PENDAHULUAN
Realita di atas senada dengan apa yang dikatakan oleh Solichin A Wahab
(2005 : 1) bahwa peristiwa yang berlangsung di sekitar kita bukanlah terjadi secara
alami atau sebagai sesuatu yang terjadi karena proses perkembangan yang normal.
Berdasarkan berbagai contoh peristiwa yang telah diuraikan di awal maka
kebijakan negaralah yang sesungguhnya telah memberikan warna terhadap
timbulnya peristiwa tersebut. Dengan kata lain, kebijakan negaralah yang
sebenarnya yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa-peristiwa yang ada
disekitar kita sehingga kebijakan negara sedikit banyak telah mempengaruhi
kehidupan kita sehari-hari, baik kita sadari atau tidak, dimengerti atau tidak.
Mungkin terlintas dalam benak kita bahwa kata advokasi sering dipakai oleh para
profesional hukum seperti; pengacara, polisi, hakim, dan kejaksaan.Advokasi itu
memang relatif luas pengertiannya, bisa diartikan hukum atau non hukum.proses
advokasi yang dilakukan membutuhkan pengorganisasian yang cukup matang agar
pemberdayaan kelompok masyarakat dapat diajak melakukan advokasi.
Pengacara atau advokat adalah kata benda, subyek.Dalam praktek dikenal juga
dengan istilah KONSULTASI HUKUM.Dapat berarti SESEORANG yang melakukan atau
memberikan nasihat (advis) dan pembelaan (“mewakili”) bagi orang lain yang
berhubungan dengan penyelesaian suatu kasus hukum.
Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
1.Memahami Advokasi
Upaya advokasi muncul ketika masyarakat yang menjadi suatu objek dari
kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tidak mau menerima atau merasa
keberatan dengan adanya kebijakan tersebut. Alasan tidak mau menerima kibajakan
bermacam-macam seperti merasa kepentingan atau kebutuhannya tidak
terakomodasi dalam kebijakan tersebut, bisa juga karena dengan adanya kebijakan
tersebut maka eksistensi masyarakat dapat terancam (contoh peristiwa pembalakan
hutan secara besar-besaran oleh PT. Alam Nusa Segar). Hutan yang dibabat tanpa
kontrol yang jelas dapat menyebabkan hutan menjadi gundul, lalu masyarakat
setempat kehilangan mata pencahariannya dan bencana alam dapat timbul karena
hutan yang gundul. Masyarakat bereaksi karena ketidaksetujuannya terhadap suatu
kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka timbullah upaya advokasi.
Pengertian advokasi secara sederhana adalah sebagai kegiatan unjuk rasa
atau demostrasi dan protes terhadap suatu kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah. Dalam pengertian yang luas advokasi diartikan sebagai media
mobilisasi pendapat umum, sarana menyampaikan pernyataan politik, proses
pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat, alat perubahan sosial dan
sebagainya. Sedangkan Organisasi Non Pemerintah (Ornop) mengartikan advokasi
sebagai kegiatan beracara di pengadilan. Pengertian advokasi oleh Ornop ini karena
terpengaruh oleh istilah dalam bahasa Belanda yaitu advocaat, advocateur (yang
berarti pengacara, pembela) dan lazim digunakan selama ini.
(1) usulan agar kebijakan yang telah dibuat dicabut atau dihentikan,
(2) usulan agar kebijakan yang telah dibuat dirubah atau diganti dengan kebijakan
yang sudah direvisi,
(4) mengusulkan konsep tandingan untuk kebijakan yang telah dibuat tersebut.
b. Tata Laksana Hukum (structure of law), yaitu semua perangkat kelembagaan dan
pelaksana dari isi hukum yang berlaku. Dalam pengertian ini tercakup lembaga-
lembaga hukum (pegadilan, penjara, birokrasi pemerintahan, parpol dan
sebagainya) serta para aparat pelaksananya (hakim, jaksa, pengacara, polisi, tentara,
pejabat pemerintah, anggota parlemen dan lain-lain)
Sebagai suatu kesatuan sistem, ketiga aspek hukum tersebut saling terkait
antara satu sama lain dan tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Oleh karena itu
dikatakan bahwa idealnya, suatu kegiatan atau program advokasi harus juga
mencakup sasaran perubahan ketiganya. Mengapa dikatakan demikian? Karena
dalam kenyataannya, perubahan yang terjadi pada salah satu aspek saja tidak
dengan serta merta membawa perubaan pada aspek lainnya. Perubahan suatu
naskah undang-undang atau peraturan pemerintah, tidak dengan sendirinya
merubah mekanisme kerja lembaga atau aparat pelaksananya. Banyak contoh
selama ini dengan jelas menunjukkan bahwa naskah undang-undang atau peraturan
pemerintah yang betapapun baiknya secara normatif apabila tidak didukung oleh
kesiapan perangkat kelembagaan atau aparat pelaksana yang memadai maka pada
akhirnya hanya akan tersisa sebagai retorika murni belaka.
Begitu juga dengan budaya hukum. Suatu naskah hukum katakanlah sudah
ada dan memenuhi semua tuntutan normatif yang diperlukan, tersedia juga
perangkat kelembagaan dan aparat pelaksana yang handal dan terpercaya. Tetapi
sikap dan perilaku masyarakat kadangkala justru tidak mendukung isi maupun tata
laksana hukum tersebut, akibatnya maka peraturan dalam bentuk suatu kebijakan
tersebut akan menjadi sia-sia belaka. Contoh dari kasus tersebut adalah adanya
aturan tentang larangan untuk merokok di sembarang tempat yang berlaku di daerah
Jakarta. Naskah aturan sudah ada dan memenuhi syarat normatif sebagai suatu
Peraturan Daerah (Perda) kemudian aparat penegak Perda tersebut juga sudah siap,
namun kembali lagi bahwa sikap dan perilaku masyarakat tidak mendukung
tegaknya aturan yang menjadi kebijakan Pemeritah DKI Jakarta Tersebut.
Akibatnya kebijakan untuk tidak merokok di sembarang tempat cenderung hanya
menjadi slogan semata.
Sebaliknya juga demikian, tata laksana hukum yang berubah tidak secara
otomatis merubah isi hukum yang berlaku. Itulah sebabnya maka timbul pendapat
bahwa undang-undang atau peraturannya sudah bagus namun oknum-oknum
pelaksananya yang tidak becus menegakkan undang-undang tersebut. Sama halnya
denganbudaya hukum yang berubah, tidak secara otomatis merubah tata laksana
maupun isi hukum yang sudah ada. Dalam banyak kasus, para aparat pelaksana
hukum yang mencoba melakukan amanat hukum berdasarkan kata hati nurani dan
rasa keadilan umum (budaya hukum), dalam istilah baku ilmu hukum disebut
sebagai rechtmatigheid, melakukan suatu exclusion (perkecualian hukum),
meskipun terpaksa harus menentang isi atau naskah hukum yang berlaku, justru
sering atau bahkan selalu akhirnya berhadapan dengan kekakuan naskah hukum dan
kepentingan politik kekuasaan dibaliknya.
a. Proses-proses legislasi dan juridiksi. Proses ini terdiri dari proses penyusunan suatu
rancangan undang-undang atau peraturan (legal drafting) sesuai dengan konstitusi
dan sistem ketatanegaraan yang berlaku di suatu negara. Mulai dari pengajuan
gagasan atau usul dan tuntutan perlunya penyusunan undang-undang atau peraturan
baru, perdebatan parlemen untuk membahas gagasan atau tuntutan tersebut,
pembentukan kelompok kerja dalam kabinet dan parlemen, seminar akademik
untuk penyusunan naskah awal (academic draft), penyajian naskah awal kepada
pemerintah, pengajuan kembali ke parlemen, sampai pada akhirnya disepakati atau
disetujui dalam pemungutan suara di parlemen. Pengertian proses legislasi dapat
juga berarti : (1) prakarsa pengajuan rancangan tanding (counter draft legislationa).
(2) pengujian substansi dan peninjauan ulang undang-undang (judicial review). (3)
jurisprudensi (keputusan mahkamah peradilan yang memiliki kekuatan hukum
sebagai preseden bagi keputusan-keputusan hukum berikutnya). Jurisprudensi
termasuk dalam proses legislasi karena pada dasarnya jurisprudensi juga
membentuk isi hukum, oleh karena itu proses-proses letigasi (beracara
dipengadilan) masuk dalam pengertian ini juga.
b. Proses-proses politik dan birokrasi. Proses ini meliputi semua tahap formasi dan
konsolidasi organisasi pemerintahan sebagai perangkat kelembagaan dan pelaksana
kebijakan publik. Bagian terpenting dan paling menentukan dalam keseluruhan
proses ini adalah seleksi, rekrutmen dan induksi para aparat pelaksana pada semua
tingkatan birokrasi yang terbentuk. Karena itu, seluruh tahapan tersebut sangat
diwarnai oleh proses-proses politik dan manajemen hubungan kepentingan-
kepentingan di antara berbagai kelompok yang terlibat di dalamnya, mulai dari
lobby, mediasi, negosiasi, tawar menawar, kolaborasi bahkan sampai pada praktek-
praktek intrik, sindikasi, konspirasi dan manipulasi.
c. Proses-proses sosialisasi dan mobilisasi. Proses ini meliputi semua bentuk kegiatan
pembentukan kesadaran dan pendapat umum serta tekanan massa terorganisir.
Kegiatan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola perilaku tertentu dalam
mensikapi suatu masalah bersama. Karena itulah dikatakan bahwa proses-proses ini
terwujud dalam berbagai bentuk tekanan politik (political pressure), mulai dari
penggalangan pendapat dan dukungan (bisa berupa kampanye, debat umum,
rangkaian diskusi dan seminar, pelatihan), pengorganisasian (pembentukan basis-
basis massa dan konstituen, pendidikan politik kader), sampai ke tingkat
pengerahan kekuatan (unjuk rasa, mogok, boikot, blokade).
B. Kewajiban Advokat
Adapun beberapa kewajiban advokat dalam menjalankan tugas diantaranya
yaitu :
1. Kesetiaan pada masyarakat (public service).
Kewajiban diatas memberikan konsekwensi bahwa seorang advokat harus orang
yang jujur dan cakap, suka menolong orang miskin (legal aid), tidak mencari cari
perkara, tidak membantu praktek hukum yang tidak sah.
2. Kesetiaan pada peradilan.
Advokat harus menghormati pejabat peradilan seperti polisi, jaksa, hakim dan
badan peradilan itu sendiri. Tidak menyuap/mempengaruhi officer of court,
termasuk tidak banyak bicara pada pers untuk menghindari trial by the pres.
3.Kesetiaan pada klien
Klien adalah orang yang mencari perlindungan hukum (bukan hanya minta tolong)
pada advokat. Oleh karena itu advokat harus melindungi termasuk kehormatan dari
klien.
4.Kesetiaan sesama rekan sejawat.
Kewajiban untuk saling menghargai dan menjaga kehormatan dengan cara menjaga
kualitas profesi baik moral maupun tehnis berperkara.
A. Kesimpulan
Sasaran akhir dari upaya advokasi adalah merubah suatu kebijakan publik
yang tidak berpihak kepada masyarakat dengan mengajukan beberapa alternatif-
alternatif perubahan. Substansi perubahan atas suatu kebijakan publik tersebut
bersifat flexibel. Artinya upaya advokasi mengusulkan perubahan suatu kebijakan
bisa dalam bentuk usulan agar kebijakan publik yang dibuat dapat dirubah atau
direvisi, bisa juga dalam bentuk usulan agar kebijakan publik tersebut diganti
dengan rumusan yang baru atau bisa juga usulan yang diajukan berupa pembuatan
konsep tandingan dari suatu konsep kebijakan publik yang berasal dari pemerintah.