Referat Miastenia Gravis
Referat Miastenia Gravis
PENDAHULUAN
Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau
kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih
kekuatannya setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai jam. Jolly
(1895) adalah orang yang pertamakali menggunakan istilah miastenia gravis dan
ia juga mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak
berlanjut. Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa
fisostigmin merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis1.
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang
disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di
sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post
sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction.
1
Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction
1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps
ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian
yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin
(AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf.
2
Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini
akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor
yang memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na+
akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial
end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran
otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang
serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis
rongga sinaps
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
3
PREVALENSI
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi
pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50
tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio
perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada
wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun,
sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun. Early-onset
miastenia gravis biasanya terjadi pada wanita pada usia 18-50 tahun dan late-
onset miastenia gravis lebih sering pada laki-laki dengan usia 50 tahun ke atas5.
KLASIFIKASI
Untuk menentukan prognosis dan pengobatannya, penderita miastenia gravis
dibagi atas 4 golongan yaitu antara lain :
Golongan I : Miastenia Okular
Pada kelompok ini terdapat gangguan pada satu atau beberapa otot okular
yang menyebabkan timbulnya gejala ptosis dan diplopia, seringkali ptosis
unilateral. Bentuk ini biasanya ringan akan tetapi seringkali resisten terhadap
pengobatan.
Golongan II : Miastenia bentuk umum yang ringan
Timbulnya gejala perlahan-lahan dimulai dengan gejala okular yang
kemudian menyebar mengenai wajah, anggota badan dan otot-otot bulbar. Otot-
otot respirasi biasanya tidak terkena. Perkembangan ke arah golongan III dapat
terjadi dalam dua tahun pertama dari timbulnya penyakit miastenia gravis.
Golongan III : Miastenia bentuk umum yang berat
Pada kasus ini timbulnya gejala biasanya cepat, dimulai dari gangguan otot
okular, anggota badan dan kemudian otot pernafasan. Kasus-kasus yang
mempunyai reaksi yang buruk terhadap terapi antikolinesterase berada dalam
keadaan bahaya dan akan berkembang menjadi krisis miastenia.
Golongan IV : Krisis miastenia
Kadang-kadang terdapat keadaan yang berkembang menjadi kelemahan otot
yang menyeluruh disertai dengan paralisis otot-otot pernafasan. Hal ini
4
merupakan keadaan darurat medik. Krisis miastenia dapat terjadi pada penderita
golongan III yang kebal terhadap obat-obat antikolinesterase yang pada saat yang
sama menderita infeksi lain. Keadaan lain yang berkembang menjadi kelumpuhan
otot-otot pernafasan adalah disebabkan oleh banyaknya dosis pengobatan dengan
antikolinesterase yang disebut krisis kolinergik. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perjalanan penyakit ini, penderita akan bertambah lemah pada
waktu menderita demam, pada golongan III biasanya akan terjadi krisis miastenia
pada waktu adanya infeksi saluran nafas bagian atas, pada kebanyakan wanita
akan terjadi peningkatan kelemahan pada saat menstruasi1.
5
orofaringeal yang ringan.
IIIb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
IVa
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh
dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami
kelemahan dalam derajat ringan.
IVb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat
kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan
feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
V
Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
b. Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk
mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuhpun dapat ikut
menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
6
ETIOLOGI
7
Pada miastena gravis ciri-ciri imunologik lebih lengkap daripada penyakit
otot lainnya. Gejala tunggal utama adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan
tenaga yang sembuh kembali setelah istirahat. Walaupun kelumpuhan khas itu
dapat timbul pada setiap otot terutama otot-otot okuler dan saraf kranial motorik
yang sering terkena juga adalah otot wajah dan otot penelan. Pembuktian etiologi
auto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa glandula timus mempunyai
hubungan yang erat. Pada 80% dari penderita mistenia gravis didapati glandula
timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur
timoma dan pada penderita lainnya terdapat infiltrat limfosit pada pusat
germinativa di glandula timus seperti juga ditemukan pada penderita lupus
eritematosus sistemik, tirotoksikosis, miksedema, penyakit Addison dan anemia
hemolitik eksperimental pada tikus. Gambaran histologik otot yang terkena terdiri
dari reaksi CMI. Antibodi dan faktor rheumatoid kedua-duanya ditemukan pada
maworitas penderita miastenia gravis. Kombinasi dengan arthritis rheumatid,
lupus, anemia pernisiosa, sarkoidosis, Hodgkin dan tiroidits sering dijumpai pada
beberapa penderita miastenia gravis4.
PATOFISIOLOGI
8
eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain. Sejak tahun 1960, telah
didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis
secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang
peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miastenia gravis. Tidak
diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan
penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi
terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien
yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata. Mekanisme pasti tentang
hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita
miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat
dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan
produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada
patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ
sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus
seperti hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien
dengan gejala miastenik. Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG
dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi
secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa
juga merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin
pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor
asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah
reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan
sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area
permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang
baru disintesis5.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan lokal yang
ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya
9
terdapat gejala kelainan okular disertai dengan kelemahan otot-otot lainnya. Kira-
kira 15% ditemukan kelemahan ektremitas tanpa disertai dengan gejala kelainan
okular. Yang lainnya kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan
menelan. Anamnesis yang klasik dari penderita dengan miastenia okular adalah
adanya gejala diplopia yang timbul pada sore hari atau pada waktu maghrib dan
menghilang pada waktu pagiharinya. Dapat pula timbul ptosis pada otot-otot
kelopak mata. Bila otot-otot bulbar terkena, suaranya menjadi suara basal yang
cenderung berfluktuasi dan suara akan memburuk bila percakapan berlangsung
terus. Pada kasus yang berat akan terjadi afoni temporer. Adanya kelemahan
rahang yang progresif pada waktu mengunyah dan penderita seringkali
menunjang rahangnya dengan tangan sewaktu mengunyah. Keluhan lainnya
adalah disfagia dan regurgitasi makanan sewaktu makan1.
Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius
sering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walaupun otot levator
palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, otot-otot okuler adakalanya masih
bisa bergerak normal, tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okuler kedua
belah sisi akan melengkapi ptosis. Ptosis miastenia gravis yang ringan dapat
diperjelas dengan test Wartenberg, dengan test tersebut pasien di suruh
menatapkan kedua matanya pada sesuatu yang berada sedikit lebih tinggi dari
matanya. Pada ptosis miastenik, kedua kelopak mata atas akan lebih tinggi dari
matanya dan akan menurun 1-2 menit setelah menjalani test tersebut. Setelah
bekerja secara bertenaga ptosis akan timbul dengan jelas. Mula timbulnya dengan
ptosis (90%) unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan
ptosisi dapat dilengkapi dengan diplopia (paralisis okuler) dan suara sengau
(paralisis palatum mole). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari
menjelang sore. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga
pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak bebas
dari kesulitan penglihatan (karena diplopia dan ptosis) dan kesulitan
menelan/mengunyah. Penderita berkunjung ke dokter untuk pengobatan karena
diplopia yang sangat mengganggu. Kelemahan otot non bulbar baru dijumpai
pada tahap yang sudah lanjut sekali. Yang pertama terkena adalah otot-otot leher,
10
sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan, kemudian otot-otot anggota
gerak berikut otot-otot interkostal. Atropi otot dapat ditemukan pada permulaan,
tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi2.
Penyakit miastenia gravis biasanya mulai tampak pada umur 20-40 tahun.
Gejala utama pada penyakit ini adalah timbulnya kelemahan otot bila otot tersebut
digunakan terus menerus. Otot mata yang sering terkena sehingga timbul ptosis
dan strabismus. Selain itu juga dapat timbul kelemahan pada otot masseter,
sehingga mulut penderita sukar untuk menutup. Selain itu juga dapat pula timbul
kelemahan faring, lidah, palatum molle dan laring sehingga timbulnya kesukaran
untuk menelan dan kesukaran untuk bicara. Parese dari palatum molle akan
menimbulkan suara sengau, selain itu bicaranya juga menjadi kurang jelas.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis seperti ptosis dan strabismus akan tampak
dengan jelas pada sore hari dan pada cuaca panas, pada pemeriksaan tonus otot
tampak agak menurun3.
11
Gambar 3. Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot
esktraokular (ptosis).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
12
Pemeriksaan Laboratorium
R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IV 205.3 89
Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita
miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat
digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.
13
pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari
40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun,
anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.
2. Imaging
3. Pendekatan Elektrodiagnostik
14
Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi
neuromuscular melalui 2 teknik4 :
15
atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh
bawah. Deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-
jari tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh
dibandingkan otot bisep. Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan
saat melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari-jari kaki
dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki. Kelemahan otot-otot
pernapasan dapat dapat menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan
suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi cepat sangat diperlukan.
Kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat menyebabkan retensi
karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi. Kelemahan otot-
otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas atas, pengawasan yang
ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis fase akut sangat
diperlukan. Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris.
Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak
hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus cranialis. Hal ini
merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis.
Kelemahan pada muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan
terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan
terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada
mata yang melakukan abduksi5.
Prosedur diagnostik dimulai dari anamnesis yang cermat dan dilanjutkan
dengan tes klinik sederhana untuk menilai berkurangnya kekuatan otot setelah
aktivitas ringan tertentu, kemudian ditegakkan dengan pemeriksaan farmakologik
yaitu tes endrofonium atau dengan tes neostigmin.
Tes klinik, didasarkan pada kelelahan otot-otot yang terkena
1. Memandang objek diatas level bola mata akan timbul ptosis pada
miastenia
okular.
2. Mengangkat lengan akan mengakibatkan jatuhnya lengan bila otot-otot
bahu yang terkena.
3. Pada kasus-kasus bulbar, penderita disuruh menghitung 1 sampai 100
16
maka volume suara akan menghilang atau timbul disartria.
4. Sukar menelan bila terdapat gejala disfagia.
Tes Farmakologik
3. Uji Kinin
DIAGNOSA BANDING
17
Meliputi tirotoksikosis, lupus eritematosus dan sindroma Fischer1.
1. Bila tampak ada ptosis atau strabismus maka hendaknyalah kita ingat akan
kemungkinan adanya lesi N.III yang dpat ditimbulkan oleh :
a. Meningitis basalis (tuberkulosa atau leutika).
b. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
c. Aneurisma di sirkulus arteriosus willisii.
d. Paralisis pasca difteri.
e. Pseudoptosis pada trakhoma.
2. Bila terdapat suatu diplopia yang transient kemungkinan adanya sklerosis
multipleks
3. Histeri
4. Sindroma Eaton-Lambert, ditemukan gejal-gejal miastenia gravis. Disamping
itu akan tampak pula adanya suatu small cell bronchus carcinoma3.
PENATALAKSANAAN
18
Setelah ada perbaikan, dosis neostigmin dan piridostigmin dapat diturunkan
perlahan-lahan. Kombinasi baik piridostigmin dan prednison yang diberikan
selang 1 hari merupakan terapi inisial pilihan untuk penderita dengan timoma1.
19
pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mapu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis.
Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan
kekuatan otot secara cepat dan terpai yang memiliki onset lebih lambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan5.
20
Produk tertentu dimana 99% merupakan IgG adalah complement-
activating aggregates yang relatif aman untuk diberikan secara intravena.
Mekanisme kerja dari IVIG belum diketahui secara pasti, tetapi IVIG diperkirakan
mampu memodulasi respon imun. Reduksi dari titer antibodi tidak dapat
dibuktikan secara klinis, karena pada sebagian besar pasien tidak terdapat
penurunan dari titer antibodi. Efek dari terapi dengan IVIG dapat muncul sekitar
3-4 hari setelah memulai terapi. IVIG diindikasikan pada pasien yang juga
menggunakan terapi PE, karena kedua terapi ini memiliki onset yang cepat
dengan durasi yang hanya beberapa minggu. Tetapi berdasarkan pengalaman dan
beberapa data, tidak terdapat respon yang sama antara terapi PE dengan IVIG,
sehingga banyak pusat kesehatan yang tidak menggunakan IVIG sebagai terapi
awal untuk pasien dalam kondisi krisis. Dosis standar IVIG adalah 400
mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari.
IVIG dilaporkan memiliki keuntungan klinis berupa penurunan level anti-
asetilkolin reseptor yang dimulai sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan
pemasangan infus. Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah
nyeri kepala yang hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga
tetesan infus menjadi lebih lambat. Flulike symdrome seperti demam, menggigil,
mual, muntah, sakit kepala, dan malaise dapat terjadi pada 24 jam pertama.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah
untuk pengobatan miastenia gravis. Respon terhadap pengobatan kortikosteroid
mulai tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi terapi. Durasi kerja
kortikosteroid dapat berlangsung hingga 18 bulan, dengan rata-rata selama 3
bulan. Kortikosteroid memiliki efek yang kompleks terhadap sistem imun dan
efek terapi yang pasti terhadap miastenia gravis masih belum diketahui.
Koortikosteroid diperkirakan memiliki efek pada aktivasi sel T helper dan pada
fase proliferasi dari sel B. Sel T serta antigen-presenting cell yang teraktivasi
diperkirakan memiliki peran yang menguntungkan dalam memposisikan
21
kortikosteroid di tempat kelainan imun pada miastenia gravis. Pasien yang
berespon terhadap kortikosteroid akan mengalami penurunan dari titer
antibodinya. Kortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis
yang sangat mengganggu, yang tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase.
Dosis maksimal penggunaan kortikosteroid adalah 60 mg/hari kemudian
dilakukan tapering pada pemberiannya. Pada penggunaan dengan dosis diatas 30
mg setiap harinya, aka timbul efek samping berupa osteoporosis, diabetes, dan
komplikasi obesitas serta hipertensi.
2. Azathioprine
3. Cyclosporine
22
TINDAKAN PEMBEDAHAN
23
seksama. Secara umum, kebanyakan pasien mulai mengalami perbaikan dalam
waktu satu tahun setelah thymektomi dan tidak sedikit yang menunjukkan remisi
yang permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat-obatan). Beberapa ahli
percaya besarnya angka remisi setelah pembedahan adalah antara 20-40%
tergantung dari jenis thymektomi yang dilakukan. Ahli lainnya percaya bahwa
remisi yang tergantung dari semakin banyaknya prosedur ekstensif adalah antara
40-60% lima hingga sepuluh tahu setelah pembedahan.
PENYULIT
24
mempergunakan obat-obat yang memperberat keadaan miastenia. Bila
ragu-ragu dapat digunakan endofronium. Terdapat perbaikan yang bersifat
sempurna. Penderita miastenia gravis yang menderita krisis miastenik bila
kelemahan otot-otot penderita terus meluas sampai pula mengenai otot-
otot pernafasan. Keadaan demikian dapat timbul apabila penderita terlalu
lelah atau mendapat penyakit infeksi lain. Suatu krisis miastenik dapat
pula timbul bial seorang penderita telah diberikan obat-obat seperti kinin,
luminal, diazepam, neomisin, sulfas magnesium. Penderita dengan krisis
miastenik dapat diberikan prostigmin 1-2 mgr (2-4 mgr) secara i.m3 .
Terapi penyulit pada krisis kolinergik, obat-obat antikolinesterase dihentikan
sementara dan dimulai dengan dosis yang lebih kecil bila keadaan menjadi stabil.
Segera diberikan atropin 1,25 mg intravena dan diberikan 1,25 mg intramuskular
setiap jam sampai keringat berhenti dan pupil midriasis lebih dari 3 mm. Pada
krisis miastenia diberikan neostigmin 1-2,5 mg intramuskular. Ptosis yang
merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius sering menjadi
keluhan utama penderita miastenia gravis. Walaupun otot levator palpebra jelas
lumpuh pada miastenia gravis, otot-otot okular adakalanya masih bisa bergerak
normal, tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okuler kedua belah sisi akan
melengkapi ptosis. Ptosis miastenia gravis yang ringan dapat diperjelas dengan
test Wartenberg, dengan test tersebut pasien di suruh menatapkan kedua matanya
pada sesuatu yang berada sedikit lebih tinggi dari matanya. Pada ptosis miastenik,
kedua kelopak mata atas akan lebih tinggi dari matanya dan akan menurun 1-2
menit setelah menjalani test tersebut. Setelah bekerja secara bertenaga ptosis akan
timbul dengan jelas. Mula timbulnya dengan ptosis (90%) unilateral atau bilateral.
Setelah beberapa minggu sampai bulan ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia
(paralisis okuler) dan suara sengau (paralisis palatum mole). Kelumpuhan-
kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore. Tetapi lama kelamaan
kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan
sepanjang hari orang sakit tidak bebas dari kesulitan penglihatan (karena diplopia
dan ptosis) dan kesulitan menelan/mengunyah. Penderita berkunjung ke dokter
untuk pengobatan karena diplopia yang sangat mengganggu. Kelemahan otot non
25
bulbar baru dijumpai pada tahap yang sudah lanjut sekali. Yang pertama terkena
adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan, kemudian
otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atropi otot dapat ditemukan
pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi3.
DAFTAR PUSTAKA
26