Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH INTERPROFESIONAL EDUCATION DAN

INTERPROFESIONAL COLLABORATION
DOSEN PENGAMPUH :
RIKA ENDAH NURHIDAYAH, SKp., M.Pd

KELOMPOK 5

1) 201101088 HAFIDZAH HUSNI PASARIBU


2) 201101090 HASNA RAHEL
3) 201101092 INDIRA FITRI ASTARI
4) 201101018 IRVAN MAULANA
5) 201101094 JESICA SEPTIANA
6) 201101020 JUNI LUBIS
7) 201101166 KRISTIN AULIA SITORUS
8) 201101172 LOLA ANGRAINI BANCIN
9) 201101052 MARIA FRANSISKA BR. SIMANULLANG
10) 201101022 MAULIDYA AYUMI

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020/2021
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat anugerah dan
kebaikan-Nya dapat memberikan kesempatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah  yang berjudul tentang “INTERPROFESIONAL EDUCATION DAN
INTERPROFESIONAL COLLABORATION” dengan baik.
            Makalah ini merupakan media pembelajaran bagi mahasiswa mengenai IPE dan IPC di
Universitas Andalas. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti dalam
proses kegiatan belajar dan dapat menjadi sumber pengetahuan kepada para pembaca .
Kami juga menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu RIKA ENDAH
NURHIDAYAH, SKp., M.Pdselaku dosen pembimbing kami yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami selaku penyusun tugas makalah ini sangatlah sadar bahwa makalah yang saya buat
masih dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca dan Dosen
pembimbing sangat kami harapkan agar tugas berikutnya yang kami buat akan jauh lebih baik.

Penyusun

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan............................................................................................................3
D. Manfaat..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4-7
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.............................................................................................. 8
B. SARAN.......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehata berbanding lurus dengan


kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.Jumlahpenduduk yang semakin bertambah,
munculnya berbagai macam penyakit, danterjadinya transisi sosial mengharuskan tenaga
kesehatan memberikan pelayananterbaik kepada pasien dalam menyelesaikan masalah kesehatan
yang ada.Problematika di bidang kesehatan akhir-akhir ini menunjukkan arah yang
dinamis,permasalahan di bidang kesehatan banyak tertuju di bidang masalah penyakitmenular,
tidak menular, infeksi tropis, kesehatan ibu dan anak, penyakit akibatlingkungan, dan kesehatan
reproduksi remaja dan lansia. Selain itu, duniakesehatan juga menghadapi masalah keselamatan
pasien, minimnya sumber dayatenaga kesehatan, dan peningkatan populasi usia lanjut yang
menimbulkankebutuhan pelayanan kesehatan semakin kompleks.
Permasalahan kesehatan pasien yang kompleks tidak bisa ditangani olehsatu profesi
kesehatan. Diperlukannya peran berbagai profesi kesehatan dalammenangani masalah yang ada
pada pasien. Tantangan globalisasi mengharuskanagar pentingnya pengoptimalan kualitas
pelayanan kesehatan yang merupakanacuan sistem kerja yang bersifat kolaborasi antar tenaga
kesehatan yang dikenaldengan Interprofessional Collaboration (IPC). Pengaplikasian IPC yang
tidakefektif dapat menimbulkan dampak yang kurang baik dalam pelayanan kesehatan seperti
minimnya komunikasi antar tenaga kesehatan, sehingga mengakibatkanpenurunan kualitas
perawatan kesehatan dan meningkatkan kejadian kesalahanmedis (medical error). Berdasarkan
laporan Institute of Medicine (IOM),kesalahan medis telah menyebabkan 44.000-98.000
penduduk Amerika meninggaldisusul dengan kealpaan dan komplikasi. Buruknya komunikasi
dan pemahamandi dalam tim juga berperan terhadap 70-80% kesalahan dalam
pemberianpelayanan kesehatan.Penelitian yang dilakukan di 40 rumah sakit
Indonesiamendapatkan hanya sebesar 15% responden berasumsi tingkat patient
safetyberdasarkan pelayanan dan komunikasi antar tenaga kesehatan dikatakan baik.

Dampak lain yang ditimbulkan akibat kurangnya komunikasi yang efektif akan
menyebabkan stres kerja yang berakibat turunnya kepuasan kerja dan kelelahan pada tenaga
kesehatan.
Pelaksanaan praktik kolaboratif yang efektif antar tenaga kesehatan berdampak terhadap
pelayanan kesehatan yang maksimal, menguatkan system kesehatan, dan meningkatkan
outcomes kesehatan. Hal tersebut dapat menekan angka kematian, jumlah komplikasi penyakit,
lama rawat inap, konflik antar tenaga kesehatan yang merupakan tujuan akhir dari pelaksanaan
kolaborasi. Berdasarkan laporan Institute for Health Care Improvement (IHI), pengaplikasian
praktik kolaborasi menggunakan model The “Breakthrough” menunjukkan hasil yang
signifikan. Hasil tersebut berupa terjadinya penurunan waktu tunggu pelayanan sebanyak 50%,
penurunan angka absensi pekerja sebanyak 25%, penurunan biaya ICU sebesar 25%, dan
penurunan jumlah rawat inap untuk pasien dengan gagal jantung kongestif sebesar 50%.
Pemahaman suatu tenaga kesehatan yang minim tentang kompetensi tenaga kesehatan lainnya di
Indonesia menyebabkan terjadinya tumpang tindih peran antar tenaga kesehatan sehingga
kolaborasi antar tenaga kesehatan masih belum terlaksana maksimal. Pada penerapannya, belum
terlaksananya praktik kolaborasi antar tenaga kesehatan dengan maksimal disebabkan oleh

1
beberapa faktor. Faktor tersebut seperti perbedaan status antar profesi, stereotip, paradigm
superioritas, dan banyaknya tindakan yang bersifat instruksi dari profesi lain. Maka dari itu,
diperlukan kesesuaian terhadap praktik kolaborasi antar tenaga kesehatan guna mengoptimalkan
kualitas pelayanan kesehatan. Dalam mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan, salah satu
cara yang dapat dilakukan yaitu memperkenalkan praktik kolaborasi sejak dini melalui system
pendidikan. Peningkatan kemampuan kolaborasi dapat diterapkan pada konsep pendidikan
terpadu melalui Interprofessional Education (IPE). IPE terjadi apabila dua atau lebih mahasiswa
dari program studi kesehatan berbeda, belajar bersamasama dengan tujuan untuk meningkatkan
kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan. IPE menjadi salah satu bentuk inovasi pendidikan
kesehatan berbasiskolaborasi yang dicetuskan untuk memperkuat sistem kesehatan.
IPE memiliki dampak positif dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahler et al. menunjukkan bahwa pembelajaran antar profesi
yang dilakukan pada tahap awal studi memiliki dampak positif pada mahasiswa kesehatan di
Universitas Heidelberg, Jerman. Program IPE yang diterapkan oleh Queen’s University di
Ontario, Kanada menunjukkan 70% mahasiswa menyatakan adanya kemudahan berkomunikasi
antar disiplin ilmu, 86,67% mahasiswa merasakan meningkatnya kepercayaan diri ketika
berinteraksi antar disiplin ilmu, dan 76,7% mahasiswa memahami tugas setiap disiplin ilmu yang
ada. Hal tersebut membuktikan bahwa pelaksanaan IPE pada tahap pendidikan memiliki dampak
positif terhadap mahasiswa. Manfaat dari pelaksanaan pelatihan program IPE akan
meningkatkan kepercayaan diri dalam tim interprofesi, menambah wawasan pengetahuan, dan
kompetensi untuk memanajemen individu dalam waktu jangka panjang yang memberikan
kontribusi dalam menumbuhkan tenaga kesehatan yang siap berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya demi meningkatkan kepuasan pasien.
Beberapa negara maju seperti Inggris, Kanada, Amerika Serikat, danAustralia telah
melaksanakan IPE sejak 53 tahun yang lalu. World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa beberapa perguruan tinggi di dunia saat ini telah mengaplikasikan program IPE, bahkan
beberapa negara sudah membentuk organisasi atau pusat studi Interprofessional Practice and
Education. Organisasi tersebut antara lain Australian Inter Professional Practice and
Educatioanal Network (AIPPEN), Canadian Interprofessional Health Collaboration (CIHC),
European Interprofessional Education Network (EIPEN), Journal of Interprofessional Care
(JIC), National Health Sciences Students’ Association in Canada (NaHSSA), The Network:
Towards Unity for Health, Nordic Interprofessional Network (NIPNet), dan UK Centre for the
Advancement of Interprofessional Education (CAIPE). Secara umum pengembangan
kurikulumIPE belum terlaksana secara merata di institusi pendidikan. Sebanyak 396 responden
yang berasal dari 42 negara wilayah WHO memberikan pendapat mengenai program IPE.
Didapatkan 10,2% dokter, 16% perawat dan bidan, 5,7% ahli gizi, 7,7% farmasi, dan tenaga
kesehatan lainnya telah mendapatkan pembelajaran berlandaskan IPE. Hasil survei yang
dilakukan terhadap 42 negara menggambarkan bahwa 24,6% sudah mendapatkan kurikulum IPE
pada tahap akademik. Pelaksanaan IPE yang sukses dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu
faktor yang terlibat dalam kesuksesan pelaksanaan IPE yaitu persepsi. Faktor persepsi yang baik
dari mahasiswa dibutuhkan untuk mengawali dan memajukan konsep IPE dalam proses
pembelajaran. Persepsi pada mahasiswa menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai target
IPE selanjutnya.
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas
Gadjah Mada (UGM), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Islam
Indonesia (UII) telah menerapkan program IPE dalam proses belajar mengajar. Di Universitas

2
Padjajaran (UNPAD), IPE baru berjalan pada setiap program studi sebagai intrakurikulum tetapi
pelaksanaan IPE antar program studi belum terwujud. Sementara itu, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UMY telah menerapkan program diskusi bersama dengan melibatkan 4-
6 mahasiswa yang berasal dari empat program studi berbeda di setiap hari Minggu.
Penelitian mengenai persepsi mahasiswa terhadap IPE sudah cukup banyak dilakukan di
Indonesia seperti penelitian yang dilakukan oleh Sedyowinarso et al. terhadap mahasiswa
kesehatan di Indonesia. Hasilnyamenunjukkan mahasiswa kesehatan memiliki persepsi yang baik
terhadap IPE sebesar 73,62%.21 Penelitian oleh A’la et al. terhadap mahasiswa tahap akademik
di Fakultas Kedokteran (FK) UGM menunjukkan 217 dari 250 mahasiswa memiliki persepsi
yang baik terhadap IPE sebesar 86,8%.22 Penelitian serupa yang dilakukan oleh Rasmita et al. di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Surya Global Yogyakarta memperlihatkan sebanyak
60% mahasiswa mempunyai persepsi yang baik terhadap IPE. Sementara penelitian yang
dilaksanakan oleh Silalahi et al. terhadap 65 mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
menunjukkan bahwa sebanyak 58 mahasiswa memiliki persepsi yang cukup terhadap IPE.

B. Rumusan Masalah
1. Apa peran IPE dan IPC bagi mahasiswa di bidang kesehatan?
2. Bagaimana peran IPE dan IPC bagi tenaga medis?
3. Bagaimana pemahaman IPE dan IPC secara umum?
4. Bagaimana prinsip IPC didalam praktik perawatan pasien?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peran IPE dan IPC bagi mahasiswa di bidang kesehatan.
2. Mengetahui bagaimana peran IPE dan IPC bagi tenaga medis.
3. Menjelaskan pemahaman IPE dan IPC secara umum.
4. Menjelaskan bagaimana prinsip IPC didalam praktik perawatan paien.

D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang penerapan IPE dan IPC dalam praktik
perawatan pasien serta manfaatnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interproffesional Education
1. Pengetian Interproffesional Education

Interprofessional education (IPE) menurut WHO (2010), IPE merupakan suatu proses
yangdilakukan dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki
perbedaan latar belakang profesi dan melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu,
adanya interaksi sebagai tujuan utama IPE untuk berkolaborasi dengan jenis pelayanan meliputi
formatif. Preventif, kuratif. Rehabilitatif. Pengertian IPE:

1. Mendudukan secara bersama mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan dalam satukelas
yang sama.
2. Mendatangkan pengajar dari berbagai profesi kesehatan untuk mengajar pada kelas yang
sama.
3. Memaparkan mahasiswa dari berbagai profesi pada pasien yang sama.

Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002)menyebutkan,


IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajardari profesi kesehatan
lain, dan mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan untukmeningkatkan kemampuan
kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. IPE adalah suatupelaksanaan pembelajaran yang
diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas
pelayanan dan pelakasanaanya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap
sarjana maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang profesional
(Lee etal., 2009). InterprofessionalCollaboration (IPC) adalah proses dalam mengembangkan dan
mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi, pasien/ klien/
pelayanankeschatan keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan.

2. Tujuan Interprofessional Education

Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan berbagai profesi
dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan memberikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara efektif (Sargeant, 2009).
Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk
menanamkan kompetensi-kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika
mahasiswa berada di lapangan diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain (Buring etal.,
2009).

3. Manfaat Interprofessional Education

World HealthOrganization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang


dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam dunia kesehatan menunjukkan hasil bahwa
praktek kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan,
penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis,

4
dan pelayanan serta keselamatan pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktekkolaborasi dapat
menurunkan komplikasi yang dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan konflik
di antara pemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinicalerror,dan rata-rata
jumlah kematian pasien. FrameworkforAction On Interprofessional Education & Collaborative
Practice, WHO (2010) menjelaskan IPE berpotensi menghasilkan berbagai manfaat dalam
beberapa aspek yaitu kerjasama tim meliputi mampu untuk menjadi pemimpin tim dan anggota
tim, mengetahui hambatan untuk kerjasama tim; peran dan tanggung jawab meliputi pemahaman
peran sendiri, tanggung jawab dan keahlian, dan orang-orang dari jenis petugas kesehatan lain;
komunikasi meliputi pengekspresikan pendapat seseorang kompeten untuk rekan, mendengarkan
anggota tim; belajar dan refleksi kritis meliputi cermin kritis pada hubungan sendiri dalam tim,
mentransfer IPE untuk pengaturan kerja; hubungan dengan pasien, dan mengakui kebutuhan
pasien meliputi bekerja sama dalam kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan pasien,
keluarga mereka, penjaga dan masyarakat sebagai mitra dalam manajemen perawatan; praktek
etis meliputi pemahaman pandangan stereotip dari petugas kesehatan lain yang dimiliki oleh diri
dan orang lain, mengakui bahwa setiap tenaga kesehatan memilikipandangan yang sama-sama
sah dan penting. Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai
kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang
berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas kesehatan
(Thistlethwaite dan Moran,2010).

4. Kompetensi Interprofessional Education

Barr (1998) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu:


1. memahami peran,tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas,
2. bekerja dengan profesi lainuntuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan
pengobatan pasien,
3. bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau
perawatanpasien,
4. menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain,
5. memfasilitasi pertemuan interprofessional, dan
6. memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.

American CollegeofClinicalPharmacy (ACCP) (2009)membagi kompetensi untuk IPE


terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, orientasi tim, dan kemampuan tim.

B. Interprofessional Collaboration (IPC)


1. Pengertian InterprofessionalCollaboration (IPC)

Interprofessionalcollaboration (IPC) adalah ketika banyak petugas kesehatan dari latar


belakang berbeda, bekerjasama dengan pasien, keluarga, pengasuh dan masyarakat untuk
memberikan perawatan berkualitas tertinggi (WHO,2010). Menurut Morgan (2015),Kolaborasi
Interprofesi atau InterprofessionalCollaboration (IPC) adalah kemitraan antara seorang dengan
latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan
menyediakan pelayanan kesehatan (Morgan etal, 2015). Interprofesionalcollaboration
dibutuhkan dalam menunjang kebutuhan perawatandan penyembuhan untuk pasien yang ada di
rumah sakit, selain itu interprofesionalcollaboration juga berfungsi untuk meningkatkan

5
keselamatan pasien yang lebih akurat,dengan bergabungnya seluruh profesi kesehatan dapat
menjaga angka keselamatan pasien meningkat.

Penerapan interprofesionalcollaboration sangat dibutuhkan dalam menunjang angka


keselamatan pasien yang semakin meningkat. Dalam melakukan kolaborasi tersebut, dokter,
perawat, apoteker dapat dilakukan dengan mendiskusikan kondisi pasien, dengan mencatat status
pasien sehingga kebutuhan pasienseperti perawatan, resep obat dan dan tindakan medis lainnya
sesuai dengan yang dibutuhkan pasien dengan memeriksa kembali dan memastikan kembali
indentitas pasien.

Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena
buruknya komunikasi antar profesi (Setiadi, 2017). Komunikasi adalah aspek terpenting dalam
kolaborasi antar profesi. Tanpa komunikasi yang efektif maka perawatan pasien akan menjadi
kehilangan arah dan berdasar pada stereotype semata (Cross-Sudworth, 2007). Komunikasi
dalam pelaksanaan IPC juga merupakan unsur penting dalam peningkatan kualitas perawatan
serta keselamatan dalam melakukan kalobarasi tersebut, dokter, perawat, apoteker dapat
dilakukan dengan mendiskusikan kondisi pasien, dengan mencatat status pasien sehingga
kebutuhan pasien seperti perawatan, resep obat dan dantindakan medis lainnya sesuai dengan
yang dibutuhkan pasien dengan memeriksa kembali dan memastikan kembali indentitas pasien.

2. Prinsip Dan Manfaat IPC

Prinsip IPC, yaitu:


 Berpusat pada pasien dan keluarga
 Berorientasi pada komunitas dan populasi
 Berfokus pada hubungan
 Berorientasi pada proses tetapi didorong pada hasil
 Terintegrasi di seluruh rangkaian pembelajaran
 Berlaku lintas profesi
 Sensitif terhadap konteks sistem

Manfaat IPC, yaitu:


 Meningkatakan komunikasi
 Peningkatan efisiensi
 Meningkatkan semangat kerja karyawan
 Menumbuhkan kreativitas
 Pemecahan masalah yang lebih baik
 Jaringan
 Hasil klinis yang lebih baik, efektivitas biaya, keamanan
 Memperkuat identitas profesional

3. Kompetensi Interprofessional Collaboration

Bar (1998) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu:


1. Memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas

6
2. Bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan
dan pengobatan pasien
3. Bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau perawatan
pasien
4. Menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain
5. Memfasilitasi pertemuan interprofessional, dan
6. Memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.

American CollegeofClinicalPharmacy (ACCP) (2009) membagi kompetensi untuk IPE terdiri


atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, orientasi tim, dan kemampuan. Pengaruh
persepsi pada interprofessionaleducation Buku Acuan Umum CFHC-IPE (Tim CFHC-IPE,
2014) menyatakan keefektifan komunikasi antar profesi dipengaruhi oleh persepsi, lingkungan,
dan pengetahuan. Persepsi terbentuk melalui apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan
persepsi antar profesi yang berinteraksi akan menimbulkan kendala dalam komunikasi.

4. Kolaborasi Dalam Tim Kesehatan

Prinsip Kolaborasi dalam Tim Kesehatan


1. Tujuan bersama
2. Pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan masing-masing dan perbedaan
3. Pengambilan keputusan yang adil dan efektif
4. Fokus pada pasien
5. Komunikasi yang jelas dan teratur

5. Tim dan kerja tim

Tim yaitu dua atau lebih orang yang tugasnya saling bergantung (usaha individu tergantung pada
upaya anggota lain) dan yang memiliki tujuan bersama (Salas, 2015). Kerja tim yaitu koordinasi,
kerjasama, dan komunikasi antar individu untuk mencapai tujuan bersama (Salas, 2015).
Pelatihan tim yaitu seperangkat alat dan metodayg digunakan untuk melatih sekelompok
individu pada tugas yang terkait kompetensi individu dan kompetensi tim sekaligus (Salas
&Connon-Bowers, 2000)

7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan, salah satu cara yang dapat dilakukan
yaitu memperkenalkan praktik kolaborasi sejak dini melalui system pendidikan. Peningkatan
kemampuan kolaborasi dapat diterapkan pada konsep pendidikan terpadu melalui
Interprofessional Education (IPE). IPE terjadi apabila dua atau lebih mahasiswa dari program
studi kesehatan berbeda, belajar bersamasama dengan tujuan untuk meningkatkan kerja sama dan
kualitas pelayanan kesehatan. IPE menjadi salah satu bentuk inovasi pendidikan kesehatan
berbasiskolaborasi yang dicetuskan untuk memperkuat sistem kesehatan
Globalisasi mengharuskan agar pentingnya pengoptimalan kualitas pelayanan kesehatan yang
merupakan acuan sistem kerja yang bersifat kolaborasi antar tenaga kesehatan yang dikenal
dengan Interprofessional Collaboration (IPC). Pengaplikasian IPC yang tidak efektif dapat
menimbulkan dampak yang kurang baik dalam pelayanan kesehatan seperti minimnya
komunikasi antar tenaga kesehatan, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas perawatan
kesehatan dan meningkatkan kejadian kesalahan medis (medical error).

B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan
pengetahuan tentang IPE dan IPC. Kami mengetahui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan baik dari segi penulisan, bahasa dan materi yang terdapat didalamnya. Untuk itu
saran pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan agar dapat terciptanya makalah yang baik
yang dapat memberi pengetahuan yang benar kepada pembaca

8
DAFTAR PUSTAKA

https://123dok.com/document/qvxx0xry-persepsi-mahasiswa-fakultas-kedokteran-universitas-
implementasi-interprofessional-education.html

https://www.google.com/url?q=https://123dok.com/document/qvxx0xry-persepsi-mahasiswa-
fakultas-kedokteran-universitas-implementasi-interprofessional-
education.html&usg=AFQjCNHiATO8IYWcEbdsuwB-k5EtdoeI8g

Anda mungkin juga menyukai