Lapsus Indira Gizi Buruk
Lapsus Indira Gizi Buruk
GIZI BURUK
DISUSUN OLEH :
MODERATOR
dr. Renya Hiasinta, SpA
DOKTER PEMBIMBING :
dr. Rachmanto HSA, SpA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F.
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 22 April 2004
Umur : 14 tahun 6 bulan
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum berkeja
Pendidikan : SMP
Status perkawinan : Belum menikah
Suku bangsa : Betawi
Alamat : Jalan Ketapang Baru I Rt.003 Rw.003, Kebon Kosong,
Kemayoran, Jakarta.
Tanggal masuk RS : 16 Oktober 2018
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mual muntah sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Kehamilan
Status obstetrik ibu pada saat mengandung pasien adalah G1P0A0. Selama
kehamilan ibu pasien tidak merasakan keluhan apapun. Perawatan antenatal baik.
Riwayat Kelahiran
Tempat bersalin : Rumah Sakit
Penolong : Dokter
Cara persalinan : Spontan
Berat badan lahir : 2900 gram (berat lahir cukup)
Panjang badan lahir : 50 cm
Masa gestasi : cukup bulan
Keadaan setelah lahir : Langsung menangis
Kelainan bawaan : Tidak ada
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran dalam batas normal
Riwayat Perkembagan
Motorik kasar
Merangkak : Tidak diketahui berdiri : 10 bulan
Tengkurap : 5-6 bulan berjalan : 12 bulan
Duduk : 8 bulan
3
Bahasa
Babling : 9 bulan Bicara : 11 bulan
Riwayat Nutrisi
0 – 6 bulan -
- -
6 – 8 bulan -
-
8 – 12 bulan
>12 bulan
4
Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG - - -
DPT - - -
Polio - - -
Campak - - -
Hepatitis B - -
Riwayat Keluarga
Data Orangtua
Ayah Ibu
Usia 36 37
Pernikahan ke 1 1
Pendidikan SMA SMEA
Pekerjaan Security Mengurus rumah
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Riwayat penyakit Tidak Ada Asma
Kosanguinitas Tidak Ada Tidak Ada
5
Masalah Dalam Keluarga
Ayah dan ibu pasien bercerai sejak 4 tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN FISIK
Panjang Badan : 158 cm
Berat Badan : 36 kg
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Laju Nadi : 105 x/menit, reguler, isi cukup
Laju nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,9oC
Keadaan Umum : tampak sakit sedang,
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5), compos mentis
STATUS MENTAL
Tenang
PERNAPASAN
Suara napas Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan, dan tidak ada retraksi.
DATA ANTROPOMETRI
BB : 36 kg
TB : 158 cm
BB ideal menurut usia : 51 kg
TB ideal menurut usia : 161 cm
BB ideal menurut TB : 46 kg
6
TB/U
BB/TB
BB/U
7
8
GIZI
Menurut kurva status gizi untuk anak perempuan usia 2 -20 tahun :
BB/U : 36/51 x 100% = 70,6% (berat badan kurang)
TB/U : 158/161 x 100% = 98% (tinggi baik/normal).
BB/TB : 36/46 x 100% = 78,3% (gizi kurang)
IMT : BB/TB2 = 36/(1,58)2 = 14,8. (<P5 = gizi kurang)
Kesimpulan : Status Gizi kurang
KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris, normocephali
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Mata : Mata cekung, kelopak mata tidak edema, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik.
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada napas cuping hidung, tidak terdapat sekret
- Mulut : bibir kering, tidak sianosis
LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak membesar
THORAKS
- Bentuk : simetris
- Retraksi suprasternal : tidak ada
- Retraksi substernal : tidak ada
- Retraksi intercostal : tidak ada
JANTUNG
- Inspeksi : Pulsasi iktus kordis terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga V linea midklavikula sinistra
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra.
Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra.
9
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
PARU
ANTERIOR POSTERIOR
KIRI KANAN KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan dada Pergerakan dada Pergerakan dada Pergerakan dada
simetris simetris simetris simetris
ABDOMEN
- Inspeksi : Cekung, simetris, tidak ada retraksi epigastrium
- Palpasi : Supel, turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran organ intra
abdomen.
- Perkusi : timpani di kuadran kanan atas, kanan bawah, dan kiri atas,
redup pada kuadran kiri bawah (regio lumbal sinistra)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
GENITALIA EXTERNA
- Kelamin : Perempuan, tidak ada kelainan
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-),
capillary refill time < 3 detik
- Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-), akral dingin (-),deformitas (-),
capillary refill time < 3 detik
10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
JENIS
PEMERIK HASIL
SAAN
Kimia 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10 24/10 25/10
klinik 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018
Natrium 137 138 140 154 144 141 139 143 146
Kalium 1,5 1,4 1,8 2,3 2,1 3,0 2,8 2,6 7,9
Klorida 92 96 98 107 101 98 98 99 107
Klorida 96-111mmol/L
RESUME
Anamnesis
- Seorang anak perempuan, berusia 14 tahun, datang dibawa oleh orangtuanya dengan
keluhan muntah-muntah sebanyak 6 kali dengan konsistensi cair disertai lendir
berwarna kekuningan sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan
bahwa muntah sudah dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengeluh nyeri ulu hati disertai buang air besar (BAB) cair tidak
disertai darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Ayah pasien mengatakan
11
terdapat penurunan berat badan. Pasien juga mengeluh bibir kering dan lemas
beberapa hari terakhir juga dirasakan oleh pasien.
Pemeriksaan Fisik
Panjang Badan : 156 cm
Berat Badan : 36 kg
Gizi
Menurut kurva status gizi untuk anak perempuan usia 2 -20 tahun :
BB : 36 kg
TB : 158 cm
BB/U : 36/50 x 100% = 72% (berat badan kurang)
TB/U : 158/161 x 100% = 98% (tinggi baik/normal)
BB/TB : 36/47 x 100% = 76,5% (gizi kurang)
IMT : BB/TB2 =36/(1,58)2 = 14,792.(-3SD sampai dengan<-2SD)
Kesimpulan : Status Gizi kurang.
Pemeriksaan penunjang
JENIS
PEMERIK HASIL
SAAN
Kimia 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10 24/10 25/10
klinik 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018
Natrium 137 138 140 154 144 141 139 143 146
Kalium 1,5 1,4 1,8 2,3 2,1 3,0 2,8 2,6 7,9
Klorida 92 96 98 107 101 98 98 99 107
12
Hasil Pemeriksaan Radiologi CT Scan Abdomen (18 Oktober 2018)
Kesan:
- Hipertrofi ginjal kanan dan kiri
- Splenomegali
- Organ abdomen lainnya dalam batas normal
Diagnosis Banding
Gizi kurang
Diare akut tanpa dehidrasi
Elektrolit imbalance
MEP - Marasmus
Diagnosis Kerja
Gizi Kurang
Diare akut tanpa dehidrasi
Elektrolit imbalance
Penatalaksanaan
- IVFD KAEN 3B + KCl
- Diet : ML 2000 kkal/hari (NGT)
Karbohidrat : 55% = 852,5 kkal = 214 gram
Protein : 10% = 155 kkal = 399 gram
Lemak : 35% = 542,5 kkal = 136 gram
- Susu F75 6 X 100 ml (NGT)
- Vitamin A 200.000 IU (PO)
- Asam folat 1 x 5mg (po)
- Amoxyxilin syr 3 x 200 mg (PO)
- Edukasi Orang tua untuk memakai NGT
13
Prognosis
- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
S: Muntah-muntah 6 kali sejak 12 jam sebelum Pasien masih mengeluh pusing, rasa seperti
masuk rumah sakit, isi cairan kuning, darah berputar, mual ada, muntah 1x pada pagi hari,
negatif, BAB cair sudah 3 kali. Muntah sudah BAB cair 1x pada pagi hari tidak ada ampas,
berlangsung ±sejak 1 bulan sebelum masuk lendir atau darah, nyeri abdomen/ulu hati ada.
rumah sakit, BB menurun, ada pusing.
Mata : Cekung BB = 36 kg
Pulmo : suara napas vesikuler, tidak ada ronki, Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada wheezing cekung di kedua mata.
Abdomen: bising usus positif, nyeri tekan Pulmo : suara napas vesikuler, tidak ada ronki.
epigastrium positif Abdomen: supel, bising usus positif normal,
nyeri tekan epigastrium.
14
- Cek mantoux
- Rontgen thorax (AP lateral), USG
Abdomen
- Cek BTA-Sputum
S: Pasien mengeluh lemas pada seluruh tubuh, Pasien mengatakan lemas pada seluruh
mual ada, nyeri ulu hati ada, dan keluar cairan
tubuh , nyeri pada kedua kakinya,
berwarna hijau kehitaman dari selang NGT.
muntah negatif, sakit kepala ada, mual
BAK mengompol.
berkurang, nyeri ulu hati/perut negatif,
NGT residu kuning kehijauan.
BB = 36 SpO2 = 99%
THT : tidak ada napas cuping hidung, Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
terpasang NGT residu positif hijau >50 cc. ikterik.
tidak ada murmur, tidak ada gallop Thoraks : Pergerakan dada simetris kanan-kiri
Pulmo : suara napas vesikuler, tidak ada ronki, Pulmo : suara napas vesikuler, tidak ada ronki
tidak ada wheezing Abdomen: datar, supel, bising usus positif,
Abdomen: supel, bising usus positif normal, nyeri tekan suprapubik positif
nyeri tekan suprapubik. Ekstremitas : akral hangat
Ekstremitas : akral lembab , tidak sianosis, Urogenital : terpasang kateter, produksi urin
CRT < 3 detik 600ml kuning jernih
- Low intake
15
- Klinis gizi buruk marasmik
Abdomen, pasang kateter urin, monitor - Follow up ulang untuk pindah PICU
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gizi buruk dan gizi kurang adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight
(gizi buruk) dan underweight(gizi kurang) (Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut
Depkes RI 2008, gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa
jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari
6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995.
Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring
Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan
Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi
buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001.
Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003
menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai
dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa
54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA,
18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini
dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%
pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi
jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.
17
3. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
3.1 Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena
diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
3.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (sugar baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup
bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,
18
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati
kronik .
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang
stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling
serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan
dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering
terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin
ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada
muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler
ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya
kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit
tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat
generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak
yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada
warna rambut (hipokromotrichia).
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-
kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas
dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
19
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
3.3 Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
4. Etiologi
Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung
timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola
konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung
merupakan faktor seperti tingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan,
ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas
pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di
bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizi balita, yaitu:
a. Tingkat Pendapatan Keluarga.
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk
konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan
terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi
dengan status gizi yang berlawanan hampir universal.
b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan yaitu:
Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
20
Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.
Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun
menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka
ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi.
Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian
status gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang masalah
yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita.
c. Tingkatan Pendidikan Ibu.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan
kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran
terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan
berpengaruh pula pada faktor social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan,
kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk
menghadapi berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya,
memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu
yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta
tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna
pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya.
d. Akses Pelayanan Kesehatan.
Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan
pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan
masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak
melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
21
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status
gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-
anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling
sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui
program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap
dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan.
Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan
pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.
4. Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat
dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh
karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya.
Berikut ini adalah klasifikasi status gizi menurut kriteria Waterlow WHO 2006,
dan CDC 2000.
BB/TB
(% IMT IMT WHO
BB/TB WHO
median) CDC
Obesitas >120 > +3 > P95 > +3 (obes)
Overweight >110 > +2 SD s/d +3 SD P85 – P 94 > +2 s/d +3 SD (G.lebih)
Normal > 90 +2 SD s/d -2 SD P5 – <P85 > +1 s/d +2 SD (beresiko G.lebih)
Gizi kurang 70-90 < -2 SD s/d -3 SD <P5 -2 SD s/d 0 (G.baik/cukup)
Gizi buruk < 70 < - 3 SD < -2 SD s/d -3 SD (G.kurang)
< - 3 SD (G.buruk)
Tabel 1. Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC 2000
23
Pemeriksaan Fisik
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB
Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk
Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun
Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C)
Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
Pembesaran hati dan ikterus
Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites
Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)
Ulkus pada mulut
Fokus infeksi : THT, paru, kulit
Lesi kulit pada kwashiorkor
Tampilan tinja
Tanda dan gejala infeksi HIV
24
Bagan 1. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan
25
Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk dengan tanda
bahaya atau tanda penting tertentu.
26
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase.
Pada Fase Stabilisasi terdapat 5 tatalaksana untuk 5 kondisi yaitu adalah :
1. Kondisi 1, jika ditemukan :
o Renjatan (syok)
o Letargis
o Muntah atau diare atau dehidrasi
2. Kondisi 2, jika ditemukan :
o Letargis
o Muntah atau diare atau dehidrasi
3. Kondisi 3, jika ditemukan :
o Muntah atau diare atau dehidrasi
27
Bagan 3. Tahap Stabilisasi kondisi 3
4. Kondisi 4, jika ditemukan :
o Letargis
5. Kondisi 5, jika tidak ditemukan :
o Renjatan (syok)
o Letargis
o Muntah atau diare atau dehidrasi
28
KRITERIA PEMULANGAN ANAK GIZI BURUK DARI RUANG RAWAT
INAP
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam perawatan,
misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria sembuh bila BB/TB
atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.
Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
29
6. Dampak Gizi Buruk
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait
dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai
konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan
defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi
tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut
tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch
up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak,
akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan
perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan
otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu
sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah
satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah
penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi anak
30
BAB III
ANALISA KASUS
Interpretasi Kasus
Pasien An. F perempuan 14 tahun 6 bulan didiagnosis dengan Gizi Kurang dan
Elektrolit imbalance. berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang mendukung diagnosis ini, yaitu:
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pada perhitungan status gizi didapatkan hasil yang rendah yaitu hasil BB/U
adalah 72%, BB/TB adalah 76,5%, dan IMT yaitu 14,792. Hasil ini menunjukkan
bahwa status gizi pasien adalah gizi kurang. Pada pasien yang mengalami gizi buruk
hasil perhitungan status gizinya yaitu BB/U adalah <60%, BB/TB adalah <70%, dan
IMT yaitu <14,2.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan mata cekung, konjungtiva anemis, sklera
ikterik, dan perut yang cekung. Hal ini mendukung pemeriksaan fisik yang terjadi pada
gizi buruk.
31
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang hematologi rutin ditemukan kalium: 1,5 mmol/L
untuk waktu yang lama, menunjukkan bahwa pasien menderita hipokalemia berat.
Diagnosis
1) Gizi Kurang
Diagnosis gizi kurang ditegakkan sesuai dengan anamnesis, dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami penurunan nafsu makan
(berat badan menurun), keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung, konjungtiva anemis,
sklera ikterik, dan perut yang cekung. Hal ini mendukung pemeriksaan fisik
yang terjadi pada gizi buruk.
2) Elektrolit imbalance.
Tatalaksana
Tatalaksana yang harus dilakukan pasien adalah pengaturan diet makanan untuk
mencapai berat badan yang diinginkan dengan memperhatikan resiko refeeding
syndrome. Tatalaksana yang akan dilakukan adalah untuk tahap stabilisasi untuk dua
jam pertama diberikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30menit dengan dosis:
5ml/kgBB setiap pemberian. Lalu pada keadaan yang sudah membaik dilakukan
pemberian ReSoMal berselang seling F75 setiap 1 jam, bila anak sudah tidak diare
maka menghabiskan F-75 setiap 4 jam sekali serta dengan pemantauan tanda vital
seperti perrnapasan, dan nadi.
Selanjutnya pada fase transisi F-75 diganti dengan F100 dengan dosis sesuai BB
setiap 4 jam sekali. Selanjutnya pada fase rehabilitasi anak dapat diberikan F-100
ditambah dengan makanan lunak serta buah. Teruskan pemberian makanan ini sampai
tercapai BB/TB > -2SD (90% dari BB/TB).
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanactionam : bonam
32
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak.
Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta :
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.
Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus
Pusat IDAI.
Ikatan Dokter Indonesia. 2011. Asuhan Nutrisi Pediatrik. Jakarta : Pengurus Pusat
IDAI.
33
34