetahuan keilahian" (Divine knowledge), bukan "filsafat yang
profan" (profane philosophy) seperti yang berkembang di Barat sekarang ini.
Dalam ungkapan yang lebih tepat, metafisika Barat sekarang yang seharusnya berintikan "kecintaan kepada
kebijakan" (the love of wisdom) beralih kepada "kebencian kepada kebijakan" (the hate of wisdom). Konsep
metafisikan Barat berupa dari philosophia menjadi data empiris, sehingga hanya mampu melahirkan konsepsi
rohaniah yang palsu (pseudo-spiritual).
Dalam paham rasionalisme Descartes, dikatakan bahwa kebenaran sesuatu boleh diyakini kalau sesuai dengan
kriteria yang dirumuskan oleh rasio. Dalil Cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada), oleh Nasr juga dinilai
sebagai metode kaca mata kuda yang terlalu mengagungkan rasio dan cenderung menafikan keberadaan
manusia lebih utuh sebagai totalitas yang bereksistensi.
Pengetahuan yang hanya dihasilkan oleh kesadaran psikis (bukan spiritual) dan rasio hanyalah bersifat terbagi-
bagi dan sementara. Pengetahuan yang akan membawa kebahagiaan dan kedamaian, hanyalah akan dapat diraih
bila seseorang telah membuka mata hatinya, atau visi intellectusnya, lalu senantiasa mengadakan pendakian
rohani ke arah titik pusat lewat hikmah spiritual agama. Manusia yang demikian, meskipun ia hidup dalam
batasan ruang dan waktu serta berkarya dengan disiplin ilmunya yang fragmentalis, namun ia akan dapat
memahami rahasia watak alam sehingga dapat mengelolanya. Sementara mata hatinya menyadarkan bahwa
alam yang dikelolanya adalah sesama makhluk Tuhan yang mengisyaratkan Sang Penciptanya, Yang Rahman
dan Rahim.
Demikian kritik-kritik yang muncul yang ditujukan kepada pemikiran Barat kontemporer. Manusia modern,
telah menciptakan situasi sedemikian rupa yang berjalan tanpa adanya kontrol, sehingga karenanya mereka
terperosok dalam posisi terjepit yang pada gilirannya tidak hanya mengantarkan pada kehancuran lingkungan,
melainkan juga kehancuran manusia.
2. Kehampaan Spiritual
Akibat dari terlalu mengagungkan rasio, manusia modern mudah dihinggapi penyakit kehampaan spiritual.
Kemajuan yang pesat dalam lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat rasionalisme abad 18 dirasakan tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang
hanya bisa digali dari sumber wahyu ilahi.
Itulah sinyalemen atau, katakanlah, vonis terhadap gambaran manusia modern yang sudah terjatuh (fallen).
Dalam perspektif ini, Berger mengatakan: "Nilai-nilai supra-natural telah lenyap dalam dunia modern.
Lenyapnya niali-nilai tersebut dapat diungkapkan dalam suatu rumusan kalimat agak dramatis sebagai 'Tuhan
telah mati' atau 'Berakhirnya Zaman Kristus'."
Dengan hilangnya batasan-batasan yang dianggap dan diyakini sebagai sakral dan absolut, manusia modern lalu
melingkar-lingkar dalam dunia yang serba relatif, terutama sistem nilai dan moralitas yang dibangunnya. Marcel
A. Boisard berkata, "Barat telah kehilangan rasa supernatural (alam gaib) secara besar-besaran".
Kondisi manusia modern sekarang ini, karena mengabaikan kebutuhannya yang paling mendasar, yang bersifat
spiritual, maka mereka tidak bisa menemukan ketentraman batin, yang berarti tidak adanya keseimbangan dalam
diri. Keadaan ini akan semakin akut, terlebih lagi apabila tekanannya pada kebutuhan materi kian meningkat
sehingga keseimbangan akan semakin rusak..
Menyadari bahwa modernisasi ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat spiritual,
maka tidak heran kalau sekarang manusia beramai-ramai untuk kembali kepada agama yang memang berfungsi,
antara lain, untuk memberikan makna kepada kehidupan. Dalam konteks ini, Naisbitt dalam Megatrends 2000,
mengatakan bahwa: "Fenomena kebangkitan agama merupakan gejala yang tidak bisa dihindarkan lagi pada
masyarakat yang sudah mengalami proses modernisasi, sebagai counter terhadap kehidupan yang semakin
sekuler".
Di dunia Barat, kecenderungan untuk kembali kepada dunia spiritual ditandai dengan semakin merebaknya
gerakan fundamentalisme agama dan kerohanian. Munculnya fenomena ini cukup menarik dicermati karena
polanya jauh berbeda dengan agama-agama mainstream (agama formal), kalau tidak dikatakan malah
bertentangan. Sehingga seperti dikatakan oleh Naisbitt dan Aburdene adalah semata-mata persoalan
"spiritualitas" bukan "organized religion". Corak keberagamaannya cenderung bersifat pencarian pribadi, lepas
dari agama-agama di sana, seperti Kristen, Budha, dan lainnya.
Akibat dari kecenderungan ini, muncul kultus-kultus dan sekte-sekte spiritual ekstrim yang sangat
fundamentalis. Sebagai contoh, misalnya kasus David Koresh dengan Clan Davidian-nya, yang membakar diri
setelah dikepung tentara Amerika, atau Pendeta Jim Jones yang mengajak jama'ahnya bunuh diri secara massal
di hutan, atau kasus sekte sesat Ashahara di Jepang yang membunuh massa di jembatan kereta api bawah tanah.
Semua itu pada dasarnya, akibat kebingunan mereka dalam menentukan hidupnya. Mereka kalut dan kehilangan
kendali dalam menghadapi kehidupan yang semakin sulit. Jiwa-jiwa dan batin-batin mereka sibuk mencari, tapi
mereka tidak tahu apa yang mereka cari. Dalam pandangan Hossein Nasr, spiritual dalam pengertian Barat
cenderung dipahami sekedar sebagai fenomena psikologi. Perkembangan ini tidak dapat dilepaskan dari akibat-
akibat kemanusiaan yang muncul dalam proses modernisasi, yang kemudian mendorongnya mencari tempat
pelarian yang memberikan perlindungan dan kepuasan yang cepat. Hal ini diperoleh dengan memasuki
kelompok fundamentalisme dan kerohanian.
Perkembangan spiritualitas dalam bentuk gerakan fundamentalisme, dalam banyak kasus, sering menimbulkan
persoalan psikologis. Spritualisme dalam bingkai fundamentalis hanya menawarkan jani-janji keselamatan
absurd atau palsu dan ketenangan batin yang bersifat sementara (palliative). Lebih dari itu, fundamentalisme
agama melahirkan sikap-sikap eksklusif, ekstrim, dan doktrinal, dan tidak toleran dengan pemahaman lain.
Dalam situasi demikian, dapatkah Islam sebagai alternatif pencarian spiritual manusia Modern? Bagaimana
mengemas agar Islam lebih menarik dan diminati oleh masyarakat Barat yang sedang haus kerohanian itu?
Islam: Alternatif Spiritualitas Masa Depan
Ajaran spiritualitas Islam atau sufisme nampaknya mempunyai signifikansi yang kuat bagi masyarakat Barat
modern, karena mereka mulai merasakan kekeringan batin dan kini upaya pemenuhannya kian mendesak.
Mereka mencari-cari, baik terhadap ajaran Kristen maupun Budha atau sekedar berpetualang kembali kepada
alam sebagai 'uzlah' dari kebosanan karena lilitan masyarakat ilmiah-teknologis. Dalam situasi kebingunan
seperti itu, Islam masih belum dipandang sebagai alternatif pencarian, karena (1) Islam dipandang dari sisinya
yang legalistis-formalistis dan banyak membentuk kewajiban bagi pemeluknya serta tidak memiliki kekayaan
spiritual; (2) Islam di Barat bercitra negatif karena kesalahan orientalis dalam memandang Islam lewat literatur
dan media massa. Akibatnya, Islam dipandang sebelah mata oleh masyarakat Barat; (3) Bagi dunia Barat, masih
amat asing kalau Muhammad ditempatkan sebagai tokoh spiritual, dan Islam memiliki kekayaan rohani yang
sesungguhnya amat mereka rindukan. Citra idola seorang tokok spiritual menurut mereka hanyalah berkisar
pada Budha Gautama yang meninggalkan kemewahan hidup kerajaan, atau Kristus sang penebus dosa anak
cucu Adam, atau pada Gandhi yang hidupnya begitu sederhana meski pribadinya amat besar. Sementara
Muhammad? Dia lebih dikenal sebagai panglima perang yang terlalu sibuk dengan penakhlukkan wilayah dan
membangun kekuasaan duniawi.
Kini saatnya memperkenalkan dimensi batiniah Islam kepada manusia Barat sebagai alternatif. Islam perlu
disosialisasikan pada mereka, setidak-tidaknya ada tiga tujuan utama. Pertama, turut serta berbagi peran dalam
menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan sebagai akibat dari hilangnya nila-nilai spiritual. Kedua,
memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris Islam, terhadap masyarakat Barat modern.
Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni tasawuf, adalah
jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak lagi berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain
ajaran Islam.
Tapi, bagaimana ajaran Islam dapat dipraktekkan pada masyarakat Barat modern? Setidak-tidaknya ada tiga
tataran Islam yang dapat mempengaruhi Barat. Pertama, ada kemungkinan mempraktekkan ajaran spiritual
Islam secara aktif. Pada tahap ini orang harus membatasi kesenangan terhadap dunia materi dan kemudian
mengarahkan hidupnya untuk bermeditasi, berdo'a, mensucikan batin, mengkaji hati nurani, dan melakukan
praktek-praktek ibadah lain seperti wirid, misalnya.
Kedua, tasawuf mungkin sekali mempengaruhi Barat dengan cara menyajikan Islam dalam bentuk yang lebih
menarik, sehingga orang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar. Supaya Barat tertarik pada
Islam, maka Muslim harus mampu menyajikan dan mendakwahkan Islam kepada Barat dengan lebih menarik,
yakni keseimbangan antara aktivitas duniawi dengan ukhrawi. Cara seperti ini telah dipraktekkan secara sukses
dalam penyiaran Islam di India, Indonesia, dan Afrika Barat. Sudah tentu metode dan aktivitasnya di Barat
berbeda dengan negeri-negeri di atas, namun esensinya sama. Yaitu, Islam membuka peluang besar bagi
pencarian spiritual Barat yang tengah dilanda krisis makna kehidupan.
Ketiga, dengan memperkenalkan ajaran tasawuf sebagai alat bantu untuk recollection (mengingatkan) dan
reawakening (membangunkan) orang Barat dari tidurnya. Karena tasawuf merupakan tradisi yang hidup dan
kaya dengan doktrin-doktrin metafisis, kosmologis, dan psikologis serta psiko-terapi religius, maka berarti
tasawuf atau sufisme akan dapat menghidupkan kembali berbagai aspek kehidupan rohani Barat yang selama ini
tercampakkan dan terlupakan.
Menurut Alister Hardi, kebutuhan manusia terhadap agama adalah suatu hal yang sifatnya alamiah.
Bagaimanapun perkembangan manusia, ia akan senantiasa membutuhkan ajaran-ajaran yang bersifat
transendental. Karena, kebutuhan mengenal Tuhan merupakan sifat kebutuhan fitrah manusia. Melihat
kecenderungan ini, dengan tawaran-tawaran di atas, kita berharap Islam mampu memainkan peranannya kepada
pencari-pencari agama di Barat.
A. Penutup
Dari uraian di atas, dapat diketahui signifikansi Islam bagi manusia modern Barat. Manusia modern Barat
membutuhkan pegangan moral dan makna hidup. Islam, dengan ajaran kekayaan spiritualnya, menawarkan
kepada manusia modern sebagai alternatif pencarian diri. Dari segi kesadaran manusia modern, dan dengan
paket tawaran Islam yang lebih menarik, maka Islam pada masa mendatang akan banyak diminati oleh manusia
Barat. Saat sekarang, Islam mulai bangkit di negara-negara seperti Amerika, bekas Uni Sovyet, dan berbagai
negara lainnya.
sumber : arsip.masjid.telkom.co.id/view.php?file...
Diposkan oleh dunia spiritual di 01.55 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: spiritual

sejarah tenaga dalam


Sejarah Tenaga Dalam

Tenaga dalam atau Krachtologi (berasal dari perkataan KRACHTOS yang berarti tenaga dan
LOGOS yang berarti ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi sudah dikenal oleh orang-orang
Mesir Kuno. Dalam sebuah buku Papyrus "Yedimesish Ontologia" yang sudah disalin dalam
bahasa Gri Kuno, menceritakan, bila otot bahu digerakkan akan mengeluarkan tenaga aneh
sehingga dapat merobohkan orang yang sedang marah (diktat Ameta, Krachtologi 23).
Dari Mesir, Krachtologi berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi dan Persia. Di Persia
tenaga semacam ini dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa pada suku Bukht
dan Persia, terkenal ilmu perang dinamakan DAHTUZ ialah merobohkan musuh dari jarak
jauh. Kaum bangsawan Persia dilatih sejenis senam waktu dinihari sehingga mereka
mempunyai tenaga Daht itu. (Kracht 23). Dikatakannya pula bahwa orang-orang Badwi
mempunyai Daht pada matanya, bila musuh akan menyerangnya, tiba-tiba musuh itu roboh.
Mengapa orang-orang Badwi banyak mempunyai kekuatan mata seperti itu ? Hal ini
disebabkan orang-orang Badwi dengan tanpa disadari melatih matanya dengan melihat jauh,
memandang padang pasir yang luas membentang itu.
Orang-orang Cina, Tartar, Patan, Moghul, mengenal beberapa silat yang dapat merobohkan
orang dari jauh. Silat Moghul yang terkenal diantaranya SHURULKHAN yang artinya tipuan
licik untuk raja-raja, berbentuk silat dua belas jurus dari Taymour Lateph Baber (1460-1520).
Yang boleh belajar silat itu hanya kepala-kepala suku dari orang Moghul Islam. Bukbisj
Ismeth Bey murid Lateph Baber dapat memukul dengan toya sejauh satu mil. Bukbisj belajar
Shurulkhan dari Baber selama 20 tahun. Dengan pisau jarinya ia dapat mengeluarkan usus
lawan dari jarak satu tombak. Kawannya melihat ia belajar jurus sejak dini hari sampai
matahari naik, dengan diselingi shalat shubuh. Taymour dan Bukbisj terkenal orang-orang
yang fanatik madzhab Hambali dan sangat anti kepada orang sufi dan tan (Kracht 24).
Di Cina terkenal beberapa macam silat yang mempergunakan Kracht, diantaranya Gin Kang
(ilmu meringankan tubuh) yang dapat dipergunakan melompat jauh, loncat tinggi dan
berjalan diatas air. Kwie Kang dan Wie Kang hampir bersamaan, perbedaanya hanya pada
jurus pertama. Kwie Kang dengan jurus tinju dan Wie Kang dengan jurus terbuka.
Wie Kang yang disebut jurus sepuluh, tersebar sampai Vietnam, Campa, Malaya, dan
Indonesia. Tumbuhlah menjadi beberapa aliran, diantaranya silat Mandar dari Sulawesi, silat
Timpung dari Jawa Timur dan silat Nampon dari Jawa Barat, dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke Indonesia dan pembawanya ialah orang-orang Cina Islam.
Diantaranya orang Indonesia pertama yang belajar Shurulkhan ialah Tuanku Rao. Orang-
orang Cina Islam menamakan silat itu Tou Yu Kang.

Penyebaran ilmu tenaga dalam di Indonesia


Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai perguruan silat. Para
pendekar silat yang tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam
generasi berikutnya antara lain:
1. Abah Khoir, yang mendirikan silat Cimande, Cianjur
2. Bang Madi, dari Batavia
3. Bang Kari, dari Batavia
4. Bang Ma'ruf, dari Batavia
5. Haji Qosim, dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari, dari kerajaan Pagar
Ruyung
6. Haji Odo, seorang kiai dari pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa pada masa ini belum dikenal teknik pukulan tenaga dalam atau
pukulan jarak jauh. Silat yang diajarkan oleh Madi, Kari dan Syahbandar lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada masanya. H.
Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar karena tinggal dan
disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur. Sedangkan Madi dikenal sebagai
penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan jurus
gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang yang juga
menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran berkumpul di
Batavia. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai dari
silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran Cimande yang dibawa
oleh Khoir.

Perkembangan Selanjutnya
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi
Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan
perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu
dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada
orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah
diikutinya.
Pertimbangan merubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat
kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis
dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah,
disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga
dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula berorientasi pada
ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan
berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih
mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain.
Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih diminati
masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan beberapa pihak, perguruan ini justru sering
“bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang menggiring penganutnya pada sikap
“kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama
perguruan tenaga dalam maupun bela diri dari luar (asing).
Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu
wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan “sikap
5” yaitu :
- Jangan cepat puas.
- Jangan suka pamer.
- Jangan merasa paling jago.
- Jangan suka mencari pujian dan
- Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik
pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari
silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Kosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi
yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH.
Ibrahim dengan Cikalongnya.

Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat


Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak
mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari
perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal.
Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan nafas religius
bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat bagi para pejuang
di era kemerdekaan.
Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang
kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik
dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke wilayah Pati
utara dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci,
menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah
meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam.
Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut.
Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi
perkelahian diluar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam” saja sudah
mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa menggunakan tenaga
dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu, suasananya
berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri yang sudah terlatih dalam
menciptakan emosi (amarah).
Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah
dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan dicoba
kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya menghindar namun
ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan jurus silat secara fisik,
menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan
tamparan ringan dan setelah penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.
Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin saja, sering
menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga dalam sehingga terlalu
yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup dengan diam (saja) penyerang pasti
mental. Dan ketika mereka menghadapi bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan
tenaga dalam tidak semudah saat berlatih dengan teman seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan sebagian guru
yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga dalam. Sidik mengakui
banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak
yang berani membuka perguruan baru. Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus.
Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering tidak siap
disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari Bandar Karima
memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam ditentukan dari prinsip
“min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang berniat jahat (marah), aku memilih untuk
tetap bertahan dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental
bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam
lebih disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam
setelah perkelahian itu sudah usai.
Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya “tidak
sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat jahat. Dan tenaga
dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu dipersiapkan sebelumnya untuk
“berkelahi” dan akan lebih gagal total jika tenaga dalam itu digunakan untuk mencari
masalah.
Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah
bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam
mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan
energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu
dengan sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan “suci”
(sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap bertahan (sabar) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan
pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh
pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi
penyerang mentalnya tetap terjaga.
Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur yakin bahwa
serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak dipersiapkan menghindar atau
berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru
rasa takut atau bahkan mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.

Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti suatu aliran tenaga
dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring seseorang bersikap kacang lupa
kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga
dalam yang karena ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan
bahwa orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-
ada.
Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari
adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari. Dan jawaban seperti itu tidak
memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.
sumber : http://belajar-ilmu-spiritual.blogspot.com/2009/01/sejarah-tenaga-dalam.html

Diposkan oleh dunia spiritual di 01.49 0 komentar


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: tenaga dalam

spiritual menurut islam

Cerdas Spiritual Menurut Islam


Posted Januari 4, 2009 by Hanifa in Islam, Motivasi. 7 Komentar
“Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan
beramal (berbuat) untuk masa sesudah mati,
Sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-
angan kepada Allah”. (Riwayat Ahmad)

Menurut Hadist ini, kecerdasan sesorang dapat diukur dari


kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya (cerdas emosi) dan
mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan sesudah mati (cerdas
spiritual). Mereka yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian, mereka
juga percaya bahwa setiap amalan di dunia sekecil apapun akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt.
Keyakinan tentang keabadian, menjadikannya lebih berhati-hati dalam
menapaki kehidupan di dunia ini, sebab mereka percaya bahwa
kehidupan ini tidak sekali di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang lebih
hakiki. Dunia adalah tempat menanam, sedangkan akhirat adalah tempat
memanen. Siapa yang menanam padi akan menuai padi. Siapa yang
menanam angin akan menuai badai.
Tidak hanya bersikap hati-hati, orang yang cerdas spiritual nya lebih
bersemangat, lebih percaya diri dan lebih optimis. Mereka tidak pernah
ragu-ragu berbuat baik, sebab jika kebaikannya tidak bisa dinikmati saat
di dunia mereka masih bisa berharap mendapatkan balasannya di akhirat
nanti. Jika tidak bisa dinikmati sekarang, amal kebaikan itu akan berubah
menjadi tabungan atau deposito secara otomatis yang kelak akan
dicairkan justru pada saat mereka sangat membutuhkan di alam
kehidupan sesudah mati.
Saat menanam pohon, misalnya mereka sangat antusias. Mereka yakin
jika pohon tersebut nantinya berbuah tidak ada yang sia-sia sekalipun
buahnya dimakan burung atau dimakan orang lain. Sekalipun ia tidak
menikmati buah itu di dunia ini, ganjaran nya akan dipetik di akhirat
nanti.
Orang-orang ini, ketika melihat ketidakadilan di dunia tidak segera putus
asa. Sekalipun para koruptor bebas berkeliaran, sedang orang-orang
sholeh justru dipenjarakan, mereka tetap memandang dunia dengan
pandangan yang positif. Mereka tetap berjuang menegakan keadilan,
sekalipun keadilan yang hakiki barus dirasakan kelak di akhirat. Di depan
mahkamah Illahi tidak ada barang bukti yang hilang atau sengaja
dihilangkan. Mulut dikunci dan semua anggota tubuh bersaksi.
Ciri orang yang cerdas sebenarnya telah tampak jelas dalam derap
langkahnya, ketika mereka membuat rencana, saat mengeksekusi
rencananya dan pada saat melakukan evaluasi. Bahkan dalam kehidupan
sehari-hari saat sendirian atau dalam interaksi sosialnya nampak wajah
nya yang senantiasa bercahaya , memancarkan energi positif, menjadi
magnet power, penuh motivasi, menjadi sumber inspirasi, dan berfikir
serta bertindak positif. Mereka akan bersikap baik dan benar baik ketika
ditengah keramaian maupun disaat sendirian karena dimanapun dia
berada merasa dilihat oleh Allah.
Orang seperti ini mempunyai integritas, sesuai antara hati, kata dan
perbuatannya, selaras antara apa yang ada dalam hatinya, ucapan dan
perbuatannya.
Orang yang cerdas emosi dan spiritual enak diajak bergaul, karena
mereka telah terbebas dari su’udzon (buruk sangka, hasad (iri atau
dengki) dan takabur (menyombongkan diri). Orang-orang inilah yang
memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia sekaligus sukses
menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.
Semoga Allah SWT menganugrahi kepada kita gabungan tiga kecerdasan
sekaligus, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual dan
kecerdasan emosional. Amin

sumber :http://hanifa93.wordpress.com/2009/01/04/cerdas-spiritual-menurut-islam/
Diposkan oleh dunia spiritual di 01.41 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: spiritual islam

cara mengambil pusaka gaib

ILMU MENGAMBIL HARTA/PUSAKA


DARI ALAM GAIB
Oleh: BAYU PAMUNGKAS bayu_pamungkas24@yahoo.co.id
Doanya sebagai berikut:
WA AH ROJATIL ARDHU AST QOLAHA
Syarat:
-Puasa 1 hari mutih mulai Kamis legi
-Doa dibaca 1111 x ditempat yg dicurigai ada benda gaibnya
ilmu ini saya dapat dari Kyai di Kediri.

By WONG ALUS • Posted in MENGAMBIL BENDA PUSAKA DI ALAM GAIB


sumber : http://wongalus.wordpress.com/category/mengambil-benda-pusaka-di-alam-gaib/
Diposkan oleh dunia spiritual di 01.39 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: pusaka gaib

Kamis, 27 Oktober 2011


spiritual jawa

‘SPIRITUAL JAWA’
Pasrah Atau Fatalis kah Diri Anda ??
Mengukur Kesadaran Diri PASRAH PASRAH, adalah kata-kata yang tak mudah dipahami.
Banyak orang salah kaprah mengartikan makna pasrah yang dipahami sebagai sikap
melenyapkan segala kemauan, keinginan, inisiatif, dan kehendak. Yang seperti ini sudah
termasuk ke dalam terminologi FATALISME yang rentan sekali terhadap sikap putus asa.
Tanpa disadari keputus-asaan akan mudah membuat siapapun mudah tergelincir pada [...]

Juli 29, 2010 SABDå 36 Komentar


Kategori: Pasrah Atau Fatalis kah Diri Anda ?? Kaitkata: berserah diri, fatalis, fatalisme,
fatalistik, fatalistis, harmoni, pasrah, qonaah

Mengolah dan Mempertajam Nurani


Mangreh landeping mimising cipta, cipta panggraitaning rahsa. Haywa lena kaki, awit
hamung pinda sak gebyaring thathit” Agar memiliki ketajaman nalar (daya cipta/intelegensia
otak), nalar harus bisa menangkap makna yang terbersit dalam nurani. Jangan sampai lengah
anakku, sebab proses untuk menangkap gerataran nurani hanya berlangsung secepat kilat.
Nurani milik siapapun pastilah setajam “sembilu”, jika dirasa tumpul, [...]

Maret 2, 2010 SABDå 88 Komentar


Kategori: Mengolah dan Mempertajam Nurani Kaitkata: cipta, daya cipta, emosi jiwa, ilmu
kesaktian, Kepemimpinan, kolbu, kursus manajemen, leadership, manajemen hati,
manajemen kalbu, manajemen spiritual, meditasi Jawa, mengolah hati, nurani, olah batin,
ramal, shalat dhaim, sipat kandel, teknik

JIWA, RAGA, SUKMA, NYAWA


Sejenak kita akan membahas (lagi) ilmu tentang jiwa, tetapi mungkin para pembaca yang
budiman masih bertanya tanya apa perbedaan antara jiwa, jasad, dan sukma. Sebelum saya
menjabarkan ketiganya, kiranya perlu saya tampilkan beberapa cuplikan pemahaman orang
lain tentang jiwa sebagai upaya mencari komparasi dan menambah khasanah ilmu kejiwaan.
KERANCUAN MEMAKNAI JIWA, SUKMA, NYAWA, PSIKHIS JIWA, [...]
Februari 17, 2010 SABDå 99 Komentar
Kategori: Jiwa-Raga-Sukma-Nyawa Kaitkata: ilmu jiwa, JIWA, Ki Ageng Suryomentaram,
meraga sukma, NYAWA, roh, SUKMA

Apa Maksud Eling & Waspada ?


ELING & WASPADA !!!!!!! Dua buah kata populer yang berisi pesan-pesan mendalam dan
dianggap wingit atau sakral. Namun tidak setiap orang mengerti secara persis apa yang
dimaksud kedua istilah tersebut. Sebagian yang lain hanya tahu sekedar tahu saja namun
kurang memahami apa makna yang tepat dan tersirat di dalamnya. Perlulah kiranya ada
sedikit uraian agar [...]

September 6, 2009 SABDå 25 Komentar


Kategori: ELING & WASPADA Kaitkata: eling, eling lan waspada, maksud eling dan
waspada, prediksi gempa, ramalan gempa, waspada, waspada gempa

DI MANAKAH LEVEL ANDA


Orang yang suka menyalahkan orang lain, gemar mencari-cari “kambing hitam”, pada
saatnya nanti dalam kesendirian ia menghadapi kekalahan terbesarnya. Dan pada saat
itu tiada seorang pun yang peduli lagi dengan dirinya. I. HIDUP DI LEVEL DASAR
Perjuangan hidup di dunia ini, diawali manakal Anda masuk usia aqil-baliq, atau usia
pubertas. Dengan asumsi perjuangan hidup manusia ditandai [...]

Juni 11, 2009 SABDå 73 Komentar


Kategori: DI MANAKAH LEVEL ANDA Kaitkata: Kiat Sukses, Level Kesadaran,
Mengukur Kesuksesan, Sukses, Tolok Ukur Kesuksesan

MEMULAI LAKU PRIHATIN


MEMULAI LAKU PRIHATIN PRIHATIN adalah kata-kata yg akrab di telinga kita,
bahkan saya pernah mendengar kata “prihatin” saban hari selama sebulan. Tapi saya semakin
judeg memaknainya. Setelah sekian lama, barulah saya pahami bahwa “prihatin” mungkin
singkatan dari “perih ing batin” (pedih yang dirasakan oleh batin). Mengapa pedih ? Yah,
tentu saja, karena batin (jiwa) [...]

Januari 21, 2009 SABDå 74 Komentar


Kategori: MEMULAI LAKU PRIHATIN Kaitkata: Gentur, Kejawen, Laku, Laku Prihatin,
Prihatin, tapa mendem, tapa ngeli

BAGAIMANA HARUS BERSERAH DIRI


PADA TUHAN
BAGAIMANA HARUS BERSERAH DIRI PADA TUHAN Berserah diri hakekatnya sama
dengan “tapa ngeli” menghayutkan diri pada “aliran sungai” kehendak Hyang Widhi
(kareping rahsa) yang akan menjamin kita sampai pada muara keberuntungan memasuki
samodra anugrah Tuhan. Tapi orang kadang tanpa sadar telah salah pilih, menghanyutkan diri
pada “air bah” (rahsaning karep/keinginan jasad) sehingga arahnya berbalik [...]

sumber :http://sabdalangit.wordpress.com/category/spiritual-jawa/
Diposkan oleh dunia spiritual di 23.12 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: spiritual jawa

niali spiritual dalam ilmu kedokteran

NILAI KEMANUSIAAN DAN SPIRITUAL DALAM DUNIA KEDOKTERAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Blok PDSKE tentang terapan nilai-nilai spiritual,
kemanusiaan dalam dunia kedokteran. Dalam pembelajaran kedokteran ini nilai-nilai
kemanusiaan dan spiritual sangat dibutuhkan karena dokter harus mempunyai nilai-nilai
tersebut. Tanpa nilai-nilai tersebut nilai-nilai etik dalam kedokteran akan terabaikan dan bisa
disalahgunakan sehingga bisa merugikan umat manusia. Selain itu nilai spiritual dan
kemanusiaan sangat diperlukan dokter karena selain pelayanan medis yang diberikan dokter
seharusnya juga bisa memberi pelayanan spiritual kepada pasien agar terjadi keseimbangan
antara kesehatan fisik dan mental pasien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja potensi yang ada pada diri manusia?
2. Apakah nilai spiritual itu?
3.Apakah nilai kemanusiaan itu?
4. Apa hubungan spiritual dengan kesehatan jiwa?
5. Apa saja macam-macam pengaplikasian nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual dalam dunia
kedokteran?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas Blok PDSKE juga bertujuan untuk
mengetahui guna dan manfaat dari nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan pada dunia
kedokteran baik untuk mendukung profesi kedokteran dan pengobatan.
1.4 Manfaat Penulisan
Meyumbangkan sedikit pengetahuan kepada masyarakat khususnya yang bergerak dalam
bidang kesehatan agar mengetahui peranan nilai-nilai kemanusian dan spiritual dan
diharapkan bisa diterapkan dalam dunia kedokteran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Potensi Manusia
2.1.1 Kecerdasan Intelektual (IQ)
Secara umum IQ mencakup pada aspek; Logic-Matematik dan Linguistik-Verbal.
Kecerdasan inteligensi yang selalu diberdayakan akan membantu seseorang dalam
memahami, menganalisis,berbicara, menghitung dan bepikir. (IQ) terletak di lapisan otak
yang disebut NEUCORTEX. Kecerdasan IQ tidak bisa ditingkatkan atau diubah lagi. Semisal
bila IQ kita 115 maka ketika sudah tua nanti IQ kita juga akan sama. Tapi perlu dipahami
bahwa, berdasarkan penelitian kecerdasan IQ hanya bisa mengantarkan orang-orang pada
keberhasilan hidup maksimal 20%. Maka kita perlu menggali potensi kecerdasan emosional.
2.1.2 Kecerdasan Emosional (EQ)
banyak contoh dimasyarakat orang yang mempunyai kecerdasan intelektual rendah justru
lebih sukses dalam kehidupannya dibanding orang yang mempunyai tingkat intelektual yang
lebih tinggi. Tapi pada kenyataannya sistem pendidikan kita masih berpusat pada IQ, padahal
kecerdasan emosional juga sangat dibutuhkan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengendalikan,memahami,dan bersikap dalam menghadapi suatu masalah.
Kecerdasan emosional terdapat pada sistem limbik yang berfungsi mengendalikan perasaan
manusia. Apabila kita bisa mengendalikan, memahami dan bersikap dengan baik dalam
menghadapi suatu masalah keberhasilan pun Insyaallah akan mudah dicapai.
2.1.3 Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali digagas oleh
Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari harvard university dan oxford university.
kecerdasan spiritual terletak pada lapisan otak God Spot. Kecerdasan spiritual sangat
dibutuhkan manusia dalam kehidupan ini agar terjadi keseimbangan vertikal dan horizontal.
Hubungan antara kita dengan Tuhan perlu ditumbuhkan agar manusia memahami hakikat
kehidupan ini. “Tidakkah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembahKu”(QS Azzariyat:56)
Jadi manusia harus mempunyai mening dan value dalam setiap langkah hidupnya. Tidak
hanya berkualitas prima, berkesesuaian dengan masyarakat tetapi juga harus memahami
makna dan hakikat kehidupan.
2.2 Nilai-Nilai Spiritual
Spiritual bagi seseorang merupakan kebutuhan dan kewajiban karena sebagai fitrah manusia
dan sebagai pelaksanaan perjanjian fundamental antara manusia dan Tuhan di alam ruh.
Sebagaimana Allah berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman) :” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(Q.7:172). Secara fitrah manusia memiliki kesiapan
untuk bertauhid, mendekatkan diri kepada Tuhan, kembali kepada Tuhan, meminta
pertolongan Tuhan, ketika dihadapkan dalam suatu masalah termasuk sakit.
Apabila seseorang dinyatakan sakit sering menimbulkan keguncangan mental dan
spiritual. Dengan santunan spiritual akan dapat menyebabkan kembali kepada Allah dan ingat
Allah (dzikrullah). Dengan dzikrullah dapat menjadi tenang dan tenteram.
Keberhasilan santunan spiritual dipengaruhi oleh dua hal yaitu titik Tuhan (god spot) dan
suara hati spiritual. Suara hati spiritual akan mempengaruhi emosi terkendali dan tidak
terkendali. Emosi terkendali menghasilkan pikiran merasa tenang dan tentram.
Dengan santunan spiritual paling tidak pasien mengetahui bahwa sakit merupakan cobaan
dari Allah dan Allahlah yang menyembuhkan.
Hubungan nilai-nilai spiritual dengan kesehatan jiwa
Seseorang mempunyai kondisi jiwa yang sehat karena perasaan, pikiran dan fisik juga sehat.
Selain itu nilai-nilai spiritual juga sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa karena ia tidak
akan mengalami goncangan-goncangan, kekacauan jiwa, ataupun penyakit kejiwaan seperti
kegilaan, stress, frustasi. Sebagai contoh seorang siswi yang diputus oleh pacarnya dan dia
sangat terpukul atas kejadian itu. Karena tidak kuat menahan emosinya dia akhirnya
mengakhiri hidupnya. Ini bukti kalau tingkat spiritualnya rendah, mudah terombang ambing
keadaan, tidak mempunyai mental yang kuat dalam menghadapi suatu masalah karena dia
tidak memiliki pedoman hidup.
Bila spiritual seseorang kuat maka jiwanya pun akan sehat karena ia memiliki keyakinan
dalam menghadapi suatu permasalahan sehingga ia bisa mengatasi permasalahannya dengan
baik tanpa menimbulkan gangguan kejiwaan yang berat.
2.3 Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam kedokteran

Berbicara tentang nilai kemanusiaan berarti berbicara tentang beberapa aspek yang
memiliki pengertian yang saling berkaitan, di antaranya mengenai humanisme, etika,
kebudayaan dan perilaku. Humanisme sendiri adalah aliran yang bertujuan menghidupkan
rasa perikemanusiaan/mencita-citakan pergaulan yang lebih baik. Ada juga yang berpendapat
humanisme sebagai sikap/tingkah laku mengenai perhatian manusia dengan menekankan
pada rasa belas kasih serta martabat individu.
Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan medis selama ini selalu
menjadi jargon seorang dokter. Etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai
tingkah laku profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak
pasiennya, hak teman sejawatnya maupun hak orang lain.
Bila dikaitkan dengan kebudayaan, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan
langsung dengan manusia sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama
berbudaya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun nilai-
nilai sosial itu agar tetap menjadi landasan bagi setiap dokter dalam menjalani kehidupan
profesinya yang luas, maka disinilah pengetahuan kebudayaan menjadi konsep dasar dalam
membangun jati diri sebagai petugas layanan kesehatan.
Nilai-nilai kemanusiaan ini diharapkan bisa diterapkan dalam praktek kedokteran,
pelayanan kesehatan, pendidikan kedokteran, penelitian sehingga ilmu kedokteran bisa
memberi pelayanan optimal kepada masyarakat tanpa adanya penyimpangan-penyimpangan
ataupun penyalahgunaan ilmu-ilmu kedokteran untuk hal-hal yang melanggar nilai-nilai
kemanusiaan.
2.4 Pendekatan Kemanusiaan dan Spiritual dalam Dunia Kedokteran
Pendekatan spiritual di Rumah Sakit
Rumah sakit berkewajiban memberi pelayanan kesehatan. Pelayanan diwujudkan dengan
upaya penyembuhan pasien(kuratif), pemulihan pasien(rehabilitatif), yang ditunjang dengan
upaya peningkatan kesehatan(promotif) dan pencegahan penyakit(preventif) secara
menyeluruh dengan pendekatan biopsikososiospiritual sebagaimana telah disebutkan oleh
WHO. Dalam hal ini spiritual menjadi kebutuhan yang perlu dalam pelayanan Rumah Sakit.
Pendekatan spiritual disini berfokus pada tujuan dan arti hidup manusia dan hubungannya
kepada Tuhan. Pasien dan keluarga pasien diajak untuk lebih siap menerima kondisi yang
terjadi. Di RS Al Islam Bandung teknis pelaksanaan pendekatan spiritualnya dilakukan
dengan membekali perawat dan tenaga kerohanian dengan tiga buku pegangan, yakni SKP
(Santunan Kerohanian Pasien), TIP (Tuntunan Ibadah Pasien), dan BSM (Bimbingan
Sakaratul Maut) bagi pasien-pasien terminal. Dengan demikian, pasien akan tetap
melaksanakan ibadahnya sesuai dengan ketiga buku pedoman itu walaupun mereka sedang
sakit.
Untuk kunjungan dan bimbingan kerohanian ini, dilakukan dua kali dalam sehari, pagi dan
sore.
Sebanyak 209 pasien yang dirawat selama tiga bulan di Ruang Perawatan Firdaus III RS Al
Islam Bandung rata-rata mengalami penurunan tingkat kecemasan. Mereka dapat
melaksanakan ibadah sesuai dengan kadar kemampuannya dan cenderung tenang. Mereka
tidak mengalami stress (kecemasan) seperti pada pasien yang tidak termasuk pilot project
program tersebut.
Euthanasia dalam praktik kedokteran
Di zaman modern ini banyak permasalahan-permasalahan manusia karena kemajuan
teknologi yang semakin canggih sehingga nilai-nilai kemanusiaan semakin tergeser. Diantara
semua permasalahan ini euthanasia salah satunya. Euthanasia adalah pengakhiran hidup
manusia karena berbagai pertimbangan untuk mengakhiri penderitaan pasien dan
meringankan beban keluarganya atas penyakit yang tidak kunjung sembuh.
Euthanasia menjadi topik yang masih diperdebatkan di dunia ini karena selain mencakup sisi
medis tetapi juga kemanusiaan, sosial, agama dan yuridis yang masih menimbulkan rasa
ketidakpuasan, dan belum dapat menjawab secara tepat dan objektif.
Hak untuk hidup adalah hak yang paling asasi bagi semua mahluk, lebih-lebih bagi
manusia. Seperti yang telah disebutkan dalam pernyataan umum hak-hak manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak
akan hidup, akan kemerdekaan da keamanan bagi dirinya. Berhubungan dengan pasal
tersebut ada kaitannya, yakni beberapa pasal dalam UUD 1945 yang memuat hak-hak asasi
manusia, yaitu seperti hak setiap warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pendapat, berhak hidup sejahtera lahir dan batin, hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, dan masih banyak
ketentuan UUD 1945 yang mengatur hak-hak manusia.
Menyinggung masalah hak-hak asasi manusia, maka akan terlintas dalam pikiran kita bahwa
hak untuk hidup adalah termasuk di dalamnya. Timbul suatu pertanyaan bagaimana hak
untuk hidup bila dikaitkan dengan masalah euthanasia. Dengan pengertian lain seorang
dokter, umumnya tenaga kesehatan memang menghadapi yang menempatkan seorang pasien
menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi. Misalnya saja seorang penderita
kanker pada stadium yang sudah parah yang kondisinya sangat menderita, baik secara fisik,
batin maupun materi. Melihat kondisi demikian ini, baik keluarga pasien maupun dokter yang
merawatnya terkadang tidak tega, sehingga akhirnya sama-sama sepakat untuk mempercepat
kematiannya yaitu dengan jalan memberikan obat dengan dosis yang berlebihan. Keadaan
demikian inilah yang disebut dengan euthanasia.
Belum jelasnya dasar hukum euthanasia menjadikan perdebatan berbagai pihak tetapi yang
jelas euthanasia dari segi nilai-nilai kemanusaiaan sangat betrentangan karena
telah merampas kebebasan untuk hidup seseorang dan hak untuk mempertahankan hidupnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan dalam dunia kedokteran begitu kompleks. Tidak hanya
penanganan medis saja yang diperlukan dalam pengobatan pasien tetapi aspek spiritual juga
sangat diperlukan karena keseimbangan kesehatan antara jiwa dan fisik manusia harus
berimbang. Seperti kata pepatah “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Maka
dari itu selain kemampuan medis dalam dunia kedokteran juga dibutuhkan pendekatan
spiritual dalam pembelajarannya.
Dalam kedokteran tidak lepas dari nilai kemanusiaan karena dokter dihasilkan untuk
pengabdian dan kemanusiaan. Nilai-nilai seperti hubungan dengan pasien, keluarga pasien,
teman sejawat sangat diperlukan agar terjalin hubungan yang harmonis sehingga dapat
menghasilkan pelayanan yang prima. Selain itu nilai-nilai kemanusiaan sangat diperlukan
agar tidak terjadi penyalahgunaan, penyimpangan dan batasan-batasan moral dalam ilmu
kedokteran.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai spiritual dan kemanusaiaan sangat
diperlukan dalam dunia kedokteran agar tercipta pelayanan kesehatan yang prima tanpa
mengesampingkan kebutuhan dasar manusia dan kode etik kedokteran.
sumber : http://mathusen.blogspot.com/2009/10/nilai-kemanusiaan-dan-spiritual-dalam.html
NILAI KEMANUSIAAN DAN SPIRITUAL DALAM DUNIA
KEDOKTERAN

NILAI KEMANUSIAAN DAN


SPIRITUAL DALAM DUNIA
KEDOKTERAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Blok PDSKE tentang terapan nilai-nilai spiritual,
kemanusiaan dalam dunia kedokteran. Dalam pembelajaran kedokteran ini nilai-nilai kemanusiaan
dan spiritual sangat dibutuhkan karena dokter harus mempunyai nilai-nilai tersebut. Tanpa nilai-nilai
tersebut nilai-nilai etik dalam kedokteran akan terabaikan dan bisa disalahgunakan sehingga bisa
merugikan umat manusia. Selain itu nilai spiritual dan kemanusiaan sangat diperlukan dokter karena
selain pelayanan medis yang diberikan dokter seharusnya juga bisa memberi pelayanan spiritual
kepada pasien agar terjadi keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental pasien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja potensi yang ada pada diri manusia?

2. Apakah nilai spiritual itu?

3.Apakah nilai kemanusiaan itu?

4. Apa hubungan spiritual dengan kesehatan jiwa?

5. Apa saja macam-macam pengaplikasian nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual dalam dunia
kedokteran?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas Blok PDSKE juga bertujuan untuk mengetahui guna
dan manfaat dari nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan pada dunia kedokteran baik untuk mendukung
profesi kedokteran dan pengobatan.

1.4 Manfaat Penulisan

Meyumbangkan sedikit pengetahuan kepada masyarakat khususnya yang bergerak dalam bidang
kesehatan agar mengetahui peranan nilai-nilai kemanusian dan spiritual dan diharapkan bisa
diterapkan dalam dunia kedokteran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Potensi Manusia

2.1.1 Kecerdasan Intelektual (IQ)

Secara umum IQ mencakup pada aspek; Logic-Matematik dan Linguistik-Verbal. Kecerdasan


inteligensi yang selalu diberdayakan akan membantu seseorang dalam memahami,
menganalisis,berbicara, menghitung dan bepikir. (IQ) terletak di lapisan otak yang disebut
NEUCORTEX. Kecerdasan IQ tidak bisa ditingkatkan atau diubah lagi. Semisal bila IQ kita 115 maka
ketika sudah tua nanti IQ kita juga akan sama. Tapi perlu dipahami bahwa, berdasarkan penelitian
kecerdasan IQ hanya bisa mengantarkan orang-orang pada keberhasilan hidup maksimal 20%. Maka
kita perlu menggali potensi kecerdasan emosional.

2.1.2 Kecerdasan Emosional (EQ)

banyak contoh dimasyarakat orang yang mempunyai kecerdasan intelektual rendah justru lebih
sukses dalam kehidupannya dibanding orang yang mempunyai tingkat intelektual yang lebih tinggi.
Tapi pada kenyataannya sistem pendidikan kita masih berpusat pada IQ, padahal kecerdasan
emosional juga sangat dibutuhkan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengendalikan,memahami,dan bersikap dalam menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosional
terdapat pada sistem limbik yang berfungsi mengendalikan perasaan manusia. Apabila kita bisa
mengendalikan, memahami dan bersikap dengan baik dalam menghadapi suatu masalah
keberhasilan pun Insyaallah akan mudah dicapai.

2.1.3 Kecerdasan Spiritual (SQ)

Kecerdasan spiritual merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali digagas oleh Danah
Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari harvard university dan oxford university. kecerdasan
spiritual terletak pada lapisan otak God Spot. Kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan manusia dalam
kehidupan ini agar terjadi keseimbangan vertikal dan horizontal. Hubungan antara kita dengan
Tuhan perlu ditumbuhkan agar manusia memahami hakikat kehidupan ini. “Tidakkah aku
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu”(QS Azzariyat:56)

Jadi manusia harus mempunyai mening dan value dalam setiap langkah hidupnya. Tidak hanya
berkualitas prima, berkesesuaian dengan masyarakat tetapi juga harus memahami makna dan
hakikat kehidupan.
2.2 Nilai-Nilai Spiritual

Spiritual bagi seseorang merupakan kebutuhan dan kewajiban karena sebagai fitrah manusia dan
sebagai pelaksanaan perjanjian fundamental antara manusia dan Tuhan di alam ruh. Sebagaimana
Allah berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :” Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami
(keturunan adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(Q.7:172). Secara
fitrah manusia memiliki kesiapan untuk bertauhid, mendekatkan diri kepada Tuhan, kembali kepada
Tuhan, meminta pertolongan Tuhan, ketika dihadapkan dalam suatu masalah termasuk sakit.

Apabila seseorang dinyatakan sakit sering menimbulkan keguncangan mental dan spiritual.
Dengan santunan spiritual akan dapat menyebabkan kembali kepada Allah dan ingat Allah
(dzikrullah). Dengan dzikrullah dapat menjadi tenang dan tenteram.
Keberhasilan santunan spiritual dipengaruhi oleh dua hal yaitu titik Tuhan (god spot) dan suara hati
spiritual. Suara hati spiritual akan mempengaruhi emosi terkendali dan tidak terkendali. Emosi
terkendali menghasilkan pikiran merasa tenang dan tentram.
Dengan santunan spiritual paling tidak pasien mengetahui bahwa sakit merupakan cobaan dari Allah
dan Allahlah yang menyembuhkan.

Hubungan nilai-nilai spiritual dengan kesehatan jiwa

Seseorang mempunyai kondisi jiwa yang sehat karena perasaan, pikiran dan fisik juga sehat. Selain
itu nilai-nilai spiritual juga sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa karena ia tidak akan mengalami
goncangan-goncangan, kekacauan jiwa, ataupun penyakit kejiwaan seperti kegilaan, stress, frustasi.
Sebagai contoh seorang siswi yang diputus oleh pacarnya dan dia sangat terpukul atas kejadian itu.
Karena tidak kuat menahan emosinya dia akhirnya mengakhiri hidupnya. Ini bukti kalau tingkat
spiritualnya rendah, mudah terombang ambing keadaan, tidak mempunyai mental yang kuat dalam
menghadapi suatu masalah karena dia tidak memiliki pedoman hidup.

Bila spiritual seseorang kuat maka jiwanya pun akan sehat karena ia memiliki keyakinan dalam
menghadapi suatu permasalahan sehingga ia bisa mengatasi permasalahannya dengan baik tanpa
menimbulkan gangguan kejiwaan yang berat.
2.3 Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam kedokteran

Berbicara tentang nilai kemanusiaan berarti berbicara tentang beberapa aspek yang
memiliki pengertian yang saling berkaitan, di antaranya mengenai humanisme, etika, kebudayaan
dan perilaku. Humanisme sendiri adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa
perikemanusiaan/mencita-citakan pergaulan yang lebih baik. Ada juga yang berpendapat
humanisme sebagai sikap/tingkah laku mengenai perhatian manusia dengan menekankan pada rasa
belas kasih serta martabat individu.

Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan medis selama ini selalu menjadi jargon
seorang dokter. Etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku
profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak pasiennya, hak teman
sejawatnya maupun hak orang lain.

Bila dikaitkan dengan kebudayaan, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan langsung
dengan manusia sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya. Karena
itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun nilai-nilai sosial itu agar tetap menjadi
landasan bagi setiap dokter dalam menjalani kehidupan profesinya yang luas, maka disinilah
pengetahuan kebudayaan menjadi konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas layanan
kesehatan.

Nilai-nilai kemanusiaan ini diharapkan bisa diterapkan dalam praktek kedokteran, pelayanan
kesehatan, pendidikan kedokteran, penelitian sehingga ilmu kedokteran bisa memberi pelayanan
optimal kepada masyarakat tanpa adanya penyimpangan-penyimpangan ataupun penyalahgunaan
ilmu-ilmu kedokteran untuk hal-hal yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

2.4 Pendekatan Kemanusiaan dan Spiritual dalam Dunia Kedokteran

Pendekatan spiritual di Rumah Sakit

Rumah sakit berkewajiban memberi pelayanan kesehatan. Pelayanan diwujudkan dengan upaya
penyembuhan pasien(kuratif), pemulihan pasien(rehabilitatif), yang ditunjang dengan upaya
peningkatan kesehatan(promotif) dan pencegahan penyakit(preventif) secara menyeluruh dengan
pendekatan biopsikososiospiritual sebagaimana telah disebutkan oleh WHO. Dalam hal ini spiritual
menjadi kebutuhan yang perlu dalam pelayanan Rumah Sakit.

Pendekatan spiritual disini berfokus pada tujuan dan arti hidup manusia dan hubungannya kepada
Tuhan. Pasien dan keluarga pasien diajak untuk lebih siap menerima kondisi yang terjadi. Di RS Al
Islam Bandung teknis pelaksanaan pendekatan spiritualnya dilakukan dengan membekali perawat
dan tenaga kerohanian dengan tiga buku pegangan, yakni SKP (Santunan Kerohanian Pasien), TIP
(Tuntunan Ibadah Pasien), dan BSM (Bimbingan Sakaratul Maut) bagi pasien-pasien terminal.
Dengan demikian, pasien akan tetap melaksanakan ibadahnya sesuai dengan ketiga buku pedoman
itu walaupun mereka sedang sakit.

Untuk kunjungan dan bimbingan kerohanian ini, dilakukan dua kali dalam sehari, pagi dan
sore.

Sebanyak 209 pasien yang dirawat selama tiga bulan di Ruang Perawatan Firdaus III RS Al Islam
Bandung rata-rata mengalami penurunan tingkat kecemasan. Mereka dapat melaksanakan ibadah
sesuai dengan kadar kemampuannya dan cenderung tenang. Mereka tidak mengalami stress
(kecemasan) seperti pada pasien yang tidak termasuk pilot project program tersebut.

Euthanasia dalam praktik kedokteran

Di zaman modern ini banyak permasalahan-permasalahan manusia karena kemajuan


teknologi yang semakin canggih sehingga nilai-nilai kemanusiaan semakin tergeser. Diantara semua
permasalahan ini euthanasia salah satunya. Euthanasia adalah pengakhiran hidup manusia karena
berbagai pertimbangan untuk mengakhiri penderitaan pasien dan meringankan beban keluarganya
atas penyakit yang tidak kunjung sembuh.

Euthanasia menjadi topik yang masih diperdebatkan di dunia ini karena selain mencakup sisi medis
tetapi juga kemanusiaan, sosial, agama dan yuridis yang masih menimbulkan rasa ketidakpuasan,
dan belum dapat menjawab secara tepat dan objektif.

Hak untuk hidup adalah hak yang paling asasi bagi semua mahluk, lebih-lebih bagi manusia.
Seperti yang telah disebutkan dalam pernyataan umum hak-hak manusia (Universal Declaration of
Human Rights) pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak akan hidup, akan
kemerdekaan da keamanan bagi dirinya. Berhubungan dengan pasal tersebut ada kaitannya, yakni
beberapa pasal dalam UUD 1945 yang memuat hak-hak asasi manusia, yaitu seperti hak setiap
warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat, berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, dan masih banyak ketentuan UUD 1945 yang mengatur hak-hak manusia.

Menyinggung masalah hak-hak asasi manusia, maka akan terlintas dalam pikiran kita bahwa hak
untuk hidup adalah termasuk di dalamnya. Timbul suatu pertanyaan bagaimana hak untuk hidup bila
dikaitkan dengan masalah euthanasia. Dengan pengertian lain seorang dokter, umumnya tenaga
kesehatan memang menghadapi yang menempatkan seorang pasien menderita penyakit yang tidak
dapat disembuhkan lagi. Misalnya saja seorang penderita kanker pada stadium yang sudah parah
yang kondisinya sangat menderita, baik secara fisik, batin maupun materi. Melihat kondisi demikian
ini, baik keluarga pasien maupun dokter yang merawatnya terkadang tidak tega, sehingga akhirnya
sama-sama sepakat untuk mempercepat kematiannya yaitu dengan jalan memberikan obat dengan
dosis yang berlebihan. Keadaan demikian inilah yang disebut dengan euthanasia.
Belum jelasnya dasar hukum euthanasia menjadikan perdebatan berbagai pihak tetapi yang jelas
euthanasia dari segi nilai-nilai kemanusaiaan sangat betrentangan karena
telah merampas kebebasan untuk hidup seseorang dan hak untuk mempertahankan hidupnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Permasalahan-permasalahan dalam dunia kedokteran begitu kompleks. Tidak hanya penanganan


medis saja yang diperlukan dalam pengobatan pasien tetapi aspek spiritual juga sangat diperlukan
karena keseimbangan kesehatan antara jiwa dan fisik manusia harus berimbang. Seperti kata
pepatah “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Maka dari itu selain kemampuan
medis dalam dunia kedokteran juga dibutuhkan pendekatan spiritual dalam pembelajarannya.

Dalam kedokteran tidak lepas dari nilai kemanusiaan karena dokter dihasilkan untuk pengabdian dan
kemanusiaan. Nilai-nilai seperti hubungan dengan pasien, keluarga pasien, teman sejawat sangat
diperlukan agar terjalin hubungan yang harmonis sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang
prima. Selain itu nilai-nilai kemanusiaan sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan,
penyimpangan dan batasan-batasan moral dalam ilmu kedokteran.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai spiritual dan kemanusaiaan sangat
diperlukan dalam dunia kedokteran agar tercipta pelayanan kesehatan yang prima tanpa
mengesampingkan kebutuhan dasar manusia dan kode etik kedokteran.

Daftar Pustaka

http://nurulkawakibblog.blogspot.com/2009/04/urgensi-pendekatan-spiritual-di-rumah.html

http://arisk-privacy87.blogspot.com/2009/03/kesehatan-mental.html

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=99921

http://jelita249.blogspot.com/2009/08/euthanasia-dalam-praktek-kedokteran.html

http://shulhana.wordpress.com/

http://74.125.153.132/search?q=cache:GA9gTOnPZwUJ:www.unp.ac.id/downloads/pkmb08/bab-
8.pdf+pengertian+IESQ&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

Diposkan oleh abunawas di 09.06

Label: makalah PDSKE

Tidak ada komentar:

Anda mungkin juga menyukai