Anda di halaman 1dari 42

Perkembangan Terbaru

Program Studi DLP di Indonesia


KAJIAN
SATGAS MEP ISMKI WILAYAH 2
2017-2018

i
PENYUSUN
Tim Satuan Tugas (Satgas) Medical Education and Profession
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia Wilayah 2

Findania Ulfah A. K. Anggun Adinda Putri


Ika Rena Nabiyur Rahma
Ratu Nadia Bintang E. L. Sinaga
Merry Laili Defi Ardia Pramesti
Jasmine Effendi Daramuna R. D.
Faisal Muhammad A. Jeni Friska
Kinanthy Danendra Putri Irfan Tadjoedin
Mutia Utami Ariani Wilda Fahmul Ulya
Allifka Ramadhanti Wafa Fahriza Sanad
Ghina Salsabila Muhammad Alief
Aisyah Nabila Azuraa Achmad Nur Faizin
Resley Ongga Mulia Rotala Alfarisyi
Dhiya Andini

PENYUNTING
Ivana Beatrice Alberta
Isra Sabrina
Melati Ariena Putri Ramadhani
Azed Adinegara Saalino

Publikasi : Jakarta, November 2017


Korepondensi : satgasmep@gmail.com

ii
SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL ISMKI INDONESIA

Assalamualaikum, wrwb
Salam sejahtera
Om swasiastu, namo budaya

Mahasiswa dalam melaksanakan fungsi akademis dan sosialnya dapat dilakukan


di dalam maupun luar kampus. Proses luar kampus adalah tantangan terbesar karena
memberikan gambaran riil keadaaan sosial masyarakat. Kebutuhan masyarakat dibidang
kesehatan identik dengan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pelayan kesehatan.
Dokter sebagai tenaga medis yang juga pelayan kesehatan masih dirindukan
kehadirannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini. Efektivitas input, proses
dan output berdampak pada kualitas layanan yang akan dirasakan oleh masyarakat
(pasien). Dokter berperan untuk menjaga keselamatan pasiennya dan menumbuhkan rasa
kepercayaan tersebut sehingga timbul hubungan dokter-pasien yang harmonis.
Satuan tugas ISMKI wilayah 2 yang bergerak dalam mencari informasi di bidang
pendidikan profesi sudah selayaknya memberikan informasi yang berimbang. Khususnya
tentang butir pendidikan kedokteran tentang dokter yang bekerja di layanan primer.
Apresiasi terhadap upaya yang dilakukan selama ini, mulai dari pengumpulan informasi
hingga membuat sebuah komparasi informasi sehingga mampu membuka wawasan kita
terhadap pendidikan kedokteran. Pendidikan kedokeran hari ini seperti berada dalam
pusaran ombak yang simpang siur, kita berupaya mengembalikan esensi pendidikan yang
sesungguhnya. Rakyat dan mahasiswa merindukan sistem pendidikan kedokteran yang
terbaik, bukan hanya sekedar program tambal sulam dari setiap masalah yang terjadi.
Kita sepakat bahwa penguatan layanan primer adalah sebuah keharusan,
perbaikan SDM dokter dan tenaga kesehatan yang lain, sarana dan prasarana, serta proses
pembiayaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan. Mahasiswa
kedokteran berharap ada solusi konkrit yang mampu menyelesaikan akar masalah
pendidikan kedokteran, sehingga rakyat merasakan nikmat sehat yang paripurna dari
Sabang sampai Merauke. Salam perjuangan, hidup mahasiswa!

Irwanda, S.Ked
Sekretaris Jenderal ISMKI 2017/2018

iii
SAMBUTAN SEKRETARIS WILAYAH ISMKI WILAYAH 2

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Salam sejahtera untuk kita semua

Apresiasi setinggi-tingginya saya berikan kepada Tim Satgas MEP ISMKI Wilayah 2
2017/2018. Karena selama lebih dari setengah bulan lamanya, tim satgas telah mendedikasikan
semua jiwa, raga, waktu, dan tenaga hingga terselesaikannya kajian terbaru mengenai Dokter
Layanan Primer ini. Waktu berbulan-bulan lamanya, kini tidak sia-sia. Segala bentuk
pengorbanan telah ditorehkan di dalam naskah kajian ini, semata-mata untuk kita semua:
Mahasiswa Kedokteran Indonesia.
Seorang Mahasiswa Kedokteran merupakan calon Dokter yang memiliki kewajiban untuk
belajar menjadi dokter yang profesional. Proses pembelajaran menjadi seorang dokter tidak
semudah hanya menjalani hari demi hari. Ada banyak rintangan dan halangan, yang semuanya
terbentuk oleh sistem pendidikan kedokteran. Rintangan dan halangan ini adalah jalan kita
menempa diri menjadi Dokter yang kelak bertanggungjawab terhadap pasiennya.
Namun sayangnya, rintangan dan halangan yang terlahir dari sistem pendidikan
kedokteran tidak selalu bersuara merdu. Ada kalanya terjadi perubahan dan pembentukan sistem
baru yang seringkali terdengar nyaring sehingga menimbulkan keresahan bagi mereka yang
berhubungan langsung dengan pemangku kebijakan, maupun bagi mereka yang akan menjalani
sistem tersebut.
Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi kita: Mahasiswa Kedokteran Indonesia untuk
memahami sistem pendidikan kedokteran yang akan kita jalani. Karena proses pembelajaran
untuk menjadi seorang dokter di suatu negeri tidak hanya berdampak bagi para pelaku utama. Ini
bukan hanya tentang mahasiswa kedokteran, pemangku kebijakan, dan yang menjalani kebijakan.
Namun ini juga tentang Kita, tentang Masa Depan Kesehatan Indonesia, tentang Masa Depan
Profesi Dokter Indonesia.

Bagaimana mungkin kita menentukan arah jika tidak mengenal jalan yang akan kita langkahi?
Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Mochammad Rivaldi
Sekretaris Wilayah
ISMKI Wilayah 2 2017/2018

iv
SAMBUTAN SEKRETARIS BIDANG MEP ISMKI WILAYAH 2

Bermula dari munculnya prodi DLP, pro-kontra kebijakan dan sikap lembaga
terkait, serta implementasi prodi DLP di FK UNPAD, Satgas MEP ISMKI Wilayah 2
tergerak untuk membuat sebuah kajian, tidak untuk menyatakan suatu sikap namun lebih
terkonsentrasi pada peningkatan dan pencerdasan masyarakat khususnya
mahasiswa FK terhadap informasi terbaru salah satu isu pendidikan kedokteran ini.
Kajian tentang DLP kedua dari ISMKI ini juga lahir akibat keprihatinan akan
adanya berbagai gejolak dan perpecahan di kalangan mahasiswa kedokteran di Indonesia,
yang sayangnya banyak didasari oleh informasi-informasi yang tidak tepat maupun tidak
utuh. Selain dari pengamatan subjektif berbagai pihak, hal ini didukung oleh hasil survei
mengenai tingkat pemahaman mahasiswa kedokteran terhadap DLP.
Sangat ironis apabila mahasiswa kedokteran yang seharusnya berkolaborasi demi
memajukan taraf kesehatan masyarakat justru berkonflik atas isu yang fakta-fakta
maupun relevansinya terhadap kepentingan mahasiswa kedokteran masih banyak
disalahpahami. Oleh karena itu, kajian ini dibuat dengan tujuan agar dapat menjadi
rujukan informasi yang terpercaya. Harapan kami, apapun sikap yang diambil pembaca—
baik setuju, tidak setuju, ataupun tidak acuh karena merasa masalah ini sebenarnya
tidaklah terlalu penting, sikap tersebut didasari oleh informasi yang terpercaya dan
seimbang.
Akhir kata, terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan
berkontribusi dalam pembuatan kajian ini, terutama pada setiap anggota Satgas MEP
ISMKI Wilayah 2 yang telah menyusun dengan baik kajian DLP ini. Terima kasih kepada
tim penyunting atas sumbangsih yang sangat berharga dalam proses penyusunan kajian.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan pada informasi yang termuat maupun adanya
kata-kata yang kurang berkenan. Koreksi dan kritik saran yang membangun sangat kami
harapkan dan kami terima dengan tangan terbuka. Semoga kajian ini bermanfaat bagi
seluruh mahasiswa kedokteran Indonesia. Hidup Mahasiswa Kedokteran!

Ivana Beatrice Alberta


Sekretaris Bidang Medical Education and Profession
ISMKI Wilayah 2 2017-2018

v
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
KORESPONDENSI .................................................................................................. ii
SAMBUTAN SEKJEN ISMKI ................................................................................ iii
SAMBUTAN SEKWIL ISMKI WILAYAH 2 ........................................................ iv
SAMBUTAN SEKBID MEP ISMKI WILAYAH 2 ................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
2.1. Landasan Hukum Prodi DLP .......................................................................... 2
2.2. Legalitas Prodi DLP ........................................................................................ 2
2.3. Persyaratan Pembukaan Prodi Pendidikan Dokter Spesialis Baru (PPDS) .... 3
2.4. Pendirian Prodi DLP ....................................................................................... 4
2.5. Sistem Pendidikan DLP ................................................................................... 7
2.6. Prospek Kerja Output Lulusan DLP ................................................................ 18
2.7. Integrasi DLP dan JKN .................................................................................. 18
2.8. Sengketa Keprofesian ...................................................................................... 19
2.9. Peminat Prodi DLP .......................................................................................... 21

BAB III. PENUTUP ................................................................................................... 23


LAMPIRAN ................................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 32

vi
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. Skema alur pendirian prodi DLP ................................................................ 5

Gambar 2. Skala KKNI dari berbagai jenjang pendidikan ........................................... 8

Gambar 3. Time-table jenjang pendidikan kedokteran ................................................. 9

Gambar 4. Area kompetensi DLP ................................................................................ 10

vii
DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 1. Modul DLP Pendidikan Reguler ................................................................... 12

Tabel 2. Modul DLP Pendidikan Transisi ................................................................... 14

Tabel 3. Penambahan Kompetensi DLP dari Kompetensi Dokter Umum .................. 16

Tabel 4. Estimasi Jumlah Dokter Saat ini yang Berminat menjadi DLP .................... 21

viii
DAFTAR SINGKATAN

Pemakaian
Singkatan Kepanjangan pertama kali
pada halaman
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 1
JKN Jaminan Kesehatan Nasional 1
UU Undang-Undang 1
Kemenkes RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 1
DLP Dokter Layanan Primer 1
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 1
MK Mahkamah Konstitusi 2
IDI Ikatan Dokter Indonesia 2
PDUI Perhimpunan Dokter Umum Indonesia 2
IAKMI Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia 2
SKDI Standar Kompetensi Dokter Indonesia 3
Pedoman Program Pengembangan Keprofesian
P2KB 3
Berkelanjutan
PP Peraturan Pemerintah 3
KKI Konsil Kedokteran Indonesia 3
PPDS Prodi Pendidikan Dokter Spesialis Baru 3
IPDS Institusi Pendidikan Dokter Spesialis 3
MKKI Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia 4
Dirjen Dikti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 4
Pendidikan Tinggi Perguruan Tinggi Negeri-
PTN-BH 4
Berbadan Hukum
FK Fakultas Kedokteran 4
KKNI Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia 7
WFME World Federation of Medical Education 7
BME Basic Medical Education 8

ix
PGME Postgraduate Medical Education 8
CPD Continuing Professional Development 8
FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama 9
EBM Evidence Based Medicine 10
EPAs Entrustable Professional Activities 10
STR Surat Tanda Registrasi 17
SIP Surat Ijin Praktik 17
UHC Universal Health Coverage 18
WHO World Health Organization 19

x
BAB I
PENDAHULUAN

Pada 1 Januari 2014 pemerintah mulai mengoperasikan Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai salah satu rangkaian program kerja Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Merujuk pada Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2004
Pasal 19 ayat 2, salah satu tujuan JKN adalah memberikan kemudahan akses dan
pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS dengan harapan dokter umum dapat menjadi lini utama
pelayanan primer. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI) mencanangkan program Dokter Layanan Primer (DLP) untuk
menunjang fasilitas kesehatan primer yang ada di pelosok-pelosok daerah agar dapat
memenuhi tujuan JKN.

Adapun arah kebijakan dan strategi Kemenkes RI didasarkan pada arah kebijakan
dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-20191, yaitu:

1. Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care).


2. Penerapan Pendekatan Keberlanjutan Pelayanan (Continuum of Care).
3. Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan.

Program-program khusus untuk menangani permasalahan kesehatan pada bayi,


balita dan lansia, ibu hamil, pengungsi, dan keluarga miskin, kelompok-kelompok
berisiko, serta masyarakat di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan, dan daerah
bermasalah kesehatan.
Disebutkan pula di dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
bahwa program DLP merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program
internship yang setara dengan program dokter spesialis2. Melalui program DLP ini
diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menurunkan angka rujukan di
tingat primer sehingga dapat meminimalkan anggaran kesehatan negara.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Landasan Hukum Prodi DLP


Berdirinya program studi (prodi) DLP dilandasi oleh UU No. 20 Tahun 2013
tentang Pendidikan Kedokteran yang menyebutkan:

 Pasal 1 ayat 9: Dokter adalah dokter, dokter layanan primer, dokter spesialis-
subspesialis lulusan pendidikan dokter, baik di dalam maupun di luar negeri,
yang diakui oleh Pemerintah.
 Pasal 7 ayat 5: Pendidikan Profesi terdiri atas:
a. Program profesi dokter dan profesi dokter gigi; dan
b. Program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter
gigi spesialis-subspesialis.
 Pasal 8 ayat 3: Program dokter layanan primer merupakan kelanjutan dari
program profesi dokter dan program internship yang setara dengan program
dokter spesialis.

Dari ketiga pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa DLP merupakan salah
satu profesi yang termasuk dalam term “dokter”, diakui oleh pemerintah, dan
setara dengan program dokter spesialis.

2.2. Legalitas Prodi DLP


Dasar hukum dari kebijakan pendirian prodi DLP adalah Pasal 1 Ayat 9
UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang berbunyi, “Dokter
adalah dokter, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis lulusan
pendidikan dokter, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh
Pemerintah”. Ketidaksetujuan berbagai pihak terhadap adanya DLP mendorong
adanya gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU tersebut,
dengan harapan dapat dilakukannya revisi pada pasal terkait di UU tersebut.
Lembaga seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter
Umum Indonesia (PDUI), dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

2
(IAKMI) serta beberapa universitas di Indonesia melakukan banding kepada MK
terhadap UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang menjadi
dasar hukum kebijakan pendirian prodi DLP. Secara garis besar, poin banding
yang disampaikan oleh lembaga dan universitas tersebut antara lain adalah
program DLP dinilai mubazir dan tidak tepat sasaran, telah adanya pengetahuan
tentang kedokteran keluarga dan pelayanan kesehatan primer di Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012 dan berbagai Pedoman Program
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB), kerancuan batas wewenang
dan potensi konfik horizontal profesi, serta belum adanya peraturan teknis yang
mengatur mengenai DLP.
Namun MK telah menolak seluruh gugatan terhadap UU No. 20 Tahun
2013 tentang Pendidikan Kedokteran melalui putusan MK No.122/PUU-XII/2014
dengan alasan MK memandang keberadaan DLP justru menjamin hak warga
negara untuk mendapat layanan kesehatan yang lebih baik dan tidak bertentangan
dengan UUD 1945. Dengan demikian, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan
Kedokteran tetaplah menjadi dasar hukum yang sah dari kebijakan pendirian
prodi DLP.
Meskipun demikian, pelaksanaan suatu UU memerlukan Peraturan
Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU untuk mengatur lebih lanjut
pelaksanaan UU tersebut. Namun PP yang mengatur tentang DLP belum terbit
hingga saat ini.3

2.3. Persyaratan Pembukaan Prodi Pendidikan Dokter Spesialis Baru (PPDS)


Berdasarkan peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) No. 16 Tahun
2013 tentang Penerbitan Rekomendasi Pembukaan dan Penutupan Program
Pendidikan Dokter Spesialis, bagian 3 pasal 10 mengenai syarat pembukaan PPDS
cabang disiplin ilmu baru, syarat pendirian pembukaan prodi cabang disiplin ilmu
baru adalah sebagai berikut:

1. Hanya dapat diselenggarakan oleh Institusi Pendidikan Dokter Spesialis


(IPDS).
2. Cabang disiplin ilmu baru berasal dari intensifikasi atau perkembangan ilmu
(body of knowledge) satu cabang disiplin ilmu yang sudah ada pendidikannya.

3
3. Cabang disiplin ilmu baru dapat diusulkan setelah ada organisasi profesi
terkait yang disahkan oleh IDI dan membentuk kolegium cabang ilmu tertentu.
4. Organisasi profesi yang sudah disahkan IDI dan Kolegium atau IPDS dapat
mengusulkan calon cabang disiplin ilmu baru dengan mengajukan naskah
akademik yang disetujui Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) ke
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) dengan salinan ke KKI.

2.4. Pendirian Prodi DLP


Menurut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Perguruan
Tinggi Negeri yang sudah Berbadan Hukum (PTN-BH) memiliki kewenangan
untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup prodi. Berdasarkan UU No. 12
Tahun 2012 pasal 17 ayat 2 dan hasil rapat koordinasi pembukaan prodi DLP
bersama Kemenkes, Organisasi Profesi, dan Rektor dari beberapa universitas
negeri dan swasta di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juni 2016 di Gedung D
Senayan lantai 3, menegaskan bahwa prodi DLP dapat diselenggarakan oleh
Fakultas Kedokteran (FK) Negeri maupun Swasta yang memiliki Akreditasi A
dan/atau B (dengan pendampingan dari FK berakreditasi A).
Selain itu, persyaratan internal pendirian prodi DLP adalah melalui
perizinan senat akademik fakultas atau lembaga setara yang berwenang di
universitas masing-masing sehingga ada beberapa PTN-BH yang sudah
memenuhi persyaratan UU namun belum diizinkan oleh senat akademik maka
tidak dapat mendirikan prodi DLP.

4
Gambar 1. Skema alur pendirian prodi DLP6

Alur persiapan Pembukaan PPDS Cabang Disiplin Ilmu Baru4:

1. IPDS calon prodi cabang disiplin ilmu baru melakukan pengkajian


kesesuaian antara visi dan misi, potensi sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia dengan standar pendidikan cabang disiplin ilmu terkait yang
telah disahkan oleh KKI.
2. IPDS calon prodi cabang disiplin ilmu baru mengisi borang-borang yang
telah ditetapkan oleh kolegium untuk pembukaan prodi baru.
3. IPDS calon prodi cabang disiplin ilmu baru menyiapkan kurikulum
institusi berdasarkan standar pendidikan, standar kompetensi, dan standar
kurikulum yang telah disusun oleh Kolegium.
4. IPDS calon prodi cabang disiplin ilmu baru menyusun rancangan
pembelajaran berdasarkan kurikulum institusi.
5. IPDS calon prodi cabang disiplin ilmu baru melakukan evaluasi diri sesuai
persyaratan yang ditetapkan dalam standar pendidikan dokter spesialis
dengan menggunakan borang-borang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

5
6. IPDS calon prodi cabang disiplin ilmu baru mempersiapkan kelengkapan
penyelenggaraan PPDS cabang disiplin ilmu baru yang meliputi:

a. Data mengenai hasil evaluasi diri.


b. Penjelasan misi dan tujuan pendidikan.
c. Isi pendidikan dan proses pelaksanaan pendidikan secara rinci.
d. Sistem evaluasi peserta didik.
e. Kriteria dan prasyarat penerimaan peserta didik.
f. Rincian dan rencana pengembangan staf akademik.
g. Data dan kelengkapan sumber daya pendidikan.
h. Perencanaan dan tata cara melaksanakan evaluasi program.
i. Struktur dan organisasi penyelenggara program dan administrasi
pendidikan.
j. Perencanaan perbaikan prodi yang dilakukan secara
berkesinambungan.

Di Indonesia, telah terdapat 17 perguruan tinggi berakreditasi A dan B


yang mendeklarasikan diri siap membuka prodi DLP bertepatan dengan Hari
Kesehatan Nasional tahun 2015, dan forum guru besar fakultas kedokteran dari
sebagian perguruan tinggi telah menemui Menteri Kesehatan, Prof Dr.
dr. Nila Djuwita Farid Moeloek, SpM(K), untuk menyatakan kesiapan mereka
pada tanggal 6 Desember 2015. Perguruan tinggi yang telah menyatakan siap
membuka program studi DLP yaitu5:

1. Universitas Andalas
2. Univesitas Sriwijaya
3. Universitas Lampung
4. Universitas Indonesia
5. Universitas Tarumanagara
6. Universitas Atma Jaya
7. Universitas Padjajaran
8. Universitas Diponegoro
9. Universitas Gadjah Mada

6
10. Universitas Sebelas Maret
11. Universitas Airlangga
12. Universitas Udayana
13. Universitas Hasanuddin
14. Universitas Islam Indonesia
15. Universitas Brawijaya
16. Universitas Yarsi
17. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hingga kajian ini dirilis, Universitas Padjajaran telah membuka dan


meluluskan peserta didik prodi DLP.

2.5. Sistem Pendidikan DLP

2.5.1. Output Formal Pendidikan Dokter Layanan Primer


Output formal dari pendidikan DLP sendiri dapat diukur dengan 2 standar
yaitu Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan standar pendidikan
kedokteran dari World Federation of Medical Education (WFME).8
KKNI adalah kerangka penjenjangan hasil capaian pendidikan formal di
Indonesia yang berguna untuk menyandingkan, menyetarakan, dan
mengintegrasikan berbagai jenis pendidikan. KKNI berupa skala 1-9 dengan jenis
pendidikan digolongkan menjadi pendidikan berbasis keilmuan, pendidikan
berbasis keahlian, dan pendidikan berbasis keprofesian.7

7
Gambar 2. Skala KKNI dari berbagai jenjang pendidikan7

Berdasarkan skala KKNI, pendidikan DLP adalah pendidikan berbasis


keprofesian dengan KKNI 8.6
Selain berdasarkan standar KKNI, juga terdapat standar global pendidikan
kedokteran yang berbasis keprofesian yang ditetapkan oleh World Federation of
Medical Education (WFME). Berdasarkan standar WFME, pendidikan
kedokteran dibagi menjadi Basic Medical Education (BME) atau pendidikan
kedokteran dasar, Postgraduate Medical Education (PGME) atau pendidikan
kedokteran lanjutan, dan Continuing Professional Development (CPD) atau
pendidikan profesi kedokteran berkelanjutan.8
BME adalah pendidikan kedokteran dasar yang mencakup ilmu kedokteran
dan klinis dasar9 yang di Indonesia terdiri dari pendidikan sarjana kedokteran
(S1), pendidikan profesi dokter, dan internship. PGME adalah pendidikan
keprofesian dokter lanjutan dimana dokter mengembangkan kompetensinya di
bawah supervisi setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran dasar, dengan
output berupa sertifikasi atau lisensi untuk mempraktikkan ilmu yang dipelajari.10
Di Indonesia, PGME mencakup spesialis, subpesialis, dan dengan adanya

8
kebijakan DLP, maka juga mencakup DLP. CPD adalah pendidikan kedokteran
non-gelar seperti seminar dan kursus untuk menjaga keilmuan dokter agar terus
dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam praktiknya.11

Gambar 3. Time-table jenjang pendidikan kedokteran1

2.5.2. Kurikulum Prodi DLP


Melalui SKDI 2012, dokter umum telah dipersiapkan untuk melayani di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan dalam prodi DLP semakin
dibekali dengan kompetensi lebih dalam bidang pelayanan di FKTP.7 Kompetensi
yang dimiliki DLP berbeda dengan dokter umum yang dalam pembelajarannya
hanya diberikan konsep dan wawasan kedokteran keluarga, prinsip dan pelayanan
dokter keluarga, keterampilan klinis non-bedah, kemampuan mengatasi masalah
klinis khusus, dan medis teknis bedah.
Studi yang dilakukan oleh peserta DLP dibagi menjadi tujuh kompetensi, yaitu:

1. Etika Hukum Profesionalisme.


2. Ketrampilan klinik (klinis non-bedah, mengatasi keadaan klinis umum,
masalah klinis khusus, menggunakan sarana penunjang dan medis teknis
bedah).

9
3. Manajemen fasilitas layanan kesehatan (manajemen SDM, fasilitas,
informasi, dan dana).
4. Komunikasi holistik dan komprehensif dan cakap budaya.
5. Pengelolaan kesehatan berpusat pada individu dan keluarga (konsep dan
wawasan, prinsip dan pelayanan dokter keluarga, pengaruh keluarga,
komunitas dan lingkungan, tugas dan fungsi dokter keluarga dalam
pelayanan primer).
6. Pengelolaan kesehatan berorientasi dari individu dan keluarga
disambungkan ke komunitas masyarakat.
7. Kepemimpinan dengan kompetensi umum, kompetensi dasar, dan
kompetensi maju.

Gambar 4. Area Kompetensi DLP6

Untuk kurikulum pendidikan, ada beberapa integrasi yang dilakukan


dalam perkembangan prodi DLP6:
1. Secara konsisten mengaplikasikan prinsip-prinsip Evidence Based Medicine
(EBM) pada pelayanan penapisan masalah kesehatan fisik dan mental berkala
sampai dengan perubahan gaya hidup menjadi baik; yang berpusat pada
biopsikososiokultural pasien dan berfokus pada keluarga. Hal ini terinci
menjadi Entrustable Professional Activities (EPAs) 1.1 sampai EPAs 1.17
dengan tahapan (milestone) R1-R2-R3. (EPAs menjabarkan aktivitas klinis

10
penting yang berkaitan dengan kompetensi, dan memberikan gambaran situasi
kompetensi dan tahapannya pada konteks klinis).
2. Secara konsisten mampu membudayakan ‘hidup sehat’ untuk menurunkan
risiko masalah kesehatan komunitas dan meningkatkan status kesehatan
masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.
3. Secara konsisten mampu meningkatkan mutu FKTP secara rutin dan
berkesinambungan dalam pengelolaan rujukan berjenjang (systematic
referral) yang peduli mutu (quality of care) dan peduli biaya (cost effective)
berbasis sistem informasi kesehatan, rekam medis elektronik dan kerjasama
tim.

11
2.5.2.1. Modul DLP Pendidikan Reguler6 (Tabel 1)
Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Pelayanan yang berpusat pada
Masalah kesehatan ibu dan Masalah kesehatan dan kesejahteraan
pasien dan berfokus pada
kesehatan reproduksi di layanan anak di layanan primer (blok 2 modul
keluarga dasar (blok 1 modul 1)
primer (blok 2 modul 1) (2 SKS) 2) (3 SKS)
Tahap Semester (1 SKS)
pengayaan 1 Kolaborasi interprofesional di
Pelayanan yang berpusat pada pasien dan berfokus pada keluarga
layanan primer dasar (blok 5)
BLOK 8: EVIDENCE BASED MEDICINE (1 SKS)

Masalah kesehatan lansia dan Masalah kesehatan yang


penyakit menular dan tidak berhubungan dengan bedah, Masalah kegawatdaruratan dan kasus
menular di layanan primer (blok keganasan, dan pelayanan paliatif rujukan (blok 2 modul 5) (2 SKS)
Tahap Semester 2 modul 3) (2 SKS) (blok 2 modul 4) (2 SKS)
pengayaan 2
Kolaborasi interprofesional di layanan primer intermedia (blok 5 modul 3) (1 SKS)

Pelayanan yang berpusat pada pasien dan berfokus pada keluarga dasar (blok 5 modul 3) (1 SKS)

Pendalaman kemajuan Ujian


Masalah kesehatan jiwa dan pemeriksaan penunjang yang kompre
Masalah kecacatan indra dan saraf
perkembangan remaja (blok 2 efektif efisien di layanan dan
(blok 2 modul 7) (2 SKS)
Tahap Semester modul 6) (2 SKS) primer (blok 2 modul 8) (1 portfolio
magang 3 SKS) bagian 1
Kolaborasi interprofesional di layanan primer intermedia (blok 5 modul 4) (1 SKS)
Pelayanan yang berpusat pada pasien dan berfokus pada keluarga dasar (blok 1 modul 4) (1 SKS)
BLOK 9: METODOLOGI PENELITIAN (2 SKS)

12
Kesehatan
Kesehatan
pedesaan dan Evaluasi program dan intervensi
perkotaan (blok Diagnosis komunitas modul dasar
DTPK (blok 6 kesehatan masyarakat modul dasar
6 modul 1) (2 (blok 3 modul 1) (2 SKS)
modul 2) (2 (blok 4 modul 1) (2 SKS)
SKS)
SKS)
Tahap Semester Pelayanan yang berpusat pada pasien dan berfokus pada keluarga dasar (blok 1 modul 5) (1 SKS)
magang 4
Kolaborasi interprofesional di layanan primer intermedia (blok 5 modul 5) (1 SKS)
Ujian
Proses penyusunan tugas akhir proposal Proses penyusunan tugas akhir
(1 SKS)
Program jaminan mutu di Evaluasi program dan intervensi
Diagnosis komunitas modul lanjut
fasilitas pelayanan kesehatan kesehatan masyarakat modul lanjut
Tahap Semester (blok 3 modul 2) (2 SKS)
tingkat pertama (blok 7) (2 SKS) (blok 4 modul 1) (2 SKS)
praktik 5
Proses penyusunan tugas akhir

Ujian
Tahap Semester tugas
Proses penyusunan tugas akhir dan kelengkapan portfolio Ujian board
praktik 6 akhir (4
SKS)

13
2.5.2.2. Modul DLP Pendidikan Transisi6 (Tabel 2)
Minggu
Modul
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Patient centered
and family TM WPB TM WPB TM WPB
focused

Ketrampilan
SL RS WPB TM WPB TM WPB TM WPB TM
klinis

UJIAN NASIONAL
UJIAN LOKAL
Diagnosis
TM WPB TM WPB TM WPB
komunitas

Program
planning and TM WPB TM WPB TM
evaluation

Interprofesional
TM WPB TM WPB TM WPB TM WPB TM WPB TM
collaboration

Keterangan :
TM : Tatap Muka
WPB : Work Place-Based
SL : Skills Lab
14
BULAN 1 BULAN 2 BULAN 3 BULAN 4 BULAN 5 BULAN 6

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

TATAP MUKA DI FK 5 MINGGU

WORK PLACE BASED DI KLINIK/PUSKESMAS 11,5 MINGGU

STASE DI RS 4,5 MINGGU

UJIAN LOKAL 1 MINGGU

UJIAN NASIONAL 1 MINGGU

TOTAL 22-24 MINGGU

15
2.5.3. Penambahan Kompetensi DLP dari Kompetensi Dokter Umum6 (Tabel 3)

Kompetensi Dokter Kompetensi Tambahan pada Dokter Layanan


(SKDI 2012) Primer
Profesionalitas Etika, Hukum, dan Profesionalisme di layanan primer
yang luhur dengan berbasis bukti ilmiah
Mawas diri dan Kepemimpinan manajemen pelayanan kesehatan di
pengembangan diri layanan primer berbasis kolaborasi
interprofesi/transprofesi
Komunikasi efektif Komunikasi holistik, komprehensif, cakap budaya:
mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, sosial,
budaya, dan spiritual dengan membina hubungan
dokter-pasien yang erat dan setara
Pengelolaan Advokasi untuk mendukung pencapaian program
informasi nasional
Landasan ilmiah Penguatan aplikasi ilmu kedokteran keluarga dan
ilmu kedokteran pendidikan interprofesi kesehatan di layanan primer
Ketrampilan klinis Ketrampilan klinis berorientasi pada continuum of care
Pengelolaan Pengelolaan kesehatan komprehensif yang berorientasi
masalah kesehatan pada komunitas dan masyarakat, meliputi promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan,
rehabilitasi, dan pelayanan paliatif, yang berkelanjutan
pada semua kelompok usia dan penyakit.

2.5.4. Durasi Pendidikan


Durasi pendidikan prodi DLP dibagi menjadi dua kelompok, yaitu6:
1. Pendidikan Reguler
 Lama studi : 6 semester
 Jumlah satuan kredit : 57 SKS
 1 semester : 18 minggu
 1 SKS tatap muka @50 menit, 14 pertemuan
 1 SKS praktik atau magang : 28 jam, 3 minggu
 1 blok : 6 minggu

16
 Syarat mahasiswa :
o Dokter
o Fresh graduate atau lulus dokter sesudah Juni 2011
o Lulus tes
o Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP)

2. Pendidikan Transisi
 Lama studi : 24 minggu
 Jumlah satuan kredit : 10 SKS
 Syarat mahasiswa :
o Dokter
o Sudah berpraktik di layanan primer lebih dari 5 tahun sebelum Juni
2011
o Sudah dinilai capaian rekognisi pembelajaran yang lalu
o Lulus tes
o Memiliki STR dan SIP

Peserta didik kemudian akan dikoordinasikan oleh dokter spesialis dengan


bekal ilmu yang sudah didapatkan, ditempatkan di wahana pendidikan yaitu Rumah
Sakit Tipe C, dan bekerja di layanan primer.

2.5.5. Metode Pembelajaran


 Tatap muka: untuk pendalaman ilmu, diskusi kelompok, pelatihan ketrampilan
klinik, dan bedside teaching.
 Pendidikan jarak jauh: untuk pendalaman ilmu, diskusi kasus, tele-medicine,
webinar, dan tele-conference.
 Workplace based education: untuk pemahiran ketrampilan klinis dan
ketrampilan lapangan.

2.5.6. Evaluasi Pembelajaran Prodi DLP12


 Evaluasi penguasaan pengetahuan.
 Workplace based evaluation: 360 degrees, logbook dan portfolio, miniCex.
 Tesis sebagai bukti peningkatan KKNI.

17
 Ujian board (nasional dan internasional).
 Proyek yang dibangun di tingkat keluarga dan/atau komunitas.

2.5.7. Biaya pendidikan


Biaya pendidikan prodi DLP tergantung pada kebijakan masing-masing institusi
penyelenggara. Institusi yang telah menyelenggarakan prodi DLP yaitu FK Universitas
Padjadjaran mempunyai kebijakan biaya pendidikan prodi DLP sebesar 13,5 juta rupiah
untuk tiap semesternya.6

2.6. Prospek Kerja Output Lulusan DLP13


Lulusan prodi DLP akan bekerja di FKTP bersama dengan dokter umum. Saat
ini, lulusan prodi DLP memiliki tugas, wewenang klinis, dan prospek kerja yang hampir
sama dengan dokter umum yang bekerja di layanan primer dengan tambahan beberapa
kompetensi klinis. Lulusan prodi DLP juga memiliki nilai tambah yang tidak terkait
dengan wewenang klinis antara lain kompetensi komunikasi dan intervensi keluarga.
Nilai tambah baik klinis dan nonklinis inilah yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah
di era JKN, di mana pemerintah berusaha mencapai target Universal Health Coverage
(UHC) di tahun 2019. Untuk membuat UHC dapat berjalan secara berkelanjutan maka
pelayanan kesehatan perlu mengutamakan upaya preventif dan promotif. Upaya ini
akan optimal dengan pelayanan kesehatan berbasis pendekatan keluarga. Saat ini, BPJS
Kesehatan sebagai pelaksana JKN telah berupaya untuk mengaplikasikan pendekatan
keluarga pada peserta BPJS. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian
Kesehatan, siap menyerap seluruh lulusan DLP untuk menjadi penyokong JKN.

2.7. Integrasi DLP dan JKN13


Pelayanan kesehatan dalam JKN dibuat dengan sistem berjenjang untuk
menjamin akses, kualitas pelayanan, dan keberlanjutan secara finansial. Idealnya,
sebagian besar kasus dapat diselesaikan di jenjang layanan primer dan setiap orang
memiliki seorang dokter yang bertindak sebagai rujukan tetap pertama serta
bertanggung jawab atas kesehatannya. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan
kompetensi pelaku pelayanan kesehatan di jenjang layanan primer. Salah satunya
dengan kebijakan pendirian prodi DLP. Adanya dokter dengan kualifikasi lebih di

18
bidang pelayanan kesehatan primer juga direkomendasikan oleh World Health
Organization (WHO) untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penyusunan kebijakan DLP melibatkan berbagai stakeholder antara lain:
1. Kolegium sebagai penentu standar kualifikasi profesi.
2. Institusi pendidikan kedokteran sebagai pelaksana pendidikan.
3. Kemenkes sebagai regulator pelayanan kesehatan di masyarakat.
4. Masyarakat sebagai penerima pelayanan dari DLP.

2.8. Sengketa Keprofesian


2.8.1. Ketidakharmonisan Jenis Profesi14
- Jenis profesi dalam UU Pendidikan Kedokteran pasal 1 ayat (9),
bertumpang-tindih dengan UU Praktik Kedokteran pasal 1 ayat (2).
- UU Pendidikan Kedokteran memasukkan ‘dokter layanan primer’ ke dalam
jenis profesi dokter, nomenklatur yang tidak dikenali oleh jenis profesi
dokter (medis) dalam UU Praktik Kedokteran.
- Di dalam UU Praktik Kedokteran, tidak diatur dimana dokter layanan primer
akan berpraktik setelah selesai dididik.

2.8.2. Ketidakharmonisan Kewenangan14


- Di dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51
dinyatakan bahwa kewenangan pemberian rujukan oleh dokter dan dokter
gigi menunjuk pada dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis.
- Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa DLP sebagai pelaku awal pada layanan
kesehatan tingkat pertama, penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat
kedua, serta kendali mutu dan kendali biaya dalam sistem jaminan kesehatan
nasional.
- Kewenangan atau otoritas profesi kedokteran juga saling bertentangan.
Dalam UU pendidikan kedokteran pasal 8 ayat (2), dokter berkuasa untuk
merujuk pasien dari sarana kesehatan tingkat pertama ke sarana kesehatan
tingkat kedua. Melakukan kendali mutu dan biaya dalam sistem JKN adalah
dokter layanan primer. Sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran pasal 51
huruf (b) yang berkuasa untuk memberikan rujukan adalah dokter, dokter
gigi, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.

19
- Ketidakharmonisan dapat berimplikasi menimbulkan masalah dalam praktik
layanan dokter dan juga pelaksanaan JKN.

2.8.3. Ketidakharmonisan Gelar Profesi


- UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran juga terdapat
ketidakharmonisan dengan UU No. Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
yaitu tentang Gelar Profesi. Dimana pada UU tersebut disebutkan bahwa
gelar dokter layanan primer setara dengan dokter spesialis tetapi tidak sama
dengan dokter spesialis. Hal ini menyebabkan kesimpangsiuran karena
belum ada prosedur yang jelas.
- Karena hal tersebut masyarakat awam dapat menilai bahwa dokter umum
merupakan dokter dengan kasta paling rendah, karena berada di bawah
dokter layanan primer dan dokter spesialis.

2.8.4. Pandangan Organisasi Profesi14


IDI berpendapat bahwa peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat
primer di seluruh wilayah Indonesia dapat lebih efektif dan lebih efisien dilakukan
melalui modul terstruktur, melalui program P2KB, dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1. P2KB terstruktur adalah P2KB yang terimplementasikan nilai-nilai DLP dimana
tujuannya untuk mempertahankan sekaligus menambah kompetensi dokter yang
diperlukan. Pada akhirnya, dokter yang lulus P2KB terstruktur akan mendapatkan
sertifikat kompetensi baru.
2. P2KB terstruktur ini akan memuat semua materi yang terdapat dalam program studi
DLP. Materi tersebut meliputi penambahan level IV untuk 11 penyakit,
penambahan modul kedokteran keluarga, modul kedokteran komunitas, dan modul
kesehatan masyarakat. Modul yang direncanakan meliputi 5 modul tambahan di
luar 13 modul yang telah ada. Modul tersebut nanti akan diintegrasikan dengan
metode workplace-based agar peserta dapat belajar secara jarak jauh. Modul-modul
ini berbasis CBT dan OSCE yang akan diuji di ibukota. (PPSDM-Kemenkes, 2016).

Dengan demikian P2KB memungkinkan negara untuk melaksanakan program


peningkatan kualitas layanan di banyak tempat, menjangkau lebih banyak dokter,

20
membuat kurikulum yang lebih beragam, dengan waktu yang lebih singkat serta biaya
yang lebih terjangkau.

2.9. Peminat Prodi DLP

Tabel 4. Estimasi Jumlah Dokter Saat ini yang Berminat menjadi DLP12
Kelompok Jumlah Berminat mengikuti postgraduate (PGME)?
umur dokter PGME PGME DLP PGME DLM Tidak
saat ini Klinis cara lain berminat
<25 5% 4500 90% 4050 10% 450
26 - 33 20% 18000 70% 12600 20% 3600 10% 1800
34 - 40 20% 18000 70% 12600 20% 3600 10% 1800
41 - 55 25% 22500 60% 13500 35% 7875 5% 1125
56 - 65 20% 18000 10% 1800 60% 10800 30% 5400

Berdasarkan tabel estimasi jumlah dokter dari sub-pokja masa transisi DLP
dapat disimpulkan bahwa peminat terbanyak PGME dalam bentuk DLP adalah 70%
dokter dari kelompok usia 34-40 tahun. Pada kelompok dokter usia 56-65 tahun hanya
10% yang berminat mengikuti PGME dalam bentuk DLP. Sedangkan kelompok usia
dokter kurang dari 25 tahun atau fresh graduate (mayoritas mahasiswa) 90% berminat
mengikuti PGME klinis atau pendidikan dokter spesialis dan sisanya tidak berminat
mengikuti PGME.
Selain data tersebut, Satgas MEP ISMKI Wilayah 2 melakukan survei langsung
untuk menilai pengetahuan, pemahaman, dan peminatan terhadap prodi DLP. Survei
dilakukan kepada koas, mahasiswa kedokteran, dan mahasiswa non-FK mulai tanggal
5 Juni 2017 hingga 16 Juni 2017 melalui link google form (https://tiny.cc/surveyDLP)
dengan jumlah responden: 35 orang koas, 225 orang mahasiswa FK, dan 32 orang
mahasiswa non-FK. Dari survei tersebut dapat disimpulkan bahwa: (hasil terlampir)

1. Tingkat pemahaman koas, mahasiswa FK, dan non-FK mengenai DLP yang
mencakup tujuan dan implementasi berdirinya DLP masih kurang.
2. Minat koas dan mahasiswa FK untuk menjadi peserta didik prodi DLP masih
kurang.
3. Pengetahuan koas dan mahasiswa FK terhadap pandangan berbagai stakeholder
terkait kebijakan prodi DLP masih kurang.

21
Adapun dugaan faktor pendorong minat mengikuti DLP adalah12:
 Jaminan mendapat kapitasi yang lebih besar
 Jaminan dikontrak oleh BPJS untuk mengisi formasi yang tersedia
 Adanya beasiswa untuk mengikuti DLP
 Ingin memiliki keterampilan klinis yang lebih tinggi
 Ingin memiliki status yang setara dengan spesialis
 Ingin menjadi pendidik

Sedangkan dugaan faktor penghambat minat menjadi DLP adalah12:


 Biaya pendidikan
 Lama dan proses pendidikan
 Opportunity cost selama mengikuti pendidikan
 Meninggalkan praktik dan/atau keluarga
 Daya tampung kecil sehingga harus mengantri cukup lama

22
BAB III
PENUTUP

Kebijakan DLP lahir karena adanya pergeseran kebijakan kesehatan nasional yang
berorientasi pada program JKN dan tercapainya jaminan kesehatan semesta (universal health
coverage) di tahun 2019. Pergeseran ini mengakibatkan pergeseran orientasi pelayanan
kesehatan dari yang sebelumnya berfokus di pelayanan sekunder menjadi pelayanan primer.
Oleh karena itu, dirasa perlu adanya dokter yang memiliki kualifikasi lebih di bidang pelayanan
kesehatan primer, yang diberi nama Dokter Layanan Primer.
DLP dibekali dengan berbagai kualifikasi tambahan yang telah termuat di dalam kajian
ini dan memiliki kualifikasi yang setara dengan dokter spesialis dari segi KKNI maupun
standar pendidikan kedokteran dari WFME. Tingkat kualifikasi lebih ini dimaksudkan sebagai
apresiasi agar dokter berminat untuk mendalami ilmu kedokteran keluarga yang menjadi core
competence DLP dan adanya program studi terstruktur ini memungkinkan perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu kedokteran keluarga. Selain itu, Kemenkes juga berkomitmen
memberikan fasilitas yang memadai untuk menunjang kinerja DLP yang diberi kemampuan
lebih.
Meski demikian, kebijakan DLP menuai pro kontra dari beberapa kalangan, terutama
organisasi profesi. Hal ini disebabkan karena keberadaan DLP dengan nomenklatur dan tingkat
kualifikasinya yang merupakan hal baru sehingga menimbulkan ketidakharmonisan jenis
profesi, ketidakharmonisan kewenangan, dan ketidakharmonisan gelar profesi.
Ketidakharmonisan dari berbagai segi ini menimbulkan kekhawatiran dari organisasi profesi
bahwa adanya DLP akan menyebabkan berbagai konflik horizontal di kalangan dokter yang
bekerja di layanan primer sehingga mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Selain itu, organisasi profesi merasa bahwa DLP adalah sebuah pemborosan.
Peningkatan kualitas dokter di tingkat primer akan lebih efektif dan efisien dilakukan tidak
melalui program studi seperti halnya pada DLP namun melalui P2KB yang terstruktur, karena
P2KB dapat memuat seluruh materi tambahan yang termuat dalam program studi DLP namun
dapat dijalankan dengan biaya yang lebih murah dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan yang berbeda-beda.
Dengan berbagai gejolak yang terjadi di antara berbagai stakeholder ini, diharapkan
mahasiswa kedokteran dapat bersikap bijak dalam menyikapi isu ini dan tidak terseret ke dalam

23
pusaran arus konflik kepentingan. Besar harapan kami bahwa sikap apapun yang diambil oleh
mahasiswa kedokteran adalah murni berlandaskan kepentingan mahasiswa kedokteran semata
yang didasari dengan pengetahuan dan wawasan yang objektif dari berbagai pihak atau sumber
terpercaya.

24
LAMPIRAN

Infografis hasil survei terhadap mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran (FK)

25
26
27
Infografis hasil survei terhadap mahasiswa klinik FK (KOAS)

28
29
Infografis hasil survei terhadap mahasiswa non-FK

30
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan. 2015.


Pembangunan Kesehatan melalui Penguatan Layanan Primer. Rapat Koordinasi Pelaksanaan
Operasional Program. Jakarta, Indonesia.
2. Republik Indonesia. 2013. Pasal 8 (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang
Pendidikan Kedokteran. Sekretariat Negara. Jakarta.
3. Republik Indonesia. 2013. Uji Materi Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang
Pendidikan Kedokteran terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi. Jakarta.
4. Republik Indonesia. 2013. Pasal 11 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 16
Tahun 2013 tentang Penerbitan Rekomendasi Pembukaan dan Penutupan Program Pendidikan
Dokter Spesialis. Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta.
5. 17 Fakultas Ini Akan Buka Spesialis Dokter Layanan Primer - Tempo.co [Internet].
Available from: https://nasional.tempo.co/read/720206/17-fakultas-ini-akan-buka-spesialis-
dokter-layanan-primer
6. Setiawati, Elsa Pudji. 2017. Universitas Padjadjaran and Primary Care Physician.
Audiensi Satgas MEP ISMKI Wilayah 2 pada Prodi DLP FK UNPAD. Bandung, Indonesia.
7. Republik Indonesia. 2015. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Direktorat Jendral
Pembelajaran dan Kemahasiswaan kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia. Jakarta.
8. WFME Standards. The World Federation for Medical Education [Internet]. Available
from: http://wfme.org/standards/
9. BME Standards. The World Federation for Medical Education [Internet]. Available
from: http://wfme.org/standards/bme/
10. PGME Standards. The World Federation for Medical Education [Internet]. Available
from: http://wfme.org/standards/pgme/
11. CPD Standards. The World Federation for Medical Education [Internet]. Available
from: http://wfme.org/standards/cpd/
12. Vidiawati, Dhanasari. 2017. Mengenal Lebih Dekat DLP dan Perannya di dalam Sistem
Layanan Kesehatan di Indonesia. Seminar Primary Health Care AMSA District 2. Jakarta,
Indonesia.
13. Taher, Akmal. 2017. Audiensi Satgas MEP ISMKI Wilayah 2 pada Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia.
14. Thaha AR, Takdir AK, Djatmiko A, Adhayati B, Ekayanti F, Hadiwijaya, et al.
Nugrahari D, Kuswardani D, Laily AN, Junaidi P, editor: Buku Putih IDI: IDI Menolak
Program Studi Dokter Layanan Primer. Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai