Oleh:
DESHINTA PUTRI MBAJENG KINENDA, S.KH
(170130100111015)
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan laporan kegiatan PPDH
Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang dilaksanakan di UPT Rumah Potong
Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Mojokerto dalam
menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
banyak pihak yang telah membantu. Penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Aulianni’am, Drh., DES., selaku
dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Drh. Ajeng Erika PH,
M.Si dan Drh. Mira Fatmawati, M.Si selaku penguji, Drh. Fidi Nur Aini EPD, M.Si
selaku pembimbing, dan Drh. Madiana C. Padaga, M. AppSc selaku koordinator di
PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah memberikan arahan dan
masukan kepada penulis. Kepala UPT Rumah Potong Hewan Dinas Ketahanan
Pangan dan Pertanian Kota Mojokerto beserta staf dan jajaran yang telah berkenan
menerima, memfasilitasi dan membantu dalam kegiatan PPDH Rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Kedinasan dan Rumah Potong Hewan. Orang tua dan adik
dan semua keluarga atas kasih sayang, dukungan dan doa tak terhingga sehingga
penulis mampu menyelesaikan laporan ini. Teman kelompok 2 (O2) dan PPDH
Gelombang IX atas semangat dan kekompakan yang penuh rasa, dan emua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan ini yang tidak dapat
disebut satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan yang telah diberikan dan agar laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.2 Bangunan Rumah Potong Hewan ................................................................................ 3
2.3 Struktur organisasi UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Mojokerto .................................................................................................................... 4
4.1 Alur SOP Pemotongan Hewan 20
4.2 Cara Menurunkan Sapi .............................................................................................. 20
4.3 Kandang Penampungan Sapi (Dokumentasi Pribadi, 2018) ...................................... 21
4.4 Merobohkan Sapi (Dokumentasi Pribadi, 2018)........................................................ 22
4.5 Pemeriksaan Postmortem ........................................................................................... 31
4.6 Tempat Penyaringan Limbah Cair ............................................................................. 32
4.7 Kotoran Sapi Yang Difermentasi ............................................................................... 34
4.8 Mesin Pengering Kototan .......................................................................................... 34
4.9 Mesin Penggiling ....................................................................................................... 35
4.10 Bak Penampungan Sementara................................................................................... 36
4.11 Digester ..................................................................................................................... 36
4.12 Hasil Dari Biogas ...................................................................................................... 37
4.13 Denah Rumah Potong Hewan Kota Mojokerto ........................................................ 38
4.14 Jalur Masuk Dan Keluarnya Hewan ......................................................................... 39
4.15 Ruang Pemotongan Hewan ....................................................................................... 39
4.16 Bak Pencucian Jeroan ............................................................................................... 39
4.17 Tempat Penurunan Sapi ............................................................................................ 40
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Jadwal Kegiatan Yang Dilaksanakan Selama PPDH Di UPT RPH Dinas Pertanian,
Perikanan Dan Peternakan Kota Blitar...................................................................... 17
4.1 Pemeriksaan Postmortem ............................................................................................ 27
vi
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
Simbol/Singkatan Keterangan
% Persen
ASUH Aman Sehat Utuh Halal
IPAL Istalasi Pengolahan Air Limbah
ISIKHNAS Informasi Kesehatan Hewan Nasional
KESMAVET Kesehatan Masyarakat Veteriner
KESWAN Kesehatan Hewan
NKV Nomor Kontrol Veteriner
PAD Pendapatan Asli Daerah
Pemda Pemerintas Daerah
PMK Penyakit Mulut dan Kuku
PPDH Pendidikan Profesi Dokter Hewan
RPH Rumah Potong Hewan
SK Surat Kerja
SNI Standar Nasional Indonesia
UPT Unit Pelayanan Teknis
UU Undang – Undang
vii
BAB I PENDAHULUAN
1
2. Apakah RPH Kota Mojokerto sudah menerapkan aspek kesrawan?
3. Bagaimana cara pengelolaan limbah di UPT RPH Kota Mojokerto ?
1.3 Tujuan
1. Memahami peran dokter hewan dalam penerapan kesrawan, pemeriksaan
antemortem dan postmortem di UPT RPH Kota Mojokerto.
2. Mengetahui penerapan aspek kesrawan di RPH Kota Mojokerto.
3. Memahami cara pengelolaan limbah di UPT RPH Kota Mojokerto.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan PPDH Universitas
Brawijaya di RPH Kota Mojokerto adalah mengetahui proses standarisasi
yang diterapkan di UPT RPH Kota Mojokerto untuk terciptanya keamanan
pangan, mampu menganalisa dan menangani kendala dan masalah yang
terjadi di RPH dalam menghasilkan produk pangan asal hewan yang (ASUH),
mengetahui dan memahami manajemen teknis yang diterapkan di UPT RPH
Kota Mojokerto.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Mojokerto
Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan sebuah bangunan yang harus
memenuhi persyaratan tertentu untuk digunakan sebagai tempat memotong
hewan sebagai pelengkap daya konsumsi masyarakat. Unit Pelaksana Teknis
(UPT) RPH Kota Mojokerto terletak Di Jl. Raya Sekar Putih No. 422,
Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. UPT DRPH
Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian Kota Mojokerto mulai berdiri pada
tahun 1990. Bangunan UPT RPH Kota Mojokerto ini merupakan bangunan
yang terdiri dari 6 ruang pemotongan dengan tiga kali renovasi. UPT RPH
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota mojokerto memiliki visi yaitu
“Terwujudnya Rumah Potong Hewan (RPH) sebagai unit pelayanan
masyarakat dalam penyediaan daging yang ASUH”. Untuk menjalankan
visinya, dibentuk misi yaitu melaksanakan pemotongan ternak secara benar
sesuai syariat islam, melaksanakan penanganan produk dengan aman dan
layak, melaksanakan pemantauan dan surveilans penyakit hewan menular,
serta meningkatkan kemampuan pengolahan RPH dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat.
3
2.2 Struktur Organisasi
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Mojokerto menaungi UPT
RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Mojokerto dengan struktur
organisasi sebagai berikut :
Kepala UPT
Keurmaster Bendahara
Penerimaan
Juru Pungut
Tenaga
Kebersihan
Penjaga Kantor
Gambar 2. 2 Struktur organisasi UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Mojokerto
2.3 Fungsi UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Mojokerto
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah komplek bangunan dengan
desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan taknis dan hygine
tertentu serta digunakan sebagai tempat memotng hewan potong selain
ungags bagi konsumsi masyarakat (SNI 01-6159-1999). Fungsi RPH
meliputi aspek teknis, aspek ekonomi dan aspek social.
a. Aspek teknis
1. Sebagai tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar
sesuai dengan standart teknis yang berlaku
2. Sebagai tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum
dipotong (antemortem) dan sesudah dipotong (postmortem) untuk
4
mencegah penularan penyakit hewan kemanusi atau sebaliknya
yang dikenal sebagai zoonosis
3. Sebagai tempat untuk mendeteksi atau memonitor penyakit hewan
dengan melakukan penulusuran balik asal dari hewan potong
tersebut sehingga dapat dilakukan penyidikan yang lebih rinci
didaerah asal
4. Sebagai tempat melaksanakan seleksi dan pengendalian
pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif,
serta untuk menekan pengurangan populasi akibat pemotongan
hewan besar etina bertanduk yang tidak terkendali
b. Aspek ekonomis
1. Sumber pendapatan asli daerah (PAD)
2. Menyerap lapangan kerja
c. Aspek sosial
1. Memerikan pelayanan kepada masyarakat dengan menyediakan
dagung yang ASUH bagi masyarakat. Hal tersebut penting dalam
memerikan ketentraman batin masyarakat atas jaminan kualitas
produk yang dikonsumsi
2. Memperlakukan ternak potong sesuai dengan kaidah kesejahteraan
hewan (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan hewan, 2015)
5
memerhatikan kaidah agama dan unsur kepercayaan yang dianut
masyarakat.
(3) Menteri menetapkan persyaratan rumah potong dan tata cara
pemotongan hewan yang baik.
(4) Ketentuan mengenai pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dikecualikan bagi pemotongan untuk kepentingan hari
besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.
2. Peraturan Mentri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant).
3. Pasal 8 ayat (1) PP No. 95/2012, berisi :
a) Pemotongan hewan potong yang dagingnya diedarkan harus dilakukan
di RPH yang memenuhi persyaratan teknis yang diatur oleh Menteri.
b) Menerapkan cara yang baik.
4. Pasal 25 PP No. 95/2012 berisi unit usaha produk hewan, termasuk RPH-R
wajib memperoleh NKV.
6
penyakit hewan menular dan atau zoonosis, bukan berasal dari ruminansia
besar betina anakan atau dan betina produktif, tidak dalam keadaan bunting,
dan bukan hewan yang dilindungi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengambilan keputusan hasil pemeriksaan antemortem harus
didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
413/KPTS/Tn/310/7/1992 adalah sebagai berikut:
a. Dilarang untuk disembelih pada keadaan hewan menderita
anthrax,malleus, boutvour, rabies, rinderpest, pneumonia contagiosa
bovum.
b. Diijinkan untuk dipotong, bila pemeriksaan yakin bahwa untuk dimakan
manusia, daging dari hewan yang bersangkutan tidak membahayakan
kesehatan.
c. Pemotongan ditunda pada keadaan-keadaan:
→ Hewan lelah
→ Pemeriksaan yang dilakukan belum meyakinkan, bahwa hewan yang
bersangkutan adalah sehat, oleh karenanya harus selalu di bawah
pengawasan dan pemeriksaan; dalam hal ini hewan harus
disendirikan.
d. Pemotongan diijinkan dengan syarat, yaitu ditentukan waktu dan tempat
pemotongan serta pemeriksaan postmortem mendalam atau syarat lain bila
dalam pemeriksaan ante mortem menunjukkan gejala penyakit edema,
PMK, septikemia, dan lain-lain petunjuk yang masih memerlukan
kepastian mengenai daging hewan itu untuk dikonsumsi.
7
yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan postmortem
dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kepala dan lidah dengan cara melihat, meraba, dan
menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-
kelenjar sub parotidea, sub maxillaris, retropharyngealis dan tonsil.
b. Pemeriksaan organ rongga dada dilakukan dengan cara melihat, meraba
dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru dan
kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum
anterior, medialis dan posterior, jantung dengan mengamati bentukan
pericardium, epicardium, myocardium, endocardium, dan katup
jantung serta diafragma.
c. Pemeriksaan organ rongga perut dengan cara melihat, meraba dan
menyayat seperlunya yakni organ hati dan limpa, ginjal meliputi capsul,
corteks dan medulla, serta pemeriksaan pada usus beserta
kelenjar mesenterialis.
d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing dilakukan bila ada penyakit
yang patut dicurigai.
e. Pemeriksaan karkas dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat
seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/
supramammaria, axillaris, iliaca dan popliteal.
8
a) Bebas dari rasa haus dan lapar (Freedom from hunger and thirst)
b) Bebas dari rasa ketidaknyamanan/ penyiksaan fisik (Freedom from
discomfort)
c) Bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit (Freedom from pain, injury and
disease)
d) Bebas untuk mengekspesikan perilaku alamiah (Freedom to express
normal behaviour)
e) Bebas dari ketakutan dan rasa tertekan (Freedom from fear and distress)
Pelaksanaan kesrawan dilaksanakan dimulai saat hewan diterima, di
tampung dan diistirahatkan, digiring ke lokasi pemotongan, perobohan serta
pemotongan hewan. UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Mojokerto belum menerapkan prinsip kesrawan bagi hewan yang akan
dipotong.
9
4. Kantor administrasi dan kantor dokter hewan
5. Tempat istirahat karyawan, kantin dan musholla
6. Tempat penyimpanan barang pribadi (locker) ruang ganti pakaian
7. Kamar mandi dan wc
8. Sarana penanganan limbah
9. Tempat parkir
10. Rumah jaga
11. Gardu listrik
12. Menara air
Kompleks RPH harus dipagar sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain
selain hewan potong. RPH juga harus memiliki kendaraan khusus pengangkut
daging.
A. Bangunan utama RPH terdiri dari :
a. Daerah kotor :
1. Tempat Pemingsanan, tempat pemotongan dan tempat pengeluaran
darah.
2. Tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala,
keempat kaki sampai tarsus dan karpus, pengulitan, pengeluaran
isi dada dan isi perut).
3. Ruang untuk jerohan.
4. Ruang untuk kepala dan kaki.
5. Ruang untuk kulit.
6. Ruang postmortem.
b. Daerah bersih
1. Tempat keluar karkas.
2. Tempat penimbangan karkas.
c. Persyaratan Bangunan Utama :
1. Tata Ruang
• Tata ruang harus didisain agar searah dengan alur proses serta
memiliki ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan
pemotongan hewan dapat berjalan baik dan higienis.
10
• Tempat pemotongan didesain sedemikian rupa sehingga
pemotongan memenuhi persyaratan yang halal.
• Besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas pemotongan.
• Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara daerah
bersih dan daerah kotor.
• Di daerah pemotongan dan pengeluaran darah harus didisain
agar darah dapat tertampung.
2. Dinding
• Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan
karkas minimum 3 meter.
• Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum setinggi 2
meter terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas.
3. Lantai
• Lantai terbuat dari beton yang kedap air, tidak mudah korosif,
tidak licin, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
serta landai ke arah saluran pembuangan.
• Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada
celah atau lubang.
4. Sudut Pertemuan
• Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk
lengkung dengan jari-jari sekitar 75 mm.
• Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk
lengkung dengan jari- jari sekitar 25 mm.
5. Langit-langit
• Langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan
kondensasi dalam ruangan.
• Langi-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang
kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan
11
serta dihindarkan adanya lubang atau celah terbuka pada langit-
langit.
6. Pencegahan serangga, rodensia dan burung :
• Masuknya serangga harus dicegah dengan melengkapi pintu,
jendela atau,ventilasi dengan kawat kasa atau dengan
menggunakan metode pencegahan serangga lainnya.
• Konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
mencegah masuknya tikus atau rodensia, serangga dan burung
masuk dan bersarang dalam bangunan.
7. Pertukaran udara dalam bangunan harus baik.
8. Pintu dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, dan
mudah dibersihkan.
9. Penerangan dalam ruangan harus cukup baik. Lampu penerangan
harus mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dan mempunyai
intensitas penerangan 540 luks untuk tempat pemeriksaan
postmortem dan 220 luks untuk ruang lainnya.
12
8. Terdapat jalur penggiring hewan dari kandang menuju tempat
penyembelihan. Jalur ini dilengkapi jaring pembatas yang kuat di
kedua sisinya dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor sehingga
hewan tidak dapat berbalik arah kembali ke kandang.
13
3. Dibangun minimum masing-masing di daerah kotor dan di daerah
bersih.
4. Saluran pembuangan dari kamar mandi/WC ini dibuat khusus ke arah
septic tank, tidak menjadi satu dengan saluran pembuangan limbah
proses pemotongan.
14
maka umumnya limbah RPH tanpa dikelola lebih dahulu dan langsung
dibuang ke sungai (dumping in water) atau dibuang begitu saja ke atas tanah
(open dumping) dan biasanya dimakan burung atau binatang lain. Hal tersebut
harus dicegah karena dapat menyebarkan penyakit dengan cepat dan dalam
jarak yang cukup jauh (Aini, dkk., 2017).
15
BAB III METODOLOGI
3.2 Peserta
Peserta kegiatan koasistensi PPDH di UPT RPH Dinas Ketahanan
Pangan dan Pertanian Kota Mojokerto adalah mahasiswa PPDH Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya dengan data sebagai berikut.
Nama : Deshinta Putri Mbajeng Kinenda
NIM : 170130100111015
Alamat : Jl. Kembang Kertas Kav. 1B Sukarno Hatta
E-mail : deshintaputri12@gmail.com
16
Hasil pelaksanaan kegiatan kemudian dilaporkan secara tertulis dalam
bentuk laporan ini kepada pihak UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian Kota Blitar dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
17
Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Pelaksana
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
f) Bebas dari rasa haus dan lapar (Freedom from hunger and thirst)
g) Bebas dari rasa ketidaknyamanan/ penyiksaan fisik (Freedom from
discomfort)
h) Bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit (Freedom from pain, injury and
disease)
i) Bebas untuk mengekspesikan perilaku alamiah (Freedom to express
normal behaviour)
j) Bebas dari ketakutan dan rasa tertekan (Freedom from fear and distress)
Pelaksanaan kesrawan dilaksanakan dimulai saat hewan diterima, di
tampung dan diistirahatkan, digiring ke lokasi pemotongan, perobohan serta
pemotongan hewan. UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota.
Sebelum dilakukan pemotongan hewan, dilakukan pemeriksaan antemortem
terlebih dahulu dan setelah dilakukan pemotongan maka dilakukan
pemeriksaan postmortem.
Pelaksanaan pemotongan di RPH Kota Mojokerto dilaksanakan siang
dan malam hari. Sebelum dilakukan pemotongan sebaiknya dilakukan
peristirahatan terhadap hewan selama 12 jam. Pemeriksaan yang dilakukan di
UPT RPH Kota Mojokerto. Pemeriksaan di Kota Mojokerto dilakukan oleh
seorang keurmaster. Standar Operasional Prosedur (SOP) pemotongan hewan
yang dilakukan d UPT RPH Kota Mojokerto yaitu :
19
Tahap penerimaan Tahap Persiapan
dan penampungan pemeriksaan penyembelihan
hewan antemortem hewan
v
Pemberihan karkas
Dan penimbangan Pelayuan Pengangkutan
karkas karkas
20
Sapi selanjutnya diletakkan dikandang penampungan, pada Gambar
4.3. Kandang penampungan memiliki atap sehingga hewan tidak terkena
panas dan juga hujan. Kandang memiliki luas yang proporsional, sehingga
hewan tidak berdesakan dengan kait tali yang cukup. Alas kaki yang
digunakan adalah semen. Sehingga apabila alas basah dapat membahayakan
hewan dimana hewan akan mudah terpeleset. Hewan yang diistirahatkan atau
dititipkan tetap mendapatkan makanan dan juga minuman sehingga hewan
bebas dari rasa haus dan lapar.
21
Gambar 4. 4 Merobohkan Sapi (Dokumentasi Pribadi, 2018)
22
Hewan yang akan disembelih tidak bebas dari rasa sakit ataupun cedera,
karena hewan dirobohkan dengan cara manual yang sewaktu-waktu dapat
menyakitkan hewan saat dirobohkan.
d) Bebas untuk mengekspresikan perilaku alamiah (Freedom to express
normal behaviour)
Hewan yang datang tidak dikekang namun dibatasi pergerakannya dengan
cara diikat pada bagian moncong.
e) Bebas dari ketakutan dan rasa tertekan (Freedom from fear and distress)
Hewan yang akan dipotong tidak ditempatkan di tempat yang sama dengan
pemotongan hewan sehingga hewan tidak takut dan tidak tertekan.
23
Menurut PP No. 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Kesejahteraan Hewan hewan yang layak untuk di potong harus
memenuhi persyaratan diantaranya yaitu (1) tidak memperlihatkan gejala
penyakit hewan menular dan atau zoonosis, (2) bukan ruminansia besar betina
anakan atau dan betina produktif, (3) tidak dalam keadaan bunting, dan (4)
bukan hewan yang dilindungi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
UPT RPH Kota Mojokerto tidak memenuhi satu persyaratan dimana
pada hewan yang dipotong masih ditemukannya sapi betina produktif atau
anakan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pemerintah kota mojokerto masih
belum mampu menyediakan sapi jantan kepada para peternak di Kota
Mojokerto. Pasokan daging sapi betina lebih besar dibandingkan dengan
jumlah populasi sapi jantan dan juga angka kelahiran pedet didominasi betina
dibandingkan jantan. Harga jual daging sapi betina lebih murah sedangkan
harga jual daging untuk konsumen sama, sehingga para pedagang
mendapatkan cukup banyak untung.
Data terbaru Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKNAS)
2017 yang dimiliki Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementrian Pertanian bahwa sejak tahun 2013-2017 secara nasional terdapat
lebih dari 22.000 ekor pertahun sapi betina produktif dipotong atau sebanyak
88.000 ekor dalam empat tahun. Masyarakat biasanya memiliki pendapat
kenapa ada larangan menyembelih sapi betina produktif dan mengapa
terdapat sanksi penjara dan denda padahal sapi yang dipotong tersebut milik
dirinya sendiri, dan kebutuhan ekonomi mereka yang mengharuskan mereka
memotong sapi betina.
Indonesia menerapkan undang-undang mengenai sapi betina produktif
dimana berdasarkan UU No 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.
18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 86 huruf b
yang menyatakan Setiap orang yang menyembelih ternak ruminansia
produktif, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) dipidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
24
sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
300.000.000 (tigaratus juta rupiah)
Pencegahan pemotongan daging sapi betina tidaklah mudah, hal
tersebut dipengaruhi oleh faktor yang bersifat teknis maupun ekonomis. Dari
sisi teknis, meliputi belum meratanya tenaga medis dokter hewan di tiap
Pemerintah Daerah (Pemda), belum dianggarkannya skema ganti
rugi/kompensasi untuk peternak di APBD terkait jika betina produktif dijual
seperti diatur dalam Pasal 18 ayat 3. Untuk itu, setiap Pemda hendaknya
mengalokasikan anggaran sebagai kompensasi terhadap pengeluaran ternak
betina produktif dari masyarakat. Padahal sektor inilah yang mampu secara
nyata meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi rakyat kecil. Sisi
ekonomi bagi sebagian peternak bahwa, memelihara sapi baik jantan dan
betina itu sebagai tabungan/investasi yang setiap saat dapat dijual untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk mendapatkan cash money.
Langkah – langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk
menyelamatkan sapi betina produktif yaitu pengawasan, sosialisasi, dan
kerjasama dengan aparat negara. Sosialisasi berupa pemberian informasi dan
edukasi kepada para jagal/pemotong sapi di RPH, keumaster, dan dokter
hewan RPH, pemasangan spanduk larangan penyembelihan betina produktif
di tempat – tempat strategis seperti pasar hewan dan RPH. Pengawasan dan
kerjasama dengan Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) POLRI telah
diteken terkait penegakan hukum (law enforcement) terhadap pasal
pidananya. Terutama untuk daerah-daerah yang tingkat pemotongan betina
produktifnya masih cukup tinggi. Koordinasi dan kerja sama, berupa
penyelidikan dan penyidikan perkara antara Pegawai Penyidik Negeri Sipil
(PPNS) di dinas yang membidangi fungsi peternakan dengan penyidik
Korwas di tiap Polres.
Pemeriksaan postmortem merupakan pemeriksaan tahap akhir terhadap
kualitas daging yang akan diedarkan kepada masyarakat. Tujuan dari
pemeriksaan postmortem yaitu memberikan jaminan keamanan dan
melindungi konsumen dari penyakit yang dapat ditimbulkan karena
mengkonsumsi daging yang tidak sehat serta melindungi konsumen dari
25
pemalsuan daging. Pemeriksaan postmortem di RPH Kota Mojokerto
dilakukan oleh keumaster dibawah pengawasan dokter hewan yang
berwenang. Dokter hewan yang memeriksa berperan mengambil keputusan
kelayakan daging untuk diedarkan berdasarkan hasil pemeriksaan
postmortem. Pemeriksaan postmortem dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi dan incisi. Pemeriksaan postmortem meliputi pemeriksaan karkas,
kelenjar limfe, kepala pada bagian mulut, pipi, lidah, bibir, otot maseter, paru-
paru, jantung, ginjal, hati, limfa, rumen, retikum, omasum, dan abomasu,
serta pemeriksaan usus. Prosedur pemeriksaan dimulai dengan melakukan
inspeksi, palpasi dilanjutkan dengan insisi pada organ dan karkas pada organ
yang dicurigai.
Hewan di rebahkan dengan mengikuti standart aturan yang memenuhi
unsur ASUH dan dipotong. Kemudian tubuh hewan dibersihkan agar kotoran
yang menempel di tubuhnya terangkat dan tidak mencemari dagingnya
kemudian dipisahkan antara kulit dan dagingnya. Dalam keadaan seperti ini
ada hal yang harus diperhatikan yaitu pembersihan kotoran yang menempel
pada tubuh hewan sebelum dilakukan pemotongan agar pembersihannya lebih
merata sehingga higenitas dari daging lebih terjamin. Pada bagian kepala
yang perlu diperhatikan adalah adanya Cysticercous sp yang berbentuk sepeti
biji mentimun, karena sifatnya menular ke manusia makan bagian kepala
harus diafkir. Pada bagian jantung perlu diperhatikan adanya ukuran dan
ruang pada jantung untuk mengevaluasi adanya sarang echinococcus serta
adanya abses. Pada bagian paru-paru diperhatikan warna, konsistensi dan
krepitasi juga dilakukan syatan untuk melihan adanya tuberculosis, abses atau
investasi cacing. Afkir dapat dilakukan apabila perubahan ditemukan. Pada
bagian hati dilakukan pemeriksaan dengan palpasi dan insisi, yang perlu
diperhatikan adalah adanya perubahan warna, pengapuran serta adanya
investasi cacing, sehingga dapat dilakukan pengafkiran. Pada bagian limpa
dilakukan pemeriksaan dengan palpasi dan insisi, bagian ini penting untuk
identifikasi antrax dengan tanda khas yaitu pembengkakan pada limpa dan
perubahan warna.
26
Bagian pencernaan dilakukan inspeksi dan insisi untuk melihat
adanya perubahan mukosa berupa ptechiae atau investasi. Bagian penting
terakhir adalah daging. Dilakukan dengan cara insisi, palpasi, dan inspeksi.
Kondisi normal yaitu daging berwarna merah segar. Perubahan yang biasa
terlihat yaitu perubahan warna kebiruan akibar memar sehingga perlu
dilakukan afkir pada bagian tersebut atau dimungkinkan adanya benda asing
berupa pecahan tulang atau bekas injeksi dan lain sebagainya. Hasil dari
pemeriksaan postmortem di UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian Kota Mojokerto adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 1 Pemeriksaan Postmortem
Hati fasciolasis
27
Limpa Tidak ada perubahan
Hati Fasciolasis
28
Esophagus Tidak ada perubahan
Hati Fasciolasis
29
Jantung Tidak ada perubahan afkir 50%
Hati Fasciolasis
10. Sapi, limousin Kepala dan lidah Tidak ada perubahan Layak
+ Simental, dikonsumsi,
Paru-paru Tidak ada perubahan
30
Hasil pemeriksaan postmortem menunjakkan ditemukannnya cacing
Fasciola hepatika pada hepar dan juga haemoncus contortus pada rumen,
seperti Gambar 4.5. Organ – organ yang terdapat perubahan sebaiknya
diafkir agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat. Proses pemotongn di
RPH Kota Mojokerto dimulai pada pukul 24.00 WIB hingga selesai.
Pemeriksaan postmortem dilakukan sebelum daging didistribusikan.
Pemeriksaan dilakukan di tempat yang telah disediakan berbeda dengan ruang
penyembelihan, sedangkan pemeriksaan saluran pencernaan dilakukan di
tempat yang terdapat sumber airnya.
A B
C D
Gambar 4. 5 Fasciola Pada Hepar ( ) (A), Paramhistomum Pada Rumen ( ) (B),
Limpa Sehat (C), Pulmo Sehat (D) (Dokumentasi Pribadi, 2018)
31
Pada keadaan ini karkas dan jeroan dapat dikonsumsi namun dengan syarat
apabila kelainan yang terjadi tidak membahayakan dan kelainan tersebut
dapat dihilangkan dengan cara diafkir.
3. Dilarang untuk dikonsumsi
Karkas dan jeroan dilarang untuk dikonsumsi apabila sapi yang dipotong
terjangkit suatu penyakit yang membayakan bagi konsumen seperti
anthrax dan zoonosis lain.
Karkas yang dinyatakan lolos pemeriksaan kemudian diberikan tanda
berupa stempel yang ditempelkan pada beberapa bagian karkas , namun RPH
Kota Mojokerto belum memiliki NKV sehingga karkas langsung ditimbang
dan langsung didistribusikan ke para pedang.
32
Sistem pembuangan limbah cair pada UPT RPH Dinas Ketahanan
Pangan dan Pertanian Kota Mojokerto ada daerah yang tertutup dan ada
daerah yang terbuka. Limbah cair yang dihasilkan berupa sisa darah hewan
dan air bekas pencucian organ pencernaan. Darah dari hewan pada saat
dipotong akan di tampung dan diambil oleh warga. Air bekas pencucian
organ pencernaan memiliki satu aliran dengan limbah bekas darah. Limbah
cair akan ditampung menuju bak sedimen yang berfungsi sebagai bak untuk
mengendapkan antara padatan dan cairan lalu disalurkan pada bak dengan
filtrasi besar dan kecil. Dari proses filtrasi, cairan dialirkan menuju bak
digester yang di dalamnya terdapat mikroorganisme. Cairan dari bak digester
sudah dalam keadaan bersih dan dialirkan menuju kolam indikator yang di
dalamnya terdapat ikan yang digunakan sebagai indikator apakah air yang
keluar dari bak digeser merupakan air bersih dan tidak mengandung
kontaminan. Air yang telah bersih tersebut kemudian dialirkan ke kali yang
terdapat di depan RPH.
33
halnya penjemuran dengan matahari. Pengeringan dengan alat ini hanya
membutuhkan waktu 10 samapi 15 menit. Alat ini memiliki ukuran 25 x 25
cm2 , dapat menampung kotoran sampai ¼ kubik.
34
Gambar 4. 9 Mesin Penggiling (Dokumentasi Pribadi, 2018)
35
Gambar 4. 10 Bak Penampungan Sementara (Dokumentasi Pribadi, 2018)
36
Gambar 4. 12 Hasil Dari Biogas (Dokumentasi Pribadi,2018)
37
KeteranganGambar :
1. Ruang Kepala UPT
Rumah Potong Hewan
2. Ruang karyawan dan arsip
3. Musholla
4.Gudang
5. Ruang Potong Hewan
6. Bak Cuci Jerohan
7. Tempat penurunan hewan
8. Kandang Karantina Dan
Istirahat
9. Instalasi Limbah
10. Kandang Sewa
11. Rumah Jaga
Rumah Potong Hewan Kota Mojokerto hanya memiliki satu pintu untuk
mobilisasi antara hewan yang datang dan karkas yang dikeluarkan, pada
Gambar 4.14 Rumah Potong Hewan memiliki enam ruangan pemotongan
hewan dimana antar rungannya terdapat sekat. Ukuran ruangan pemotongan
hewan yaitu 3,5 x 4,4 meter, dan pencahayaan menggunakan lampu 60 watt,
pada Gambar 4.15, sedangkan pada ruang penimbangan mendapatkan
pencahayaan sebesar 80 watt. Rumah Potong Hewan Kota Mojokerto
memiliki 2 bak cuci jeroan. Bak tersebut digunakan untuk mencuci jeroan dan
membilas jeroan yang telah dicuci sebelumnya agar jeroan lebih bersih, pada
Gambar 4.16 Tempat menurunkan hewan yang dimiliki RPH Kota
Mojokerto jarang digunakan karena tempat terlalu jauh dari lokasi
pemotongan hewan dan kandang istirahat. Hewan biasanya diturunkan
38
langsung dari mobil dengan menggunakan papan yang telah dibuat sesuai
fungsina untuk hewan agar dapat turun dan tidak mudah terpeleset, seperti
Gambar 4.17
39
Gambar 4. 17 Tempat Penurunan Sapi (Dokumentasi Pribadi,2018)
40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
rotasi kesmavet di UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota
Mojokerto sebagai berikut:
a. Peran dokter hewan pada UPT RPH Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian Kota Mojokerto adalah menjamin daging/karkas yang dihasilkan
dari RPH di Mojokerto memenuhi aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).
Pada pemeriksaan antemortem didapatkan semua hewan dalam keadaan
sehat namun ada betina produktif yang diijinkan untuk disembelih.
Pemeriksaan postmortem terhadap 10 sapi yaitu 6 ekor layak dikonsumsi
dan 4 ekor sapi layak dikonsumsi dengan syarat afkir pada organ hepar dan
rumen karena mengalami fasciolasis dan paramhistomiasasis.
b. RPH di Kota Mojkerto masih belum memenuhi aspek kesrawan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
c. Tata letak, sarana prasarana dan fasilitas RPH Kota Mojokerto belum
sesuai standar (Peraturan Menteri Pertanian Nomor
13/PERMENTAN/OT.140/1/2010). Untuk pengolahan limbah sudah
mampu diolah dengan baik, dimana limbah cair melalui proses
penyaringan sebelum dialirkan ke sungai dan limbah feses mampu
dimanfaatkan menjadi pupuk dan juga gas.
5.2 Saran
Bangunan RPH Kota Mojokerto sebaiknya diperbaharui sesuai dengan
standar yang ada dan juga fasilitas ditambahkan. Serta lebih tegas lagi dalam
menolak pemotongan sapi betina produktif.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Sapi yang akan dilakukan Pemotongan
9. 6.
2. 7.
3. 8.
4. 9.
43